Share

Dendam

Penulis: Ayaya Malila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Setelah 24 jam berada di ruang ICU, kini kondisi Carlen sudah mulai stabil. Dia kemudian dipindahkan ke ruang perawatan biasa.

Anike dengan setia menemani. Tak sedetikpun dia beranjak dari sisi ranjang Carlen, walaupun di ruang perawatan VVIP tersebut, terdapat sofa dan tempat istirahat khusus bagi pendamping pasien. Anike terkantuk-kantuk menyandarkan kepalanya di tepian ranjang.

"Buatkan aku kopi, Anike."

Suara Carlen membuat Anike tersadar sepenuhnya. Dia langsung mengangkat kepala dan mendekatkan wajahnya pada sang suami. "Tuan? Anda sudah sadar?" serunya penuh haru.

"Aku ingin kopi," pinta Carlen lagi.

"Ini di rumah sakit. Tidak ada kopi untuk pasien seperti anda," ujar Anike.

"Rumah sakit?" ulang Carlen seraya memegangi kepalanya. "Oh, iya. Tadi malam perutku sakit sekali."

"Bagaimana rasanya sekarang, Tuan?" tanya Anike lembut.

Carlen tak segera menjawab. Dia menoleh kepada Anike dan menatap paras cantik itu lekat-lekat.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Pijatan Mesra

    "Bicara apa kamu, Tuan Marten?" Ekspresi Diana mendadak berubah tegang. "Rasa marah yang luar biasa, memang bisa mematikan logika. Aku pernah mengalaminya," tutur Marten kalem. "Aku tidak mengerti sama sekali." Diana berdecak kesal. "Kutegaskan sekali lagi bahwa aku tidak memiliki dendam terhadap Carlen!" "Anda tidak dendam, hanya emosi sesaat. Betul begitu?" pancing Marten. Diana tak menanggapi. Dia hanya menunjukkan raut gelisah. "Tidak apa-apa, Nyonya Diana. Aku mengerti. Setiap orang tak lepas dari berbuat kesalahan. Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana kita dapat belajar dengan cepat dari kesalahan itu," ucap Marten bijak. "Sebenarnya kamu mau apa? Tidak usah bertele-tele!" sentak Diana tak sabar. "Begini ...." Marten yang awalnya menyandarkan punggung di sofa, beringsut maju dan mencondongkan tubuhnya. "Seperti yang sudah kukatakan tadi, aku bersedia membantu anda untuk membalaskan dendam. Bukan kepada Carlen, melainkan pada Anike." Diana menahan napas saat men

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Sweet Carlen

    Carlen duduk di belakang meja kerja sambil melipat kedua tangan di dada. Pandangannya terarah pada Pandu, tetapi pikirannya terbang ke tempat Anike berada. Tadi dirinya sudah memperingatkan sang istri agar tidak berpakaian lebih dulu. Anike harus menunggu sampai Carlen selesai berbincang dengan Pandu. "Aku tidak mempunyai banyak waktu," ucap Carlen sebelum Pandu sempat berbicara. "Memangnya anda mau ke mana?" tanya Pandu. "Aku tidak ingin membuat Anike kedinginan," jawab Carlen yang membuat Pandu semakin kebingungan. "Ah, sudahhlah. Sebenarnya hal penting apa yang ingin kau bicarakan?" Pandu menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Ini tentang Nyonya Diana," ujarnya. "Apa kau sudah menemukan bukti keterlibatannya?" Suara Carlen terdengar begitu berat dan dalam. "Tuan, tanpa diselidiki pun, sudah terlihat jelas bahwa Nyonya Diana berniat untuk mencelakai anda," tutur Pandu. "Seperti dulu. Apa anda tidak ingat?" Carlen terdiam tak menanggapi. Dia menyandarkan punggun

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Satu Lawan Satu

    "Tidak seharusnya anda kemari," desis Pandu yang tak menunjukkan sikap takut maupun tunduk sama sekali. "Kenapa? Apa karena ada Anike di sini?" Marten menyunggingkan senyuman sinis. Pandu terkesiap untuk sesaat, sebelum kembali bersikap biasa. "Jadi, apa yang akan anda lakukan? Tuan Carlen dan Nyonya Anike masih terikat hubungan pernikahan yang sah secara agama. Anda tidak dapat memisahkan mereka berdua," tegasnya. "Kenapa kau berpikir bahwa aku akan memisahkan mereka berdua?" Marten memicingkan mata. "Oh!" serunya tiba-tiba sambil mengangkat satu telunjuk ke udara. "Jangan-jangan ...." Marten mendekatkan wajahnya pada Pandu. "Apa kau jatuh cinta pada Anike juga?" terkanya seraya tersenyum lebar. "Kau jatuh cinta pada istri majikanmu!" Marten mengarahkan telunjuknya pada Pandu. "Jaga mulut anda, Tuan!" sentak Pandu dengan muka memerah. "Berani kau membentakku, hah!" balas Marten. "Apakah harus kuingatkan siapa kau dan di mana kedudukanmu?" geramnya dengan tangan mengepal. "Saya

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Meine Liebe

    "Ada apa, Sayang?" tanya Carlen lembut. Sontak Anike menoleh pada suaminya dengan raut tak percaya. "Anda bilang apa barusan? Anda memanggilku siapa?" cecarnya. "Sayang, apa yang salah?" Carlen menautkan alisnya. "Ya, ampun. Anda memanggilku 'Sayang'. Aku meleleh." Anike meliuk-liukkan tubuhnya bagaikan ular di depan Carlen, sambil menangkup pipinya sendiri dengan kedua tangan. "Sedang apa kau, Anike? Aneh sekali," cemooh Carlen seraya tertawa. Mulai detik itu, sepertinya dia harus terbiasa dengan segala tingkah istrinya yang sedikit tak masuk akal. "Coba panggil aku lagi dengan panggilan tadi, Tuan," pinta Anike manja. Satu sisi lain yang baru saja diketahui oleh Carlen. "Ayoo!" suruh Anike tak sabar. "Ya, ampun." Carlen mendengkus kesal. "Tidak ada yang istimewa dari kata 'Sayang'," gerutunya. "Tentu saja ada." Anike berjalan memutari meja kerja Carlen, lalu duduk di pangkuannya tanpa a

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Rencana Jahat

    Anike tak menjawab. Dia langsung mematikan teleponnya, lalu buru-buru masuk ke dalam mobil. "Kenapa, Neng? Kok seperti ketakutan begitu?" tanya Joni heran. "Nggak apa-apa, Pak. Jalan, yuk. Ke alamat ini, ya." Anike menunjukkan peta lokasi yang ada di ponselnya kepada Joni. "Oh, lumayan jauh dari sini, Neng. Mudah-mudahan jalanan nggak macet," ujar Joni seraya duduk di balik kemudi dan menyalakan mesin mobilnya. Kendaraan melaju dengan kecepatan sedang. Joni menyetir sambil bersenandung lirih, sedangkan angan Anike terus membayangkan suara yang sempat meneleponnya tadi. "Untuk apa dia ingin berbicara denganku, ya? Kenapa perasaanku tidak enak?" gumam Anike pada diri sendiri. Sesaat kemudian, fokus Anike teralihkan pada Joni. Dia menepuk pelan pundak sopir pribadi Carlen tersebut. "Pak, Pak Joni kenal akrab dengan Tuan Marten tidak?" tanyanya. Joni menoleh sekilas pada Anike sebelum kembali fokus ke jalan raya. "Saya tidak akrab, Neng. Tuan Marten juga suka bicara seperlunya," tera

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Mencari Carlen

    "Di mana bos kalian?" tanya Carlen pada salah seorang pegawai. "Oh, tadi Bu Diana ke kamar kecil, Tuan," jawab pegawai itu. "Kenapa lama sekali?" gerutu Carlen. "Padahal biasanya Bu Diana tidak pernah berlama-lama di toilet," celetuk seorang pegawai yang lain. "Biar kuperiksa," putus Carlen. Kemudian dia teringat bahwa terdapat kamar kecil di setiap lantai. "Di kamar kecil yang mana?" tanyanya pada pegawai tadi. "Sepertinya di atas, Tuan. Bu Diana tadi naik ke ruangannya," jelas pegawai itu. Tak ingin membuang waktu, Carlen bergegas naik ke lantai dua. Ternyata, kamar kecil di lantai itu kosong, sehingga Carlen memutuskan untuk naik ke lantai berikutnya. Lantai tiga khusus dijadikan ruang kerja Diana. Walaupun tak seberapa luas, tetapi ruangan itu termasuk mewah dan dilengkapi dengan berbagai macam perabot modern. "Diana?" panggil Carlen. Perasaannya menjadi sedikit aneh saat melihat suasana yang terlalu sepi. "Diana?" panggilnya lagi. Pandangan Carlen terkunci pada ruangan

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Prasangka Buruk

    Anike tak mempedulikan apapun. Dia berlari secepat mungkin ke lantai bawah, demi melihat keadaan Carlen."Tuan!" seru Anike nyaring. Direngkuhnya tubuh yang lemah tergeletak di atas tanah itu. Anike kemudian membaringkan kepala Carlen di pangkuannya."Maaf, Neng," ucap Joni yang baru saja keluar dari mobil Carlen. Dia berjalan tergesa, lalu berdiri di depan Anike dengan raut tegang. "Tadi di luar gerbang, saya melihat laki-laki keluar dari mobil Tuan Carlen. Sepertinya orang itu membantu mengemudikan mobil Tuan," terangnya."Siapa laki-laki itu, Pak?" tanya Anike."Saya kurang tahu, karena tadi saya fokus mengambil alih kemudi dan memarkirkan mobil Tuan," jawab Joni."Telepon ambulans saja, Anike!" cetus Lula yang berdiri di belakangnya."Marten ...." Carlen merintih pelan."Aku di sini, Tuan. Tidak ada Marten di sini, Meine Leibe," ucap Anike yang tidak dapat menyembunyikan rasa paniknya."Marten keterlaluan ...." gumam Carlen lagi."Apa dia yang melakukan ini padamu? Untuk apa dia m

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Ragu

    "Apa Tuan Carlen tidak pernah bercerita?" tanya Pandu hati-hati."Pernah, sih. Tapi tidak lengkap," sahut Anike. Sebenarnya, dia ingin bercerita banyak pada Pandu. Namun, tiba-tiba Anike mendengar suara percakapan lain di sekitarnya. "Nanti saya hubungi lagi ya, Pak. Terima kasih," ucapnya seraya mengakhiri telepon.Anike lalu berjalan mengendap menuju arah suara. Di sisi lain dapur, terdapat ruangan kecil yang khusus digunakan untuk membersihkan peralatan makan dan memasak.Anike melongok ke dalam sana. Tampaklah Lula yang sedang bertelepon sambil tertawa kecil. Gadis cantik asli Jerman itu duduk di sebelah bak pencuci piring sambil menggerak-gerakkan kakinya.Diam-diam, Anike menajamkan pendengaran demi mendenagr percakapan Lula dengan seseorang. Saat itu, Lula tidak menggunakan bahasa Jerman, melainkan bahasa Indonesia. Hal itu membuat Anike terheran-heran.Tak dapat lagi menyembunyikan rasa ingin tahu, Anike bergegas menghampiri adi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Anugerah Terindah

    "Anike!" seru Carlen seraya melemparkan pistol yang berhasil dia rebut dari Diana, ke arah Marten. Marten sigap menangkap pistol tersebut dan menyembunyikannya di balik pinggang. Sementara Maya berteriak histeris melihat Anike yang terkulai. Dia menghambur bersamaan dengan Carlen yang mengangkat tubuh istrinya. Diana sendiri hanya bisa berdiri terpaku. Tubuhnya membeku melihat Anike yang bersimbah darah. "Awasi Diana! Aku akan membawa Anike ke rumah sakit!" titah Carlen yang tak memedulikan apapun lagi. Dia membopong sang istri yang tak sadarkan diri menuju mobil mewah yang masih terparkir di halaman."Ya, Tuhan! Ada apa ini, Tuan?" Yanto berlari tergopoh-gopoh mendekati majikannya. "Siapkan mobil! Antarkan aku ke rumah sakit!" seru Carlen. Tanpa membuang waktu, Yanto segera membukakan pintu mobil dan membantu membaringkan Anike di jok belakang. Dia meletakkan kepala Anike di pangkuan Carlen. Setelah memastikan bahwa Carlen dan Anike berada pada posisi nyaman, Yanto bergegas duduk

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Kemeja Putih

    "Kenapa, Tuan?" tanya Anike curiga. Diperhatikannya wajah tampan sang suami yang seolah tengah menyembunyikan sesuatu. "Kita harus pulang sekarang," ucap Carlen tanpa menjawab pertanyaan Anike. "Kamu juga Maya. Kemasi barang-barangmu sekarang juga. Kita akan kembali ke Jakarta sekarang sebelum bertolak ke Jerman," ajak Marten. Anike dan Maya tak membantah sama sekali. Setelah memberi pengertian pada Saodah dan Abdul Manaf, serta berpamitan pada para tamu, dua pasang mempelai itu bergegas meninggalkan gedung resepsi. Carlen dan Anike kembali ke rumah Abdul Manaf, sedangkan Marten membantu Maya bersiap-siap. Satu jam kemudian, sopir pribadi Carlen datang menjemput. Mereka masuk ke dalam mobil dengan tergesa-gesa, membuat Anike semakin was-was. "Sebenarnya ada apa ini, Tuan?" desaknya. Carlen yang duduk di samping Anike, hanya bisa menarik napas panjang. Butuh waktu lama baginya untuk menjawab pertanyaan sang istri. "Ini tentang Diana," ucap Carlen pada akhirnya. "Kenapa lagi dia?"

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Take Her Away

    Maya ragu-ragu menatap Marten. Pria di hadapannya itu sungguh bersikap di luar dugaan. Pertemuan mereka yang singkat sama sekali tak membuat Marten ragu untuk melamar Maya. "Apa anda yakin, Tuan?" tanyanya hati-hati. "Seratus persen!" jawab Marten tegas. "Meskipun kita baru saja bertemu dan berkenalan?" tanya Maya lagi, sekadar untuk memastikan. "Aku bukan pria plin-plan. Sekali 'iya', maka selamanya akan tetap seperti itu. Aku ingin menikahi dan membawamu pergi," jelas Marten. "Nanti kalau anda tidak cocok dengan sifat dan kebiasaanku, bagaimana? Saya orangnya suka ngambekan," ungkap Maya. "Suka kentut juga," sahut Tatang. "Makannya banyak!" Engkos Kusnandar juga tak mau kalah. "Itu semua adalah resiko yang harus kuterima dengan lapang dada," ucap Marten. "Aku sudah mempunyai modal awal, yaitu perasaan jatuh cinta padamu. Seharusnya rasa itu saja sudah cukup untuk mengatasi semua hal-hal tak menyenangkan yang mungkin muncul di masa yang akan datang," lanjutnya. "Tuan ...." Ma

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Lamaran Mendadak

    "Aku pergi dulu," ucap Marten. Dia tak memedulikan tugasnya sebagai pendamping Carlen di pelaminan. Marten malah berlari turun mengejar Maya. "Hei, sedang apa?" sapanya pada gadis cantik itu.Maya sedikit terkejut dan langsung menoleh. "Eh, Tuan," jawabnya balas menyapa. "Sedang membantu menghidangkan makanan untuk para tamu."Buat apa? Sudah ada wedding organizer yang mengurus segalanya. Ikut aku saja," ajak Marten. Dia menggandeng Maya keluar dari gedung, menuju ke taman belakang. "Mau apa ke sini, Tuan?" tanya Maya keheranan."Tidak ada. Hanya ingin mengobrol saja. Di dalam terlalu banyak orang. Selain itu, aku tak suka dipajang seperti patung," gerutu Marten."Itu namanya bukan dipajang, Tuan. Anda itu mewakili keluarga Tuan Carlen,' tutur Maya."Ah, ribet sekali. Aku tidak suka. Seharusnya cukup dua orang itu saling mencintai. Kalaupun menikah, tidak perlu mengundang banyak orang seperti ini. Merepotkan saja." Marten terus mengungkapkan rasa kesalnya."Nanti kalau anda menikah,

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Pesta Kampung

    "Berikan aku alamatnya!" desak Diana. "Maaf, saya sendiri juga tidak tahu," jawab Yanto. "Jangan bohong kamu, ya!" Diana nekat maju, mendekati Yanto. Tanpa ragu, dia menarik krah seragam satpam yang Yanto kenakan. "Cepat berikan alamat mertua Carlen! Atau aku akan ...." "Ada ribut-ribut apa ini?" tanya seseorang, memotong kalimat Diana begitu saja. Wanita itu segera melepaskan cengkeramannya dari Yanto dan menoleh ke arah suara. "Oh, Pak Pandu rupanya." Diana tersenyum sinis. "Silakan anda pergi dari sini kalau tidak ingin saya panggilkan polisi," ancam Pandu dengan raut datar. "Anda tidak bisa memaksa saya!" Diana malah mengangkat dagu, seolah menantang Pandu. "Anda sudah cukup banyak membuat masalah, Bu Diana. Mulai dari menjebak Tuan Carlen, melukai, menipu serta terlibat dalam penculikan terhadap Nyonya Anike. Jika Tuan Carlen berkenan memproses kasus ini ke jalur hukum, maka saya dapat memastikan bahwa anda akan mendekam lama di penjara. Apalagi koneksi Tuan Carlen terhada

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Dua Sisi

    Beberapa hari telah berlalu, kini Marten telah terbiasa melakukan segala pekerjaan rumah tangga. Mulai dari menyapu, mengepel dan mencuci piring. Dia bahkan bisa mencuci bajunya sendiri dengan cara manual. Selama waktu itu, dia juga semakin akrab dengan Maya. Seperti siang itu saat mereka berdua berbincang santai di teras depan. "Kapan teh Anike datang?" tanya Maya basa-basi. "Kabarnya sih hari ini. Tadi dia meneleponku," jawab Marten. "Anda sampai kapan di sini?" tanya Maya lagi. "Mungkin sampai selesai resepsi. Kenapa?" Marten balik bertanya. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Maya dan menatap paras cantik itu dengan sorot penuh kekaguman. "Tidak apa-apa." Maya menggeleng pelan seraya memalingkan muka. Dia sama sekali tak terbiasa beradu pandang dalam jarak yang sedekat itu. "Apa kamu mau ikut denganku?" tawar Marten tiba-tiba, membuat Maya langsung menoleh ke arahnya. "Ikut? Ke ... kemana?" tanya gadis lugu itu terbata. "Kita ke Jakarta dulu, setelah itu aku akan men

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Air Mata Bawang

    Tanpa memedulikan celotehan Abdul Manaf, Marten langsung berdiri dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja. Pisau yang digunakan untuk membersihkan sisik ikan, Marten lemparkan ke atas tanah. "Hei, Nak Marten! Mau ke mana?" tanya Abdul Manaf keheranan. Tak hanya dirinya, bapak-bapak yang lain pun bingung melihat tingkah pria asli Jerman itu. "Ikannya masih banyak yang belum dibersihkan!" teriaknya. Akan tetapi, Marten tetap tak memedulikan panggilan itu. Fokus utamanya hanyalah Maya. Gadis itu terlihat sangat cantik dan segar dalam balutan daster merah. Wajahnya terlihat amat menawan meskipun tak berpoleskan make up sama sekali. "Hei! Ayo, bantu aku memutilasi ikan," ajak Marten sesaat setelah dirinya berhasil menyusul Maya dan mencekal lengannya. "Hah?" Maya langsung menoleh sambil mengernyitkan dahi. "Itu, membuang sisik ikan dan membelah perutnya," ujar Marten seraya mengarahkan telunjuknya pada Abdul Manaf bersama sekum

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Daster Merah

    Kegiatan menguras kolam ikan berlangsung sampai jam delapan pagi. Mereka baru berhenti setelah semua ikan berhasil ditangkap. Kolam tersebut menyisakan lumpur hitam yang semburat tak beraturan, akibat perang lumpur yang sempat berlangsung. "Aku merasa badanku gatal-gatal," gerutu Marten yang lebih dulu melompat keluar dari kolam. "Nak Marten mau mandi?" tanya Saodah. "Itu sudah pasti. Aku tidak tahan baunya," jawab Marten sambil bersungut-sungut. "Kalau begitu, harus antri. Di sini emak yang berhak masuk ke kamar mandi lebih dulu!" ujar Abdul Manaf. "Kalian punya berapa kamar mandi?" Marten menautkan alisnya. "Satu." Abdul Manaf tersenyum lebar seraya menepuk pundak Marten. "Apa! Jadi, aku harus antri?" Marten menunjuk batang hidungnya yang mancung. "Kau urutan terakhir," sahut Carlen enteng. Dia melangkah santai melewati Marten sambil merangkul Anike. "Sialan!" umpat Marten. Dia sudah tak taha

  • Menjadi Istri Kontrak Tuan Besar Meier   Budak Cinta

    Anike dan Carlen tengah berkencan di ruang tamu. Mereka berdua asyik bercengkerama. Tak jarang Carlen mencuri-curi ciuman dari sang istri. Sementara Anike membalasnya dengan cubitan mesra di pipi dan pinggang. Namun, kemesraan itu harus terjeda ketika Marten masuk ke dalam rumah sambil senyum-senyum sendiri. "Kenapa berhenti? Lanjutkan pacarannya. Anggap saja aku tak ada di sini," ucap Marten santai saat pasangan suami istri itu menatap heran ke arahnya. "Darimana, Marten? Perasaan tadi kau masuk ke dalam kamar?" tanya Carlen bingung. "Kau tidak perlu tahu." Marten mengedipkan sebelah mata, kemudian berlalu begitu saja menuju kamarnya, membuat Carlen dan Anike semakin bertanya-tanya. Dua sejoli itu saling pandang sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali bermesraan. Tanpa terasa, waktu berjalan begitu cepat. Malam datang menjelang. Di kampung Anike, jam sembilan malam terasa seperti tengah malam. Warga lebih suka bergelung di balik selimut di kamar masing-masing. Seperti halnya Mar

DMCA.com Protection Status