Segala kehebohan langsung terjadi di Pradana manshion seketika itu juga. Edwin membangunkan Ijah untuk ikut bersama mereka ke rumah sakit, serta Hasan untuk mengantarkan mereka. Hanya perlu beberapa menit saja persiapan, sebelum akhirnya mereka berangkat melaju menuju ke tempat pengobatan itu.
"Kita mau ke rumah sakit mana, Pak?" tanya Hasan dari balik kemudi.
"Hartanto Medika," Rieka menjawab di tengah isakan tangis dan derai air mata yang sekuat tenaga berusaha dibendungnya.
"Lho kok kesana? Disana kan spesialis obgyn-nya laki-laki?" Edwin memprotes keputusan Rieka.
"Mas, ini darurat." Rieka tak ingin berdebat untuk hal yang sudah jelas. Rieka tahu benar situasi ini harus cepat dan tepat penanganannya. Kalau di rumah sakit lain belum tentu stand by dokternya pada jam segini.
"Tapi nanti dia liat-liat kamu." Edwin tetap tidak tenang.
"Nanti cuma di USG aja kok. Setelah tahu keadaan Baby Bee baru diputuskan a
Baik Rieka maupun Edwin langsung lemas seketika mendengarnya. Apa ini? Apakah sesuatu yang tidak bagus? Berbahaya kah untuk perkembangannya? Something wrong with Baby Bee? "Ukuran janin Anda terlalu kecil untuk usia kehamilan anda." Edmoon mulai menjelaskan kecurigaannya, disodorkan hasil print out USG tadi kepada Rieka dan Edwin. Ditunjuknya ukuran yang ditunjukkan oleh pemeriksaan yang dilakukannya. "Memang usia kehamilan menurut hitungan HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) dan menurut USG biasanya berbeda. Selisihnya bisa sampai dua mingguan, dan yang di USG lebih lambat. Tapi untuk usia kehamilan anda yang seharusnya sudah sembilan Minggu ini, janin anda masih di posisi enam minggu." Deg! Jantung Rieka terasa melorot beberapa centi demi mendengar penjelasan Edmoon ini. Rieka yang sesama dokter tertu mengerti apa maksud dari perkataan Edmoon ini. Bagaimana mungkin hal ini terjadi padanya. Kenapa harus terjadi pada Baby Bee?
Baik Edwin ataupun Rieka sama-sama tak sanggup menjawab. Sangat sesak rasanya. Keduanya hanya bisa saling berpegangan tangan semakin erat dan saling meremas tangan satu sama lainnya. Berbagi kesedihan dan ketidakberdayaan yang sama. "Bagaimana kemungkinan terburuknya?" Edwin memberanikan diri untuk bertanya. Untuk menyiapkan mentalnya jika memang hal ini harus terjadi. Karena Edwin tahu Rieka lah yang paling bersedih dan terluka jika sampai hal benar terjadi. Dan sebagai suami dirinya harus bisa tetap berdiri tegak memberikan tempat bersandar serta terus mendukung dan menghibur istrinya itu. "Ada tiga pilihan tindakan yang bisa dilakukan. Yang pertama menunggu sampai keguguran alami terjadi. Kedua, mengkonsumsi obat untuk merangsang peluruhan embrio. Dan yang terakhir adalah dilatasi dan kuretase yang merupakan prosedur medis untuk menghilangkan jaringan plasenta dari rahim." "Meski bisa jadi pilihan, menunggu keguguran alami memiliki risiko bes
Setelah kejadian tragis malam itu, Rieka menginap di kamar VVIP 4 Rumah Sakit Hartanto Medika. Selama tiga hari Rieka menghabiskan waktunya hanya dengan bed rest total di kamar mewah itu. Sama sekali tidak turun dari ranjang kecuali untuk urusan toilet. Itu juga harus dilakukan dengan sangat perlahan, bagaikan gerakan Putri Keraton solo. Edwin memutuskan untuk tidak berangkat ke kantornya sejak Rieka masuk rumah sakit. Bertekad untuk menjadi suami siaga yang selalu menemani Rieka sampai benar-benar pulih keadaanya. Alhasil sebagian besar pekerjaannya dipindahkan dengan mode online atau by phone. Baru jika ada hal yang mendesak para pegawainya yang akan menghampiri ke rumah sakit. Setelah tiga hari berlalu, keadaan Rieka sudah jauh lebih stabil. Emosinya juga sudah tidak se-drop waktu awal masuk rumah sakit. Memang masih sedih dan sering menangis diam-diam juga tapi sudah lebih legawa dan pasrah dalam menerima kenyataan. Apalag
"Selamat sore Dokter Rieka bagaimana keadaannya?" tanya Edmoon menyambut Rieka dan Edwin dengan senyuman ramahnya yang membuat mata sipitnya hanya berbentuk seperti garis saja. "Baik Dok, perdarahannya juga sudah berhenti sejak keluar dari rumah sakit." Rieka menjawab. "Syukurlah, semoga hasilnya bagus ya." Edmoon mempersilahkan Rieka untuk berbaring di bed pemeriksaan USG. "Bagaimana dengan nyeri perut atau kram? Pernah terjadi?" tanya Edmoon lagi saat Rieka sudah berbaring dan perawat asisten poli Obgyn sudah melakukan tugasnya untuk mempersiapkan posisi Rieka. "Aman, tidak ada keluhan." Edmon mengangguk mengerti mendengar jawaban Rieka. Kemudian bersiap melakukan pemeriksaan USG pada perut Rieka. Tak lupa Edmoon meminta ijin kepada Edwin sebagai suami Rieka sebelum melakukan tindakan. Serta meminta Edwin untuk mendekat dan melihat sendiri hasil pemeriksaan di layar yang terhubung dengan alat USG itu. Edmoon menggerak-gerakkan alatny
Sehari, dua hari, tiga hari berlalu begitu saja dengan kesibukan monoton di rumah. Rieka dengan bed rest dan pembatasan gerakannya. Serta Edwin yang masih bekerja dari rumah tanpa pergi ke kantornya. Setia menemani Rieka, tak ingin melewatkan satu kali pun kesempatan untuk menjaganya.Namun pada hari keempat Bambang mengabari bahwa perlu diadakan rapat internal dengan para pimpinan direksi. Karena Edwin sudah terlalu lama absen, sepuluh hari berturut-turut. Waktu yang bahkan lebih lama daripada saat dirinya honeymoon plus sakit beberapa bulan yang lalu.Akibat dari absennya Edwin ini sangat mempengaruhi performa kerja karyawan. Tempo dan semangat kerja mereka menjadi sedikit kendur. Ditambah lagi banyaknya tender dan kerjasama dengan pihak perusahaan lain. Dan tentunya Bambang sendiri tidak bisa untuk menindaklanjuti dan membuat keputusan yang mewakili Edwin. Harus keluar perintah langsung dari atasan dulu baru dirinya bisa bertindak."Mas Edwi
Buru-buru Edwinmengangkat dan menggendong tubuh Rieka, keluar dari kamar dan berteriak-teriak meminta pertolongan. Joko yang mendengar teriakan Edwinlangsung berlari menghampiri dan membantu Edwinuntuk menuruni tangga dengan mengendong tubuh Rieka. Memastikan bosnya itu bisa sampai ke lantai satu dengan selamat.Yogi sudah berlari menyuruh sopir menyiapkan mobil untuk mengantar ke rumah sakit. Sedangkan Heny dengan cekatan dan inisiatif menghampiri Ijah dan mengajaknya untuk mempersiapkan keperluan menyusul mereka ke rumah sakit.Betapa kaget dan sedihnya kedua wanita itu saat melihat bercak darah di kasur. Pantas saja Edwinterlihat sekalut dan sepanik itu tadi. Jelas saja kalau dia mendapati Rieka yang mengalami perdarahan sebanyak ini, apalagi dalam kondisi kehamilannya."Ke UGD Rumah Sakit Hartanto Medika, San." Perintah Edwinpada Hasan saat mereka sudah menaiki mobil."Baik, Pak." Hasan menurut dan langsung melajukan mobilnya dengan sa
"Baby Bee tidak bisa diselamatkan ... " Edwin mulai membuka mulutnya, bercerita pada Sari dengan tatapan nanarnya."Aku tahu," Sari memberikan tanggapan."Mungkin seharusnya aku merelakan dia lebih cepat. Mungkin jika kami memutuskan untuk mengambil dia waktu itu, Rieka gak akan sampai begini ... ""Mbak Rieka itu kuat, Mas ... ""Iya dia sangat tangguh. Justru aku yang gak kuat, aku yang gak sanggup melihat dia menderita begitu!""Aku yang membuat dia menderita, Sar ... Dia kesakitan, dia sudah minta tolong padaku. Tapi aku terlambat untuk datang kepadanya..."Sari tertegun mendengar perkataan Edwin. Memang wajar si kalau mengingat betapa sibuknya kegiatan Edwin sebagai seorang CEO perusahaan besar begitu. Jikalau pun setelah mendapat kabar, Edwin langsung bergegas juga pasti masih butuh waktu kan?Kemudian suasana menjadi hening. Edwin kembali memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi dan dinding. Terl
Keesokan harinya saat keadaannya sudah benar-benar sehat dan stabil, Rieka diijinkan untuk pulang dari rumah sakit. Tak lupa Edmoon sebagai dokter penanggung jawab Rieka memberikan sedikit advice kepada pasiennya. Tak perlu banyak-banyak saran karena Rieka juga seorang dokter yang tentunya sudah sangat paham tentang kesehatan."Karena dinding rahim Dokter Rieka telah dilakukan kuretase, jadi memerlukan beberapa waktu untuk proses penyembuhan. Sebaiknya ditunda dulu rencana kehamilan berikutnya sampai rahimnya benar-benar pulih." Edmoon mulai memberikan sarannya."Ditunda sampai berapa lama, Dok?" Edwin bertanya dengan penasaran."Minimal tiga bulan. Pastikan hormonnya stabil dan siklus menstruasinya normal dulu baru bisa program kehamilan lagi.""Baik Dok, saya mengerti." Rieka menjawab."Tunggu-tunggu, jadi saya harus puasa lagi selama tiga bulan kedepan?" Edwin menanyakan sesuatu yang mengganjal di kepalanya. Berhubungan dengan hajat hidup si Boy ini, jadi harus dipastikan sejelas m
Suasana di kediaman keluarga Wijaya sore ini sudah sangat ramai. Booth-booth makanan dengan segala macam sajian dari catering kenamaan Sono Kebun, telah stand by di seluruh sudut ruangan. Ruang tamu plus ruang tengah yang kini disatukan menjadi sebuah party hall super luas. Ada apakah gerangan disana? Tentu saja sedang ada acara Tasyakuran kelahiran serta aqiqah dari putra pertama Edwin dan Rieka. Sang Pewaris Tahta Keluarga Pradana. Para undangan yang hadir tidak terlalu banyak, karena ini merupakan private party sederhana saja. Hanya ada keluarga dekat dari masing-masing keluarga Rieka dan Edwin. Serta tentunya beberapa sahabat dekat dan staff kepercayaan Pradana juga turut hadir diundang untuk memeriahkan acara. "Selamat sore, Good evening. Terima kasih atas kehadiran saudara sekalian. Saya selaku perwakilan dari kepala keluarga Pradana mengucapkan selamat datang dan selamat menikmati acara serta hidangan seadanya yang telah kami persiapkan." Mahes yang kali ini didapuk sebagai p
Edwin keluar dari mobilnya saat Soleh baru menghentikan mobil di pelataran parkir rumah sakit. Dia bahkan tidak menunggu sampai posisi mobil sudah benar untuk di parkirkan terlebih dahulu.Calon papa itu sudah berlarian dari parkiran mobil, memasuki gedung rumah sakit. Langsung menuju ke ruangan bersalin yang sudah dia ketahui letaknya. Waktu Rieka keguguran dan perlu tindakan kuretase kan di ruangan bersalin itu juga dulu.Edwin menghampiri salah satu perawat yang bertugas, menanyakan tempat Rieka dirawat. Perawat itu pun mempersilahkan Edwin untuk masuk ke ruangan persalinan.Di dalam ruangan Edwin dapat melihat Rieka yang sudah terbaring diatas bed pasien sedang posisi tubuh miring kiri. Dengan selang infuse yang sudah ditangan terpasang di tangannya."Honey? Honey kamu gimana keadaannya?" Edwin menghampiri Rieka, mengamati keadaan wanita yang sangat dicintainya itu dengan seksama.Rieka terlihat sangat pucat
Semangat sih semangat, tapi tetap saja Joko dikalahkan oleh realitas yang menghadang. Mau dicari dimana pun tetap tak ada warung lontong balap di pagi buta begini. Nihil.Tapi Joko tahu benar, Pak Edwin tak akan mau menerima alasan apapun tentang kegagalannya dalam menjalankan tugas.Aaarrrgggh bisa gila!Ditengah kegalauan akutnya, Joko tiba-tiba kepikiran sebuah ide cemerlang. Kalau gak ada yang jual, gimana kalau bikin sendiri saja? Pasar tradisional kayaknya sudah buka deh pagi buta begini. Yang penting bisa dapat kan lontong balap sesuai pesanan.Tapi siapa yang masak ntar? Aku kan gak bisa masak sama sekali?Oiya, Bi Ijah kan pinter masak. Pasti dia bisa bikin Lontong balap yang enak.Akhirnya Joko menetapkan hatinya untuk pergi ke pasar tradisional. Membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat lontong balap. Kemudian membawanya ke Wijaya Manshion. Joko langsung meminta bantuan Ijah untuk memasak dan
Setelah beberapa bulan berlalu dalam kedamaian, Edwin tidak menyangka bahwa pengalamannya yang luar biasa karena proses ngidam-mengidam Rieka akan terjadi lagi dalam waktu singkat.Hanya berselang beberapa hari saja sejak Rieka diketahui positif hamil, Edwin harus memulai lagi petualangan serunya. Petualangan apa? Tentu saja untuk menuruti dan mencari semua keinginan Rieka dalam rangka ngidam part dua.Keinginan yang kadang aneh-aneh dan sering gak masuk akal sama sekali. Kalau dulu di kehamilan pertamanya Rieka sangat menyukai makanan manis, kali ini berbeda. Kali ini Rieka lebih menyukai makanan asin dan pedas. Kalau dulu sukanya kue-kue pastry, sekarang beralih ke jajanan dan makanan kuliner jalanan khas pedagang kaki lima.Kapan hari Rieka meminta sate batas kota yang pernah dimakan Naruto, Edwin terpaksa harus membelikan disana sambil Selfi dengan gambar Naruto-nya. Pernah lagi Rieka minta belikan bakso telur, yang isinya telornya ada dua. Mana ada kan? Akh
Rieka bergegas turun dari mobil begitu Edwin memarkirkan Porche-nya di car port. Dia mendahului langkah Edwin untuk masuk ke dalam rumah, tak sabar untuk segera melakukan tes untuk mengetahui kepastian kehamilannya. Lebih jauh Rieka bahkan sudah berjalan cepat, setengah berlari."Honey, jangan buru buru. Kamu pake high heels loh. Hati-hati nanti jatuh," tegur Edwin sudah sangat khawatir Rieka akan terpeleset dengan heels sepatunya yang hanya setipis jari telunjuk itu."Hehehe, iya maaf Mas. Aku penasaran pengen cepetan liat hasilnya." Rieka memperlambat langkahnya.Rieka langsung mengarah ke kamar mereka di lantai dua. Masuk ke kamar mandi bahkan tanpa melepas heels dan pakaian pestanya terlebih dahulu.Edwin yang dengan setia menunggui Rieka keluar dari kamar mandi dengan harap-harap cemas. Menanti perguliran detik demi detik jam yang terasa sangat lambat berjalan.Rieka kok lama b
"Mas, jangan lupa kasih selada yang banyak, terus gak pake irisan tomat. Sambelnya banyakin juga." Rieka menambahkan detail pesanannya sebelum Edwin menuruni mobil."Beli 3 yah Mas," tambah Rieka sambil tersenyum lebar, nyengar-nyengir."Iya-iya," Edwin sudah pasrah saja untuk menuruti semua permintaan sang Ratu Rieka. Dia mendatangi stand penjual kebab dan memesan tiga buah kebab sesuai order.Tak lama kemudian pesanannya selesai, Edwin segera kembali ke mobilnya dan menyerahkan pesanan kepada Rieka. Yang langsung digigitnya dengan sangat lahap seperti orang kelaparan saja."Nih buat Mas Edwin satu, buat aku dua." Rieka menyodorkan satu kebab untuk Edwin."Kamu beneran doyan kebab ya?" Edwin menerima pemberian Rieka dan ikutan memakan kebabnya.Rieka hanya mengangguk sebagai jawaban, sambil terus mengunyah dan memamah biak, menghabiskan kedua kebab miliknya. Cukup lama mereka berdua duduk di mobil sambil menikmati suasana jalanan pasar mala
Kemeriahan pesta pertunangan Linggar dan Ditha terus berlanjut. Mulai dari prosesi resmi bersulang wine, memotong kue bahkan sampai pertukaran cincin kedua calon mempelai sudah dilaksanakan dengan lancar. Selanjutnya setelah seluruh prosesi resmi acara serta prosesi pemotretan selesai, yang tersisa hanyalah sesi ramah tamah saja. Rieka dan Edwin menyempatkan diri untuk berkeliling ballroom menyapa para kolega bisnis, serta kerabat dekat dari keluarga mereka. Sebelum akhirnya keduanya undur diri untuk duduk di bagian VVIP sambil menikmati hidangan yang yang tersaji disana. Edwin mengamati Rieka yang sepertinya sedang tidak bersemangat menyantap makanan di piringnya. Dari tadi istrinya itu hanya memutar-mutar sendok dan garpunya, memainkan makanan di atas piring. Bahkan tanpa menyuapkan ke mulutnya. Kenapa dia? "Honey?Makanannya gak enak ya?" tanya Edwin menyelidik. "Apa kamu mau coba ganti makanan yang lainnya?" "E
Bagas yang dapat merasakan ada yang tidak beres dengan kedua pasangan itu segera cepat-cepat mohon diri dan menggiring Rischa untuk segera memasuki ballroom. Bisa makin runyam kalau si cewek cablak ini dibiarkan terus ngomong gak jelas begitu."Tunggu, jangan cepat-cepat jalannya Gas!" Rischa kewalahan mengikuti langkah Bagas yang lerlalu cepat untuk dirinya."Kamu itu ya, bisa gak sih kamu menahan diri dan mengerem omongan kamu sedikit?" Geram Bagas setelah menghentikan langkah di tempat yang sedikit lenggang."Haaah? Emangnya kenapa?" Rischa tak dapat mengerti kenapa Bagas jadi terlihat semarah itu kepadanya."Dokter Rieka itu habis keguguran ... " Bagas tentu tahu apa yang telah terjadi dengan Rieka. Ya meski pun menyatakan menyerah untuk mendapatkan Rieka, tapi tetap saja dia selalu update tentang info mengenai dokter itu.Apalagi dengan papanya yang masih setia menjadi pasien Rieka. Tentu saja sedikit banyak Bagas jadi tahu a
"Waduh nambah satu lagi ini orang yang menyebalkan," Linggar mengeluhkan kedatangan Mahes.Kakak iparnya ini sama saja kerasnya dengan Edwin, kakak kandungnya dalam memberikan didikan kepadanya. Bahkan Mahes ini sering lebih sadis kalau ngomong, nusuk banget."Siapapun juga bakal ngamuk kalau liat kelakuan minus kamu itu, Nggar!" Laras ikutan menyeletuk mendukung ucapan suaminya."Kemana perginya Mbak Laras yang dulu selalu membelaku? Kenapa sekarang jadi ikutan menyebalkan begini?" Linggar pura-pura merengek manja pada Laras."Gak ada! Adanya sekarang Larasati yang bijaksana. Yang tahu mana benar dan salah." Jawab Laras sok bijak sekaligus congkak."Saking bijaknya sampai keasikan arisan ya?" Mahes balik menggoda nakal pada istrinya itu."Iiiiiih Mas Mahes bukannya memuji malah buka aib istrinya sendiri. Kesel deh, gak ada jatah buat kamu malam ini!" Sewot Laras pada suaminya."Hahaha kapok!" Linggar tertawa ngakak mendengar pe