Rieka melirik jam dinding di atas kulkas dapur. Sudah lebih dari jam enam sore. Kok mas Edwin masih belum pulang aja ya? Apa rapatnya molor? Apa terjadi perdebatan sengit dan alot selama rapat berlangsung?
Rieka sama sekali tak bisa tenang sepanjang siang dan sorenya. Tentu saja kepikiran dengan keadaan Edwin, suaminya di sana. Seharusnya aku ikut saja tadi ya? Tapi kok kayak tidak pada tempatnya untuk hadir. Gak etis rasanya bagi Edwin bawa-bawa istri saat sedang urusan resmi begini.
Apa mas Edwin baik-baik saja ya? Apa dia tidak lupa meminum obatnya? Apa dia kuat duduk lama untuk menghadiri rapat yang molor dengan segala tekanannya? Apa dia gak pusing mendengar suara-suara yang pastinya bising? Gimana kalau tiba-tiba dia kumat lemesnya dan ngedrop lagi tekanan darahnya?
'Kamu pasti baik-baik saja kan mas Edwin?' Rieka mencoba menghalau kecemasannya sendiri.
Kegalauan Rieka terus berlanjut sampai pada sesi memasak sorenya. Rieka memang sengaja memasak sore ini, ingin membuatkan Chap Cay goreng sebagai menu makan malam untuk Edwin. Menyambut kepulangan suami yang lelah bekerja dengan masakan istri, konsep yang sangat romantis bukan?
Tapi bisa gak Rieka masaknya? Bisa donk, kalau cuma masakan China dengan bumbu yang tinggal iris dan main cemplung begitu saja.
Seharusnya si begitu, dan tidak ada masalah berarti bagi Rieka untuk memasaknya.
Tetapi nyatanya? Mungkin karena kegalauan kronisnya, membuat Rieka sama sekali tak bisa fokus dalam memasak. Alhasil Rieka salah mengenali lengkuas sebagai jahe. Rieka juga salah memasukkan ketumbar yang dikiranya sebagai merica.
Jadinya rasa Chap Chay bikinannya tidak jelas. Lagi-lagi tidak layak untuk disajikan sebagai menu makan malam untuk suaminya.
"Sudah biar saya saja yang masak, Nya." Ijah merasa tak tega melihat Rieka yang lagi-lagi gagal membuat menu masakan untuk Edwin.
'Bu Rieka ini biasanya pinter banget, tapi kok kalau soal masak-memasak benar-benar payah ya?' batin Ijah bingung melihat kemampuan memasak Rieka yang dibawah rata-rata sebagian besar wanita dewasa.
Rieka membuang napas keras-keras karena kesal, tapi tidak menolak tawaran Ijah. Pasrah saja. Karena memang waktu sudah semakin malam, takutnya keburu datang mas Edwin sebelum masakannya siap.
"Bikinin sup daging sapi dengan bayam dan kacang merah saja, Bi." Rieka menentukan menu makan malam untuk Edwin.
"Air kaldu dari rebusan dagingnya dibuang dulu nanti, cuci dulu sebelum dimasak lagi dan dikasih bumbu." Rieka menjelaskan prosedur memasaknya.
"Baik, Nyah." Ijah menurut saja.
Rieka tahu tentang prosedur dan cara memasak makanan rendah lemak begini, teorinya saja. Tapi untuk masalah praktek memasak dan meracik bumbu adalah perkara lain. Entah mengapa Rieka masih saja sulit membedakan macam-macam jenis dan bentuk bumbu dapur. Masih sulit pula memadukan bumbu untuk menjadi suatu kesatuan rasa yang enak. Belum dapat feelsnya kali ya.
Beberapa lama kemudian sup daging lezat bikinan Ijah sudah siap dan disajikan di atas meja makan. Tapi Edwin masih tetap belum datang juga.
Rieka semakin galau dan khawatir saja jadinya, gak tenang banget rasanya. Semakin tidak tenang karena suaminya itu tak ada kabar dari tadi, sejak berangkat ke kantor. Edwin tidak membalas pesan atau panggilan sama sekali.
'Pasti ada yang tidak beres ini, gak mungkin kan rapat diteruskan sampai semalam ini? Ini kan rapat besar dewan direksi, bukan rapat internal dengan staff pilihan. Pasti masih ikut aturan jam kerja kantor kan?' Rieka membatin.
Rieka tak dapat menahan dirinya lagi untuk mengambil ponsel dan menghubungi nomer Edwin. berkali-kali Rieka menelpon Edwin tapi tetap tak ada jawaban.
'Kamu kemana si mas Edwin? Kamu gak pa-pa kan? Jangan bilang kalau kamu kenapa-napa.'
Akhirnya karena saking cemasnya Rieka mencari nomer ponsel Joko dan menelponnya. Joko pasti tahu kan keadaan bosnya sekarang?
"Halo Joko?" Sapa Rieka tak sabaran saat Joko mengangkat panggilannya disana.
"I, Iya halo Bu Rieka." Joko menjawab sapaan Rieka dengan sedikit ketakutan.
'Mampus dah, bininya nyariin, dan si pak bos masih belum bangun juga. Harus bilang apa coba?' batin Joko menjerit panik.
"Mas Edwin mana, Jok?" tanya Rieka tanpa basa-basi.
"Ada bu."
"Ada dimana? kenapa dari tadi gak bisa dihubungi? kenapa juga belum pulang sampai jam segini?" Rieka nyerocos saking khawatirnya.
"Ada di kantor, Bu. Pak Edwin lagi tiduran dan belum bangun sampai sekarang." Joko bingung harus menjelaskan mulai dari mana?
"Tidur? Ngapain dia tidur disana? Ayo cepet bangunin dan anterin pulang. Biar nanti lanjut tidur di rumah saja." Rieka gemas mendengar jawaban Joko.
"Eeehm... kata Pak Mahes tadi disuruh nungguin pak Edwin bangun dulu baru boleh dibawa pulang." Joko memberikan alasan kenapa tidak memulangkan Edwin.
"Tunggu-tunggu, mas Edwin tidur apa pingsan, Jok?" Nada suara Rieka makin curiga.
"Nah itulah Bu saya gak tahu..." Joko mengakui ketidaktahuannya tentang perbedaan orang tidur dan pingsan.
"Astaga Joko! Kenapa kamu gak bilang dari tadi?" Bentak Rieka marah dan langsung menutup panggilan telponnya.
Ternyata beneran kekhawatirannya dari tadi berhubungan dengan keadaan Edwin. Ternyata benar mas Edwin tidak baik-baik saja.
Rieka segera memerintahkan Ijah untuk membungkus sup dan nasi tim untuk Edwin dan meletakkannya di mobil. Kemudian Rieka beranjak bersiap ke kamarnya, serta mengambil obat Edwin di sana.
Tak lama kemudian Rieka sudah melaju membelah jalanan kota Surabaya dengan diantarkan oleh Pak Soleh, supir lain yang stand by di Pradana Mansion.
Semua fasilitas ini didapatkan Rieka dan Edwin sebagai hadiah pernikahan mereka dari mama Kartika dan papa Erwin. Pradana Mansion dan seisinya, tak perlu lagi untuk membeli rumah baru. lhawong rumah ini saja kosong gak ada yang menempati setelah Linggar lulus kuliah.
Kemudian beberapa crew yang siap melayani segala kebutuhan mereka berdua. Ijah sebagai kepala pelayan yang sudah biasa mengurusi Edwin sejak kecil. Tugas utama Ijah hanya sebagai koki. Masih ada tiga orang maid lain yang mengurusi kebersihan dan segala hal di rumah. Dua orang sopir untuk mengantar Rieka dan Edwin. Dan beberapa orang satpam juga.
Praktis hidup Rieka berubah dari gadis sederhana yang tinggal di komplek perumahan sederhana menjadi tuan putri yang tinggal di sebuah mansion mewah. Rieka hanya perlu menyebutkan jika ingin ini itu, pasti akan langsung ada dan tersedia di hadapannya.
Seolah bagaikan sulap dan sim salabim saja. Tapi terasa sangat membosankan bagi Rieka yang sudah terbiasa hidup mandiri.
Saat mobil Porsche Caiman yang ditumpangi Rieka tiba di lobi kantor, Rieka langsung turun dan bergegas setengah berlari ke arah lift dan menuju ke ruangan kantor Edwin di lantai tiga.
Begitu sampai di ruangan Edwin, Rieka langsung memberondong masuk. Ruangan sedang tidak dikunci tentunya karena Joko tahu Rieka akan datang.
"Mana mas Edwin, Jok?" tanya Rieka langsung menanyai Joko yang menyambutnya di area depan kantor, office room.
"Di kamar Bu," Joko mempersilahkan Rieka masuk lebih dalam ke kamar pribadi Edwin.
Rieka bergegas ke arah kamar Edwin. Disana didapatinya Edwin yang tengah terbaring di ranjangnya. Dengan sekujur tubuhnya yang terbungkus bed cover super tebal.
Rieka langsung menghampiri Edwin, memeriksa keadaan suaminya itu secara menyeluruh. Meletakkan telapak tangan di dahinya serta mengecek detak nadi dari arteri radialis di tangan Edwin.
Syukurlah sudah tak terlalu panas dan tensinya juga tak terlalu drop meski masih rendah. Rieka juga melakukan pemeriksaan GCS untuk mamastikan nilai kesadaran Edwin. (GCS adalah pemeriksaan kesaradan meliputi tiga aspek. Yaitu eye, verbal dan movement).
Rieka membuang napas lega saat mendapati Edwin cuma tertidur saja. Syukurlah dia tidak pingsan seperti yang ditakutkan Rieka disepanjang perjalanan tadi.
"Mas Edwin kenapa bisa sampai begini, Jok?" Rieka mulai menghampiri dan menginterogasi Joko setelah memastikan keadaan Edwin tidak lagi berbahaya.
Joko diam saja, tak sanggup menjawab.
"Bukannya tadi aku sudah titip pesen sama kamu dengan detail dan panjang kali lebar? Jangan bilang kamu lupa! Kamu pasti lupa kan?" Rieka sudah sangat kesal dan marah kepada asisten Edwin yang tidak kompeten ini.
Gemes banget sama si dodol Joko ini. Pengen pecat dia saja rasanya, tapi entah kenapa Edwin masih sabar menghadapi segala blunder yang disebabkan oleh Joko ini.
Hal yang membuat Rieka tidak bisa mentolerir adalah karena kealpaan Joko yang lupa memberitahukan pihak hotel bahwa Edwin menderita alergi parah terhadap kelengkeng. Hal yang membuat Edwin nyaris meregang nyawa dan harus dilarikan ke UGD bahkan masih sakit sampai saat ini.
"Ma, maaf Bu..." Joko hanya bisa meminta maaf kepada Rieka, merasa bersalah.
"Bisa bisanya kamu, Jok! Tega banget kamu sama mas Edwin. Kamu ada dendam ya sama dia? Terus kamu biarin dia jadi kayak gini sebagai balas dendam?" Cerocos Rieka.
"Pemberian obat tiga kali sehari itu berarti setiap delapan jam sekali. Artinya masa efek obat maksimal cuma delapan jam. Dan mas Edwin tadi terakhir minum obat jam tujuh pagi. Berarti maksimal dia harus minum obat sebelum jam tiga sore." Rieka menjelaskan tentang obat dan aturan minumnya.
"Terus tadi jam berapa kamu ngasih dia obat?"
"Jam setengah lima Bu," jawab Joko, ingat benar waktu ketika dirinya membawa masuk Edwin ke kamar ini.
"Astaga! Berarti satu jam setengah dia menderita, Jok! Tanpa pengaruh anti nyeri, anti demam serta obat untuk menaikkan tensi darahnya. Pantesan saja dia langsung demam nge-drop dan kesakitan begitu. Jahat banget kamu, Jok!" Rieka ngomel panjang kali lebar setengah histeris pada Joko. Saking marahnya Rieka ingin membuang saja si dodol ini ke kutub utara biar main sama pinguin.
'Waduh Bu Rieka ini omelannya bahkan lebih tajam dan ngeri daripada Bu Kartika kalau soal kesehatan pak Edwin,' batin Joko. Berasa dikasih tausiyah tentang dosanya sama Rieka.
Joko diam saja tak berkutik, tak sanggup untuk menjawab pula. Sadar benar kalau memang dirinya yang bersalah. Pak Edwin celaka sekali lagi karena kecerobohannya. Joko takut untuk bersuara, takut salah omong terus semakin kena semprot lagi.
"Yaudah kamu ambilin bekal makan malam mas Edwin di mobil, bawa kesini. Abis itu kamu urus dan siapkan semua keperluan mas Edwin. Biar dia nginep disini saja malam ini." Rieka sudah pasrah menghadapi Joko ini. Mau diomelin terus juga kasian, dan capek sendiri jadinya karena Joko tetep diam saja.
Setelah Joko pergi dari kamar, Rieka kembali mendekat dan mengamati Edwin dengan seksama. Rieka mendapati suaminya itu mulai bergerak-gerak badannya. Sepertinya baru bangun dari tidurnya.
"Hubby, gimana keadaan kamu? Udah enakan?" Rieka langsung menghambur mendekat pada Edwin, duduk di sebelah ranjangnya. Senang dan lega sekaligus mengetahui Edwin sudah bangun dan terjaga. Berarti sudah aman keadaanya.
"Honey?" tanya Edwin dengan nada masih lemah dan mengantuk. Sedikit kaget mendapati wajah cantik Rieka berada di hadapannya. Bukankah dirinya sedang di kantor? Kok bisa istrinya ini ada di kantor juga?
"Iya...ini aku," ujar Rieka menjawab menyakinkan Edwin akan kehadirannya sambil meraih sebelah tangan Edwin. Rieka tersenyum dan meraih jemari tangan Edwin. Menggenggamnya dengan sangat erat, seakan tak ingin melepasnya lagi.
Edwin hanya membalas dengan senyuman ringan yang tersungging di bibirnya. Seneng banget rasanya Rieka ada di sini untuknya.
"Iya...ini aku, mas Edwin." Ujar Rieka menyakinkan Edwin akan kehadirannya sambil meraih sebelah tangan Edwin. Menggenggam erat jemari suaminya itu, seakan tak ingin melepasnya lagi, "Are you OK?"Edwin hanya membalas dengan senyuman dan anggukan ringan. Seneng banget rasanya Rieka ada disini untuknya. Rasanya sudah kangen aja pengen ketemu istrinya itu, pengen peluk-peluk dan cium-cium sampai puas.Perlahan Edwin bangkit dari posisi berbaringnya. Duduk bersandar di sandaran ranjang. "Jam berapa ini?" tanya Edwin kehilangan orientasi waktu."Sudah hampir jam 8 malam," jawab Rieka."Sudah malam ternyata," Edwin tak mengira dirinya bisa tertidur selama itu di sini. Tapi setelah tidurnya tadi keadaan tubuhnya sekarang terasa jauh lebih mendingan. Lebih segar dan tidak lemes lagi tentunya."Tadi kayaknya ada seseorang yang bilang bakal langsung pulang secepatnya begitu rapat berakhir?" Rieka mulai menyindir Edwin."Maaf ya honey, aku te
Keesokan harinya Rieka terbangun dengan sedikit kebingungan karena mendapati suasana kamar terasa yang asing baginya. Dimana ini? Rieka mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Nuansa hitam putih untuk seluruh barang dan perabotan, monochrome.Oiya ini kan kamar pribadi mas Edwin di kantornya. Akhirnya Rieka dapat mengingat tempatnya berada saat ini. Kemarin malam memang mereka berdua menginap di kamar ini. Karena hari sudah malam dan keadaan Edwin juga belum memungkinkan untuk perjalanan pulang dan berpindah lokasi. Masih suka tiba-tiba lemes aja dia.Rieka kembali mengedarkan pandangannya, didapatinya ranjangnya kosong. Edwin sudah tidak ada di atas ranjang. Sudah bangun duluan rupanya dia. tapi kemana mas Edwin kok tahu-tahu sudah ngilang?"Hubby? Kamu dimana?" Tanya Rieka sambil bangkit dari ranjangnya. Tak ada jawaban dari Edwin untuk pertanyaan Rieka.Rieka mencari-cari ke segala penjuru kamar sampai ke
"Hubby...cobain deh kue kering bikinanku. Tadi aku praktek baking di kelas memasak," Rieka menghampiri Edwin yang sedang duduk selonjoran di ranjangnya sambil memegang dan berkutat dengan tab-nya. Yah memang Edwin bilang gak bakal kerja lagi dan mengambil cuti. Tapi nyatanya dia masih saja kebanyakan urusan. Kalau begini si namanya work from home kan? Tapi masih mending lah daripada suaminya itu harus berangkat ke kantor sampai kolaps lagi. Rieka membawa sepiring kue kering bikinannya sendiri yang baru matang. Fresh from the oven. Dan Rieka langsung menyodorkannya kue bikinanya pada Edwin. Senyam senyum kegirangan meJokgakan hasil karyanya. "Taaaraaa ini dia..." ujar Rieka dramatis. "Mana coba liat?" Edwin meletakkan tab-nya begitu saja di kasur. Saking penasaran ingin tahu kayak apa bentuk dan rasa cookies bikinan Rieka. "Ini gambar apa?" Edwin mengerutkan kening melihat bentukan aneh cookies bikinan Rieka. Kaya astronot mini lengkap dengan baju hazmat dan helmnya, tapi kecil dan
Irza mau tak mau jadi mesam mesem melihat drama keluarga Pradana barusan. Drama yang penuh dengan adegan panas membara. Entah mana yang lebih panas antara adegan mesra Edwin-Rieka tadi atau adegan gunung berapi meletus Edwin-Joko. Kini perhatian Edwin sepenuhnya dihadapkan pada Irza yang sejak tadi berdiam diri menunggu giliran disapa. “Sorry lho Za, kamu jadi harus berada dan melihat situasi yang nggak mengenakkan begitu.” Edwin berkata dengan canggung. Tangannya menggaruk belakang kepalanya sebagai wujud setengah frustasi. Gimana gak frustasi kalau sudah ada yang berdiri tegak tapi harus dirobohkan lagi? Tapi bukan keberanaran lho ya. “It's okay. Setiap rumah tangga memang punya masalahnya sendiri-sendiri.” Jawab Irza sambil mendekati ranjang Edwin dan meletakkan buket buah-buahan yang dibawanya sebagai buah tangan di meja yang ada di samping ranjang. “Gimana kondisimu?” tanya Irza prihatin. Masih ingat benar keadaan Edwin yang tiba-tiba ngedrop kemarin sore. Tapi kalau melihat k
Keesokan harinya Wijaya mansion kembali kedatangan tamu, kali ini Heny dan Dimas yang datang berkunjung. Ngapain mereka datang di jam kerja begini? Sudah jelas bukan untuk sekedar main kan? Pasti lagi-lagi urusan pekerjaan. Kedua pegawai kepercayaan Edwin itu langsung menghampiri Rieka dan Edwin yang sedang bersantai di ruang tengah begitu Bi Ijah mempersilahkan mereka. "Selama siang Pak Edwin dan Bu Rieka." Heny menyapa. "Halo Nyonya Bos, makin cantik aja." Dimas sengaja tidak menyapa Edwin tapi malah menggoda Rieka. Dan sesuai dugaannya si nyonya Bos langsung tersipu malu mendengar godanya, gemesin banget deh. "Ger? Cari mati lu?" hEdwink Edwin geram mendengar Dimas terang-terangan menggoda Rieka. "Ampun, Pak. Saya cuma ingin menikmati pemandangan surgawi dari wajah cantik Nyonya Bos saja." Dimas makin keasikan melancarkan jurus gombalan maut. Rieka sekali lagi hanya bisa tersipu malu tanpa sanggup menjawab, mengalihkan wajahnya yang sudah merah padam dari pandangan Dimas. "Ya
Tiga hari kemudian Rieka sudah mulai bekerja kembali karena Edwin yang sudah sembuh total. Edwin juga sudah mulai masuk kerja lagi meski Rieka masih melarangnya untuk lembur atau terlalu capek-capek. Sementara Rieka tentu saja bekerja di poli penyakit dalam RS. Hartanto Medika seperti biasanya.Rieka sudah kangen banget rasanya untuk praktek dan bertemu dengan pasien-pasiennya kembali. Mendiagnosa, mengobati penyakit, memberikan advice serta edukasi kepada pasien-pasiennya. Mengamalkan ilmunya, ilmu yang bermanfaat bagi orang lain. Yang pastinya akan bernilai sedekah dan mendatangkan keberkahan."Jadi saya cuma sakit darah tinggi saja kan dok? Sudah biasa kalau begitu." Pasien terakhir Rieka hari ini melakukan konsultasi."Lho darah tinggi itu juga berbahaya lho, Pa." Seorang pemuda yang menemani si pasien ikut berkomentar. Dari penampilan rapinya, sepertinya dari golongan Sultan dia.Rieka sudah tak heran lagi dengan pasien VVIP kelas sultan. Memang targ
'Sejak awal Edwin mendirikan perusahaannya.' Heni hanya mampu menjawab dalam hati saja. Karena dia yang membantu proses pendirian serta konsep awal perusahaan pribadi Edwin. Heni pulalah yang menjadi asisten pribadi yang mengurusi segala keperluan Edwin sejak saat itu."Pesta ultah pak Edwin mau dirayain di mana, Bu Rieka? Private party apa pesta gede-gedean?" Heni berusaha mengalihkan pembicaraan."Eh? Ngapain pakai pesta segala? Yang sederhana saja." Rieka tak ingin pesta besar-besaran hanya untuk sebuah pesta ulang tahun.'Kan belum lama ini sudah pesta pernikahan, masa harus ngadain pesta lagi?'"Heem ini ulang tahun pak Edwin ke 30 lho. Kayaknya Bu Kartika dulu bilang ingin dibikinin pesta." Heni mengingat ucapan Kartika sebelum Edwin menikah. Tapi setelah bosnya itu menikah ymaka keputusan mutlak berada di tangan istrinya."Mama Kartika? Nanti coba aku bilangin deh sama beliau." Rieka sedikit ngeri juga kalau harus berdebat dengan mertuanya i
"Rieka, hari ini kan ulang tahunnya Edwin? Kamu gak nyiapin pesta buat dia? Apa mama dan papa perlu kesana?" tanya Kartika diseberang sana. "I, iya maaf Ma. Aku tahu, tapi kayaknya mas Edwin lupa." Rieka menjawab dengan canggung. Masih belum terbiasa untuk berakrab ria dengan mama Kartika. "Dasar anak itu, bisa-bisanya lupa hari ulang tahunnya sendiri." Kartika mengerutu. "Jadi gimana pestanya?" "Maaf Ma...Tak ada pesta untuk tahun ini. Aku mau bikin surprise kecil buat mas Edwin nanti. Cuma dirayain berduaan." Rieka mengutarakan rencananya dengan takut-takut. "Ini ultahnya Edwin yang ke 30 lho. Biasanya setiap kelipatan lima atau sepuluh pasti bakal dirayakan gede-gedean pesta ulang tahun para elit." Kartika mengingatkan Rieka tentang tradisi kesultanan mereka. "Maaf banget ya, Ma." Rieka makin bingung untuk menjawabnya. "Kamu ini dari tadi kok minta maaf terus si, El? Kamu kayak ngomong sama siapa aja?" Celetuk Kartika dapat menyadari kecanggungan Rieka. "Eh iya...Khusus untu
Suasana di kediaman keluarga Wijaya sore ini sudah sangat ramai. Booth-booth makanan dengan segala macam sajian dari catering kenamaan Sono Kebun, telah stand by di seluruh sudut ruangan. Ruang tamu plus ruang tengah yang kini disatukan menjadi sebuah party hall super luas. Ada apakah gerangan disana? Tentu saja sedang ada acara Tasyakuran kelahiran serta aqiqah dari putra pertama Edwin dan Rieka. Sang Pewaris Tahta Keluarga Pradana. Para undangan yang hadir tidak terlalu banyak, karena ini merupakan private party sederhana saja. Hanya ada keluarga dekat dari masing-masing keluarga Rieka dan Edwin. Serta tentunya beberapa sahabat dekat dan staff kepercayaan Pradana juga turut hadir diundang untuk memeriahkan acara. "Selamat sore, Good evening. Terima kasih atas kehadiran saudara sekalian. Saya selaku perwakilan dari kepala keluarga Pradana mengucapkan selamat datang dan selamat menikmati acara serta hidangan seadanya yang telah kami persiapkan." Mahes yang kali ini didapuk sebagai p
Edwin keluar dari mobilnya saat Soleh baru menghentikan mobil di pelataran parkir rumah sakit. Dia bahkan tidak menunggu sampai posisi mobil sudah benar untuk di parkirkan terlebih dahulu.Calon papa itu sudah berlarian dari parkiran mobil, memasuki gedung rumah sakit. Langsung menuju ke ruangan bersalin yang sudah dia ketahui letaknya. Waktu Rieka keguguran dan perlu tindakan kuretase kan di ruangan bersalin itu juga dulu.Edwin menghampiri salah satu perawat yang bertugas, menanyakan tempat Rieka dirawat. Perawat itu pun mempersilahkan Edwin untuk masuk ke ruangan persalinan.Di dalam ruangan Edwin dapat melihat Rieka yang sudah terbaring diatas bed pasien sedang posisi tubuh miring kiri. Dengan selang infuse yang sudah ditangan terpasang di tangannya."Honey? Honey kamu gimana keadaannya?" Edwin menghampiri Rieka, mengamati keadaan wanita yang sangat dicintainya itu dengan seksama.Rieka terlihat sangat pucat
Semangat sih semangat, tapi tetap saja Joko dikalahkan oleh realitas yang menghadang. Mau dicari dimana pun tetap tak ada warung lontong balap di pagi buta begini. Nihil.Tapi Joko tahu benar, Pak Edwin tak akan mau menerima alasan apapun tentang kegagalannya dalam menjalankan tugas.Aaarrrgggh bisa gila!Ditengah kegalauan akutnya, Joko tiba-tiba kepikiran sebuah ide cemerlang. Kalau gak ada yang jual, gimana kalau bikin sendiri saja? Pasar tradisional kayaknya sudah buka deh pagi buta begini. Yang penting bisa dapat kan lontong balap sesuai pesanan.Tapi siapa yang masak ntar? Aku kan gak bisa masak sama sekali?Oiya, Bi Ijah kan pinter masak. Pasti dia bisa bikin Lontong balap yang enak.Akhirnya Joko menetapkan hatinya untuk pergi ke pasar tradisional. Membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat lontong balap. Kemudian membawanya ke Wijaya Manshion. Joko langsung meminta bantuan Ijah untuk memasak dan
Setelah beberapa bulan berlalu dalam kedamaian, Edwin tidak menyangka bahwa pengalamannya yang luar biasa karena proses ngidam-mengidam Rieka akan terjadi lagi dalam waktu singkat.Hanya berselang beberapa hari saja sejak Rieka diketahui positif hamil, Edwin harus memulai lagi petualangan serunya. Petualangan apa? Tentu saja untuk menuruti dan mencari semua keinginan Rieka dalam rangka ngidam part dua.Keinginan yang kadang aneh-aneh dan sering gak masuk akal sama sekali. Kalau dulu di kehamilan pertamanya Rieka sangat menyukai makanan manis, kali ini berbeda. Kali ini Rieka lebih menyukai makanan asin dan pedas. Kalau dulu sukanya kue-kue pastry, sekarang beralih ke jajanan dan makanan kuliner jalanan khas pedagang kaki lima.Kapan hari Rieka meminta sate batas kota yang pernah dimakan Naruto, Edwin terpaksa harus membelikan disana sambil Selfi dengan gambar Naruto-nya. Pernah lagi Rieka minta belikan bakso telur, yang isinya telornya ada dua. Mana ada kan? Akh
Rieka bergegas turun dari mobil begitu Edwin memarkirkan Porche-nya di car port. Dia mendahului langkah Edwin untuk masuk ke dalam rumah, tak sabar untuk segera melakukan tes untuk mengetahui kepastian kehamilannya. Lebih jauh Rieka bahkan sudah berjalan cepat, setengah berlari."Honey, jangan buru buru. Kamu pake high heels loh. Hati-hati nanti jatuh," tegur Edwin sudah sangat khawatir Rieka akan terpeleset dengan heels sepatunya yang hanya setipis jari telunjuk itu."Hehehe, iya maaf Mas. Aku penasaran pengen cepetan liat hasilnya." Rieka memperlambat langkahnya.Rieka langsung mengarah ke kamar mereka di lantai dua. Masuk ke kamar mandi bahkan tanpa melepas heels dan pakaian pestanya terlebih dahulu.Edwin yang dengan setia menunggui Rieka keluar dari kamar mandi dengan harap-harap cemas. Menanti perguliran detik demi detik jam yang terasa sangat lambat berjalan.Rieka kok lama b
"Mas, jangan lupa kasih selada yang banyak, terus gak pake irisan tomat. Sambelnya banyakin juga." Rieka menambahkan detail pesanannya sebelum Edwin menuruni mobil."Beli 3 yah Mas," tambah Rieka sambil tersenyum lebar, nyengar-nyengir."Iya-iya," Edwin sudah pasrah saja untuk menuruti semua permintaan sang Ratu Rieka. Dia mendatangi stand penjual kebab dan memesan tiga buah kebab sesuai order.Tak lama kemudian pesanannya selesai, Edwin segera kembali ke mobilnya dan menyerahkan pesanan kepada Rieka. Yang langsung digigitnya dengan sangat lahap seperti orang kelaparan saja."Nih buat Mas Edwin satu, buat aku dua." Rieka menyodorkan satu kebab untuk Edwin."Kamu beneran doyan kebab ya?" Edwin menerima pemberian Rieka dan ikutan memakan kebabnya.Rieka hanya mengangguk sebagai jawaban, sambil terus mengunyah dan memamah biak, menghabiskan kedua kebab miliknya. Cukup lama mereka berdua duduk di mobil sambil menikmati suasana jalanan pasar mala
Kemeriahan pesta pertunangan Linggar dan Ditha terus berlanjut. Mulai dari prosesi resmi bersulang wine, memotong kue bahkan sampai pertukaran cincin kedua calon mempelai sudah dilaksanakan dengan lancar. Selanjutnya setelah seluruh prosesi resmi acara serta prosesi pemotretan selesai, yang tersisa hanyalah sesi ramah tamah saja. Rieka dan Edwin menyempatkan diri untuk berkeliling ballroom menyapa para kolega bisnis, serta kerabat dekat dari keluarga mereka. Sebelum akhirnya keduanya undur diri untuk duduk di bagian VVIP sambil menikmati hidangan yang yang tersaji disana. Edwin mengamati Rieka yang sepertinya sedang tidak bersemangat menyantap makanan di piringnya. Dari tadi istrinya itu hanya memutar-mutar sendok dan garpunya, memainkan makanan di atas piring. Bahkan tanpa menyuapkan ke mulutnya. Kenapa dia? "Honey?Makanannya gak enak ya?" tanya Edwin menyelidik. "Apa kamu mau coba ganti makanan yang lainnya?" "E
Bagas yang dapat merasakan ada yang tidak beres dengan kedua pasangan itu segera cepat-cepat mohon diri dan menggiring Rischa untuk segera memasuki ballroom. Bisa makin runyam kalau si cewek cablak ini dibiarkan terus ngomong gak jelas begitu."Tunggu, jangan cepat-cepat jalannya Gas!" Rischa kewalahan mengikuti langkah Bagas yang lerlalu cepat untuk dirinya."Kamu itu ya, bisa gak sih kamu menahan diri dan mengerem omongan kamu sedikit?" Geram Bagas setelah menghentikan langkah di tempat yang sedikit lenggang."Haaah? Emangnya kenapa?" Rischa tak dapat mengerti kenapa Bagas jadi terlihat semarah itu kepadanya."Dokter Rieka itu habis keguguran ... " Bagas tentu tahu apa yang telah terjadi dengan Rieka. Ya meski pun menyatakan menyerah untuk mendapatkan Rieka, tapi tetap saja dia selalu update tentang info mengenai dokter itu.Apalagi dengan papanya yang masih setia menjadi pasien Rieka. Tentu saja sedikit banyak Bagas jadi tahu a
"Waduh nambah satu lagi ini orang yang menyebalkan," Linggar mengeluhkan kedatangan Mahes.Kakak iparnya ini sama saja kerasnya dengan Edwin, kakak kandungnya dalam memberikan didikan kepadanya. Bahkan Mahes ini sering lebih sadis kalau ngomong, nusuk banget."Siapapun juga bakal ngamuk kalau liat kelakuan minus kamu itu, Nggar!" Laras ikutan menyeletuk mendukung ucapan suaminya."Kemana perginya Mbak Laras yang dulu selalu membelaku? Kenapa sekarang jadi ikutan menyebalkan begini?" Linggar pura-pura merengek manja pada Laras."Gak ada! Adanya sekarang Larasati yang bijaksana. Yang tahu mana benar dan salah." Jawab Laras sok bijak sekaligus congkak."Saking bijaknya sampai keasikan arisan ya?" Mahes balik menggoda nakal pada istrinya itu."Iiiiiih Mas Mahes bukannya memuji malah buka aib istrinya sendiri. Kesel deh, gak ada jatah buat kamu malam ini!" Sewot Laras pada suaminya."Hahaha kapok!" Linggar tertawa ngakak mendengar pe