Bab257Kedua lelaki itu terdiam mendengar ocehan Zurnal."Lu juga, Arya. Entar kalau sudah di ceraikan dan nggak bisa ketemu anak lagi, baru tahu rasa.""Kok ngomongnya gitu sih, Nal.""Lah biasa memang gitu. Aku pernah merasakannya, menjadi anak korban perceraian orang tua itu menderita. Makanya aku nggak pengen kalian begini, jangan jadikan anak kalian sebagai korban keegoisan.""Aku bingung, aku harus bagaimana menghadapi Elea," lirih Arya."Ayah ...." Delima terlihat berjalan mendekati mereka bertiga."Ngapain lagi dia kesini," gerutu Zurnal kembali duduk."Ayah," panggil Delima lagi dengan wajah mengiba."Jangan panggil aku, Ayah. Kita sudah putus hubungan, tolong jangan bergantung apapun padaku lagi, bisa?" ujar Arya masih duduk di tempatnya.Delima mendekati dan bersimpuh."Aku mohon jangan tinggalkan aku." Delima menangkupkan kedua tangannya."Aku rela menjadi simpanan sekali pun, asalkan aku tidak dilupakan.""Dasar gila," gumam Arya."Kamu nggak tulikan? Sudah dari tadi aku
Bab258Di dalam mobil, hati Arya gelisah. Tatapannya mengarah dikejauhan, Delima masih bersimpuh sembari menangis dan di rekam beberapa Ibu- Ibu yang nampak kesal.Arya menampar setiran mobilnya, karena merasa kalah dengan perasaan kasihannya.Arya keluar dari mobil dan kembali menghampiri Delima."Bangun!" ujar Arya. Delima mendongkar, wanita itu seketika merasa kembali bahagia.Sebab Arya, masih memperhatikannya.Delima gegas berdiri dan Ibu- Ibu yang merekam tadi pun mencibir."Ingat Mas punya istri, ngapain masih ngurusin wanita lain," ujar Ibu itu. Arya tidak perduli dan berjalan membawa Delima menuju mobilnya."Masuk!" Delima mengangguk sembari tersenyum kecil dan masuk ke dalam mobil.Di perjalanan. "Kamu tinggal dimana? Biar kuantar.""Aku tinggal di jalanan sama Andre.""Kenapa nggak nyari kontrakkan? Kan aku sudah transfer uang 30 juta saat itu.""Sayang uangnya.""Cari kontrakkan sama Andre, di jalanan nggak aman buat kalian.""Makasih ya masih selalu perhatian sama aku dan
Bab259Erina meremas- remas bajunya di ruang tamu. Wanita itu sepulang dari rumah sakit memang gelisah.Bahkan dari jam 6, hingga jam 8 malam ini dia tidak tenang.Pikiran ingin menghajar Delima selalu bergentayangan di otaknya. Berkali- kali Erina mengepalkan tinju, bingung harus melampiaskannya pada siapa.Cukup beberapa minggu ini dia bersabar melihat kegaduhan rumah tangga Kakaknya, karena ulah Dilema.Dan, tepat sekali. Arya masuk ke dalam rumah, di saat Erina masih gelisah."Oh pulang," ujar Erina menyapa Arya yang memasuki rumah."Aku mau bicara serius," lanjut Erina. "Aku harus mengambil selimut dan perlengkapan lainnya," kata Arya yang masih berjalan."Berhenti atau aku cari Dilema dan kuhajar dia sampai mampus!!" teriak Erina."Kakak tidak lupa kan bagaimana gila nya aku?" lanjut Erina bernada ancaman.Arya menghentikan langkahnya, kemudian mengedarkan pandangan pada pelayan yang menunduk."Kalian kembali ke belakang, aku mau bicara serius dengan Erina," titah Arya kepada 3
Bab260Arya memasuki ruangan rawat, membuat gelak tawa Kevin, Zurnal dan Elea terdiam.Arya meletakkan tas yang berisi pakaian serta selimut. Laki- laki itu juga membeli 4 cup teh hangat, juga 2 cup kopi.Dan beberapa cemilan lainnya."Sudah siuman," gumam Arya. Elea tidak menanggapi."Nah Arya sudah datang. Kami pamit aja sudah, ngantuk juga," ujar Zurnal sembari bangkit dari duduknya.Kevin sedikit kesal, tapi dia juga tidak bisa memaksakan diri untuk tetap di situ."El, cepat sehat ya. Kantor sepi, jika kamu tidak ada terus," ucap Kevin sembari tersenyum.Senyuman yang manis itu jarang sekali Elea lihat."Iya, terimakasih ya. Kamu dan Zurnal selalu ada buat aku." Sengaja Elea mengatakan itu, sebagai bentuk sindiran untuk Arya.Arya hanya terdiam, tanpa reaksi apa- apa.Kevin merasa berbunga- bunga. Lelaki itu terus tersenyum hingga sampai ke parkiran."Jangan banyak berharap, lagian aku nggak yakin ucapan Elea tanpa maksud.""Ha?" Kevin menatap Zurnal penuh tanya."Sepertinya senga
Bab261Asmara tersenyum manis, namun tiba- tiba panggilan telepon mengalihkan perhatian Kevin.Dari Elea? Kevin tersenyum dan langsung menjawab panggilan tersebut, sembari menjauh dari Asmara. Wanita itu merasakan kecewa, seakan dia tidak memiliki arti sama sekali di mata suaminya.Asmara menyusul Kevin dengan langkah yang pelan, ingin tahu siapa yang menghubunginya saat ini."Ada apa?" tanya Kevin menjawab panggilan Elea."Apakah kamu bisa membelikanku sesuatu?""Apakah Arya tidak ada di sana?""Iya, dia pergi menemui mantannya lagi."Kevin mendengkus. "Yaudah, El. Kamu mau beli apa? Nanti aku bawakan ke rumah sakit."Dada Asmara bergemuruh, mendengar nama El di sebutkan. Asmara mengepalkan tinju, tidak habis pikir dengan sikap Elea."Aku ingin makan salad buah.""Oke. Sebentar lagi, aku ke sana."Asmara gegas menjauh dan kembali berjalan menuju meja makan yang bahkan makanan itu belum habis mereka santap.Kevin muncul ketika Asmara sudah duduk dan berpura- pura makan."Aku harus ke
Bab262Mata Elea berkaca- kaca. "Maaf," lirihnya."Aku benci wanita sepertimu! Menjauh dari suamiku," teriak Asmara sembari berjalan keluar dari ruangan Elea.Wanita itu menangis, dadanya sangat sesak. Ini pertama kali dalam hidupnya, dia menampar orang lain. Dan, orang itu orang yang sangat dia kenali.Tidak perduli setelah ini bagaimana reaksi Kevin. Yang jelas, Asmara sudah merasa puas meluapkan emosinya pada Elea.Elea terisak- isak. Meratapi kebodohannya kali ini, seharusnya dia menjauhi Kevin, bukan malah membuka peluang lelaki itu terus mendekat.10 menit kemudian, Arya masuk seorang diri. Entah kemana Kevin, yang jelas Elea hanya terdiam ketika Arya mendekatinya."Delima lumpuh," lirih Arya. Elea terkejut. "Benarkah?""Iya, cukup parah. Kedua kakinya patah.""Kasihan.""Kondisinya juga kritis, dia butuh donor darah juga," lanjut Arya lagi."Terus?""Andre sudah mengurusnya, aku nggak tahu banyak sih. Soalnya aku cuma nanya bentar sama dia," jawab Arya apa adanya."Kamu nggak
Bab263Isma salah tingkah, ketika Arya memasuki ruangan kerja mereka."Kerja belum becus, sudah pandai jadi tukang gosip, membully teman kerja, merasa paling hebat dan benar. Kau pikir, perusahaan ini tempatmu bersenang- senang?" bentak Arya pada Windy.Wanita itu berkaca- kaca menahan malu."Kenapa diam? Apa kelebihanmu bekerja di perusahaan ini?" tanya Arya lagi pada Windy.Windy tidak mampu bersuara. "Kamu!" Arya menunjuk Isma, dada wanita itu berdebar kencang."I--iya Pak.""Siapa nama kamu?""Isma, Pak.""Kamu dan temanmu ini, kemasi barang- barang kalian. Mulai hari ini, kalian saya pecat secara tidak hormat.""Tapi---" Isma berniat protes, namun Arya pergi begitu saja dengan sikap acuh tak acuh.Elea tersenyum menyeringai, sembari melemparkan tatapan mengejek keduanya.Rekan yang lain diam membisu, tidak berani berkomentar apapun."Semua gara- gara perempuan ini kita di pecat," teriak Windy pada Elea."Iya benar, dasar perempuan pembawa sial, semenjak dia bekerja di sini, kita
Bab264"Tapi saya khilaf, Pak. Saya bersalah, saya mohon ampun dan maaf," kata Isma."Cih." Kevin tersenyum mengejek, kemudian lelaki itu berjalan dan bersandar di meja."Tadi saja sok kuat, sok hebat, sok pintar. Merasa apa, merasa sudah lama bekerja, gila hormat atau bagaimana?""Tidak begitu, Pak.""Lalu apa alasan kalian melakukan hal itu pada Elea? Karena apa selain karena iri dengki?""Saya hanya tidak senang dia berganti- ganti laki- laki, saya tidak tahu dia istri Pak CEO." Windy menimpali."Apa urusannya sama kamu? Hidup suka sekali mengurusi orang. Ya sudah, pergi dari sini dan tunggulah dengan manis kedatangan Polisi di alamat kalian masing- masing. Jangan pernah berpikir ini main- main."Isma dan Windy menangis pilu, menyesali semua kebodohan mereka.Elea masuk ke ruangan Arya, lelaki itu tersenyum dan menyambut istrinya dengan sedikit bingung."Apa yang terjadi dengan wajah dan rambut ini?" tanya Arya."Mereka menghajarku, sialan sekali," gumam Elea."Kevin sudah membongk
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond