Bab270Alunan musik ulang tahun mengalun merdu, pelukan erat yang di berikan Sechen membuat haru Elea.Wanita itu melepaskan pelukan, menengadahkan wajah mungil gemoy Jelita ke depannya."Anak manis, pinter, jangan menangis lagi, oke. Jika Jelita terus menangis, Ibu akan bersedih juga," ujar Sechen sembari tersenyum manis kepada gadis kecil itu."Baik," sahut Jelita dengan berusaha mengulas senyum."Harus tulus dong, kalau nggak, Ibu nangis nih," katanya lagi. Jelita kini tersenyum dan memegangi kedua pipi Sechen."Jangan bersedih, Jelita akan tersenyum," kata anak kecil itu."Wah, ada Ibu guru Sechen," sapa Helen, Ibu Kevin.Sechen berdiri mensejajarkan diri dengan Helen. "Iya, Bu." "Kevin, ini wali kelas Jelita, namanya Sechen."Kevin menyodorkan tangan untuk bersalaman. Wanita bernama Sechen itu terdiam sejenak.Mata mereka bertemu, Kevin merasakan pandangan itu tidak biasa, seakan dia mengenal mata itu."Wajahnya sedikit mirip dengan Asmara sekilas, tapi matanya sipit dan memang
Bab271Kevin hanya terdiam, tidak begitu bisa menanggapi ocehan gadis kecil nya itu. Semenjak sekolah, dia memang sering merengek ingin bertemu dengan Ibunya. Dia juga selalu mengeluhkan perasaan iri pada teman- temannya yang diantar ke TK oleh Ibu mereka.Begitulah yang sering Helen ceritakan kepada Kevin, jika Kevin ada waktu luang di rumah.Kevin menjadi lelaki muda dengan bisnis besar yang cukup banyak. Sehingga, hal itu membuat Kevin sering sibuk, hanya sesekali bisa meluangkan waktu untuk Jelita kecil, seperti di hari ulang tahunnya."Jelita sama Bu Guru dulu ya, Papah mau menemani Om Arya ngobrol sebentar," kata Kevin.Jelita mendengkus, sudah biasa bagi Jelita sebenarnya di tinggalkan sibuk begini. "Bu Guru Sechen, titip Jelita ya," pinta Kevin. Sechen tersenyum kecil."Baik," sahut Sechen. Kevin bangkit dan pergi menemui Arya yang duduk bersama anak lelakinya yang kecil.Sedangkan Elea, Cinta dan Erina sedang asik mengobrol dengan para Ibu- ibu. "Bagaimana kota Jakarta?" t
Bab272Ketika sedang asik mengobrol bersama Ibu Helen, yang mengurus Cinta saat kecil, kami di kejutkan dengan celetukkan seseorang yang sangat aku kenali, Alleta."Asik nih." Suara Alleta. "Ngapain kamu di sini?" tanya Azzura padaku, dengan Alleta di sampingnya.Alleta dan Azzura, yang merupakan kedua Kakak Kevin."Kenapa Kak? Ada masalah apa, Kak Elea datang bersama aku dan Kak Arya, sesuai undangan dari Kevin," sahut Erina, yang tidak senang dengan pertanyaan Azzura padaku."Ehem, merusak pemandangan," cibirnya.Lah, apa salahku? Kenapa tiba- tiba sikap mereka begini, setelah sekian tahun tidak bertemu."El sini." Azzura memegang lenganku erat dan membawaku menjauh dari Erina dan juga Bu Helen.Aku merasa bingung dengan perlakuannya.Erina nampak keberatan, namun Alleta menahannya. Sedangkan Cinta sepertinya juga bingung melihatku di bawa Azzura begitu saja.Azzura membawaku ke cukup jauh dari mereka, terlihat sesekali Erina memperhatikan ke arahku."Ada apa sih?" tanyaku memang d
Bab273Di dalam mobil, Elea hanya terdiam. Mereka menuju sebuah Hotel, untuk di jadikan tempat menginap malam ini."Mamah kenapa?" tanya Galih, anak Arya dan Elea yang kini berusia 4 tahun. Anak kecil itu bertanya dengan menatap wajah Mamahnya yang nampak sedih."Mamah nggak apa- apa, Nak." Elea menekan segala emosi di dalam hatinya.Di dalam Hotel, saat Cinta dan Galih sudah tertidur, Arya mengajak Elea ke balkon yang ada di kamar mereka.Di balkon, Arya memeluk Elea dari belakang. Laki- laki itu sebenarnya sudah melihat pipi Elea yang memerah. Namun, dia tidak langsung menanyakan, tetapi dia ingin istrinya sendiri yang bicara.Pelukan itu terasa hangat bagi Elea, dia menutup mata, merasakan segala kenyamanan."Sayang, apakah ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" tanya Arya memancing.Elea paham arah pembicaraan suaminya. Karena ingat tentang kesepakatan yang memang harus saling jujur, Elea pun akhirnya bercerita."Aku sakit hati, Azzura menuduhku yang bukan- bukan. Bahkan, dia mengu
Bab274"Hai, Arya, apakah ada yang tertinggal?" tanya Kevin menyambut mereka.Arya menatap dingin. "Azzura," lirih Arya menatap tajam wanita itu."Ada apa dengan Azzura?" tanya Kevin, memandang Azzura dan Arya bergantian, begitu pula dengan kedua orang tua Kevin, serta suami Azzura dan pacar Alleta."Azzura, apa yang kau lakukan pada istriku? Mengapa kamu berani memukulnya padahal kalian tidak saling kenal?" tanya Arya pada Azzura tanpa basa- basi."Apakah kamu orang tua Elea? Orang yang membesarkannya, orang yang bertanggung jawab atas hidupnya, sehingga berani lancang memukul wajahnya dengan keras hingga meninggalkan jejak merah di pipinya," lanjut Arya panjang lebar dengan suara berat di sertai luapan emosi yang terlihat sangat jelas di matanya.Semua terkejut mendengar ucapan Arya dan menatap Azzura, terutama Helen."Azzura, apa itu benar?"Helen tidak menyangka anaknya melakukan itu pada Elea.Azzura masih terdiam, menatap Elea dengan tatapan mengejek."Kak, apa itu benar?" Kini
Bab275Pagi itu, aku dan suami memasuki kantor Polisi untuk melaporkan Azzura. Aku juga tidak ingin dia terus melakukan sesuatu seenaknya padaku, padahal kami tidak saling kenal.Setelah membuat laporan, kemudian visum, aku dan suami pun kembali ke Hotel.Di perjalanan pulang ke Hotel, suami mengatakan akan memutuskan pulang ke Jakarta setelah Azzura benar- benar di tangkap Polisi."Aku tidak nyaman sebenarnya membesarkan hal ini, karena Azzura adalah keluarga kamu, Mas. Tante Helen, kita banyak berhutang budi padanya," ujarku."Nggak usah mikir hal rumit, dibiarkan Azzura akan semakin tidak tahu diri dan seenaknya. Apakah kamu mau direndahkannya lagi?""Ya enggak sih.""Masalah Cinta, itu kan Tante Helen yang memang mau mengurusnya saat itu, bukan kita tidak tahu terimakasih, tapi Azzura sudah kelewatan."Aku hanya terdiam."Biar bagaimana pun juga, kamu istriku, tanggung jawabku. Tidak akan kumaafkan siapapun menyakiti fisikmu, termasuk Ayahmu sendiri."Aku terharu mendengarnya. Sem
Bab276Di kamar Hotel, kami berbincang dengan Erina."Nggak usah di maafin Azzura itu, mulutnya jahat. Biarkan dia merasakan dinginnya penjara, akibat perbuatan kasarnya itu." Erina masih nampak sangat marah sekali, terlihat dari sorot matanya penuh dengan kekesalan yang mendalam."Aku tidak apa- apa, kamu tidak perlu sedendam itu padanya," ujarku menenangkan."Dia tidak berhak menampar Kakak, aku masih tidak bisa terima dengan perlakuannya." Ponsel mas Arya kembali berbunyi, dan suamiku menjawab dengan nada tak senang."Ada apa?"Entah apa jawaban si pemanggil telepon hingga terlihat panggilan sudah berakhir."Ada apa, Mas?" tanyaku menatapnya."Mereka ada di restoran menunggu kita, ayo kita ke sana.""Siapa? Azzura ada juga di sana?" tanya Erina."Iya masih ada," jawab suamiku.Akhirnya kami pun keluar, tapi Erina tetap tinggal di kamar, menemani kedua anakku dan Echa.Di restoran, nampak Kevin, kedua orang tuanya, Azzura dan suaminya.Azzura terlihat menunduk, ketika kami sampai
Bab277Di Jakarta, kami kembali menjalani kehidupan kami seperti biasanya.Zurnal sering berkunjung ke rumah, karena dia kini dekat dengan Erina dan Echa."Seminggu lagi, kantor mengadakan perayaan tahunan, aku ingin Ayah ada di sana. Sudah beberapa tahun ini, kita melewati perayaan itu tanpa Beliau. Biar bagaimana pun juga, perusahaan ini bisa berdiri tegak dan besar seperti sekarang ini, berkat kerja keras Ayah.""Tidak masalah, sayangku. Nanti mas akan menjemputnya langsung.""Memang Ayah mau, Mas?" tanyaku penasaran, sebab kami tidak jadi menemuinya ke Bandung saat itu."Insya Allah, apakah kamu mau ikut?"Aku terdiam sejenak, ada perasaan belum siap untuk bertemu Ayah saat ini."Sayang, jika belum siap lain kali saja," ujar mas Arya membuyarkan lamunanku, lelakiku itu seakan paham dengan segala isi hatiku saat ini."Ah, aku ikut," jawabku cepat.Kami pun malam ini bersiap- siap, untuk menuju Bandung esok pagi. "Yah sepi lagi nih rumah," keluh Erina."Makanya cepetan merried, ana
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond