Bab150"Andai maafmu bisa menyembuhkan rasa sakit hatiku, maka aku pun ingin melukai kamu, Mas. Setelah itu, aku cukup minta maaf, dan semua selesai," gumamku dalam hati."Keluarga Zaenal sudah tahu? Apakah semua bisa di proses hari ini?" tanya Ibu lagi. Apa yang terjadi? Aku semakin penasaran.Terdengar mas Arya menarik napas."Zaenal benar- benar mengejutkan. Andai saja pihak rumah sakit lambat melihat, mungkin Erina dan bayinya tidak selamat," jelas mas Arya, membuatku sangat terkejut."Apa yang terjadi dengan lelaki itu," lirih suara Ibu."Maaf, Bu. Kalau dari sorot matanya saat tadi pertama datang, laki- laki itu nampak kosong. Bisa jadi, dia mengalami depresi," sahut Bi Siti.Aku pun semakin diliputi rasa penasaran, dan gegas membuka mata dengan perlahan, seolah aku baru sadar dari pingsan."Sayang, kamu sudah sadar," seru mas Arya, yang tersenyum senang menatapku.Aku membuang pandangan, aku tidak ingin melihatnya, hatiku masih sangat kecewa."El, maaf. Mas tadi buru- buru," i
Bab151"Kak," panggil Erina. Aku menoleh padanya, menatapnya dengan serius."Erina, kamu kenal aku sudah lama kan! Kita dari sahabat, hingga menjadi ipar. Apapun yang terjadi sama kamu, bukan hanya mas Arya, atau Ibu yang sakit hati, tapi aku juga. Aku sayang sama kamu, jadi tolong, apapun yang terjadi ceritakan sama aku, biar beban di sini." Aku meraih tangannya dan meletakkan telapak tangan di dadanya. "Beban di sini tidak menyesakkan, bukankah selama ini, aku selalu bercerita apapun padamu. Ingat, kita keluarga, kamu adik dan sahabatku."Aku langsung memeluknya, membuat dia meringis, seakan kesakitan. Aku melepaskan pelukan, memandanginya dengan curiga."Ada yang sakit? Apa yang terjadi? Katakan," pintaku dengan suara lembut.Erina menggeleng."Ceritakan padaku, setelah kamu bercerita semuanya, kamu jelaskan padaku keinginan kamu, aku akan mempertimbangkannya," kataku membujuknya.Lagi- lagi Erina bungkam, membuatku menarik napas berat.Sedih rasanya, melihat Erina begitu kekeh i
Bab152Di dalam mobil menuju perjalanan pulang ke rumah, aku dan mas Arya hanya diam tanpa bicara.Bahkan saat dia terlihat melirikku, aku enggan melihatnya, hingga mobil memasuki halaman rumah. Aku turun, disusul mas Arya.Gegas kubuka kunci rumah dan langsung masuk ke kamar. Di dalam kamar, aku merebahkan diri di kasur Cinta, sembari mengajak si mungilku itu bermain.Nampak wajah Cinta mulai lelah, aku pun memberikannya asi, kadang kuselingi dengan susu formula, jika aku sedang sibuk. 5 menit kemudian, Cinta pun mulai terlelap, dan aku membenarkan posisi tidurnya, agar dia merasa nyaman.Usai memberikan Cinta selimut, dan menyanggah tubuh gemoynya dengan bantal guling, aku pun bangkit dan berjalan menuju kamar mandi."Sayang," panggil mas Arya. Tidak kuhiraukan, aku masih jengkel."El, kok nggak nyahut," katanya lagi, aku tetap tidak perduli dan masuk ke dalam kamar mandi yang memang tersedia di kamar utama.Aku mandi merendamkan diri di bathup, aku menangis melampiaskan perasaan k
Bab153Mas Arya nampak gelisah, selalu melirikku. Aku pun ingin membalas kelakuannya tadi yang terus memainkan ponsel.Aku sengaja tertawa, seakan sedang berkirim pesan."Sayang ...." Terdengar mas Arya bersuara, aku tidak menyahut."Aku pesan pizza tadi, makan sama- sama yuk," ajaknya. Aku duduk di meja rias, sambil memainkan ponsel.Sedangkan mas Arya duduk ditepi ranjang."Makan aja sendiri, kamu nggak perlu aku juga," sahutku asal."Jangan marah terus dong! Mas minta maaf," ucapnya dengan wajah memelas.Aku tidak menanggapi, malah tertawa melihat ponselku yang tidak lucu sama sekali."Kamu dengerin aku nggak sih? Main ponsel melulu, lagi chat'an sama siapa?" Aku tertawa, karena mas Arya terpancing dengan tingkahku."Nggak usah pengen tahu urusanku! Urus saja sana masa lalu kamu," kataku, sembari melirik malas padanya."Wah, rupanya kamu masih saja cemburu, aku nggak ada maksud, El.""Bodo amat. Kamu bisa, aku juga bisa, Mas. Masa kamu main- main aku cuma nangis? Nggak, tunggu saj
Bab154Mas Arya menarik tanganku, membawaku ke dapur.Aku sedikit terkejut sebenarnya, saat melihat kue bertuliskan selamat ulang tahun, juga sekotak pizza medium."Cie yang tambah tua, marah- marah aja kerjaannya. Sudah ya, damai kita. Maaf, mas telat untuk mengucapkan dan merayakannya," papar mas Arya dengan wajah menyesal."Hari ini lumayan banyak kejutan, terlebih tentang Erina, yang lagi harus menjadi perhatian khusus," lanjut mas Arya panjang lebar.Lelaki itu membawaku ke dalam pelukannya."Aku cuma sayang dan cinta sama kamu! Jangan bahas siapapun lagi, selain urusan keluarga kita," pintanya dengan lembut, sembari berulang kali mendaratkan ciuman di keningku.Antara haru, kesal dan juga salah tingkah."Tapi kamu beneran nggak macam- macam kan? Tadi juga kamu mencurigakan, Mas. Nggak biasanya kamu diam di dalam mobil, tiba- tiba malah di mobil," tukasku masih dengan wajah ditekuk.Mas Arya terkekeh. "Itu lagi pesan kue ini, mendadak soalnya. Mas takut kamu dengar, makanya mas n
Bab155Erina memandangi wajah dan tubuh polosnya di depan cermin. Jejak- jejak kekerasan terlihat jelas masih bergambar di sana.Ingatan tentang kejadian 5 bulan pertama mereka di kampung, Zaenal mulai menggunakan kekerasan padanya.Erina berpikir, semua kekerasan yang Zaenal lakukan dia karenakan tertekan dengan keadaan.Berulang kali Erina memohon agar Zaenal membawanya kembali ke kota dan tinggal bersama Ibunya lagi.Zaenal menolak, dan selalu melayangkan 1 pukulan hingga berjalan selama 1 tahun.Meski tidak berutal, tapi nyaris seminggu sekali, Zaenal pasti menyakiti Erina jika tidak sependapat.Setiap kali menyakiti, maka Zaenal akan meminta maaf dan memohon ampun.Erina sudah tidak tahan lagi, begitu pula dengan Surya yang sudah jengah dengan kelakuan Zaenal.Akhirnya, keduanya diusir, dan di berikan ongkos pula untuk kembali ke kota."Demi anak kita, aku akan berubah," bisik Zaenal di perjalanan menuju kembali ke rumah Helena.Erina mencoba tetap percaya dan mengimbangi Zaenal.
Bab156"Ini nggak seberapa, semoga menjadi awal pertemuan kita yang baik. Saya sudah lama ingin sekali mengenal Ibu, sayangnya saat itu takdir berkata lain," tutur perempuan itu, membuat dadaku bergetar hebat sekali.Bahkan tungkai ini kian melemah, seakan tidak berpijak di tanah lagi.Wanita itu berusaha mengambil hati mertuaku, apakah dia benar- benar akan merusak rumah tanggaku? Ya Allah."Iya. Kira- kira, apakah niat Nak Hanum sebenarnya?" tanya Ibu lagi, membuatku urung untuk melangkah masuk."Saya hanya ingin bersilaturahmi kembali dengan Arya, juga dengan keluarga Ibu. Mana tau, masih ada jodoh," jawab wanita itu, diiringi tawa nya yang terdengar manja.Cih, ingin sekali aku masuk dan menampar wajahnya itu, tapi aku tetap harus sabar dan bertahan, ingin tahu reaksi Ibu selanjutnya."Wah jangan sampai berjodoh, Arya sudah menikah dan punya anak yang cantik pula. Alangkah baiknya, Nak Hanum mencari laki- laki lain, Ibu doakan semoga dapat yang baik dan tulus."Hatiku menjaga sedi
Bab157"Kak, kalau begini kok rasanya kita sedang beradu nasib sih," katanya lagi sembari terkekeh."Enak nggak rumah tangga?""Nggak, rumit ternyata," lirihnya."Kakak tau nggak, kenapa aku babak belur di hajar sama Zaenal?" tanya Erina dengan serius."Maaf ya, Kak. Untuk pembahasan tentang si Hanum kita jeda dulu, ada hal penting yang harus kakak tahu.""Apa itu?" Aku penasaran."5 bulan kami di kampung, untuk pertama kalinya dia memukuliku secara berutal, aku masih bisa memaafkannya, sadar diri sebatang kara di kampung orang. Jadi aku mengalah, tapi dia menjadi ketagihan, dan selalu memukul jika marah. Keluarganya tidak ada yang membelaku. Cuma awalnya dibela sama Kak Surya. Entah mengapa, tiba- tiba dia tidak mau ikut campur lagi."Erina menarik napas, aku semakin antusias mendengarkannya."Lalu?""Setiap kali memukulku, dia akan minta maaf dan bersujud. Tapi setelahnya laksana embun yang menguap terbawa angin. Aku kan nggak selamanya bisa sabar," katanya."Ih setengah- setengah,"
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond