Di rumahnya, Gerald merasa sangat tertekan dan tersiksa oleh perasaan rindu yang membelenggunya. Kerinduannya pada Zahra seolah ak tebendung lagi. Namun, pria itu masih terlalu gengsi untuk menghubungi Zahra. Ia masih ingin menunggu dan melihat sejauh mana mereka bisa saling bertahan menanggung beban rindu yang sangat menyiksa diri itu. Saat ini Gerald sedang bekerja dari rumah karena harus menjaga memantau Dayana yang mulai aktif dan menangis terus saat ia akan berangkat ke kantor tadi pagi.
Alhasil, Gerald memutuskan untuk tidak ke kantor hari ini dan menyelesaikan semua pekerjaannya dari rumah saja. Dayana juga sudah asyik bermain bersama Misa. Sesekali ia mendengar Dayana menyebut 'Mi' yang sudah bisa dipastikan bahwa ia mencari keberadaan Zahra. Dayana memang memanggil Zahra dengan sebutan Mami dan itu pula yang diajarkan oleh Gerald semenjak hubungan mereka semaik dekat beberapa bulan yang lalu. Gerald mencoba mengabaikannya.
"Tuan Muda, maaf mengganggu pekerja
"Mami, apa Mami melihat Daddy? Aku rasa, aku harus bicara dengannya. Aku tidak bisa terus seperti ini. Jika Daddy tidak menginginkan aku tinggal di mansion ini lagi karena hal yang lalu, aku akan tinggal di apartemen Zacky untuk sementara waktu. Zacky sudah memberikanku izin, karena dia pun tidak akan menempatinya selama bebrapa bulanini hingga Bianca melahirkan," ucap Zahra saat sedang berdua saja dengan Olivia di kamarnya. "Sayang, kenapa kau berpikir bahwa Daddy mu tidak menginginkanmu di sini lagi? Justru dia sangat merindukanmu selama kau tinggal di rumah pria itu," jawab Olivia dengan lembut. "Buktinya, Daddy enggan melihat dan berbicara denganku saat di meja makan. Dia seolah tak menginginkan kehadiranku di sini. Aku merasa sangat sedih dan tersinggung, Mom," balas Zahra lagi dengan suara yang bergetar menahan tangisnya. "Percayalah pada Mami, Nak. Daddy mu tidak akan berpikir seperti itu. Dia hanya terlalu gengsi untuk meminta maaf padamu dan memelukmu. Padah
"Kapan Daddy bisa marah padamu lama-lama? Daddy hanya sedikit kesal, tapi kau sudah meninggalkan Daddy begitu lama," ucap Albert dengan wajah sedih yang sengaja ditunjukkannya. "Oh ya? Aku pikir Daddy marah besar padaku. Aku merajuk dan keluar dari mansion ini. Tapi, tidak sekali pun Daddy menelponku dan menyuruhku pulang. Bahkan saat aku pergi, Daddy sama sekali tidak mencegahku atau memanggilku untuk kembali," ungkap Zahra dengan air mata yang sudah berlinang. "Maafkan Daddy. Daddy tidak bermaksud berbuat seperti itu. Daddy hanya sedang terbawa emosi dan sulit meredamnya saat itu, dan hanya diam saja yang bisa Daddy lakukan." "Aku juga minta maaf padamu, Dad." Albert dan Zahra saling berpelukan dan hanyut dalam suasana haru. Ayah dan anak itu kini sudah saling memaafkan dan melepas uneg-uneg di hatinya masing-masing. Mereka tidak lagi saling berselisih paham dan merajuk layaknya anak kecil yang bertengkar. Jika dipikir-pikir, mereka memang sangat lucu.
Steve tak pernah menyangka hidupnya akan serumit ini. Selama dua bulan belakangan ini sudah tidak ada lagi wanita yang mau datang ke apartemennya itu. Steve sempat frustasi karena tidak bisa menikmati erangan wanita di bawah tubuhnya yang atletis itu. Semuanya seakan tak mau ta dengan keadaan yang sedang di alami Steve saat ini. Sementara dulu, Steve selalu memanjakan mereka dengan kemewahan. Tidak pernah Steve perhitungan pada wanita-wanitanya itu. Begitu pun dengan teman-teman yang biasanya selalu ia bayarkan saat minum di club malam atau diskotik, mereka seolah lupa bahwa Steve pernah menjadi teman mereka dan memberikan semua kesenangan demi judul persahabatan. Namun, sekarang semuanya menghilang bak di telan bumi. Berkali-kali Steve menelpon dan mendatangi mereka, tapi tidak satu pun dari mereka yang bersedia mengulurkan tangan untuk membantu kesulitan yang sedang di hadapi oleh orang tua Steve. Orang tua teman-temannya itu pun, bukanlah orang sembarangan. Rata-ra
Jason masih bingung kenapa kontak orang yang akan dihubunginya itu tiba-tiba saja tidak ada lagi di dalam ponselnya. Jelas-jelas sebulan yang lalu, mereka baru saja saling bertanya kabar melalui video call. Jason tidak yakin jika nomor itu terhapus secara tidak sengaja dari ponselnya. Tidak mungkin juga Liona yang menghapusnya. Liona tidak pernah mengacak-ngacak ranah pribadinya. Termasuk masalah ponsel. Di saat Jason sedang panik, Liona masuk ke kamar dengan memakai lingre hitam yang sangat menggoda. Jason menelan ludah memperhatikan tubuh nan montok dan membangkitkan gairah itu muncul di hadapannya. Berdiri tepat di depannya. "Apa yang kau lihat?" tanya Liona dan tersenyum nakal. "Aku melihat sesuatu yang lezat untuk kusantap malam ini," jawab Jason dengan menarik pinggang Liona dan akhirnya tubuh mereka saling menempel. "Jangan macam-macam denganku. Aku tidak sedang ingin melakukannya malam ini!" Liona memberi peringatan pada Jason.
Setelah melewati malam yang panjang bersama suaminya, pagi harinya Liona tampak sangat lesu dan tak ingin bangkit dari peraduannya. Jason sudah bersiap-siap akan ke kantor. Masih dengan stelan kerja mewah yang sama seperti yang biasa ia kenakan, meski kini tak bisa lagi menikmati kemewahan itu. "Sayang, aku berangkat ke kantor dulu. Semoga saja hari ini ada investor yang bersedia meminjamkan aku modal untuk menanggulangi kerugian di perusahaan kita," ucap Jason pada Liona yang masih tampak malas untuk turun dari ranjangnya."Hmm...baiklah, Sayang. Aku mendoakan yang terbaik. Hati-hati dan jangan lupa membeli sarapan saat sudah sampai di kantor. Apa kau masih punya uang?" jawab Liona dengan nada tak tega melepas suaminya tanpa sarapan terlebih dahulu seperti biasanya."Ya, aku rasa masih cukup untuk beberapa hari ke depan. Bagaimana denganmu?""Sama. Aku akan pergi ke toko perhiasan siang ini. Mungkin sebaiknya aku jual saja kalung berliontin batu safir itu. Jika nan
"Baiklah, aku akan ke sana dalam waktu satu jam. Aku harus mandi dan bersiap terlebih dahulu," ucap Zahra pada seseorang dalam panggilan telepon."Baik, Nona muda. Kami akan menunggu kedatangan Anda," jawab suara wanita yang terdengar sangat sopan dari seberang sana.Kemudian, Zahra memutuskan panggilan telepon itu. Meletakkan ponselnya dan segera masuk ke kamar mandi untuk mandi. Baru saja, seorang designer mengatakan bahwa ingin datang untuk mengukur gaun yang akan dikenakan Zahra pada acara pernikahan Zacky dan Bianca besok. Tapi, Zahra ingin langsung ke butik tempat designer itu berada. Dia ingin langsung mencobanya di sana. Siapa tahu saja nanti dia malah melihat gaun lain yang lebih indah. Lagi pula, Zahra merasa bosan di mansion tanpa melakukan apa-apa. Akan lebih baik jika dia keluar dan berjalan-jalan.Setelah Zahra selesai mandi, ia mulai bingung akan memakai pakaian apa. Setelah hampir sepuluh menit memilih, Zahra akhirnya menemukan gaun yang pas untuk dia ke
"Kenapa kau lama sekali? Hampir saja aku menyusulmu ke dalam dan ikut memilihkan gaun yang seksi untukmu," ucap Steve saat melihat Zahra akhirnya muncul dan masuk ke dalam mobilnya."Coba saja kalau kau berani masuk ke dalam tadi, aku akan mengusirmu dan membuatmu merasa sangat malu hingga tak sanggup lagi bertemu orang-orang," jawab Zahra dengan ketus dan mengambil ponselnya.Tanpa sengaja, Steve melihat gambar pria yang tadi berbicara dengannya di layar depan ponsel Zahra. Dalam gambar itu, ada Zahra bersama pria itu dan seorang bayi perempuan yang lucu dan menggemaskan. Karena terlalu penasaran, Steve bertanya pada Zahra."Siapa pria dan anak perempuan di ponselmu itu?""Bukan uruasanmu!" jawab Zahra tanpa mengalohkan pandangannya dari ponsel. Zahra sedang mencari story Misa di akun sosial medianya. Biasanya Misa suka sekali membagikan kegiatannya bersama Dayana."Ayolah Zahra. Jangan bersikap seperti itu terus padaku. Aku jauh-jauh datang ke si
Gerald kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tidak tenang. Ia masih penasaran dengan pria yang duduk di mobil Zahra tadi dan mengatasnamakan dirinya adalah kekasih Zahra. Secepat itukah Zahra melupakannya? Apakah karena pria itu Zahra akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumahnya, meninggalkan dia dan juga Dayana? Bermacam pertanyaan mengusik relung hati Gerald. Semakin ia merasa tidak tenang, semakin besar pula kerinduannya pada Zahra. Saat sampai di rumah, Gerald melihat Dayana yang sedang tertawa girang di bawah pengasuhan Baby Sitter nya yang baru. Gerald cukup heran melihat pemandangan itu. Mengingat Dayana yang sangat susah bisa dekat dengan sembarang orang. Namun, dengan wanita itu ia langsung terlihat sangat akrab meski baru satu hari berkenalan. Gerald merasa cukup lega, karena yang dikatakan oleh temannya itu benar. Dia memang gadis yang mudah membuat anak-anak akrab dan tidak terlalu rewel. "Dimana, Misa?" tanya Gerald pada pengasuh Dayana yang baru it
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka