Jihan melihat dari atas layar ponselnya, jika Fadli mengirim pesan dan dia pun mampu membacanya."Kenapa sayang?" tanya ibu Kulsum."Ini Bu, Mas Fadli ngirim pesan dan minta ketemuan di taman.""Benarkan dugaannya mama," ujar Mama Kirana yang berada di samping Jihan. "Dia pasti akan menemui kamu, tapi sesuai dengan rencana kita ... sebaiknya kamu blokir nomornya agar dia tidak bisa melacak keberadaan kamu!"Jihan mengangguk dan tanpa membuka pesan dari Fadli dia ingin memblokir nomor tersebut, akan tetapi tiba-tiba saja Fadli menelpon."Dia menelpon," ucap Mama Kirana dan langsung dibalas anggukan oleh Jihan. "Jangan diangkat! Matikan saja!"Jihan pun hanya menurut, kemudian dia mematikan telepon tersebut lalu memblokir nomor Fadli. 'Maafkan aku Mas, tapi ini adalah jalan yang terbaik. Aku juga ingin hidup tenang tanpa diusik dan diancam oleh kamu maupun Kak Calista. Maafkan aku,'batin Jihan.Sementara di tempat lain Fadli sedang menahan kekesalan, tangannya terkepal sambil memukul s
"Iya tidak masuk akal saja Mah. Kan yang salah itu Jihan," ucap Calista, "namun, kenapa Mama dan papa malah marahnya sama aku dan--""Cukup Calista!" potong Mama Kirana, "cukup kalian menjelekkan Jihan di hadapan mama dan papa! Kamu itu seorang kakak, harusnya menjaga aib adikmu sendiri bukan malah mempermalukannya di hadapan umum. Untuk apa Calista? Apa untungnya buat kamu? Seharusnya kamu mikir ... dengan membuat aib adikmu publish, sama saja mempermalukan diri kamu sendiri. Dan seharusnya kamu tak melakukan itu Calista, karena walau bagaimanapun bu Kulsum adalah ibu angkatmu."Setelah memberikan nasihat yang panjang dan tajam pada Calista dan Fadli, Mama Kirana pun pergi untuk melanjutkan langkahnya ke dalam kamar."Mas, kamu lihat kan bagaimana reaksinya mama dan papa sama kita? Aku semakin tak menyukai Jihan, dia sudah merebut perhatian mama dan papa dariku!" kesalnya."Ya Itu juga salah kamu sendiri," ujar Fadli dengan nada yang acuh."Maksud kamu apa, Mas?" Calista memicingkan
Sesampainya Fadli dimkantor, dia langsung menuju lantai atas di mana ruangannnya berada. Namun, ia melihat Jihan belum sampai sana."Apa aku terlalu kepagian ya?" ucap lirih Fadli.Fadli pun duduk di kursi kerjanya, namun ia merasa tak tenang. Pria itu bangkit dan mondar-mandir seolah sedang gelisah mnunggu kedatangan Jihan."Haduuh ... Jihan kemana sih? Kenapa jam segini belum datang juga?" cemas Fadli saat melihat jam menunjukan pukul 8 pagi. "Apa dia tak berangkat ya? Apa dia masih marah sama aku? Sama Calista juga?"Dia pun mengeluarkan ponselnya, namun sayang, nomor Jihan rupaya tak aktif. Bahkan pesan yang ia kirim semalam dan tadi pagi saja tidak aktif."Sepertinya benar dugaanku, jika Jihan memblokir nomorku,'' lirihnya.Fadli yang sudah di landa kecemasan dan rasa tak tenang, ia segera menyambar kunci mobilnya lalu pergi dari sana.Namun, baru saja Fadli keluar dari ruangannya dia berpapasan dengan Haikal, pria itu tidak memperdulikan kehadiran Fadli, karena dia sudah sangat
Sesampainya Fadli di kantor wajahnya terlihat begitu lemas, dia berpapasan dengan Haikal yang akan masuk ke dalam ruangannya untuk menaruh data-data."Kak, satu jam lagi kita akan ada meeting," ucap Haikal."Kamu yang handle saja," jawab Fadli dengan acuh.Dahi Haikal mangkerut heran saat melihat reaksi kakaknya, di mana wajahnya terlihat begitu lesu, seperti orang tak bertenaga sama sekali. Kemudian dia mengikuti langkah Fadli yang masuk ke dalam ruangan."Wajahmu ksnapa ditekuk seperti itu, Kak? Nggak dapat jatah dari Kak Calista semalam, ya?" ledek Haikal dengan kekehan kecil."Tidak, bukan seperti itu," jawab Fadli dengan suara yang lesu, kemudian dia menatap ke arah Haikal "Oh ya ... kamu benar-benar tidak tahu ke mana Jihan?"Mendengar pertanyaan dari kakaknya membuat Haikal seketika menggelengkan kepala, "tidak. Memangnya Kakak sudah bertemu dengan Jihan?""Jika aku sudah bertemu dengannya, aku tidak akan bertanya kepadamu Haikal." kesal Fadli, "tadi aku ke rumahnya, barangkali
"Itu Bu ... ibu Surti nelpon dan ngabarin katanya tadi ada pria yang ke rumah mencari kita, dan kata Bu Surti juga pria itu adalah menantu Ibu. Aku yakin deh kalau dia adalah Mas Fadli. Pasti Mas Fadli itu merasa heran karena aku tidak masuk ke kantor hari ini," jelas Jihan.Ibu Kulsum terdiam, nampak raut kekecewaan yang begitu dalam di wajah keriputnya, yang menandakan jika ia benar-benar sangat marah kepada Fadli."Biarkan saja ... dia mau mencari ke ujung dunia pun tidak akan pernah menemukan kita selagi Tuan Zahid dan juga Kirana tidak memberitahu di mana kita berada," jawab ibu Kulsum dengan nada datar.Jihan mengusap lengannya, dia tahu apa yang dirasakan oleh ibunya saat ini. Pastilah wanita itu tengah memendam luka yang begitu dalam tentang penderitaan putrinya.Lalu ibu Kulsum bangkit dari duduknya, berjalan ke arah pagar balkon menatap bukit-bukit yang terpampang begitu indah di hadapannya serta udara yang begitu segar namun tidak bisa menyegarkan hatinya yang sedang diland
"Kak Fadli!" kaget Haikal dengan mata membulat.Wajahnya seketika menjadi gugup, dia menelan ludahnya dengan kasar karena takut jika Fadli tadi mendengar ucapannya bersama dengan Jihan.'Gawat! Apa Kak Fadli dengar ucapanku tadi sama Jihan ya? Aduh ... kalau iya gimana ini? Bisa-bisa kacau rencanaku dan Mamah,' batin Haikal.Fadli mendekat ke arah sang adik, dia melihat raut kecemasan di wajah Haikal membuatnya seketika memicingkan mata menatap dengan curiga ke arah pria tampan tersebut."Siapa yang baru saja kamu telpon. Untuk apa makanan yang kamu pesan?" tanya Fadli dengan tatapan mengintrogasi."Bukan siapa-siapa. Lagian Kakak kenapa ke sini?" Haikal mencoba untuk menghilangkan kegugupannya agar Fadli tidak curiga."ku ke sini karena ingin meminta berkas yang sepertinya kamu lupa membawanya ke dalam ruangan. Hangan mengalihkan pembicaraan! Siapa tadi yang kamu telepon? Jangan-jangan, dia Jihan ya?" tebak Fadli dengan tatapan tajam."Apaan sih Kak? Kenapa Jihan? Ini temen aku, dia
"Tadi pagi aku ke rumahnya Jihan, karena dia tidak masuk kantor, dan--""Apa! Kamu ke rumahnya? Mau ngapain lagi sih Mas? Ingat ya! Kamu kan udah janji sama aku, kamu nggak bakalan membuka hatimu untuk Jihan, tapi kenapa kamu malah ke sana, Mas? Lagi pula, kalau dia tidak masuk kantor biarkan saja. Mungkin dia ingin mencari perhatian kamu karena kejadian kemarin dan ingin membuat kamu merasa bersalah.""Cukup Calista! Kamu itu bisa nggak sih nggak usah berpikiran negatif. Kita ini sekarang dalam keadaan genting." Fadli merasa kesal karena Calista memotong ucapannya.Wanita itu pun merengut sambil mendengkus dengan kasar, kemudian dia menjatuhkan bokongnya di tepi ranjang sambil menekuk wajah."Kamu tahu nggak, Jihan tidak masuk kantor dan aku pikir pun sepertinya dia marah, tapi saat aku ke rumah dengan alibi meminta maaf soal kejadian kemarin, ternyata Jihan dan ibu sudah tidak tinggal di sana.""Maksudnya?" tanya Calista dengan tatapan yang begitu kaget, namun juga dengan raut kebin
Haikal baru saja sampai di sebuah Villa yang ditempati oleh Jihan dan juga Ibu Kulsum. Dia menenteng ayam bakar pesanan dari wanita itu."Assalamualaikum," ucap Haikal saat masuk ke dalam."Waalaikumsalam, eh Nak Haikal, ayo masuk ... Jihannya masih shalat magrib tuh," ujar Ibu Kulsum mempersilahkan pria itu untuk masukIbu Lela membawa plastik yang berisi ayam bakar pesanan Jihan ke dapur dan mempersiapkannya di meja makan, sementara Ibu Kulsum menemani Haikal di ruang tamu."Gimana? Ibu sama Jihan di sini betah kan di sini?""Alhamdulillah ibu sama Jihan betah kok. Makasih ya Nak, kamu dan juga kedua orang tuamu benar-benar berjasa. Entah harus ke mana Ibu dan Jihan pergi jika tanpa bantuan kalian," ucap ibu Kulsum dengan tulus.Haikal tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, "iya Bu sama-sama tidak apa-apa. Kalian kan juga keluarga kami, aku juga tidak mau melihat Jihan terus-terusan disakiti oleh kak Fadli maupun Kak Calista."Ibu Kulsum nampak terdiam memikirkan rumah tangga an
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan