Ansel bisa melihat ketakutan di wajah Ajeng. Tubuh wanita itu bahkan gemetaran. Dia langsung panik."Kumohon jangan takut. Aku hanya ingin memiliki kamu. Aku sangat mencintai kamu, Jeng. Aku mencintai kamu jauh sebelum kamu mengenal Dimas dan Evan. Please, jangan takut," ucapnya sambil menggenggam kedua tangan Ajeng dan menciuminya."Ka-kamu....kenapa? Kita adalah sepupu," tanya Ajeng lirih. "Aku nggak tahu. Aku bahkan nggak sadar kapan aku mencintai kamu. Yang jelas aku merasa nggak rela waktu kamu tiba-tiba saja mengenalkan Dimas ke Pakde sama Bude. Seharusnya aku yang ada di posisi dia, Jeng. Kenapa kamu nggak melihat aku yang selalu ada buat kamu dan rela berkorban apa saja demi kamu?" ucapnya putus asa.Dadanya terasa nyeri. Belasan tahun ia memendam rasa cinta yang teramat besar dan hanya sepihak, belum lagi kecemburuan yang menyakitkan, dan sekarang wanita itu sedang hamil anak dari laki-laki lain.Tiba-tiba timbul pikiran jahat dalam otaknya. Bagaimana jika dia mengorbankan j
"Bukankah bayinya Ella meninggal setelah dilahirkan?" Bukan itu informasi yang diberikan padanya.Ansel mendengkus. "Tentu saja nggak. Bayinya Ella sehat-sehat aja. Tapi sama Johan ditukar sama bayi lain yang udah meninggal. Dia membayar mahal salah satu perawat di rumah sakit itu untuk membantunya."Jennie memastikan jubah yang dikenakannya tidak menutupi kamera yang terpasang di kancing bajunya. Dia harus mendapatkan informasi ini."Terus? Bayinya dibuat ritual juga?" Kali ini dia benar-benar terkejut.Sudah bukan hal yang asing lagi seorang ayah atau ibu mengorbankan anaknya sendiri untuk kepentingan pribadi. Tapi dia kira itu hanya terjadi di negaranya saja."Ya, begitulah. Johan memang gila. Dia sekarang kaya raya. Nggak kayak dulu sebelum mengenal David. Cuma menjadi gigolo-nya Ella." Ansel mendengkus."Ansel." Jennie menatap pria itu dengan sorot mata dibuat seolah-olah sedang ketakutan. "Ap-apakah aku juga mau dijadikan sebagai persembahan? Aku sedang hamil. David sudah tahu k
Evan melonggarkan dasinya setelah sampai di lantai paling atas Palace hotel. Seharian ini dia begitu sibuk sampai-sampai lupa mengabari istrinya bahwa dia akan pulang malam.Pintu penthouse terbuka setelah dia menekan bel, menampakkan Nathan yang masih belum tidur."Di mana istriku?" Suasana penthouse begitu sepi. Tidak ada orang sama sekali selain mereka berdua. Maklum saja, sekarang sudah jam 9 malam. Nina sendiri sudah pulang setelah misi mereka selesai dan kembali ke kamarnya di sebelah penthouse."Sudah masuk ke kamar sejak sore tadi, Sir. Sepertinya sedang dalam mood yang buruk.""Oh ya? Kenapa bisa? Kamu nggak menuruti apa mau dia?" tanya Evan kaget."Sudah. Tapi dia langsung bad mood setelah sampai di sini."Khawatir istrinya stres, Evan buru-buru masuk ke sebelah kamar yang ditempati oleh Jack dan anak istrinya.Dengan pelan, dia membuka pintu kamar. Istrinya sudah tidur ternyata. Dia meletakkan dua kotak makanan berisi koloke dan fuyunghai di atas meja nakas, lalu diam di s
Ajeng yang baru saja sampai di belakang suaminya langsung menjengit kaget ketika melihat Widya, mantan mertuanya, tiba-tiba saja menjerit sambil menunjuk wajahnya."Hei, kamu jangan asal menuduh menantuku, ya! Kamu bisa aku laporkan balik atas kasus fitnah dan pencemaran nama baik! Enak aja nuduh mantuku menyembunyikan anakmu yang nggak berguna itu. Buat apa menantuku menyembunyikan tukang main perempuan macam anak kamu?" bentak Dahlia dengan mata melotot."Ma, ada masalah apa sih?" tanya Evan bingung sambil menyembunyikan Ajeng di balik punggungnya.Widya sudah merangsek maju dengan tangan terulur, mungkin hendak meraih Ajeng atau menjambaknya, namun langsung ditahan oleh dua polisi yang sejak tadi memperhatikan."Tenang, Bu. Anda tidak boleh gegabah dan asal tuduh. Kami harus menanyai mereka terlebih dulu. Jangan asal menuduh tanpa bukti, atau anda akan terkena pasal pencemaran nama baik," ucap salah satu polisi yang memegangi Widya.Wanita itu sepertinya takut, sehingga akhirnya be
"Kenapa, Bu? Dari tadi kok kelihatan gelisah?" Sander menatap ibunya yang terus bergerak tidak nyaman di depan meja makan."Nggak tahu. Perasaan ibu kok nggak enak. Apa ada hubungannya dengan Ajeng ya? Apa ibu sama bapak ke Jakarta saja buat menjenguk dia sekaligus menemui besan?" jawab Sekar."Ajeng mau ke Australia ikut suaminya. Jadi ibu nggak usah khawatir. Kemarin kan sudah aku ceritakan tentang rencana Jack. Yang sekarang sama Ansel itu Ajeng palsu, Bu," jelas Sander.Mendengar penjelasan Sander, Sekar langsung menghembuskan nafas lega."Percaya pada menantu kita, Dek. Evan itu nggak seperti Dimas yang tidak bertanggungjawab. Anak kita sudah berada di tangan yang tepat," sahut Mark, setelah itu kembali melanjutkan sarapannya.Sander memang selalu mendapatkan informasi mengenai perkembangan terkini dari Jack. Dia tidak bisa pergi kemana pun saat ini, karena memang menunggu mereka untuk pergi ke markas David. "Apa aku pergi sendiri saja ke rumahnya Ajeng ya, Mas? Aku pengen berku
Johan tersenyum puas ketika pesawat akhirnya mendarat di Sydney Airport. David tidak akan mengejarnya sampai ke sini, karena dia tidak pernah menceritakan tentang asal-usulnya pada siapapun kecuali pada Ella dan Evan."Finally, I come home," ujarnya dengan semangat baru.Dia akan menetap di kota kelahirannya dan tidak akan kembali lagi ke Indonesia sampai kapanpun. Terserah dengan novel Ella yang membuat namanya tercemar. Toh, dia tidak akan hidup di sana lagi.Bagaimana dengan Nadia? Johan mendengkus. Jalang itu hanyalah selingan saja. Cepat membuatnya bosan.Kakinya menuruni tangga pesawat, mengikuti penumpang lainnya yang sudah lebih dulu turun. Bibirnya tak henti-hentinya tersenyum. Dia akan menemui pujaan hatinya setelah ini. Calon istri yang akan mengandung anak-anaknya, yang ia tinggalkan karena kondisi ekonomi orangtuanya sedang kacau beberapa tahun yang lalu."Sorry, Sir. Kami harus menahan anda."Senyum Johan lenyap ketika beberapa polisi dan keamanan bandara mencegatnya. Di
"Bro! Gimana kabarmu?" Sander memeluk Jack yang baru saja datang sambil menepuk bahu pria itu."Tidak pernah lebih baik. Bagaimana keadaan ayahmu?" tanya Jack."Semakin membaik setiap harinya. Syukurlah dia tidak mengalami nervous breakdown setelah tahu situasinya.""Kamu tahu pria tidak akan seperti itu. Wanita yang biasanya begitu," celetuk Jack.Mereka tertawa sejenak, sebelum masuk ke dalam rumah."Ayo makan dulu. Istri dan anakmu nggak ikut?" kata Sander."Tentu saja aku melarangnya. Dia tidak perlu melihat bajingan itu lagi. Tidak penting juga."Dari arah dalam, Sekar menyambut mereka dengan senyum merekah. Wanita itu terkejut ketika melihat Jack untuk pertama kalinya setelah sebelumnya selalu diceritakan oleh Sander."Tinggi banget. Bahkan lebih tinggi dari bapakmu, Nak," celetuk Sekar sambil mendongak.Jack tersenyum dengan telinga memerah. Menyambut uluran tangan Sekar dan menyalaminya."Senang bertemu dengan anda, Ma'am. Anda memang secantik yang diceritakan oleh putra anda,
Suara musik yang keras membuat Ansel tersentak. Kepalanya berdenyut-denyut dan telinganya berdenging setiap kali suara bass dan drum terdengar.Dia mengerang keras. Tangannya hendak memegang kepalanya, namun seperti terhalang sesuatu. Kedua matanya mulai terbuka dengan perlahan. Pandangannya sedikit kabur.Beberapa kali mengerjap sambil menahan sakit di kepalanya karena dentuman musik yang begitu keras, membuat pandangan Ansel akhirnya jelas. Keningnya mengernyit ketika melihat orang-orang yang kemarin lusa mengikuti ritual di puncak, kini berjoget dengan liar sambil memegang gelas berkaki."Kenapa aku berbaring di lantai?" gumamnya bingung. Kepalanya menunduk untuk melihat kaki dan tangannya yang terikat dengan tali tambang."Apa-apaan ini? Siapa yang mengikatku?"Samar-samar dia mengingat kejadian terakhir kali sebelum seseorang memukul tengkuknya. Dia sedang berciuman dengan Ajeng! Di mana wanita itu sekarang? Apakah David sudah mengambilnya? Gawat! Dia tidak bisa membiarkan Ajeng
H-1 sebelum pesta dilaksanakan di sebuah kapal pesiar mewah, Siska mengetuk pintu kamar Ajeng untuk menanyakan tentang kepastian acara besok. Dia lupa pesta diadakan jam berapa, karena betapa banyaknya pekerjaan di kantor yang harus dia selesaikan sebelum akhirnya naik ke kapal pesiar demi menghadiri pesta pernikahan sang sahabat."Jeng, kamu lagi sibuk nggak?" teriaknya setelah mengetuk pintu beberapa kali.Dia tadi melihat Evan bersama Dana sedang bercengkerama dengan bos besar dan nyonya besar Braun, jadi dia pikir Ajeng mungkin sedang berada di kamar untuk mempersiapkan segala sesuatu."Jeng?"Tidak ada jawaban. Dia mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci."Aku buka ya. Maaf kalau aku mengganggu," ucapnya sambil tersenyum. Tidak sabar untuk bergosip ria dengan Ajeng. "Besok pestanya jam bera...pa..."Siska langsung menganga dengan mata membelalak ketika melihat tubuh yang hanya dibalut dengan handuk di bagian bawah pinggul. Dia terengah kaget dan hal itu membuat sang pemilik
Siska menatap mantan calon mertuanya tak percaya sekaligus geram. Padahal selama dia menjalin hubungan dengan Bayu, wanita itu begitu baik padanya. "Apa selama ini Tante hanya berpura-pura baik di depan saya? Kalau memang Bayu sudah bertunangan sejak kuliah, kenapa Tante menerima saya sebagai calon menantu?" tuntutnya.Ibu Bayu langsung gelagapan ketika Meliana mengerutkan kening, lalu menatap wanita itu curiga."Eh, ng-nggak kok Mel. Nggak usah percaya sama dia. Mama nggak kenal siapa dia. Bayu selalu setia sama kamu kok," kata ibu Bayu cepat-cepat.Hati Siska sakit sekali mendengarnya. Seandainya saja pernikahan itu sudah terlanjur terjadi, apakah dia akan ditindas oleh wanita itu? Dia jadi teringat dengan nasib Ajeng ketika menikah dengan Dimas. "Ck, ternyata memang bener ya. Orang jahat itu manipulatif dan pinter berpura-pura. Untung saya nggak jadi menikah sama Bayu. Nggak kebayang saya menjadi perempuan yang dibodohi oleh suami dan keluarganya."Siska beralih menatap Meliana.
Siska terus menangis entah sudah berapa lama. Dadanya sesak sekali dan rasanya dia ingin menghilang dari dunia ini. Cintanya pada Bayu begitu besar. Dia sudah menyerahkan seluruh hatinya pada pria itu karena berpikir bahwa Bayu adalah belahan jiwanya."Kenapa pria yang terlihat baik dan setia seperti Bayu ternyata bajingan?" tanyanya setelah tangisnya reda, namun masih sesenggukan."Biasanya kan memang begitu," jawab Raka dengan santai.Siska langsung melotot pada pria yang telah bertahun-tahun menjadi rekan kerjanya menjadi orang kepercayaan Evan. Raka langsung mengangkat kedua tangannya."Biasanya memang begitu. Pria yang terlihat kalem dan nggak neko-neko tuh justru menyimpan banyak rahasia. Coba lihat Mr. Evan. Dia itu dingin, kelihatan nggak peduli sama perempuan. Eh tahu-tahu istrinya dua kan? Tapi kasusnya kan beda. Diam-diam dia bucin akut sama Ajeng."Siska menyeka air mata di wajahnya, tak peduli dengan make-up yang ikut luntur."Rasanya sakit banget, Ka. Kenapa aku nggak ja
"Semua dokumen sudah lengkap?""Sudah, Mr.," jawab Siska dengan antusias. Jantungnya berdegup kencang karena sebentar lagi akan bertemu dengan tunangannya. Kesibukannya sebagai sekretaris CEO di perusahaan multinasional membuatnya begitu sibuk dan sering pulang malam, sehingga waktu untuk bertemu dengan tunangannya sangat sedikit."Semangat banget yang mau ketemu tunangan," goda Raka ketika mereka sampai di lobi perusahaan.Siska hanya tersenyum, namun debar dalam dadanya semakin kencang. Padahal mereka sebentar lagi menikah, tapi Siska merasa seperti baru saja jadian dengan sang tunangan.Mereka masuk ke dalam mobil dinas khusus CEO yang disediakan oleh perusahaan. Mobil mewah keluaran terbaru yang anti peluru, karena keselamatan Evan Braun sangatlah penting."Gimana liburannya di Malang, Pak?" tanya Raka membuka percakapan sambil fokus melihat jalanan di depannya."Menyenangkan. Istri saya pintar memilih tempat liburan yang bagus," jawab Evan sambil tersenyum.Siska yang duduk di s
Dari sekian banyak orang yang mengenalnya, kenapa justru wanita itu yang datang menjenguknya? Bahkan orangtuanya sudah tidak peduli lagi, apalagi kekasihnya."Maaf ya baru bisa menjenguk kamu. Nih, aku bawain makanan kesukaan kamu," kata Ajeng sambil tersenyum."Kenapa?"Wanita itu mendongak. Gerakan tangannya meletakkan dua kotak makanan dan satu gelas minuman terhenti."Aku pengen bawain kamu makanan yang enak. Nggak aku kasih racun kok, udah diperiksa juga sama petugas," jawab Ajeng."Kenapa kamu mau repot-repot datang?" jelasnya.Ajeng menghela nafas panjang. Wanita itu terlihat lebih bercahaya dan tetap awet muda, persis seperti ketika dia pertama kali dikenalkan pada wanita itu oleh Ella dulu.Hanya Ajeng yang tidak pernah mengusiknya, meskipun tahu bahwa dia membawa pengaruh buruk pada sahabat wanita itu. Jadi ketika Ella ikut terjerumus ke dalam sekte sesat demi bisa menghancurkan Ajeng, Johan tidak mendukung Ella sama sekali.Baginya, Ajeng itu seperti kertas putih yang sayan
"Kamu juga harus mati, Johan. Enak saja kamu masih hidup dengan tenang, sedangkan aku harus menjadi bulan-bulanan mereka."Johan membelalak ketika melihat Nadia mendekatinya dengan pakaian yang sama seperti terakhir kali dia melihat wanita itu. Rambut panjang Nadia acak-acakan. Perut wanita itu berlubang dan mengeluarkan banyak darah. Lalu di tangan kanan wanita itu....Janin merah yang tiba-tiba saja melihat ke arahnya dengan mata melotot. Bibir janin itu tertarik membentuk senyuman dengan gigi-gigi runcing yang terlihat tajam."Ayah."Johan menjerit ketakutan. Dia langsung berlari dengan sekuat tenaga. Nadia sudah mati, dia yakin itu. Dia sendiri yang mengatakan pada Ansel di mana keberadaan Nadia sebelum kabur ke Australia. Belum jauh dia berlari, kakinya tersandung. Membuatnya jatuh dengan keras. Dua orang berjubah hitam dan bertudung menarik tangannya dan memaksanya untuk berdiri. "Nggak! Nggak lepasin aku! Aku udah bukan bagian dari kalian lagi!""Siapapun yang menjadi pengkhi
Pesta pernikahan Ajeng dan Evan diadakan di kapal pesiar yang mewah. Seluruh karyawan Deca di kantor pusat dan karyawan Ajeng di Otten Supermarket turut hadir dalam pesta.Banyak yang takjub dengan pesta mereka, apalagi Evan benar-benar maksimal dalam menjamu tamu. Mereka semua menikmati makanan mewah dan mahal yang biasanya hanya bisa dinikmati oleh kalangan atas."Ternyata Mr. Evan lebih bahagia bersama Ajeng ya," ucap salah satu karyawan Deca yang dulu satu divisi dengan Ajeng."Iya bener. Waktu sama Bu Ella dulu, dia nggak pernah tersenyum. Kaku banget kayak kanebo kering. Pestanya juga biasa aja nggak semewah ini," sahut yang lain."Pantesan Bu Marta langsung dipecat dan dijebloskan ke penjara begitu mencelakai Ajeng. Secinta itu orangnya sama Ajeng. Lihat aja deh, senyumnya nggak pernah luntur tuh. Benar-benar bucin akut.""Aku sih mendukung Ajeng. Dia emang baik orangnya. Bahkan meskipun sekarang udah menjadi istri konglomerat, dia nggak pernah lupa sama kita-kita.""Eh iya ben
"Sudah tahu punya anak bayi, kenapa malah nggak pulang-pulang? Lihat nih, Dana sampai nangis ngejer kayak gini. Mbok ya diajak kalau jalan-jalan. Benar-benar nggak kasihan sama anak," omel Sekar begitu Ajeng dan Evan baru pulang setelah Maghrib.Ajeng langsung meraih Dana yang menangis sesenggukan sampai suaranya serak dan buru-buru menepuk-nepuk punggung bayi itu."Cup...cup...maaf ya mama baru pulang. Dana nyariin mama ya?" ucapnya dengan wajah bersalah.Dia langsung duduk di depan televisi dan menyusui bayi itu yang langsung diam. Perasaan bersalah kembali menyerangnya. Seharusnya mereka mengajak Dana. Siapa yang tahu bahwa anak itu mencari-carinya, padahal tadi Dana kelihatan senang ketika diajak oleh neneknya."Kalian ini kalau masih punya anak bayi, jangan sering ditinggal. Dia masih butuh perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Bayi itu peka. Jangan sampai dia merasa diabaikan," omel Sekar lagi.Kalau biasanya Ajeng menjawab, maka kali ini dia hanya diam saja. Dia jarang m
"Sudah?" Evan langsung berdiri begitu melihat Ajeng keluar dari ruang kunjungan. "Kenapa kamu kelihatan sedih?"Ajeng hanya tersenyum tipis. Mendadak dia merasa energinya tersedot habis setelah melihat kondisi Ansel. Bagaimanapun juga, pria itu adalah adik sepupunya. Dulu, sebelum dia mengenal Ella, dia dan Ansel sudah seperti adik kakak. Mereka begitu akrab dan hangat, sampai-sampai Ajeng tidak sadar bahwa timbul rasa lain di hati Ansel.Secara agama, memang Ansel itu bukanlah mahramnya. Jadi ketika pria itu menaruh hati padanya, tidak ada yang salah, karena memang mereka halal untuk menikah. Tapi tetap saja, Ajeng merasa itu saru (tidak pantas)."Kita ke Selecta ya, Mas. Aku pengen ngadem. Pikiranku suntuk banget," pinta Ajeng sambil menggandeng lengan suaminya.Dana dititipkan ke kakek dan neneknya, dan tentu saja Sekar sangat senang sekali. Apalagi Dana tipe bayi yang tidak gampang rewel. Kecuali jika anak itu tidak suka pada seseorang yang juga tidak menyukainya. "Siap. Mas jug