Bab311Helen nampak serba salah, sedangkan Azzura terus menunduk, begitu juga dengan Eko."Duduk semuanya, kita bicara," ujar Kevin dengan suara tegas. Semua juga tahu bagaimana kerasnya Kevin, sehingga ke- 4 orang itu tidak berani bersuara sama sekali.Mereka berempat duduk, Azzura bersebelahan dengan Eko, sedangkan Aletta dan Helen."Dimulai dari Kak Azzura dan mas Eko, ngapain kalian di sini, dan Kak Azzura, apa maksud Kakak, mengatakan hal buruk itu pada anakku?" tanya Kevin dengan tatapan tajam.Azzura dan Eko menunduk."Jawab! Jangan menguji kesabaranku," bentak kevin."Kami hanya rindu pada Ibu, apa itu salah?" jawab Azzura dengan cepat."Ya, itu benar, Vin. Kami hanya menjenguk Ibu," timpal Eko."Oke baik, terus ucapan kak Azzura tadi?""Kenapa kamu begitu percaya pada anak kecil sih, mana mungkin aku ngomong begitu.""Aku mendengar sendiri tadi," ujar Kevin dengan tatapan tenang."Kamu salah dengar saja," jawab Azzura.Kevin mendengkus, sembari menatap kesal pada Azzura, yang
Bab312"Kak, Ibu?" Kevin masih bersikap tenang, menunggu jawaban Aletta dan Helen."Vin, kok kamu kayak nggak percaya gitu sama Kakak sendiri," protes Azzura, perasaan wanita itu kini semakin gelisah menatap sorot mata Aletta yang nampak mengintimidasinya."Kak Azzura kenapa gelisah? Apakah Kakak sedang berbohong?" tanya Kevin."Vin, jangan begitu, biar bagaimana pu n juga, Azzura ini Kakak kamu," timpal Eko, mencoba membela istrinya."Mas Eko, sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga, aku adalah orang yang paling gagal. Tapi setelah melihat mas Eko, kurasa aku salah.""Maksud kamu?" tanya Eko, yang bingung dengan ucapan Kevin."Mas Eko lebih pantas menyandang status lelaki gagal dalam segala hal."Wajah Eko memerah, mendengar ucapan Kevin."Kevin, kok kamu nggak sopan begitu sama suami Kakak?" Azzura tak senang dengan ucapan Kevin."Kenapa? Jangan kalian pikir aku tidak tahu apa- apa. Asal kalian tahu, semua yang kalian lakukan pada Asmara di dalam rumah ini, aku tahu semuanya!!
Bab313"Asmara," lirih Kevin, wanita itu menuruni anak tangga, menatap tajam pada Kevin sembari menyeret kopernya.Asmara berjalan mendekati Kevin, dengan tatapan kecewa."Apakah begini cara seorang lelaki menyelesaikan masalah di dalam rumahnya? Mereka ini keluargamu, bukan musuhmu." Kevin terdiam."Dan apakah pantas kamu berkata sekasar itu pada Ibu? Wanita yang bertaruh nyawa melahirkanmu, wanita yang membesarkanmu dengan penuh cinta. Sekarang kamu merasa hebat, jadi berani berkata sekasar itu pada Ibu?""Munafik," gumam Azzura, Asmara mengabaikannya."Aku tidak ingin menjadi biang kehancuran keluarga kalian, aku bisa pergi sekarang juga. Makasih, sudah memberiku kesempatan, untuk merasakan menjadi Ibu seutuhnya," tutur Asmara."Kamu tidak akan kemana- mana, kamu Ibu Jelita, apakah kamu tega meninggalkannya lagi?""Vin, jangan menahanku. Tolong, aku hanya ingin hidup tenang, jauh dari masalah. Capek Vin, aku butuh ketenangan, cuma itu."Asamra menarik napas, kemudian menatap dalam
Bab314Di dalam kamar, Kevin mulai gelisah memikirkan nasib Jelita selanjutnya jika Asmara tidak kembali lagi.Kenapa lagi- lagi Jelita harus menjadi korban, Kevin kembali menatap layar ponselnya dan menghubungi seseorang."Awasi seseorang untukku, dan laporkan padaku apapun yang dia lakukan, akan aku kirimkan fotonya," ujar Kevin.Kemudian sambungan telepon berakhir ketika jawaban siap Kevin dapatkan. Lelaki itu menatap Jelita yang asik menggambar."Sayang, kita makan diluar malam ini," ujar Kevin pada Jelita.Jelita menghentikan gambarannya."Rasanya seperti mimpi, ketika Mamah datang ke rumah ini. Tapi, ketika Jelita bangun tidur, Mamah sudah tidak ada lagi."Ucapan gadis kecil itu, membuat hati Kevin perih."Kenapa ketika ada Mamah, tidak ada Papah. Dan ketika ada Papah, tidak ada Mamah. Kenapa, Jelita kan pengen punya keluarga yang lengkap, seperti teman- teman," ungkap gadis kecil itu, dengan mata yang mulai berkaca- kaca.Kevin mendekati anaknya dan memeluk gadis kecil yang can
Bab315"Vin, bolehkah kita bertemu? Ada sesuatu yang ingin aku diskusikan," ujar Asmara. Meskipun diliputi perasaan ragu, tetapi Asmara tidak punya pilihan lagi.Kevin tersenyum menyeringai."Tentu saja, dimana?"Asmara pun menyebutkan tempat pertemuan mereka.Asmara ingin urusan ini segera selesai, dia memilih kembali ke Jakarta saja setelah ini, dia tidak punya kenalan banyak di kalimantan, juga tidak memiliki pekerjaan.Sebuah cafe, tempat pertemuan Kevin dan Asmara. Sedangkan Jelita tidak ikut, Kevin mengantar gadis cantik itu pulang ke rumah."Ada apa?" tanya Kevin, setelah beberapa detik mereka hanya diam. Sejenak, Kevin menatap wajah Asmara yang gelisah bercampur ragu. Ada senyum kemenangan yang tercetak jelas diwajah Kevin, tanpa bisa Asmara baca."Vin, aku, aku ...."Asmara menunduk, malu dan ragu."Apa? Katakan saja, waktuku tidak banyak," tegas Kevin, jengah dengan keragu- raguan Asmara.Kevin memang type lelaki tidak sabaran.Asmara mendongakkan wajah, menguatkan hati un
Bab316Pagi hari, Asmara bergegas ke rumah Kevin, dia sudah tidak sabar dan tidak tahan dengan teror yang dia dapatkan dari orang yang mengaku keluarga si preman.Tepat saat sarapan pagi, Asmara sudah berada di depan pintu rumah mewah Kevin. Kevin yang tahu kedatangan Asmara, pun dengan sengaja diam dan tetap sarapan, membiarkan sang Ibu yang membukakan pintu."Siapa sih pagi- pagi bertamu," gumam Helen dengan kesal, bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah pintu utama.Aletta menyantap sarapannya dengan tenang, wanita itu juga sudah siap dengan baju dinasnya. Sedangkan Jelita, sudah siap dengan seragam TK nya."Kamu?" seru Helen dengan pelan, ketika membuka daun pintu dengan lebar.Asmara mengangguk sopan sembari tersenyum tipis."Maaf, Tan. Asmara ada janji sama Kevin," beber wanita cantik berambut panjang lurus itu."Urusan apa? Kamu mau menggoda anakku lagi? Kamu itu perem ...."Belum selesai Asmara berkata, Kevin sudah menyela."Masuk, Ra."Asmara mengangguk canggung, Helen men
Bab317Melihat ekspresi wajah Asmara, Kevin tersenyum manis dan mulai semakin merapatkan tubuhnya pada Asmara.Dengan penuh kelembutan, Kevin mulai mencium bibir ranum Asmara hingga keduanya sama- sama terbuai oleh gelora panas. Antara rindu dan napsu.Tangan nakal Kevin mulai meraba buah kembar Asmara yang masih kencang, padat berisi.Asmara mendesah, membuat Kevin semakin bersemangat meremasnya. Mata Asmara mulai terpenjam, Kevin lagi- lagi tersenyum penuh kemengan. Hingga tangan Kevin bergerak turun, mendekati daerah sensitif Asmara."Sial, si joni bangun," desah Kevin dalam hati. Asmara pun merasakan sesuatu yang menonjol dari celana Kevin.Ada getaran aneh, saat Asmara merasakan benda yang menonjol keras itu.Hingga ketukan di depan pintu ruangan kerja Kevin, membuat keduanya terkejut. Asmara seakan sadar dari belenggu Kevin, seketika langsung mendorong lelaki itu dengan cukup keras."Sialan," bentak Asmara. Kevin semula terkejut akibat dorongan itu.Namun, sedetik kemudian dia
Bab218"Vin, kamu mempekerjakan asisten rumah tangga lagi?" tanya Helen, ketika seorang wanita paru baya datang ke rumah mereka.Kevin yang bersama Asmara di ruang kerja, pun keluar saat Helen datang dan bertanya tentang tamu yang dia terima."Iya, biar ada yang bantu ngurus rumah," jawab Kevin.Helen hanya diam dan mengikuti langkah Kevin menuju ruang tamu, menemui pelamar kerja yang dikirim pihak yayasan."Halo tuan, saya Minah, yang dikirim pihak yayasan, untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga.""Halo juga Bi Minah, silahkan duduk," ujar Kevin. Setelah berbincang mengenai tugas, serta kewajiban bi Minah dan merasa cocok, Kevin mempersilahkan bi Minah untuk ke belakang dengan Helen yang mengantar kamar khusus asisten rumah tangga.Setelah mengantar Minah, Helen kembali menemui Kevin."Vin, Asmara jemput Jelita ya," tanya Helen, ketika melihat Asmara keluar rumah menggunakan mobil Kevin."Iya, Bu. Asmara akan tinggal di sini, mulai hari ini.""Loh, untuk apa? Kalian bukan suami i
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond