Bab157"Kak, kalau begini kok rasanya kita sedang beradu nasib sih," katanya lagi sembari terkekeh."Enak nggak rumah tangga?""Nggak, rumit ternyata," lirihnya."Kakak tau nggak, kenapa aku babak belur di hajar sama Zaenal?" tanya Erina dengan serius."Maaf ya, Kak. Untuk pembahasan tentang si Hanum kita jeda dulu, ada hal penting yang harus kakak tahu.""Apa itu?" Aku penasaran."5 bulan kami di kampung, untuk pertama kalinya dia memukuliku secara berutal, aku masih bisa memaafkannya, sadar diri sebatang kara di kampung orang. Jadi aku mengalah, tapi dia menjadi ketagihan, dan selalu memukul jika marah. Keluarganya tidak ada yang membelaku. Cuma awalnya dibela sama Kak Surya. Entah mengapa, tiba- tiba dia tidak mau ikut campur lagi."Erina menarik napas, aku semakin antusias mendengarkannya."Lalu?""Setiap kali memukulku, dia akan minta maaf dan bersujud. Tapi setelahnya laksana embun yang menguap terbawa angin. Aku kan nggak selamanya bisa sabar," katanya."Ih setengah- setengah,"
Bab158"El, Ibu mau bicara berdua," ucap Helena, menatap tajam wajah Elea.Elea merasakan sesuatu yang tidak nyaman akan segera terjadi. Elea menoleh ke arah Erina. "Titip Cinta dulu, ya."Erina mengangguk sebagai jawaban, dan Elea pun bangkit dari duduknya dan berjalan menyusul langkah Helena.Keduanya duduk berhadapan di ruang keluarga, dengan meja kaca yang menjadi pembatasnya."Ada apa, Bu?" tanya Elea pada mertuanya itu. Helena menarik napas, kemudian menatap lekat wajah Elea."Kenapa kamu begitu sama tamu Ibu? Tidakkah kamu membuat Ibu malu pada Hanum? Dia baik dan memberikan Ibu hadiah mewah, tapi kamu malah menyinggung perasaannya.""Bukankah sudah Elea tegaskan? Elea tidak suka padanya, yang terang- terangan ingin menanggu rumah tangga kami. Jika Ibu jadi Elea, apakah Ibu tetap akan menyukainya?"Helena menarik napas. "Tidak perlu berlebihan, dia baik, cuma ingin menggendong Cinta. Jika dia jahat, dia juga pasti tidak suka padamu, begitu juga dengan anakmu. Tapi karena dia
Bab159"Kenapa dia jadi ada di perusahaan Ayah sih, apa sebenarnya maksud dia?" "Mas kurang tau, dia kenal kamu sebagai Elea saja, atau memang kenal kamu sebagai anak dari Ayah Erlan.""Dia itu keluarganya dimana? Kayaknya dia bukan orang biasa," kataku menggali informasi, agar aku mengenal jauh manusia tidak tahu malu itu."Mantan anak pejabat sini juga, tapi Ayahnya sudah lama meninggal, dia cuma hidup bersama Tante nya sih dulu itu, semenjak dia memilih pengusaha kaya dari LN, hidupnya memang berubah drastis, kaya.""Mana Ibunya?"Mas Arya menggeleng. "Nggak tahu dan nggak pernah kenal.""Aku ingin belajar menjalankan perusahaan, aku akan bicara nanti sama Ayah." Tekatku sudah bulat, aku ingin bisa mengelola perusahaan juga.Biar bagaimana pun, Ayahku sudah cukup tua, tidak selamanya dia bisa mengelola bisnis property dan perhotelan miliknya yang juga ada di kota ini.Aku tahu cukup banyak mengenai usaha Ayah, tapi selama ini aku memang nggak mau tahu. Bahkan, saat Ayah memintaku
Bab160Samar terdengar di telingaku suara memanggil pelan nama ini dengan terisak. Terasa tangan hangat menggenggam tanganku."Aku mohon bangun sayang, kasihan Cinta anak kita, kami membutuhkan kamu, terutama aku. Berat, jika harus kehilangan kamu secepat ini."Suara sangat jelas terdengar di telingaku, tapi rasanya untuk membuka mata, aku masih kesulitan."Mamah ..., Mamah angun ...." Terdengar kembali suara cadel itu memanggilku.Perlahan, aku mencoba membuka mata. Aku harus sadar, aku harus melihat mereka ....Kupacu semangat dalam diri untuk benar- benar sadar dari kegelapan ini. Hingga perlahan, samar cahaya mulai terlihat di pelupuk mata."Ya Allah, sayang ...., sayang kamu sadar ...." Perlahan lagi kupindai wajah yang sedang terdengar panik itu. Hingga terlihat dia sedang memencet tombol.Suamiku, dia suamiku. Aku melihat jelas wajah tampannya yang masih basah air mata. Tapi dia hanya sendiri, dimana suara cadel tadi? Suara anak kecil yang memanggil aku Mamah.Apakah tadi ben
Bab161Dari sini aku menjadi mengerti, kenapa Bi Ijah selalu menolak permintaan Ayah yang ingin mempertemukan aku dengan tante Sarah.Entah mengapa, melihat tatapannya tadi, dia jelas begitu tidak menyukaiku. Alasannya pun sangat jelas, karena harta.Tapi itu harta memang almarhumah Ibu wariskan padaku? Dia orang lain yang tidak memilik hak kan, kenapa sikapnya begitu, apakah orang kalau berurusan dengan harta memang setidak tahu malu itu? Kutarik napas dalam- dalam, sambil mengingat kejadian malam itu, malam dimana penusukan terjadi."Sayang ....." aku tersentak dari lamunanku, ketika sosok suami tercinta tersenyum sumringah membawakan aku bunga mawar yang indah.Bukan hanya bunga mawarnya, tapi senyumannya pun sangat indah dan memberikan semangat hidupku kembali berkobar.Aku harus sembuh, aku harus tahu siapa pelaku penusukan itu, dan apa tujuannya.Aku harus sehat demi suami dan anak tercinta, kalau aku kenapa- kenapa, aku takut Hanum merebut posisiku."Tidak ....."Mas Arya terk
Bab162"Arya, ini kenapa?" tanya Ibu mertua yang langsung masuk ruangan, karena pintunya tadi tidak ditutup Hanum saat masuk."Pingsan, Bu.""Kok nggak di tolongin? Kasihan dia," seru Ibu lagi."Sudah, bentar lagi juga perawat akan datang kemari, biar mereka yang urus.""Jangan begitu dong, Arya. Hanum ini cewek, kalau dia kenapa- kenapa kan kasihan.""Kalau dia sakit ngapain kemari? Arya di sini ngurus istri, bukan ngurus Hanum.""Ibu tau, tapi kan ini Hanum lagi pingsan, bantu angkat ke sofa kan bisa," kekeuh Ibu memaksa suamiku. Gemas sebenarnya pengen ikut nyeletuk, tapi kupaksakan untuk diam."Bu, Hanum dan saya itu bukan muhrim, ini bukan tentang saya tidak berperasaan sebagai manusia. Tapi saya tidak mau berdekatan dengan masa lalu, bukan karena tidak bisa move on, tapi saya menghargai masa depan saya. Ibu tolong, jangan dekte Arya dalam hal ini."Ibu mertua seketika langsung terdiam dengan raut wajah kecewa. Kemudian Beliau keluar tanpa suara, hingga kedua perawat memasuki rua
Bab163"Siapa?" "Andre," jawabnya. "Mas harus ke kantor Polisi, kamu nggak apa- apakan di tinggal bentar?"Aku syok mendengar nama mas Andre di sebut. Seingatku samar- samar, suara yang mendesis mengatakan kata mati itu terdengar parau dan seperti lelaki yang sudah berumur.Entahlah apakah saat itu hanya aku yang kurang jelas mendengarnya."Iya tidak apa- apa.""Nanti mas minta Erina datang kemari temani kamu, setelah persidangannya selesai.""Sidang? Perceraian?""Iya.""Secepat itu?""Tentu saja, itu hal yang mudah. Ya sudah, Mas buru- buru ini."Mas Arya mengecup keningku dan melenggang pergi dengan terburu- buru keluar dari ruangan.Tinggalah aku seorang diri yang kembali di temani sepi dan perasaan teramat sedih.Berdosa kah aku, mengingat lelaki yang dulu sangat mencintaiku itu dengan teramat sedih. Dia yang dulu teramat baik, bahkan baiknya melebihi mas Arya saat itu. Dia yang begitu romantis, membawa hidupku bagaikan hidup di negeri dongeng.Dari seorang yatim piatu yang mis
Bab164"Hhmmm, El. Maaf, jangan salah paham. Saat itu kami ada meeting bersama di kantor dia, membahas proyek yang diluar kota itu. Jadi selesai meeting, kami ngobrol sebentar.""Oh begitu ...." Aku memaksakan diri tersenyum, sebisa mungkin aku tutupi perasaan marah di dalam hati yang bergemuruh hebat laksana petir dan guntur yang mulai bergaung di dalam dada."Jangan marah sama Arya dan aku ya, El. Aku nggak macam- macam kok sama dia, kami hanya mengobrol biasa sebatas teman yang dulu saling mengenal.""Tidak masalah, kamu tenang saja, aku percaya sama suamiku."Hanum tersenyum canggung hingga kedatangan Erina membuat Hanum tidak lagi banyak bicara seperti tadi, tapi lebih ke pendiam, mungkin menjaga sikap lebih tepatnya."Hai Kakak ipar kesayanganku. Alhamdulilah kamu sehat," katanya sembari memelukku dan tidak menghiraukan keberadaan Hanum yang semula ingin tersenyum.Aku mengerecutkan bibir. "Kamu sok sibuk banget sih, aku lagi sakit ini, kalau aku tiba- tiba mati gimana? Kamu ngg
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond