Setelah mengantarkan Jihan pulang, Haikal pun kembali ke rumah, dan saat dia akan memasuki kamar tiba-tiba dirinya berpapasan dengan Fadli.Pria tersebut menatap sang Kakak dengan tajam. "Sebaiknya lo urusi Istri lo itu Kak, supaya bisa menjaga sikap dan tidak memfitnah orang lain!"Mendengar itu Fadli kembali meradang, dia mencengkram baju Haikal tetapi pria tersebut hanya diam dengan wajah yang santai."Seharusnya lo jauhi Jihan, jangan lo dekati dia. Mengerti!" sentak Fadli dengan tajam, kemudian dia mendorong tubuh Haikal."Kenapa aku harus menjauhinya? Jangan-jangan bener dugaanku, kau mempunyai perasaan pada Jihan dan kau menghianati istrimu sendiri? Iya?" tuding Haikal."Diam kau! Jaga bicaramu! Aku hanya tidak suka saja kau berdekatan dengan orang yang sudah mencelakai istriku," kilahnya.Haikal hanya tersenyum miring, kemudian dia hendak masuk ke dalam kamarnya. "Lo denger ya Kak! Kalau Jihan melakukan itu, untuk apa? Seharusnya yang lo curiga itu adalah Calista siapa tau aj
"Kak Calista!" kaget Jihan saat melihat wanita tersebut sedang berdiri di hadapannya dengan senyuman miring..Jihan bangkit dari tidurnya, kemudian dia bersandar di pinggir ranjang. "Mau ngapain Kakak ke sini?" tanyanya.Calista tersenyum, kemudian dia duduk di hadapan Jihan. Namun tatapan wanita itu mengarah kepada kaki kakaknya yang semalam melepuh dan ternyata masih diperban."Kenapa sih Kakak semalam memfitnah aku? Kakak mengatakan kalau aku sengaja menumpahkan coklat panas itu, padahal sama sekali tidak. Kakak yang menyenggolnya dan mengenai kaki kakak sendiri?" tanya Jihan yang penasaran.Sedari semalam perasaannya terus saja berpikir ke arah situ, di mana dia tidak tahu motif Calista melakukan hal tersebut dan memfitnah dirinya di hadapan keluarga Fadli.Calista hanya terkekeh kecil, kemudian dia berdehem, lalu menatap lekat ke arah Jihan. "Seharusnya kau sudah tahu bukan arah tujuanku ke mana? Kau mengenalku sekarang bukan Jihan? Jadi jangan pernah kamu macam-macam denganku! K
Calista dan juga Jihan menengok ke arah belakang, dan betapa kagetnya mereka saat melihat kedatangan Mama Kirana."Mama," ucap Calista dengan wajah yang sudah dilanda ketakutan, kecemasan, rasa gugup semuanya bercampur menjadi satu."Jawab Calista! Apa benar kamu memfitnah Jihan semalam, hah?" tanyanya lagi dengan nada yang tinggi.Calista mencubit punggung Jihan yang berada di sampingnya, memberikan kode agar wanita itu membelanya."Bela aku, jika tidak ... kamu akan tahu akibatnya dan aku akan memberikan pelajaran pada ibu!" ancam Calista dengan berbisik.Jihan yang mendengar itu merasa geram, tapi bagi dia keselamatan ibunya lebih penting. "Tidak Tante, tadi Jihan hanya menebak saja."Kening Mama Kirana mengkurut heran, tatapannya menyipit ke arah dua wanita yang sedang berdiri di hadapannya. Entah kenapa dia merasa Jihan sedang berbohong."Apa kamu tidak berbohong Nak? Jika memang benar, jangan kamu tutupi.""Tidak kok Tante. Oh iya ... Tante ke sini ada apa?" tanya Jihan mengalih
"Iya Tante, itu benar. Tapi Jihan juga tidak tahu kenapa Kak Calista melakukan itu? Mungkin dia takut jika Mas Fadli akan berpaling darinya, padahal Jihan sama sekali tidak berniat untuk merebutnya."Wajah Jihan mendadak menjadi sendu, karena dia sebentar lagi akan menyandang gelar sebagai seorang janda."Kamu tenang aja ya sayang! Tante, Om dan juga Haikal akan selalu berada di sisi kamu. Jadi jangan pernah merasa sendiri. Sejujurnya tante lebih suka kamu menjadi istrinya Fadli ketimbang Calista," tutur Mama Kirana.Jihan mengangkat wajahnya, kemudian dia menggeleng, "tidak Tante. Jangan pisahkan mereka, karena Kak Calista dan juga Mas Fadli saling mencintai satu sama lain.""Tapi Calista jahat. Dia sudah memanfaatkan dirimu Nak. Seharusnya dia bisa sadar, sudah diurus dari bayi oleh ibumu dan sekarang ... ini balasannya kepada keluargamu?"Terlihat Mama Kirana begitu geram, karena dia pun seorang ibu jadi bisa merasakan bagaimana sakitnya hati ibu Kulsum saat mengetahui jika Calista
"Calista!" kaget Fadli karena dia tidak menyangka jika istrinya berada di sana juga.Padahal tadi pagi Calista izin untuk pergi ke mall, hangout bersama teman-temannya, tapi dia tidak menyangka jika Calista juga berada di sana menjenguk keadaan Jihan."kamu kok ada di sini?" tanya Fadli."Aku ke sini menengok keadaannya ibu, tapi ternyata Jihan lagi sakit. Terus mas sendiri ngapain ke sini?" tanya Calista balik.Dia merasa kesal dan marah saat melihat Fadli berada di sana, karena wanita itu yakin jika suaminya datang ke rumah tersebut untuk menengok keadaan Jihan.'Bodoh! Seharusnya aku hapus aja pesannya di ponsel Mas Fadli. Sayang aku tidak bisa membuka ponselnya. Jika saja bisa, sudah kuhapus!' gerutu Calista di dalam hati."Aku membaca pesan Jihan kalau dia lagi sakit jadi aku menengoknya ke sini," jawab Fadli dengan terus terang."Sudah, sudah ... kenapa kalian malah berdebat di situ? Sini mana buburnya!" Mama Kirana menengadahkan tangannya, lalu Calista langsung menyerahkan bub
"Iya Mah, kenapa?" tanya Fadli."Kamu tolong suapin Jihan dulu ya! Mama kebelet nih." Mama Kirana pura-pura memegang perutnya.Kemudian dia memberikan mangkok yang masih berisi bubur kepada Fadli, dan meminta pria itu untuk menyuapi Jihan."Tapi Mah, aku harus ke kantor?""Jangan menolak! Calista kan sudah pergi, ibu Kulsum juga belum pulang. Udah cepetan nih! Mama benar-benar udah nggak kuat." Mama Kirana pun segera berlari ke toilet.Setelah sampai di sana dia terkikik geli karena itu adalah rencananya untuk mendekatkan Fadli dan Jihan."Semoga saja mereka bersatu. Jika Calista tidak ingin dimadu, maka dia berpisah saja dengan Fadli. Sudah banyak kebohongan wanita itu, tapi aku tidak akan membiarkan Jihan pisah dengan Fadli." batin Mama Kirana sambil tersenyum.Beliau duduk di kloset sambil memainkan ponselnya, berselancar di sosial media miliknya, memberikan ruang kepada Fadli dan Jihan untuk berdua-duaan.Sementara di kamar, Jihan dan Fadli saling kikuk, mereka merasa canggung sat
Fadli terkejut saat melihat ibu Kulsum. Jantungnya berdetak kencang dengan tubuh terpaku. "I-ibu," gugupnya."Kenapa kamu sekaget itu? Lalu kenapa kamu dari kamarnya Jihan?" tanya bu Kulsum dengan tatapan tajamnya."Anu Bu ... aku ... anu ...""Anu, anu apa? Anumu di sunat?" celetuk bu Kulsum.Jihan menahan tawanya di dalam kamar saat mendengar celetukan ibunya. Dia bisa membayangkan wajah merah malu Fadli."Dia, tadi aku minta buat nyuapin Jihan, jeng. Soalnya tadi saya kebelet," ucap mama Kirana.Dia tadi mendengar ada suara Ibu Kulsum dan terdengar begitu kesal kepada Fadli, akhirnya Mama Kirana memutuskan untuk keluar dari toilet."Syukurlah Mama akhirnya keluar juga. Lagian di toilet udah kayak lagi bersemedi, lama banget?" batin Fadli."Eh, ada Jeng Kirana," ucap Ibu Kulsum sambil mengulurkan tangannya. "Datang kapan, Jeng?""Udah dari tadi sih. Saya rencananya mau nengokin keadaan ibu, tapi ternyata Jihan juga lagi sakit," jawab Mama Kirana, lalu dia menatap ke arah putranya. "
"Elo!" kaget Calista."Eeh, ketemu Queen drama," sindir wanita yang berada di hadapan Calista yang tak lain adalah Zahra."Apa maksud kamu, hah?" marah Calista, "punya mulut itu di jaga ya!" "Upss! Sory ... keceplosan tuh. Dah ... awas minggir!" Zahra menyingkirkan Calista dengan satu tangannya.Calista menganga saat melihat perlakuan Zahra, kemudian dia menarik bahu wanita itu dengan kasar. "Kau itu tahu tata krama tidak, hah!" bentaknya."Tahu. Bahkan sangat tahu. Tapi sepertinya untuk orang sepertimu tidak usah lah ya ... sudah, ini toko dan Mall, tempat ramai, malu kalau kamu membuat keributan di sini. Apalagi katanya kamu sedang hamil kan? Jangan sampai nanti aku mendorongmu lalu kamu keguguran dan nanti tidak mempunyai anak lagi. Ups." Zahra menutup mulutnya dengan mata membulat."Kau!" geram Calista mengangkat tangannya hendak menampar Zahra, akan tetapi langsung ditahan oleh wanita itu."Tidak semua orang bisa kau tindas, termasuk aku. Tapi satu hal! Jika kau berani bermaca
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan