“Untung kamu sudah gak pa-pa, Mas. Aku takut banget tadi. Aku takut kehilangan kamu ...”
Erwin tersenyum simpul mengingat ucapan Rieka kepadanya kemarin di rumah sakit. Saat dirinya tersadar dan keadaannya sudah stabil serta di dipindahkan ke ruang rawat inap.Pengantin baru dan bulan madu adalah saat-saat paling indah dalam hidup siapapun juga. Apalagi jika telah tersedia segala fasilitas mewah sekelas Karma Kandara hotel, beach and resort di Bali. Namun nahas tak dapat dihindari, terjadilah sebuah tragedi di tengah acara honeymoon romantis Rieka dan Edwin.Edwin yang memiliki alergi parah terhadap buah kelengkeng terpaksa harus dilarikan ke UGD Rumah Sakit karena serangan syok anakfilaktik. Tragedi yang kontan menghancurkan acara bulan madu dan harus berakhir di rumah sakit."Ternyata kamu benar-benar mencintai aku ya, Rik?" Edwin merasa bahagia dengan apa saja yang telah dilakukan oleh Rieka untuknya. istrinya itu yang merawat dirinya sendirian di rumah sakit.Selama dua hari dia dirawat di sana sampai dinyatakan boleh keluar rumah sakit. Kondisi tubuh Edwin yang masih sangat lemah membuat mereka terpaksa membatalkan bulan madu. Untuk kembali pulang guna melanjutkan proses penyembuhan di rumah saja. Bed rest total di Wijaya Manshion sampai benar-benar sehat.Pagi ini, Edwin terbangun dengan kondisi tubuh yang jauh lebih sehat daripada sebelumnya. Sudah tidak terlalu lemas lagi, Edwin merasa tubuhnya sudah bisa dipakai untuk sedikit melakukan aktivitas normal. Setelah seharian kemarin Edwin menghabiskan waktu hanya dengan berbaring di ranjang. Bed rest total.Rieka benar-benar melarang Edwin untuk turun dari ranjang jika tidak benar-benar untuk urusan mendesak, seperti keperluan toilet misalnya. Rieka melarang pula Edwin memegang ponsel dan tablet untuk mengurusi pekerjaan."Honey? Kamu di mana?" Edwin memanggil kepada sang istri yang tidak bisa dia temukan di kamar mereka."Sepertinya kamu sudah bangun duluan dan entah berada dimana sekarang." Perlahan Edwin bangkit dari ranjangnya, berjalan ringan ke walk in closet. Dia mencuci mukanya di wastafel untuk sedikit memberikan kesegaran dan mengembalikan kesadaran yang belum terkumpul.Setelah itu Edwin mengambil ponsel dan tablet dari meja kerja. Membawanya kembali ke ranjang, serta duduk selonjoran di sana sambil menghidupkan kedua layar pintarnya itu.Tak lama kemudian Rieka memasuki kamar dengan senampan menu sarapan pagi di kedua tangannya. Rieka keheranan melihat Edwin yang sudah bangun tidur, bahkan lebih jauh suaminya itu sudah duduk-duduk sambil memegang ponsel dan tab-nya."Hubby, kamu sudah bangun?" tanya Rieka menghampiri sang suami. Dia merasa tidak senang karena Edwin sudah memegang dan mengamati ponselnya dengan sangat serius."Pagi Honey," Edwin menyapa Rieka sambil tetap fokus melihat layar ponselnya.Banyak sekali pesan dan missed call disana. Memang sejak dirinya dilarikan ke UGD tiga hari lalu sampai hari ini, ponsel itu belum pernah disentuh olehnya sama sekali."Mas Edwin, sarapan yuk. Taruh dulu ponselnya." Rieka mengambil ponsel di tangan Edwin. Sebagai gantinya Rieka menyodorkan senampan sarapan ke pangkuan suaminya itu."Susah bener si orang satu ini untuk menjauhi ponsel dan tab-nya beberapa saat saja? Untuk melupakan pekerjaan dan fokus dulu ke proses penyembuhan tubuhnya." Rieka membatin dengan sangat kesal dan wajah yang sudah ditekuk-tekuk."Oke deh," Edwin pasrah saja menuruti perintah dari sang dokter pribadinya. Bisa panjang perkaranya kalau gak dituruti nanti.Edwin merasa ucapan Mahes, adik iparnya ada benarnya juga. Bahwa 'semanis-manisnya pacarmu, pasti dia akan berubah menjadi radio rusak kalau sudah jadi istri'. Dan ternyata hal itu benar-benar terjadi kepadanya.Rieka yang sebelumnya merupakan gadis yang lemah lembut juga berubah menjadi sangat cerewet setelah mereka menikah. Apalagi jika menyangkut masalah kesehatan.'Mungkin karena profesinya sebagai seorang dokter kali ya?'"Aku sudah sembuh, Honey. Gak perlu makan bubur lagi. Nasi rawon atau soto kayaknya jauh lebih enak." Edwin sudah bosan dengan menu makanan rutinnya setiap hari, bubur hati ayam plus sayur bayam.'Eneg banget rasanya, mendingan nasi rawon atau soto ayam yang rasanya lebih enak.'"Sehat dari mananya? Mukamu itu masih pucat, dan badanmu juga masih kelihatan lemas begitu? Tensi darahmu pasti juga belum naik, masih pusing kan? Ngaku aja jangan bohong!" Rieka balik mengomeli Edwin.Rieka ingat hasil pemeriksaan yang dia lakukan pada Edwin kemarin malam sebelum tidur. Tensi darahnya masih 80/60 mmHg, jauh dari angka normal. Tidak mungkin sekarang bisa tiba-tiba normal kan? Mustahil mengingat tekanan darah Edwin yang cenderung rendah."Iya, Bu dokter galak." Edwin pasrah saja, menurut untuk mulai memakan buburnya pelan-pelan. Karena tidak bernafsu dan eneg.Rieka memperhatikan saja Edwin yang sedang memakan buburnya dengan seksama. Kok kayaknya gak nafsu begitu sih makannya?"Gimana mau cepet sembuh kamu, Mas? Kalau makannya susah begini?" gerutu Rieka."Hubby, sini deh aku suapin. Biar cepet habis." Rieka mengambil duduk di tepi ranjang dan mengambil mangkuk bubur dari nampan di pangkuan Edwin."Ayo Aaaaaa'!" Rieka mulai menyuapi Edwin.Edwin menurut saja kali ini tanpa memprotes. Takut bangunin si Singa Betina yang lagi tidur kalau dirinya menolak. Bisa keluar galaknya atau ujung-ujungnya ngambek si Rieka nanti.Bisa rugi dua kali lipat kalau Rieka ngambek, dapet omelan panjang kali lebar dan parahnya bisa gak dapat jatah yang enak-enak dari istrinya itu. Padahal Edwin sudah tiga harian gak naik ranjang lagi gara-gara masuk rumah sakit, ditambah kondisi tubuhnya yang masih lemah selama penyembuhan.Edwin yang seorang pebisnis ulung menghitung dengan cermat untung dan rugi dari situasi yang sedang dihadapinya, memperkirakan perhitungan kasar didalam kepalanya.'Si boy udah kangen sama sarangnya, Rik!'"Ayo abisin." Rieka memaksa Edwin untuk menghabiskan buburnya, setelah lebih dari separuh porsi dihabiskan."Aku habisin, tapi nanti kamu kasih reward yah," Edwin sedikit merajuk membuat penawaran."Gak usah aneh-aneh, ayo cepetan abisin biar segera sembuh. Biar cepet seger dan bisa beraktivitas normal lagi." Rieka meneruskan kegiatannya menyuapi Edwin."Reward-nya apa dulu biar makin semangat?" Edwin menagih kesanggupan Rieka."Gak ada! Biarin aja kalau kamu gak mau makan, biar lemes dan gak sembuh-sembuh." Rieka tetap tak tergoyahkan."Masa kamu ga kasian sama suamimu yang ganteng ini, El? Masa aku harus tiduran bahkan makan di atas kasur terus-terusan?" Edwin sudah memasang muka memelasnya."Iya-iya, nanti aku kasih reward." Rieka akhirnya mendengus pasrah menyanggupi.Setelah menikah, Rieka baru tahu kalau Edwin bisa semanja itu saat sedang sakit. Seakan memanfaatkan situasi, dasar sultan manja!Namun jika tidak diturutin juga kasian. Apalagi kalau mengingat keadaannya yang hampir meregang nyawa beberapa hari yang lalu waktu di UGD. Rasanya Rieka jadi ingin menuruti apapun permintaan dari suaminya itu."Wah pinter sudah habis," Rieka tersenyum puas, memuji Edwin setelah berhasil menghabiskan semangkuk penuh buburnya."Minum obat dulu ya sekarang," Rieka menyodorkan beberapa butir obat dan segelas teh hangat pada Edwin."Sekarang waktunya minta hadiah," Edwin menagih janji Rieka setelah meminum obatnya."Mas Edwin mau minta apa? Cium?" Rieka berusaha menebak reward apa yang kira-kira akan diminta suami mesumnya itu.Rieka mengambil dan meraih nampan berisi bekas alat makan Edwin dan meletakkannya di meja sebelah ranjang."Kunci dulu pintu kamarnya!" perintah Edwin."Haaaah? Kunci pintu? Memangnya mau ngapain? Masih pagi ini." Rieka kebingungan mendengar ucapan Edwin.'Jangan bilang dia mau minta jatah? Badan aja masih lemes begitu kok mau sok-sokan minta jatah? Memangnya bisa kamu, Mas?'"Mau minta ditemenin bubuk sama istri tercinta," jawab Edwin sok imut. Tingkah yang bisa membuat bulu kuduk Rieka sedikit meremang demi melihatnya. Pasti ada maunya dia kalau sudah begini.Cukup lama Rieka terdiam, hanya mengamati wajah Edwin yang memelas, like a puppy.'Duh, imut banget. Mana tahan untuk menolaknya?'Akhirnya Rieka menurut untuk mengunci pintu kamar mereka sesuai permintaan Edwin."Sini Honey," Edwin menepuk ranjang tepat di sebelahnya. Mengajak Rieka untuk ikut naik dan berbaring tepat di sebelahnya.Dengan keheranan yang semakin menjadi-jadi, Rieka menurut saja untuk naik ke atas ranjang. Dia mengambil posisi duduk bersandar juga pada sandaran ranjang, tepat di sebelah Edwin."Terus kita ngapain?""Gak ngapa-ngapain, cuma pingin berduaan sama kamu." Edwin menyandarkan kepalanya di pundak Rieka dengan semakin manja."Dasar, ngapain pakai tutup pintu segala kalau cuma begini?" Rieka membelai lembut kepala Edwin yang bersandar di bahunya, mencoba memberinya sedikit kenyamanan ekstra."Biar gak diganggu sama Ijah.""Bi Ijah mah gak bakal gangguin kita." Rieka terkikik ringan mendengar jawaban Edwin.'Bilang saja pingin mesra-mesraan, gengsi ya untuk mengatakannya?'"Temenin sampai aku tidur lagi ya," pinta Edwin."Iya boleh, paling sebentar lagi juga obatnya bereaksi. Pasti efek samping obatnya bakal bikin Mas Edwin ngantuk banget," Rieka menurut saja kali ini. Masih tak tega rasanya melihat Edwin dengan kondisi tubuhnya yang masih sangat lemah begini.Edwin merebahkan tubuhnya perlahan, tiduran di ranjang king size empuk mereka. Sudah bersiap pergi menuju ke dream land."Sini, Honey." Edwin menyuruh Rieka untuk berbaring di sebelahnya.Rieka menurut saja berbaring tepat di sebelah Edwin. Keduanya pun berhadapan satu sama lainnya, dengan jarak yang hanya beberapa jengkal saja. Saling melemparkan senyuman indah di bibir dan memandangi wajah ganteng dan cantik di hadapannya masing-masing. Bersyukur di dalam hati karena memiliki pasangan yang terasa begitu sempurna, sosok yang ada di hadapan mereka.Tak lama kemudian Rieka sudah tak tahan lagi dengan tatapan tajam Edwin padanya. Mana tahan dilihati seperti itu dengan tatapan Edwin yang tajam dan mematikan bagaikan sinar laser lama-lama?Rieka buru-buru membalikkan tubuhnya untuk membelakangi Edwin dengan malu-malu."Lho kok ngadep ke sana?" protes Edwin."Nanti kamu gak tidur-tidur kalau ngelihatin aku terus." Rieka mencoba mencari alasan.Edwin tidak menjawab protes Rieka, malah menggerakkan tubuhnya untuk semakin mendekat ke arah istrinya itu.Edwin meraih, memeluk dan mendekap tubuh sintal istrinya dari belakang. Dia bahkan mulai menciumi rambut dan kepala Rieka dengan gemas dan sayang. Menikmati sensasi aroma tubuh Rieka yang wangi dan terasa sangat memabukkan bagi Indra penciumanannya."Hubby? Ngapain?" Rieka kaget dengan pelukan Edwin yang tiba-tiba pada tubuhnya."Hubby? Kamu ngapain?" tanya Rieka kaget menerima pelukan erat Edwin pada tubuhnya. Bahkan suaminya itu semakin membenamkan kepalan ke leher ceruk dan tengkukknya."Cari kehangatan," jawab Edwin dengan nada santai.Sambil terus menempelkan tubuh ke tubuh Rieka."Cari kehangatan apaan sih?" Rieka tak habis pikir dengan tingkah manja Edwin kali ini."Aduuuh, tanganmu kemana itu, Mas?" protes Rieka saat merasakan kedua tangan Edwin mulai menyelinap masuk ke dalam pakaiannya. Membelai lembut kulit tubuhnya yang sensitif.Edwin tak menjawab protes yang dilancarkan Rieka, malah melanjutkan gerakan tangannya dengan lebih agresif. Bahkan kedua telapak tangan Edwin sudah mencapai undergarment Rieka dan menyingkapnya. Menyentuh benda yang sejak awal tersembunyi di sana."Aaaah Mas Edwin nakal!" Rieka tersentak kaget saat tangan Edwin menyentuh bagian depan tubuhnya yang menojol."Aku kangen sama asetku, El." Edwin bergumam tanpa memperdulikan protes dari Rieka.Edwin malah semakin mempererat pel
"Aku berangkat dulu ya." Edwin berpamitan setelah menghabiskan lebih dari separuh menu makan siangnya. Rieka dengan siaga membantu pria tiga puluh tahun itu untuk berjalan. Dia memegangi lengan suaminya erat-erat. Karena merasa masih terlalu berbahaya bagi Edwin untuk menuruni tangga sendirian, takut tiba-tiba oleng dan terjatuh."Iya take care, jangan memaksakan diri. Obatnya juga nanti jangan lupa diminum." Rieka meraih tangan kanan Edwin dan menciumnya.'Kok rasanya masih tidak rela melepas kepergian Mas Edwin, ya?' batin Rieka sambil menyerahkan drug box berisi obat sang suami ke saku jasnya.Edwin hanya mengangguk sebagai jawaban. Dia menepuk ringan puncak kepala Rieka sebelum akhirnya memasuki mobil yang sudah menantinya di depan teras. Kemudian mobil BMW hitam yang dikemudikan Hasan itu langsung melaju begitu Edwin memasukinya.Edwin menghubungi Joko saat mobil yang dikemudikan oleh Hasan, supir pribadinya sudah hampir tiba di kawasan Wijaya Bisnis Park. Edwin meminta mereka u
Edwin membulatkan tekad untuk dapat bertahan mengikuti jalannya rapat. Mencoba bertahan untuk tetap duduk tegak di kurisnya, sampai nanti dirinya memberikan keputusan akhir dan mengakhiri rapat hari ini. Irza tercengang mendengar keputusan Edwin yang sepertinya sudah bulat. Keputusan yang sangat berani. Irza merasa terharu atas kepercayaan yang diberikan Edwin padanya dan kepada perusahaannya. Benar dugaannya bahwa Edwin ini tipe teman sejati yang dapat dipercaya dan diandalkan. Tak akan pernah mungkin untuk mengkhianati dirinya. Sekali lagi Irza mengamati wajah Edwin, sahabatnya itu lekat-lekat. Wajah Edwin terlihat pucat, lemah dan sedikit gelisah. Jauh berbeda dari wajah dingin, tenang, penuh wibawa yang biasa diperlihatkan olehnya. Memang Irza sudah mendengar bahwa Edwin sedang sakit bahkan beberapa hari terakhir tidak datang ke kantor. Gosip lebih jauh mengatakan Edwin terpaksa membatalkan honeymoon yang telah dijadwalkan selama seminggu penuh setelah dirinya menikah. Kenapa
Rieka melirik jam dinding di atas kulkas dapur. Sudah lebih dari jam enam sore. Kok mas Edwin masih belum pulang aja ya? Apa rapatnya molor? Apa terjadi perdebatan sengit dan alot selama rapat berlangsung?Rieka sama sekali tak bisa tenang sepanjang siang dan sorenya. Tentu saja kepikiran dengan keadaan Edwin, suaminya di sana. Seharusnya aku ikut saja tadi ya? Tapi kok kayak tidak pada tempatnya untuk hadir. Gak etis rasanya bagi Edwin bawa-bawa istri saat sedang urusan resmi begini.Apa mas Edwin baik-baik saja ya? Apa dia tidak lupa meminum obatnya? Apa dia kuat duduk lama untuk menghadiri rapat yang molor dengan segala tekanannya? Apa dia gak pusing mendengar suara-suara yang pastinya bising? Gimana kalau tiba-tiba dia kumat lemesnya dan ngedrop lagi tekanan darahnya?'Kamu pasti baik-baik saja kan mas Edwin?'Rieka mencoba menghalau kecemasannya sendiri.Kegalauan Rieka terus berlanjut sampai pada sesi memasak sorenya. Rieka memang seng
"Iya...ini aku, mas Edwin." Ujar Rieka menyakinkan Edwin akan kehadirannya sambil meraih sebelah tangan Edwin. Menggenggam erat jemari suaminya itu, seakan tak ingin melepasnya lagi, "Are you OK?"Edwin hanya membalas dengan senyuman dan anggukan ringan. Seneng banget rasanya Rieka ada disini untuknya. Rasanya sudah kangen aja pengen ketemu istrinya itu, pengen peluk-peluk dan cium-cium sampai puas.Perlahan Edwin bangkit dari posisi berbaringnya. Duduk bersandar di sandaran ranjang. "Jam berapa ini?" tanya Edwin kehilangan orientasi waktu."Sudah hampir jam 8 malam," jawab Rieka."Sudah malam ternyata," Edwin tak mengira dirinya bisa tertidur selama itu di sini. Tapi setelah tidurnya tadi keadaan tubuhnya sekarang terasa jauh lebih mendingan. Lebih segar dan tidak lemes lagi tentunya."Tadi kayaknya ada seseorang yang bilang bakal langsung pulang secepatnya begitu rapat berakhir?" Rieka mulai menyindir Edwin."Maaf ya honey, aku te
Keesokan harinya Rieka terbangun dengan sedikit kebingungan karena mendapati suasana kamar terasa yang asing baginya. Dimana ini? Rieka mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan. Nuansa hitam putih untuk seluruh barang dan perabotan, monochrome.Oiya ini kan kamar pribadi mas Edwin di kantornya. Akhirnya Rieka dapat mengingat tempatnya berada saat ini. Kemarin malam memang mereka berdua menginap di kamar ini. Karena hari sudah malam dan keadaan Edwin juga belum memungkinkan untuk perjalanan pulang dan berpindah lokasi. Masih suka tiba-tiba lemes aja dia.Rieka kembali mengedarkan pandangannya, didapatinya ranjangnya kosong. Edwin sudah tidak ada di atas ranjang. Sudah bangun duluan rupanya dia. tapi kemana mas Edwin kok tahu-tahu sudah ngilang?"Hubby? Kamu dimana?" Tanya Rieka sambil bangkit dari ranjangnya. Tak ada jawaban dari Edwin untuk pertanyaan Rieka.Rieka mencari-cari ke segala penjuru kamar sampai ke
"Hubby...cobain deh kue kering bikinanku. Tadi aku praktek baking di kelas memasak," Rieka menghampiri Edwin yang sedang duduk selonjoran di ranjangnya sambil memegang dan berkutat dengan tab-nya. Yah memang Edwin bilang gak bakal kerja lagi dan mengambil cuti. Tapi nyatanya dia masih saja kebanyakan urusan. Kalau begini si namanya work from home kan? Tapi masih mending lah daripada suaminya itu harus berangkat ke kantor sampai kolaps lagi. Rieka membawa sepiring kue kering bikinannya sendiri yang baru matang. Fresh from the oven. Dan Rieka langsung menyodorkannya kue bikinanya pada Edwin. Senyam senyum kegirangan meJokgakan hasil karyanya. "Taaaraaa ini dia..." ujar Rieka dramatis. "Mana coba liat?" Edwin meletakkan tab-nya begitu saja di kasur. Saking penasaran ingin tahu kayak apa bentuk dan rasa cookies bikinan Rieka. "Ini gambar apa?" Edwin mengerutkan kening melihat bentukan aneh cookies bikinan Rieka. Kaya astronot mini lengkap dengan baju hazmat dan helmnya, tapi kecil dan
Irza mau tak mau jadi mesam mesem melihat drama keluarga Pradana barusan. Drama yang penuh dengan adegan panas membara. Entah mana yang lebih panas antara adegan mesra Edwin-Rieka tadi atau adegan gunung berapi meletus Edwin-Joko. Kini perhatian Edwin sepenuhnya dihadapkan pada Irza yang sejak tadi berdiam diri menunggu giliran disapa. “Sorry lho Za, kamu jadi harus berada dan melihat situasi yang nggak mengenakkan begitu.” Edwin berkata dengan canggung. Tangannya menggaruk belakang kepalanya sebagai wujud setengah frustasi. Gimana gak frustasi kalau sudah ada yang berdiri tegak tapi harus dirobohkan lagi? Tapi bukan keberanaran lho ya. “It's okay. Setiap rumah tangga memang punya masalahnya sendiri-sendiri.” Jawab Irza sambil mendekati ranjang Edwin dan meletakkan buket buah-buahan yang dibawanya sebagai buah tangan di meja yang ada di samping ranjang. “Gimana kondisimu?” tanya Irza prihatin. Masih ingat benar keadaan Edwin yang tiba-tiba ngedrop kemarin sore. Tapi kalau melihat k
Suasana di kediaman keluarga Wijaya sore ini sudah sangat ramai. Booth-booth makanan dengan segala macam sajian dari catering kenamaan Sono Kebun, telah stand by di seluruh sudut ruangan. Ruang tamu plus ruang tengah yang kini disatukan menjadi sebuah party hall super luas. Ada apakah gerangan disana? Tentu saja sedang ada acara Tasyakuran kelahiran serta aqiqah dari putra pertama Edwin dan Rieka. Sang Pewaris Tahta Keluarga Pradana. Para undangan yang hadir tidak terlalu banyak, karena ini merupakan private party sederhana saja. Hanya ada keluarga dekat dari masing-masing keluarga Rieka dan Edwin. Serta tentunya beberapa sahabat dekat dan staff kepercayaan Pradana juga turut hadir diundang untuk memeriahkan acara. "Selamat sore, Good evening. Terima kasih atas kehadiran saudara sekalian. Saya selaku perwakilan dari kepala keluarga Pradana mengucapkan selamat datang dan selamat menikmati acara serta hidangan seadanya yang telah kami persiapkan." Mahes yang kali ini didapuk sebagai p
Edwin keluar dari mobilnya saat Soleh baru menghentikan mobil di pelataran parkir rumah sakit. Dia bahkan tidak menunggu sampai posisi mobil sudah benar untuk di parkirkan terlebih dahulu.Calon papa itu sudah berlarian dari parkiran mobil, memasuki gedung rumah sakit. Langsung menuju ke ruangan bersalin yang sudah dia ketahui letaknya. Waktu Rieka keguguran dan perlu tindakan kuretase kan di ruangan bersalin itu juga dulu.Edwin menghampiri salah satu perawat yang bertugas, menanyakan tempat Rieka dirawat. Perawat itu pun mempersilahkan Edwin untuk masuk ke ruangan persalinan.Di dalam ruangan Edwin dapat melihat Rieka yang sudah terbaring diatas bed pasien sedang posisi tubuh miring kiri. Dengan selang infuse yang sudah ditangan terpasang di tangannya."Honey? Honey kamu gimana keadaannya?" Edwin menghampiri Rieka, mengamati keadaan wanita yang sangat dicintainya itu dengan seksama.Rieka terlihat sangat pucat
Semangat sih semangat, tapi tetap saja Joko dikalahkan oleh realitas yang menghadang. Mau dicari dimana pun tetap tak ada warung lontong balap di pagi buta begini. Nihil.Tapi Joko tahu benar, Pak Edwin tak akan mau menerima alasan apapun tentang kegagalannya dalam menjalankan tugas.Aaarrrgggh bisa gila!Ditengah kegalauan akutnya, Joko tiba-tiba kepikiran sebuah ide cemerlang. Kalau gak ada yang jual, gimana kalau bikin sendiri saja? Pasar tradisional kayaknya sudah buka deh pagi buta begini. Yang penting bisa dapat kan lontong balap sesuai pesanan.Tapi siapa yang masak ntar? Aku kan gak bisa masak sama sekali?Oiya, Bi Ijah kan pinter masak. Pasti dia bisa bikin Lontong balap yang enak.Akhirnya Joko menetapkan hatinya untuk pergi ke pasar tradisional. Membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat lontong balap. Kemudian membawanya ke Wijaya Manshion. Joko langsung meminta bantuan Ijah untuk memasak dan
Setelah beberapa bulan berlalu dalam kedamaian, Edwin tidak menyangka bahwa pengalamannya yang luar biasa karena proses ngidam-mengidam Rieka akan terjadi lagi dalam waktu singkat.Hanya berselang beberapa hari saja sejak Rieka diketahui positif hamil, Edwin harus memulai lagi petualangan serunya. Petualangan apa? Tentu saja untuk menuruti dan mencari semua keinginan Rieka dalam rangka ngidam part dua.Keinginan yang kadang aneh-aneh dan sering gak masuk akal sama sekali. Kalau dulu di kehamilan pertamanya Rieka sangat menyukai makanan manis, kali ini berbeda. Kali ini Rieka lebih menyukai makanan asin dan pedas. Kalau dulu sukanya kue-kue pastry, sekarang beralih ke jajanan dan makanan kuliner jalanan khas pedagang kaki lima.Kapan hari Rieka meminta sate batas kota yang pernah dimakan Naruto, Edwin terpaksa harus membelikan disana sambil Selfi dengan gambar Naruto-nya. Pernah lagi Rieka minta belikan bakso telur, yang isinya telornya ada dua. Mana ada kan? Akh
Rieka bergegas turun dari mobil begitu Edwin memarkirkan Porche-nya di car port. Dia mendahului langkah Edwin untuk masuk ke dalam rumah, tak sabar untuk segera melakukan tes untuk mengetahui kepastian kehamilannya. Lebih jauh Rieka bahkan sudah berjalan cepat, setengah berlari."Honey, jangan buru buru. Kamu pake high heels loh. Hati-hati nanti jatuh," tegur Edwin sudah sangat khawatir Rieka akan terpeleset dengan heels sepatunya yang hanya setipis jari telunjuk itu."Hehehe, iya maaf Mas. Aku penasaran pengen cepetan liat hasilnya." Rieka memperlambat langkahnya.Rieka langsung mengarah ke kamar mereka di lantai dua. Masuk ke kamar mandi bahkan tanpa melepas heels dan pakaian pestanya terlebih dahulu.Edwin yang dengan setia menunggui Rieka keluar dari kamar mandi dengan harap-harap cemas. Menanti perguliran detik demi detik jam yang terasa sangat lambat berjalan.Rieka kok lama b
"Mas, jangan lupa kasih selada yang banyak, terus gak pake irisan tomat. Sambelnya banyakin juga." Rieka menambahkan detail pesanannya sebelum Edwin menuruni mobil."Beli 3 yah Mas," tambah Rieka sambil tersenyum lebar, nyengar-nyengir."Iya-iya," Edwin sudah pasrah saja untuk menuruti semua permintaan sang Ratu Rieka. Dia mendatangi stand penjual kebab dan memesan tiga buah kebab sesuai order.Tak lama kemudian pesanannya selesai, Edwin segera kembali ke mobilnya dan menyerahkan pesanan kepada Rieka. Yang langsung digigitnya dengan sangat lahap seperti orang kelaparan saja."Nih buat Mas Edwin satu, buat aku dua." Rieka menyodorkan satu kebab untuk Edwin."Kamu beneran doyan kebab ya?" Edwin menerima pemberian Rieka dan ikutan memakan kebabnya.Rieka hanya mengangguk sebagai jawaban, sambil terus mengunyah dan memamah biak, menghabiskan kedua kebab miliknya. Cukup lama mereka berdua duduk di mobil sambil menikmati suasana jalanan pasar mala
Kemeriahan pesta pertunangan Linggar dan Ditha terus berlanjut. Mulai dari prosesi resmi bersulang wine, memotong kue bahkan sampai pertukaran cincin kedua calon mempelai sudah dilaksanakan dengan lancar. Selanjutnya setelah seluruh prosesi resmi acara serta prosesi pemotretan selesai, yang tersisa hanyalah sesi ramah tamah saja. Rieka dan Edwin menyempatkan diri untuk berkeliling ballroom menyapa para kolega bisnis, serta kerabat dekat dari keluarga mereka. Sebelum akhirnya keduanya undur diri untuk duduk di bagian VVIP sambil menikmati hidangan yang yang tersaji disana. Edwin mengamati Rieka yang sepertinya sedang tidak bersemangat menyantap makanan di piringnya. Dari tadi istrinya itu hanya memutar-mutar sendok dan garpunya, memainkan makanan di atas piring. Bahkan tanpa menyuapkan ke mulutnya. Kenapa dia? "Honey?Makanannya gak enak ya?" tanya Edwin menyelidik. "Apa kamu mau coba ganti makanan yang lainnya?" "E
Bagas yang dapat merasakan ada yang tidak beres dengan kedua pasangan itu segera cepat-cepat mohon diri dan menggiring Rischa untuk segera memasuki ballroom. Bisa makin runyam kalau si cewek cablak ini dibiarkan terus ngomong gak jelas begitu."Tunggu, jangan cepat-cepat jalannya Gas!" Rischa kewalahan mengikuti langkah Bagas yang lerlalu cepat untuk dirinya."Kamu itu ya, bisa gak sih kamu menahan diri dan mengerem omongan kamu sedikit?" Geram Bagas setelah menghentikan langkah di tempat yang sedikit lenggang."Haaah? Emangnya kenapa?" Rischa tak dapat mengerti kenapa Bagas jadi terlihat semarah itu kepadanya."Dokter Rieka itu habis keguguran ... " Bagas tentu tahu apa yang telah terjadi dengan Rieka. Ya meski pun menyatakan menyerah untuk mendapatkan Rieka, tapi tetap saja dia selalu update tentang info mengenai dokter itu.Apalagi dengan papanya yang masih setia menjadi pasien Rieka. Tentu saja sedikit banyak Bagas jadi tahu a
"Waduh nambah satu lagi ini orang yang menyebalkan," Linggar mengeluhkan kedatangan Mahes.Kakak iparnya ini sama saja kerasnya dengan Edwin, kakak kandungnya dalam memberikan didikan kepadanya. Bahkan Mahes ini sering lebih sadis kalau ngomong, nusuk banget."Siapapun juga bakal ngamuk kalau liat kelakuan minus kamu itu, Nggar!" Laras ikutan menyeletuk mendukung ucapan suaminya."Kemana perginya Mbak Laras yang dulu selalu membelaku? Kenapa sekarang jadi ikutan menyebalkan begini?" Linggar pura-pura merengek manja pada Laras."Gak ada! Adanya sekarang Larasati yang bijaksana. Yang tahu mana benar dan salah." Jawab Laras sok bijak sekaligus congkak."Saking bijaknya sampai keasikan arisan ya?" Mahes balik menggoda nakal pada istrinya itu."Iiiiiih Mas Mahes bukannya memuji malah buka aib istrinya sendiri. Kesel deh, gak ada jatah buat kamu malam ini!" Sewot Laras pada suaminya."Hahaha kapok!" Linggar tertawa ngakak mendengar pe