Semua orang mengikuti langkah Albert yang berjalan dengan cepat menuju dimana mobilnya ssedang terparkir. Setelah memastikan tubuh Zahra sudah terletak dengan sempurna di kursi belakang kemudi, Albert segera masuk ke mobil dan mengemudikan mobilnya. Semua orang juga langsung mengikutinya. Zacky mengemudikan mobilnya mengikuti Albert dari belakang, dengan penumpang Bianca dan Olivia di dalam mobilnya itu. Zacky mengikuti laju mobil Albert dengan perasaan tidak tenang, karena di dalam mobilnya Bianca dan juga Olivia masih terlihat sanngat panik, khawatir juga takut. Olivia bahkan tak berhenti menangis sejak tadi, membuat Zacky benar-benar harus berkonsentrasi penuh dalam menyetir kendaraan roda duanya itu.
Sementara Bianca mencoba menenangkan Olivia meski dia sendiri pun terlihat panik dan sedih. Bianca juga tidak tahu harus berkata apa untuk membuat Olivia menjadi tenang, karena dia sendiri belum tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Zahra. Bianca sama sekali tidak men
Olivia termenung mendengar jawaban dari Zacky, dan terduduk di kursi tunggu. Mencoba untuk memahami dan mengerti apa yang sedang terjadi saat ini. Saat merek tinggal bersama dulu, Olivia memang tahu bahwa Tristan berprofesi sebagai Dokter. Tristan dan Olivia memang kuliah pada jurusan yang sama saat itu. Namun, saat detik-detik menjelang study-nya selesai, Olivia sudah tidak diizinkan lagi untuk pergi ke kampus oleh Albert. Olivia sudah menjadi tahanan cinta Albert saat ini dan tidak jadi menyelesaikan kuliahnya. Semua itu juga tidak terlepas dari kecemburuan Albert setiap kali membayangkan bahwa Olivia akan bertemu dengan Tristan nantinya jika ia tetap berangkat ke kampus seperti biasa. Bianca bersandar pada bahu Zacky dan jari jemari mereka saling bertaut dan saling menggenggam satu sama yang lainnya. Perasaan Zacky sulit untuk ditebak saat ini. Yang jelas, Zacky sedikit banyak merasakan sakit yang sama dengan yang sedang dirasakan oleh Zahra. Hati dan perasaan mereka terh
Di sebuah apartemen. Tristan sedang duduk santai di balkon sambil menikmati secangkir teh madu yang tadi dia seduh dengan air hangat. Tatapannya jauh menerawang dan lamunannya membawanya kembali di masa beberapa bulan ke belakang, saat ia menabrak sebuah mobil dan mengakibatkan satu dari dua orang yang penumpang mobil itu tewas setelah sempat mendapatkan pertolongan medis. Sementara seorangnya lagi sangat ingin mati sampai-sampai berniat ingin mengakhiri hidupnya di rumah sakit itu dengan menggores lengannya yang sedang terpasang jarum infus dengan sebuah pisau buah. Untung saja saat itu Tristan masuk ke dalam ruangannya di saat yang tepat. Jika tidak, mungkin gadis itu sudah tiada saat ini. Dia adalah Stella, istri Gerald yang sempat dinyatakan telah meninggal. Hal itu karena Tristan bekerja sama dengan beberapa orang untuk memalsukan sertifikat kematian Stella, yang sebenarnya adalah asisten Stella yang meninggal dalam kecelakaan itu. Awalnya, Stella sangat m
“Bagaimana, Mom?” tanya Zacky pada Olivia yang baaru saja kembali dari sudut Lorong rumah sakit. Olivia sengaja pergi menyudut untuk menelpon Tristan tadi, agar tidak ada gangguan dari Albert. Tentu saja tatapan mata Albert saja mampu merusak konsentrasi Olivia saat berbicara. “Tristan dalam perjalanan ke sini,” jawab Olivia yang langsung duduk di kursi tunggu. “Apa yang kau katakan padanya?” tanya Albert dengan tatapan sinis. “Banyak. Aku mengatakan banyak hal padanya, dan sulit bagiku untuk mengulanginya saat ini. Nanti kalian akan tahu segalanya saat dia sudah datang dan berada di sini. Sekarang bersabar lah menunggu kedatangannya dan berdoa semoga saja dia bisa dan mau membantu Zahra.” Olivia menjawab tanpa menoleh pada siapa pun. Wajahnya tertunduk lemas dan berharap banyak pada Tristan, karena Olivia sangat tahu dan menyadari setinggi apa dan sebesar apa ilmu Tristan dalam dunia kedokteran. Tidak ada seorang pun lagi yang menjawab ucapan Olivia,
“Operasi selesai!” ucap Tristan mengakhiri segala kegiatan di ruang operasi itu. Semua tenaga medis yang ikut membantu proses berjalannya operasi itu mengangguk dan segera berkemas. Mereka melakukan tugasnya masing-masing, dan Tristan tetap berdiri beberapa saat di depan tubuh gadis muda yang baru saja selesai ia bedah. Tristan melakukan pembedahan pada dua titik di tubuh gadis itu, dan semua berjalan dengan sangat lancar. Meski saat melakukan tugasnya, Tristan merasakan perasaan yang sulit untuk diungkapkan. Bahkan selama menjadi Dokter, Tristan tidak pernah merasa segugup itu saat berhadapan dengan meja operasi. Entah mengapa saat ini, semua perasaan seakan bercampur aduk dan menjadi tidak karuan. Andai saja tidak mengingat tugasnya sebagai seorang Dokter, mungkin saja konsentrasi Tristan sudah pecah saat melihat tubuh gadis itu terbaring lemah di meja operasi. “Selesaikan semuanya, periksa dan catat keadaan pasien sebelum keluar dari ruang operasi. Pindahk
Tristan masih duduk di kursi kebangsaannya setelah perawat itu keluar. Ia masih menyesali dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan semua yang terbaik untuk Stella. Operasi Zahra harusnya bisa selesai lebih cepat dari yang seharusnya, Tristan sudah yakin bahwa operasi itu akan selesai pada jam sebelas siang. Lalu, ia akan segera membawa Stella ke ruang operasi yang sama setelah selesai mensterilkan kondisi Zahra dan memindahkannya ke ruang perawatan untuk penanganan lanjutan. Setelah puas meratapi sendiri yang telah terjadi, Tristan kembali membasuh mukanya dan bersiap untuk melihat jenazah Stella. Dengan wajah yang masih memperlihatkan gurat kesedihan dan kekecewaan pada dirinya sendiri, karena gagal menjadi ayah yang baik untuk Stella. Juga, sebagai Dokter ia sudah merasa gagal karena tidak bisa menyelamatkan nyawa Stella. Tapi, bukan kah semua itu memang sudah permintaan Stella? Bahkan ia sendiri yang menolak untuk di operasi. Meski pun begitu, tetap saja Tristan merasa s
“Papi, apa kita bisa bicara sebentar?” tanya Zacky yang kini berdiri di hadapan Tristan.“Tentu, silahkan masuk.” Tristan mempersilahkan Zacky masuk ke ruangannya dan melihat Cecyl yang sudah duduk manis di depan meja kerja sambil membaca dan menulis sesuatu di atas kertas.Zacky melirik ke arah perawat yang terlihat masih sangat muda dan cantik itu, kemudian mengalihkan pandangannya pada Tristan yang terlihat tidak nyaman. Zacky menduga, pasti telah terjadi sesuatu di antara keduanya sebelum ia datang dan mengetuk pintu ruangan ini. Namun, Zacky sama sekali tidak peduli akan hal itu. Lagi pula, Zacky menepis dugaannya karena ia sangat tahu bagaimana sikap dan sifat Tristan selama ini. Meski hanya mengenal Tristan selama empat tahun saat ia kecil, Zacky sudah paham bagaimana kepribadian ayah angkatnya itu.Tristan bukan lah seorang pria yang suka bermain dengan wanita. Tristan hanya mencintai Olivia di sepanjang hidupnya, dan tak pernah berniat apalagi tergoda p
Belum habis pikiran Tristan tentang Stella dan Zahra, tiba-tiba ia teringat akan Cecyl yang tadi ia abaikan sejenak. Tristan menelpon dengan telepon ruangannya ke nomor telepon ruangan tempat dimana para perawat berkumpul biasanya. Tristan mencoba untuk menghubungi Cecyl kembali agar wanita itu tidak salah paham padanya. “Halo, Dok. Ada yang bisa kami bantu?” tanya salah seorang perawat yang mengangkat panggilan telepon Tristan. “Dimana Cecyl?” Tristan bertanya balik pada perawat itu. “Sepertinya Cecyl sudah pulang, Dok. Kami baru saja aplusan, mungkin sekarang dia sudah kembali ke kosannya,” jawab perawat itu membuat Tristan sedikit mengernyitkan dahinya. “Apa kau punya nomor ponselnya? Ada sesuatu yang harus aku lakukan dan membutuhkan bantuannya,” ucap Tristan mencoba mencari alasan. “Sepertinya ada. Nanti aku akan mengantarkannya ke ruanganmu, Dok.” “Baiklah. Kalau begitu aku tunggu. Tolong cepat, karena ini sangat penting!”
Tidak butuh waktu lama, Tristan sudah berada di sekitar pekarangan tempat tinggal Cecyl. Tristan masih memakai seragam dinasnya saat ini, dan sudah berdiri tepat di depan kosan Cecyl. Tentu saja awalnya dia tidak tahu pasti yang mana tempat Cecyl tinggal, dan akhirnya Cecyl mengirimkan lokasi melalui aplikasi whatsapp. Tidak ada yang berbeda dengan tampilan Tristan saat ini, masih sama seperti biasanya dan ia juga masih saja terlihat kaku dan tidak menarik.Memang seperti itulah bawaan Tristan, sejak ia memutuskan untuk menghilang dari hidup Olivia dan si kembar Zacky juga Zahra. Tak lagi ada raut wajah ramah dan bersahabat yang ia tunjukkan pada orang-orang. Ia yang tadinya sangat gampang bergaul dan juga ramah, menjadi pribadi yang sangat tertutup, dingin, tanpa ekspresi, dan juga terkesan tidak peduli dengan sekitarnya. Tristan juga menutup diri dari siapa saja yang seakan-akan mencoba untuk mendekatinya. Namun, ia merasakan hal berbeda saat bersama Cecyl. Semakin ia menco
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka