"Tuan Muda Zack, ayo aku antar ke ruang HRD. Di sana, Anda akan melihat banyak hal tentang informasi keuangan." ajak Lucy yang tiba-tiba mendekati Zacky di ruangan Mike.
"Lucy, kurasa tidak usah sekarang. Tuan Muda Zack masih lelah usai berkeliling mengenal setiap sudut perusahaan ini," Mike yang melihat Zacky tidak bersemangat mendengar tawaran Lucy, segera memberikan jawaban.
"Aku tidak bicara padamu, Mike. Kenapa kau yang menjawabnya. Biarkan Tuan Muda Zack yang menentukan." Lucy mendengus kesal pada Mike.
"Tuan Muda akan marah padamu jika kau terlalu memaksa, dan membuat anaknya kelelahan," bisik Mike dengan sengaja, agar Zacky tidak merasa terganggu dengan perdebatan mereka berdua.
"Kau tau apa. Dasar pria aneh, pantas saja tidak ada wanita yang mau berkencan denganmu sampai saat ini. Itu karena dirimu yang aneh dan terlalu ikut campur urusan orang lain," ejek Lucy.
Mike hanya bisa diam mendengar sindiran dan ejekan dari Lucy. Perta
"Dimana Lucy? Kenapa aku tidak melihatnya?" tanya Albert pada Mike, saat telah selesai rapat dan kembali ke ruangannya. "Kenapa Daddy mencari wanita penggoda itu?" Zacky balik bertanya. "Wanita penggoda?" Albert mengulangi pertanyaan Zacky. "Tidakkah Daddy menyadari cara berpakaiannya yang tidak pantas untuk seorang karyawan perusahaan? Atau mungkin, Daddy menikmati pemandangan dan rayuannya setiap hari?" selidik Zacky dengan penuh curiga. "Ha-ha-ha... Kau ini ternyata lebih cerdas dari yang kuduga. Apakah kau merasa dia begitu karena ingin menarik perhatian dan menggoda Daddy mu yang tampan ini?" "Dad.. berhenti bercanda!" "Baiklah-baik. Mana mungkin selera Daddy serendah itu, Sayang. Kau tau, di hati Daddy hanya ada Mami mu seorang. Dulu, sekarang, esok dan selamanya. Apa kau mengerti?" tanya Albert dengan mengangkat Zacky ke atas pangkuannya. "Ya, kuharap begitu." jawab Zacky lambat. "Tuan..." panggil Mike sete
Setelah Zahra selesai mandi dan memakai piyamanya, hari sudah menunjukkan jam enam sore. Memang tadi Albert pulang lebih awal. Jam tiga ia sudah meninggalkan kantor. Karena takut semakin lama di kantor, akan semakin lelah Zacky nantinya. Saat akan memandikan Zahra tadi, Albert telah menghubungi Mike yang masih menunggu di luar rumah. Ia menyuruh Mike untuk pulang saja terlebih dahulu. Nanti ia akan menelpon jika akan pulang. Mereka berdua berjalan ke meja makan. Melihat di atasnya sudah tersaji beberapa hidangan lezat yang menggugah selera. Mata Albert terfokus pada semangkok rendang hitam. 'Rendang? Apa dia sengaja memasaknya untukku? Tidak. Mana mungkin dalam waktu singkat ia sudah selesai memasak rendang. Pasti ia memesannya online," batin Albert sambil terus menatap rendang kesukaannya itu. "Apa yang kau lihat?" tanya Olivia nyaring, mengejutkan Albert dari lamunannya. "Aku hanya melihatmu," jawabnya sembarangan. Membuat wani
Usai makan malam yang baru pertama kali dirasakan oleh keluarga besar ini setelah lahirnya Zacky dan Zahra, Olivia tampak sangat cekatan membersihkan meja makan. Zahra yang sudah menguap, merengek pada Albert minta ditemani tidur. Sementara Zacky sudah duluan kembali ke kamarnya. Saat ini, karena mereka masih tinggal di rumah Willson, kamar Zacky dan Zahra digabung menjadi satu. Terlebih, karena mereka masih terlalu kecil untuk tidur terpisah di kamar masing-masing. Albert tidak bisa menolak, rengekan Zahra semakin kencang. Akhirnya di sini lah dia sekarang, di atas ranjang jumbo yang sudah di huni Zacky. Bocah tampan itu sudah kembali terlelap. "Sayang, apa Daddy harus tidur di sini? Ini sangat sempit." Albert sengaja mencari alasan agar Zahra mau tidur tanpa Albert ikut berbaring di sampingnya. "Daddy, jangan mencari alasan. Bahkan jika kasur ini di huni oleh kita berempat, itu masih sangat muat dan luas." protes Zahra. "Baiklah, oke-o
"Kakiku kesemutan..." ucap Albert tiba-tiba setelah hampir lima belas menit mereka berdiri saling berpelukan. Olivia tersadar dan langsung mendorong tubuh Albert kuat hingga menabrak pintu kamar. Albert merosot ke lantai. "Apa yang kau lakukan?" tanya nya dengan tak percaya. "So-sorry. Aku tak sengaja. Apa itu sakit?" Olivia membungkuk dan berniat untuk mencoba membantu Albert berdiri. Namun, belum sempat ia mengalungkan tangan Albert pada bahunya, Albert telah lebih dulu mencuri cium pada bibir manisnya. "Manis...ternyata, rasanya masih sama seperti dulu," Albert berkata sambil menjilati bibirnya dari sisa saliva yang menempel dari ciuman tadi. "Kau...berani sekali kau? Kenapa kau menciumku tanpa izin?" Olivia menunjukkan sikap tak terimanya atas sikap Albert. "Aku suamimu, aku berhak melakukan apapun tanpa meminta izin terlebih dahulu." Albert membalas dengan tangan yang sudah berada di belakang tubuh Olivia. Sejurus
Setelah Albert selesai melecuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya, ia kembali mencumbui Olivia dengan penuh semangat. Albert bahkan tak pernah bermimpi bisa bercinta seperti ini lagi dengan Olivia. "Sayang, kau sudah siap?" tanya Albert. Olivia membuka matanya dan mengangguk pelan. Tanpa mengulur waktu lagi, Albert segera mengarahkan pejantan tangguhnya ke bagian kewanitaan Olivia. "Kau sangat sempit, Sayang." Albert berkata sambil terus mencoba menerobos masuk. "Tentu saja, aku sangat menjaga dan merawatnya sejak melahirkan si kembar." jawab Olivia dengan bangga. "Apa itu untukku? Kau merawatnya untukku atau demi diriku?" "Itu sama saja, Al." jawab Olivia malu. "Jadi, apa itu benar?" Albert menuntut jawaban dari Olivia. "Kau tau jawabannya.." Albert diam sesaat dan melanjutkan kembali tugasnya. Dengan sekali dorongan penuh tenaga, Albert berhasil memasukkan benda keramat itu dalam milik Olivia.
Mike datang setelah Albert menelponnya. Kemudian, mereka bertiga berangkat bekerja. Meninggalkan kedua anak kembarnya bersama dengan Willson, sang kakek. Tentu saja Albert bersikeras mengantarkan Olivia ke perusahaan yang kini di pegang penuh oleh Olivia itu. Setelah itu, baru ia akan pergi ke kantornya. Awalnya, tentu saja itu penuh drama penolakan dari Olivia. Namun, melihat kedua anaknya menatap mereka dengan heran, Olivia mengalah. "Mike, nanti berhenti saja di parkiran depan. Aku akan masuk dari depan." titah Olivia. "Baik, Nyonya." jawabnya singkat. "Mike..." panggil Olivia lagi. "Ya, Nyonya," "Sejak kapan kau mengubah panggilanmu padaku?" "Apa ada sesuatu yang salah, Nyonya?" "Dulu kau selalu memanggilku dengan sebutan Nona, kenapa sekarang menjadi Nyonya? Apa aku terlihat tua setelah mempunyai dua orang anak?" Olivia jelas bukan orang yang suka menerima segalanya dengan mudah. "Bu-bukan begitu Ny
Di rumah, Zacky dan Zahra terlihat sedang bersiap. Mereka akan ke mansion Albert pagi ini. Setelah Mike mengantarkan Olivia dan Albert bekerja, Mike akan kembali untuk menjemput mereka. Sepertinya, sekarang Mike memiliki tugas baru selain sebagai asisten pribadi Albert. Zacky dan Zahra sudah menunggu dengan tidak sabar. Sementara Willson, mengawasi kedua cucunya dari balik koran yang ia baca. "Kakek, kenapa Paman Mike lama sekali?" tanya Zahra tak sabar. "Sabarlah, Manis. Mungkin Paman Mike belum selesai mengantar Mami dan Daddy," jawab Willson dengan melipat koran dan meletakkannya di atas meja. "Dasar perempuan. Selalu saja tidak sabaran!" sindir Zacky. Zahra melirik Zacky dengan kesal. Lalu mengeluarkan tablet dari tas sandangnya. "Kau akan tau nanti, dalam beberapa kasus pria lebih tidak sabaran daripada wanita!" jawab Zahra ketus. Mendengar ucapan Zahra, Willson tersenyum tak percaya. Bagaimana bisa cucunya yang bahk
Setelah puas mengomeli Mike, telepon langsung diputuskan sepihak oleh Albert. Mike yang sadar bahwa lupa memperhatikan Zahra, segera menyusul bocah itu ke rak bagian coklat-coklat tempat ia terakhir terlihat. Namun, ternyata Zahra sudah tidak berada di sana lagi. Albert melihat ke arah Zacky yang sudah duduk manis di samping meja kasir. Mike segera berkeliling, menyusuri lorong-lorong rak makanan dan minuman mencari keberadaan Zahra. Tapi tidak bisa ia temui dimana pun. Dalam kepanikannya, Mike tiba-tiba melihat Zahra keluar dari ruangan khusus karyawan. Mike segera berlari untuk menghampiri anak majikannya itu. "Nona Kecil, apa yang terjadi? Anda darimana saja? Aku mencarimu sejak tadi." Mike memburunya dengan banyak pertanyaan. "Tidak apa-apa, Paman. Aku hanya ke kamar kecil. Aku sudah selesai. Ayo kita bayar." jawabnya santai, lalu berjalan ke arah kasir. Disana Zacky sudah menunggu dengan wajah masam dan sedikit menggerutu.
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka