Bab385"Ngapain kamu kemari lagi?" tanya Elea, yang melihat wajah pucat Ina.Pikiran Elea mulai gelisah, menatap kedatangan Ina lagi ke rumahnya.Tiba- tiba Ina bersimpuh, menangis sesegukkan."Maafkan aku, El. Aku bersalah, dan kini aku sudah mendapatkan karmanya," ujar Ina. Elea mengernyit."El, seseorang memperkosaku, dan, dan tante Sarah mau menikahkan aku dengan laki- laki berumur 70-an. Aku nggak mau, El, tolong aku." "Ina, maaf, kurasa semua bukan urusanku. Kamu nyaris merusak rumah tanggaku. Aku nggak bisa, tolong pergilah dari rumah ini, dan selesaikan sendiri urusanmu."Ini terkejut dan mendongak, menatap Elea dengan tidak percaya."El, biar bagaimana pun, aku ini keluargamu. Kalau bukan kamu yang nolong aku, siapa lagi?""Bodo amat." Elea menjawab dengan jutek."Kemarin aja galak banget nyahutin aku, sekarang mohon- mohon. Sudahlah, aku capek dan sangat malas berurusan sama kamu.""El, aku mohon jangan lakukan ini." Ina memasang wajah mengiba."Satpam!!" Elea berteriak, d
Bab386"Vin." Sechan kembali bersuara."Diam disini dulu, aku ada urusan sebentar." Kevin langsung meninggalkan Sechan.Wanita itu hanya diam, dan menatap makanan di depannya dengan hampa."Kita harus sabar ya, Nak. Mamah yakin, suatu saat Papah akan fokus pada kita." Sechan berucap pada perutnya yang masih rata itu.Meskipun hingga detik ini Kevin tidak tahu mengenai kehamilan Sechan, tapi wanita itu berharap banyak dari anak yang kini sedang dia kandung.Sechan berencana memberitahu Kevin nanti, tapi melihat sikap Kevin seperti ini, Sechan mulai kembali ragu._______"Mau kemana kamu?" tanya Helen, ketika melihat Asmara menyeret koper keluar dari kamar."Mau pergi."Helen mengernyit."Ada angin apa? Tumben mau pergi tanpa diusir. Biasa di sindir aja nggak mau pergi," ujar Helen menatap remeh pada Asmara."Pergilah sana! Jangan kembali lagi. Sebenarnya aku nggak sudi kamu kembali dengan anakku, apalagi sudah ada Sechan yang menjadi menantuku. Kamu jangan jadi pelakor," tekan Helen de
Bab387Sechan dengan cepat menyeka air matanya dan memaksakan diri untuk tersenyum."Maaf, aku terbawa suasana, mungkin kebanyakan nonton drama koreon. Maaf ya." "Ah, tidak apa- apa. Semangat." Kevin menepuk bahu Sechan dengan lembut, kemudian meraih gelas teh hangat yang Sechan sajikan, dan meminumnya hingga tandas."Enak?" tanya Sechan."Enak, seperti biasa, kamu memang pandai dalam membuat hidangan yang cukup memanjakan lidah," puji Kevin."Apakah keputusan berpisah sudah bulat?" tanya Sechan lagi, menatap serius pada Kevin."Ya, ada apa? Apakah kamu ...." Kevin menjeda ucapannya."Tidak, jangan salah paham, aku tidak berniat menahan kamu. Tapi," ujar Sechan, dan tidak melanjutkan ucapannya, membuat Kevin penasaran."Apa?""Tapi aku, aku, aku hamil ....""Hamil?"Sechan mengangguk. "Maaf, aku tidak berniat menahan kamu di hubungan ini. Tapi sebagai perempuan yang akan menjadi Ibu, aku tidak ingin egois pada nasib anakku nanti. Sebagai Ayahnya, kamu berhak tahu kehadirannya."Anta
Bab388"Entah bagaimana hubungan ini. Aku merasa, kita memang tidak berjodoh, percuma di paksakan. Sudah berulang kali aku mencoba membuka hati, entah mengapa selalu berakhir kecewa dan lagi- lagi aku harus menanggung luka."Kevin menarik napas, membaca bait kalimat ungkapan yang Asmara tuliskan."Layaknya gelas kaca, aku sudah kamu lepaskan dan terjatuh menghantam lantai keramik, hancur. Meskipun kamu dan aku berusaha memperbaikinya, keadaannya tidak akan seperti semula. Kita gagal dalam hubungan ini, Vin. Maaf, aku menyerah, aku mengikhlaskan kamu bahagia dengan siapapun, yang menjadi pilihan kamu. By, Asmara."Kevin meremas surat itu dengan perasaan kacau. "Mengapa semua wanita benar- benar membuat rumit hubungan ini," keluh Kevin dan duduk disisi ranjang tempat Asmara biasa mengistirahatkan tubuhnya.Kevin mencium aroma parfume Asmara yang tertinggal di kamar wanita itu. Ah, lagi- lagi ada perasaan bersalah di hatinya."Kenapa aku jadi seperti lelaki brengsek begini sih?" gumam K
Bab389"Maaf, Bu. Kevin harus pergi," desah Kevin dan pergi meninggalkan rumah dengan diiringi omelan Helen.Sedangkan di tempat lain, Elea dan keluarga kecilnya sedang berjalan- jalan ke sebuah pusat perbelanjaan, menyenangkan kedua buah hati mereka."Mah, Cinta laper nih," ungkap Cinta."Iya, Galih juga ini, makan dulu yuk." Anak lelaki itu menimpali.Elea menatap Arya sembari tersenyum."Anak- anak sudah lapar, ayo kita makan dulu! Di seberang Mall ini, ada restoran yang enak dan cukup terkenal, kita makan di sana saja, ya." Elea memberi usul restoran yang cukup terkenal tersebut."Ayo." Wajah Cinta berbinar, anak perempuan Elea ini bisa di katakan doyan makan dan kini pun memiliki badan yang cukup gendut untuk usianya yang beranjak remaja itu."Urusan makanan, wajah kak Cinta langsung bercahaya," ejek Galih."Apaan sih lo, sirik aja, padahal lo juga suka.""Aku meskipun suka makan dan banyak sekalipun, nggak bakal ngaruh, nggak kayak Kakak, bengkak," ejek Galih lagi."Hush, nggak
Bab390Selesai makan, Evan dan Asmara langsung pergi meninggalkan restoran, tanpa bertegur sapa dengan keluarga kecil Elea."Tante Asmara kan itu tadi? Kok dia nggak negur kita ya, Ma?" tanya Galih."Biarkan saja, lagian kita juga nggak ada inisiatif negur duluan," jawab Elea dengan sikap bodo amat."Iya, lagian keluarga kita nggak begitu dekat dengan dia," timpal Cinta.Arya tidak menanggapi apapun celetukkan istri dan anak- anaknya, dia hanya fokus dengan makanannya.Sementara di tempat lain, Asmara di bawa Evan ke suatu tempat, untuk bertemu seseorang."Kemana sih kita? Kok melewati hutan- hutan begini?" "Memang dia tinggal agak jauh, Ra. Sabar aja," sahut Evan dan hingga 15 menit, mereka memasuki perkampungan kecil yang ada di pinggiran kota."Sepi sekali di sini, Vin.""Emang, namanya juga kampung terpencil."Mobil Evan berhenti di sebuah rumah kayu yang sudah lapuk."Ini rumahnya?" "Iya. Ayo keluar."Asmara pun menurut saja dan keluar dari dalam mobil."Bik Sum!" panggil Evan
Bab391"Saat itu." Bik Sum terdiam sejenak."Sahabat dekat Ayahmu bernama pak Erlangga datang berkunjung. Menurut kisah bu Monika, dia adalah orang yang sangat kaya dan di segani di kalangan bisnis. Lelaki itu juga berinvestasi di perusahaan Ayahmu dengan nominal yang sangat besar.""Terus?""Mereka memang sangat akrab, dan perusahaan Ayahmu pun sangat maju saat itu. Ayahmu sangat sibuk dan sering pergi keluar kota. Entah bagaimana ceritanya, sikap Ibumu yang biasa kalem dan berpenampilan sederhana, berubah menjadi sedikit kasar. Penampilannya nyaris 100% berubah menjadi wanita sosialita yang sibuk. Sehingga jarang mengurus kamu."Asmara diam, menyimak semua cerita bik Sum."Bu Monika jadi jarang pulang, hingga seminggu lamanya tanpa kabar. Tiba- tiba kabar duka itu datang, Ayahmu menjadi pelaku pembunuhan terhadap Ibumu," lirih bik Sum.Asmara menutup mulutnya dengan tangannya."Dan, Ibumu, maaf." Bik Sum nampak tidak enak hati, untuk melanjutkan ceritanya."Lanjutkan," pinta Asmara
Bab392Di restoran, Kevin mengikuti Asmara dan Evan. Ah, dia benar- benar merasa gelisah sekali, bahkan telepon dan chat Sechan pun dia abaikan. Mata Kevin fokus mengarah pada keberadaan Asmara.Hingga selesai makan, Kevin tetap mengikuti Asmara. "Rupanya dia tinggal di sini," desah Kevin, saat melihat Asmara turun di depan sebuah apartemen elit yang ada di Ibu Kota.Kepergian mobil Evan, membuat Kevin cepat- cepat keluar dari mobil dan mengejar langkah Asmara yang memasuki gedung apartemen itu."Ra ...." Mendengar suara Kevin, Asmara menghentikan langkah dan berbalik badan.Wanita itu tercengang, melihat lelaki itu menghampirinya dengan napas tersengal."Kevin, ngapain kamu di sini? Kamu buntutin aku ya?" tembak Asmara dengan tatapan tidak suka."Ra, siapa lelaki tadi? Apakah dia yang buat kamu memilih pergi dariku? Mana janji kamu, Ra, bukankah kamu bilang mau kembali menikah denganku?"Asmara tersenyum."Vin, mungkin jalannya memang sudah seperti ini. Kita sudah tidak bisa berjal
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond