Share

Maaf Untuk Marten

Author: Ayaya Malila
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Gerbang mewah kediaman Carlen terbuka pelan saat mobil yang ditumpanginya masuk dan melaju pelan sampai berhenti di depan halaman bangunan utama yang luas.

Carlen turun lebih dulu, lalu berjalan cepat memasuki rumah, diikuti oleh Marten. Dia berkeliling ke setiap ruangan untuk mencari keberadaan Anike.

"Kenapa aku merasa rumahmu menjadi jauh lebih ramai?" celetuk Marten keheranan.

"Aku sudah mempekerjakan asisten rumah tangga setiap hari," ujar Carlen.

"Tumben? Kau tidak merasa terganggu dengan kegaduhan lagi?" Marten yang berjalan di samping Carlen, menatap kakaknya dengan takjub.

"Aku bosan suasana sepi," sahut Carlen sambil terus mencari keberadaan Anike. "Di mana dia?" gerutunya.

"Mungkin di dapur," cetus Marten.

"Betul juga." Carlen mengikuti saran Marten. Dia langsung berbelok ke arah dapur. Benar dugaan sang adik, Anike ternyata tengah asyik memasak bersama beberapa asisten rumah tangga. Sesekali dirinya tertawa renyah mendengar candaan teman-teman barunya itu.

Akan tetapi, taw
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Masalah Lagi

    Carlen tertawa lebar saat dia tiba lebih dulu di gedung apartemen Marten. Setelah memarkirkan mobilnya di area parkir basement, Carlen bergegas menuju lobi. Dia menghampiri seorang penjaga gedung sambil memasang wajah garang. "Beri aku akses ke apartemen Marten Meier," titah Carlen setengah membentak. "Ah, anda lagi." Penjaga gedung itu setengah mengeluh. "Kenapa memangnya? Cepat berikan padaku!" sentak Carlen. Dia makin panik tatkala mendengar suara Marten yang berteriak seraya mendekat ke arahnya. "Apa kau mau kutuntut, hah!" Carlen meraih krah kemeja si penjaga gedung dan menariknya kencang. "Cepat berikan akses ke apartemen adikku, atau kau akan kulaporkan ke polisi atas tuduhan melindungi kejahatan!" ancamnya, membuat si penjaga gedung ketakutan. Pria muda itu buru-buru mengeluarkan kartu akses, lalu menempelkannya pada mesin pemindai di sisi pintu lift. "Keputusan yang bagus!" Carlen menepuk pundak penjaga gedung itu sebelum masuk ke dalam lift. Saat pintu sudah hampir tertut

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Siasat Anike

    "Halo!" Sesosok wanita cantik jelita berambut pirang, berjalan gemulai mendekat ke arah Carlen. Dia berdiri penuh percaya diri di antara Carlen dan Anike. Tanpa sungkan, Bertha mencium pipi kiri dan kanan pria tampan itu tanpa memedulikan tatapan Anike yang menakutkan."Dia, kan ...." Anike menjeda kata-katanya sambil menggali memori saat dirinya masih berada di Jerman. "Dia yang datang ke kantor anda waktu itu," lanjutnya seraya menoleh pada Marten yang tersenyum penuh arti."Iya, namanya Bertha. Dia salah satu kekasih suamimu," ujar Marten.Seketika Anike melotot. Dia menggeleng seolah tak percaya pada apa yang baru saja dikatakan oleh Marten. "Tanyakan saja pada Carlen," ucap Marten enteng.Dengan dada bergemuruh, Anike berdiri dan menarik bagian belakang dress Bertha supaya mundur. "Tidak sopan sekali. Cium-cium suami orang di depan istrinya," geramnya. "Oh, bukankah kau kekasih Marten?" Bertha mengarahkan telunjuk lentiknya pada Anike. "Jangan mengada-ada, ya. Aku adalah istri

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Tenggelam

    Semalam sudah Bertha menginap. Tak jarang wanita itu menunjukkan sikap manja pada Carlen, baik pada saat makan malam, maupun saat sarapan seperti pagi ini. "Kau akan mengajakku jalan-jalan ke mana?" tanya Bertha. Dia sedikit memperlihatkan raut tak suka ketika Carlen sama sekali tak menanggapi. Pria rupawan bermata biru itu malah asyik disuapi oleh Anike sambil sesekali mencubit gemas pipi istrinya. "Percaya diri sekali kau, Bertha. Untuk apa aku mengajakmu jalan-jalan? Bukankah Marten yang membawamu kemari? Seharusnya dia yang bertanggung jawab menyenangkanmu," sahut Carlen acuh tak acuh. Mendengar hal itu, Marten yang sedang mengunyah langsung tersedak. Buru-buru dia meraih segelas air dan meneguknya. "Kenapa tiba-tiba cuaca terasa panas sekali, ya? Apa AC-mu rusak, Carlen?" tanya Marten mengalihkan pembicaraan. "Ck!" Carlen berdecak pelan. "Sudahlah, terserah kalian berdua mau melakukan apapun juga. Asal jangan mengganggu aku dan Anike!" tegasnya. Bertha mendengkus kesal. Betap

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Tenaga Bantu

    Anike terbatuk-batuk sambil memuntahkan air. Dengan raut cemas, Carlen menepuk-nepuk punggung istrinya sampai batuknya mereda. "Anike dan Bertha sempat berkelahi," tutur Marten setelah melihat kondisi Anike yang mulai tenang. "Benarkah itu?" Carlen langsung menoleh ke arah Bertha yang membeku ketakutan. Carlen pun berdiri menghampiri. Iris mata birunya menatap tajam ke wajah cantik yang tengah berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. "Ka-kami hanya salah paham sedikit," dalih Bertha seraya memalingkan muka. "Ini merupakan suatu kesalahan karena telah mengizinkanmu datang ke sini," geram Carlen. "Aku memang tak berniat untuk berlama-lama di Jakarta. Aku akan berlibur di villa pribadiku di Bali," sanggah Bertha. "Seharusnya dulu aku tidak menghubungi ataupun meminta bantuanmu lagi," sesal Carlen. Dia terus memperhatikan sikap Bertha yang serba salah. "A-aku tidak sengaja mendorongnya masuk ke dalam kolam renang!" Bertha terbata membela diri. "Aku tidak ingin mendengar alasanmu, Be

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Gadis Desa

    "Wah." Mata Saodah membulat saat mengamati Marten yang sedari tadi luput dari perhatiannya. "Ini adiknya Nak Carlen?" tanya Saodah takjub. "Betul, Mak. Dia yang akan membantu emak menyiapkan pesta pernikahan," jawab Anike. "Mak bisa suruh apa saja ke dia. Menyapu, mengepel lantai, atau membantu Abah membangun kolam." "Menguras kolam saja, Ke. Kebetulan semua ikannya mau abah jaring," sela Abdul Manaf. "Apa!" Mata biru Marten melotot tanda protes. "Aku tidak mempunyai banyak waktu di sini. Aku harus secepatnya kembali ke Jerman," tolak Marten. "Oh, tidak bisa." Anike menggoyang-goyangkan jari telunjuknya. "Sesuai perjanjian, anda harus tinggal di sini sampai masa hukuman selesai," tegasnya. "Kapan masa hukumanku selesai?" Marten yang gugup, menelan ludah berkali-kali. "Sampai aku puas," timpal Anike seraya tersenyum lebar. "Bagus sekali!" Carlen terbahak sambil bertepuk tangan. Dia terlihat sangat puas melihat Marten kalah oleh sang istri. "Nikmatilah waktumu selama di sini." "J

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Tragedi Tepi Sungai

    Marten meraih sepotong t-shirt dari dalam ransel yang dia bawa dari Jakarta tadi. Dia melompati jendela dengan mudahnya. Sambil menyampirkan T-shirt di pundak lebarnya, Marten berjalan santai mengekor gadis-gadis yang saling berbisik beberapa meter di depan. Samar-samar dia mendengarkan para gadis yang asyik membicarakan dirinya. Satu hal yang bisa dia tangkap adalah semua gadis yang ada di sana, memuji dirinya tampan. Marten senyum-senyum sendiri dengan sorot mata yang terlihat begitu bangga. Dia tak tahan untuk mengucapkan terima kasih pada gadis yang berjalan paling belakang di gerombolan. Marten mencolek pundak si gadis. Tak disangka, sang gadis begitu terkejut sampai dia berjingkat saat ujung jemari Marten menyentuhnya. Begitu pula Marten yang sama terkejutnya. "Eh, maaf, maaf. Aku tak bermaksud membuatmu kaget," ucapnya. Gadis itu menggeleng sambil tersenyum malu-malu. Untuk sesaat, Marten terpesona oleh wajah cantik nan polos itu. Parasnya yang berbalut kulit kuning langsat

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Budak Cinta

    Anike dan Carlen tengah berkencan di ruang tamu. Mereka berdua asyik bercengkerama. Tak jarang Carlen mencuri-curi ciuman dari sang istri. Sementara Anike membalasnya dengan cubitan mesra di pipi dan pinggang. Namun, kemesraan itu harus terjeda ketika Marten masuk ke dalam rumah sambil senyum-senyum sendiri. "Kenapa berhenti? Lanjutkan pacarannya. Anggap saja aku tak ada di sini," ucap Marten santai saat pasangan suami istri itu menatap heran ke arahnya. "Darimana, Marten? Perasaan tadi kau masuk ke dalam kamar?" tanya Carlen bingung. "Kau tidak perlu tahu." Marten mengedipkan sebelah mata, kemudian berlalu begitu saja menuju kamarnya, membuat Carlen dan Anike semakin bertanya-tanya. Dua sejoli itu saling pandang sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali bermesraan. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Malam datang menjelang. Di kampung Anike, jam sembilan malam terasa seperti tengah malam. Warga lebih suka bergelung di balik selimut di kamar masing-masing. Seperti halnya Mar

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Daster Merah

    Kegiatan menguras kolam ikan berlangsung sampai jam delapan pagi. Mereka baru berhenti setelah semua ikan berhasil ditangkap. Kolam tersebut menyisakan lumpur hitam yang semburat tak beraturan, akibat perang lumpur yang sempat berlangsung. "Aku merasa badanku gatal-gatal," gerutu Marten yang lebih dulu melompat keluar dari kolam. "Nak Marten mau mandi?" tanya Saodah. "Itu sudah pasti. Aku tidak tahan baunya," jawab Marten sambil bersungut-sungut. "Kalau begitu, harus antri. Di sini emak yang berhak masuk ke kamar mandi lebih dulu!" ujar Abdul Manaf. "Kalian punya berapa kamar mandi?" Marten menautkan alisnya. "Satu." Abdul Manaf tersenyum lebar seraya menepuk pundak Marten. "Apa! Jadi, aku harus antri?" Marten menunjuk batang hidungnya yang mancung. "Kau urutan terakhir," sahut Carlen enteng. Dia melangkah santai melewati Marten sambil merangkul Anike. "Sialan!" umpat Marten. Dia sudah tak taha

Latest chapter

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Anugerah Terindah

    "Anike!" seru Carlen seraya melemparkan pistol yang berhasil dia rebut dari Diana, ke arah Marten. Marten sigap menangkap pistol tersebut dan menyembunyikannya di balik pinggang. Sementara Maya berteriak histeris melihat Anike yang terkulai. Dia menghambur bersamaan dengan Carlen yang mengangkat tubuh istrinya. Diana sendiri hanya bisa berdiri terpaku. Tubuhnya membeku melihat Anike yang bersimbah darah. "Awasi Diana! Aku akan membawa Anike ke rumah sakit!" titah Carlen yang tak memedulikan apapun lagi. Dia membopong sang istri yang tak sadarkan diri menuju mobil mewah yang masih terparkir di halaman."Ya, Tuhan! Ada apa ini, Tuan?" Yanto berlari tergopoh-gopoh mendekati majikannya. "Siapkan mobil! Antarkan aku ke rumah sakit!" seru Carlen. Tanpa membuang waktu, Yanto segera membukakan pintu mobil dan membantu membaringkan Anike di jok belakang. Dia meletakkan kepala Anike di pangkuan Carlen. Setelah memastikan bahwa Carlen dan Anike berada pada posisi nyaman, Yanto bergegas duduk

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Kemeja Putih

    "Kenapa, Tuan?" tanya Anike curiga. Diperhatikannya wajah tampan sang suami yang seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Kita harus pulang sekarang," ucap Carlen tanpa menjawab pertanyaan Anike. "Kamu juga Maya. Kemasi barang-barangmu sekarang juga. Kita akan kembali ke Jakarta sekarang sebelum bertolak ke Jerman," ajak Marten. Anike dan Maya tak membantah sama sekali. Setelah memberi pengertian pada Saodah dan Abdul Manaf, serta berpamitan pada para tamu, dua pasang mempelai itu bergegas meninggalkan gedung resepsi. Carlen dan Anike kembali ke rumah Abdul Manaf, sedangkan Marten membantu Maya bersiap-siap. Satu jam kemudian, sopir pribadi Carlen datang menjemput. Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, membuat Anike semakin was-was. "Sebenarnya ada apa ini, Tuan?" desaknya. Carlen yang duduk di samping Anike, hanya bisa menarik napas panjang. Butuh waktu lama baginya untuk menjawab pertanyaan sang istri. "Ini tentang Diana," ucap Carlen pada akhirnya. "Kenapa lagi dia?"

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Take Her Away

    Maya ragu-ragu menatap Marten. Pria di hadapannya itu sungguh bersikap di luar dugaan. Pertemuan mereka yang singkat sama sekali tak membuat Marten ragu untuk melamar Maya. "Apa anda yakin, Tuan?" tanyanya hati-hati. "Seratus persen!" jawab Marten tegas. "Meskipun kita baru saja bertemu dan berkenalan?" tanya Maya lagi, sekadar untuk memastikan. "Aku bukan pria plin-plan. Sekali 'iya', maka selamanya akan tetap seperti itu. Aku ingin menikahi dan membawamu pergi," jelas Marten. "Nanti kalau anda tidak cocok dengan sifat dan kebiasaanku, bagaimana? Saya orangnya suka ngambekan," ungkap Maya. "Suka kentut juga," sahut Tatang. "Makannya banyak!" Engkos Kusnandar juga tak mau kalah. "Itu semua adalah resiko yang harus kuterima dengan lapang dada," ucap Marten. "Aku sudah mempunyai modal awal, yaitu perasaan jatuh cinta padamu. Seharusnya rasa itu saja sudah cukup untuk mengatasi semua hal-hal tak menyenangkan yang mungkin muncul di masa yang akan datang," lanjutnya. "Tuan ...." Ma

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Lamaran Mendadak

    "Aku pergi dulu," ucap Marten. Dia tak memedulikan tugasnya sebagai pendamping Carlen di pelaminan. Marten malah berlari turun mengejar Maya. "Hei, sedang apa?" sapanya pada gadis cantik itu.Maya sedikit terkejut dan langsung menoleh. "Eh, Tuan," jawabnya balas menyapa. "Sedang membantu menghidangkan makanan untuk para tamu."Buat apa? Sudah ada wedding organizer yang mengurus segalanya. Ikut aku saja," ajak Marten. Dia menggandeng Maya keluar dari gedung, menuju ke taman belakang. "Mau apa ke sini, Tuan?" tanya Maya keheranan."Tidak ada. Hanya ingin mengobrol saja. Di dalam terlalu banyak orang. Selain itu, aku tak suka dipajang seperti patung," gerutu Marten."Itu namanya bukan dipajang, Tuan. Anda itu mewakili keluarga Tuan Carlen,' tutur Maya."Ah, ribet sekali. Aku tidak suka. Seharusnya cukup dua orang itu saling mencintai. Kalaupun menikah, tidak perlu mengundang banyak orang seperti ini. Merepotkan saja." Marten terus mengungkapkan rasa kesalnya."Nanti kalau anda menikah,

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Pesta Kampung

    "Berikan aku alamatnya!" desak Diana. "Maaf, saya sendiri juga tidak tahu," jawab Yanto. "Jangan bohong kamu, ya!" Diana nekat maju, mendekati Yanto. Tanpa ragu, dia menarik krah seragam satpam yang Yanto kenakan. "Cepat berikan alamat mertua Carlen! Atau aku akan ...." "Ada ribut-ribut apa ini?" tanya seseorang, memotong kalimat Diana begitu saja. Wanita itu segera melepaskan cengkeramannya dari Yanto dan menoleh ke arah suara. "Oh, Pak Pandu rupanya." Diana tersenyum sinis. "Silakan anda pergi dari sini kalau tidak ingin saya panggilkan polisi," ancam Pandu dengan raut datar. "Anda tidak bisa memaksa saya!" Diana malah mengangkat dagu, seolah menantang Pandu. "Anda sudah cukup banyak membuat masalah, Bu Diana. Mulai dari menjebak Tuan Carlen, melukai, menipu serta terlibat dalam penculikan terhadap Nyonya Anike. Jika Tuan Carlen berkenan memproses kasus ini ke jalur hukum, maka saya dapat memastikan bahwa anda akan mendekam lama di penjara. Apalagi koneksi Tuan Carlen terhada

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Dua Sisi

    Beberapa hari telah berlalu, kini Marten telah terbiasa melakukan segala pekerjaan rumah tangga. Mulai dari menyapu, mengepel dan mencuci piring. Dia bahkan bisa mencuci bajunya sendiri dengan cara manual. Selama waktu itu, dia juga semakin akrab dengan Maya. Seperti siang itu saat mereka berdua berbincang santai di teras depan. "Kapan teh Anike datang?" tanya Maya basa-basi. "Kabarnya sih hari ini. Tadi dia meneleponku," jawab Marten. "Anda sampai kapan di sini?" tanya Maya lagi. "Mungkin sampai selesai resepsi. Kenapa?" Marten balik bertanya. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Maya dan menatap paras cantik itu dengan sorot penuh kekaguman. "Tidak apa-apa." Maya menggeleng pelan seraya memalingkan muka. Dia sama sekali tak terbiasa beradu pandang dalam jarak yang sedekat itu. "Apa kamu mau ikut denganku?" tawar Marten tiba-tiba, membuat Maya langsung menoleh ke arahnya. "Ikut? Ke ... kemana?" tanya gadis lugu itu terbata. "Kita ke Jakarta dulu, setelah itu aku akan men

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Air Mata Bawang

    Tanpa memedulikan celotehan Abdul Manaf, Marten langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Pisau yang digunakan untuk membersihkan sisik ikan, Marten lemparkan ke atas tanah. "Hei, Nak Marten! Mau ke mana?" tanya Abdul Manaf keheranan. Tak hanya dirinya, bapak-bapak yang lain pun bingung melihat tingkah pria asli Jerman itu. "Ikannya masih banyak yang belum dibersihkan!" teriaknya. Akan tetapi, Marten tetap tak memedulikan panggilan itu. Fokus utamanya hanyalah Maya. Gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dalam balutan daster merah. Wajahnya terlihat amat menawan meskipun tak berpoleskan make up sama sekali. "Hei! Ayo, bantu aku memutilasi ikan," ajak Marten sesaat setelah dirinya berhasil menyusul Maya dan mencekal lengannya. "Hah?" Maya langsung menoleh sambil mengernyitkan dahi. "Itu, membuang sisik ikan dan membelah perutnya," ujar Marten seraya mengarahkan telunjuknya pada Abdul Manaf bersama sekum

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Daster Merah

    Kegiatan menguras kolam ikan berlangsung sampai jam delapan pagi. Mereka baru berhenti setelah semua ikan berhasil ditangkap. Kolam tersebut menyisakan lumpur hitam yang semburat tak beraturan, akibat perang lumpur yang sempat berlangsung. "Aku merasa badanku gatal-gatal," gerutu Marten yang lebih dulu melompat keluar dari kolam. "Nak Marten mau mandi?" tanya Saodah. "Itu sudah pasti. Aku tidak tahan baunya," jawab Marten sambil bersungut-sungut. "Kalau begitu, harus antri. Di sini emak yang berhak masuk ke kamar mandi lebih dulu!" ujar Abdul Manaf. "Kalian punya berapa kamar mandi?" Marten menautkan alisnya. "Satu." Abdul Manaf tersenyum lebar seraya menepuk pundak Marten. "Apa! Jadi, aku harus antri?" Marten menunjuk batang hidungnya yang mancung. "Kau urutan terakhir," sahut Carlen enteng. Dia melangkah santai melewati Marten sambil merangkul Anike. "Sialan!" umpat Marten. Dia sudah tak taha

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Budak Cinta

    Anike dan Carlen tengah berkencan di ruang tamu. Mereka berdua asyik bercengkerama. Tak jarang Carlen mencuri-curi ciuman dari sang istri. Sementara Anike membalasnya dengan cubitan mesra di pipi dan pinggang. Namun, kemesraan itu harus terjeda ketika Marten masuk ke dalam rumah sambil senyum-senyum sendiri. "Kenapa berhenti? Lanjutkan pacarannya. Anggap saja aku tak ada di sini," ucap Marten santai saat pasangan suami istri itu menatap heran ke arahnya. "Darimana, Marten? Perasaan tadi kau masuk ke dalam kamar?" tanya Carlen bingung. "Kau tidak perlu tahu." Marten mengedipkan sebelah mata, kemudian berlalu begitu saja menuju kamarnya, membuat Carlen dan Anike semakin bertanya-tanya. Dua sejoli itu saling pandang sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali bermesraan. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Malam datang menjelang. Di kampung Anike, jam sembilan malam terasa seperti tengah malam. Warga lebih suka bergelung di balik selimut di kamar masing-masing. Seperti halnya Mar

DMCA.com Protection Status