Bab280"Tolong kendalikan sikapmu, Tuan. Ingat, kita disini untuk urusan bisnis, bukan untuk saling mengancam." Asmara memperingati. Sebenarnya dia sudah muak hidup bersama Felix, lelaki pilihan Ayahnya.Pernikahan dia dan Felix terjadi, karena paksaan Bramasta. Lelaki kejam itu melakukannya semata- mata demi hubungan bisnis dengan keluarga besar Felix yang merupakan orang yang cukup berpengaruh di LN, juga Jakarta.Bisnis mereka sangat besar dengan beberapa anak perusahaan yang menyebar luas diberbagai kota di Indonesia, termasuk negara asal mereka.Bagaimana Bramasta tidak tergiur, apalagi keluarga Felix merupakan orang yang sangat di hormati para pejabat penting negara, tentu saja menjadi suatu kebanggan bagi Bramasta, berbesana'an dengan keluarga besar Felix."Urusan bisnis apa? Aku muak berada di sini melihat semua tadi," ujar Felix mendengkus.Entah mengapa, setelah memastikan anak kecil tadi adalah anak Asmara, perasaan Felix mendadak marah.Ada perasaan jijik, yang sulit dia
Bab281"Kau harus tahu, aku lebih baik dari masa lalumu itu! Jadi jangan pernah kau sisakan mereka dihatimu," tegas Felix, ketika mereka sudah berada di rumah.Asmara hanya terdiam."Mereka tidak begitu terlihat baik, hanya sekumpulan orang- orang yang terlihat konyol, terutama anak perempuan itu," cibirnya dengan sengaja. Felix menghela napas, dia ingin memancing amarah Asmara.Entah mengapa, Felix senang sekali melihat Asmara menderita. Mengingat di awal- awal pernikahan, Asmara menolak untuk di sentuh, bahkan berkali- kali Asmara mengatakan, dia tidak menerima pernikahan ini dengan baik.Felix sakit hati dan menaruh dendam pada Asmara. Dia merasa jauh lebih baik dari Kevin, bahkan dari semua yang bersangkutan dengan Asmara beberapa tahun yang lalu.Dia tidak tahu, kini Kevin menjadi orang besar dengan segala kemajuan dalam hidupnya.Di sebuah Hotel, tempat Kevin kini menginap bersama keluarganya, dia mulai berbincang dengan Jelita, mencoba memberi pengertian pada gadis kecil yang s
Bab282Sebelum kembali ke Kalimantan, Kevin menyempatkan diri bertemu dengan Zurnal.Tidak ada yang sulit bagi Kevin untuk menghancurkan Felix, apalagi dia sangat tahu betul kelemahan Bramasta. Di dalam rumah Zurnal, keduanya berbicara secara private. Kali ini, Kevin merencanakan sesuatu yang besar, sebab itulah dia tidak ingin kecelongan. Layaknya Kevin yang bisa memasang mata- mata, dia pun berpikir Felix bisa saja melakukan hal yang sama. Sebab itulah, Kevin sangat berhati- hati dalam tindakannya."Kamu yakin tentang Asmara? Apakah kamu berencana ingin merebut dia dari lelaki itu?""Kenapa tidak? Anggap saja aku melakukan itu demi Jelita."Zurnal mengernyit."Kupikir karena kamu sudah mencintainya." Zurnal menghela napas dan mengarahkan pandangan menyelidik."Apakah kamu masih memiliki perasaan pada Elea? Kuharap kamu melupakannya, jangan merusak apapun setelah sekian tahun hidup kita nyaris aman dari masalah."Kevin tersenyum, "Kupikir aku sudah melupakannya, entahlah. Untuk apa
Bab283Felix cukup serius dalam hal ini, dia benar- benar mengamati wajah cantik Elea.Meskipun Asmara juga cantik, akan tetapi setiap lelaki yang melihat mereka, entah mengapa lebih tertarik melihat wajah polos Elea yang memang tidak begitu banyak gaya.Seminggu kemudian, sesuai harapan Felix, dia mendapatkan kabar mengenai keberadaan Elea di sebuah pusat perbelanjaan. Kabarnya, Elea pergi bersama dengan temannya, tanpa membawa dua anaknya. Kebetulan hari ini hari libur, sepertinya dia sedang menikmati hari santai dengan berbelanja.Di kejauhan, Felix memperhatikan Elea yang sedang berjalan sembari berbincang hangat dengan teman di sampingnya itu.Felix senang melihat senyuman Elea yang begitu lepas, jelas sekali wanita yang menjadi targetnya kini merupakan wanita periang.Tiba- tiba seseorang dengan cepat berlari ke arah kedua sahabat itu dan menabrak Elea dengan sengaja, hingga membuat Elea nyaris terjungkal.Tiba- tiba tangan kekar meraih tangan Elea, dan tangan satunya lagi mena
Bab284Pagi ini, hariku cukup baik, aku sarapan dan seperti biasa mengantar Cinta ke sekolahnya.Rutinitas itu kadang membuatku merasa bosan, tapi namanya juga ibu rumah tangga, suka tidak suka tetap aku jalani.Aku ingin sebenarnya ikut bekerja, tapi suami selalu melarangku. Setelah mengantar Cinta ke sekolah, aku mulai merasa harus melakukan sesuatu lagi.Sepertinya aku harus menikmati hidup lebih banyak, agar pikiran tetap waras.Karena hubunganku dengan Delima sekarang juga mulai membaik, aku meminta mang Udin membawaku ke rumah mantan maduku itu.Sesampai nya di rumah sederhana yang Delima tempati bersama mas Andre dan menantunya itu, aku turun.Kuketuk pelan pintu rumahnya, dan tidak menunggu lama, pintu pun terbuka."Eh, Mbak El." Wanita itu menyapaku, istri mas Andre, Dahlia namanya."Dahlia, Ibumu mana?" "Ibu ada di dapur, lagi makan, masuk yuk," ajaknya. Aku tersenyum dan masuk mengikuti langkahnya dari belakang."Bu, ada mbak El ...." Dahlia berkata sembari berjalan menuj
Bab285Felix nampak serba salah."Felix, aku lanjut pesan dulu," kataku. Felix mengangguk."Oh iya, oke."Felix pun mulai memesan perawatan juga.Padahal tadi saat konsul sebentar, aku tidak melihat Felix, tapi pas pesan perawatan, Felix malah ada.Cukup memakan waktu yang lama untuk perawatan, kami pun telah selesai dan menuju tempat parkiran.Di parkiran, rupanya mang Udin sudah tertidur pulas. Aku tersenyum, dan mengetuk pintu kaca mobil."El, kok ban mobilnya pada bocor," ujar Delima melihat ke arah ban mobil kami.Aku tercengang, "kok semuanya," gumamku."Pasti ada yang iseng ini," kata Delima dengan yakin."Mana mungkin," sahutku cepat."Terus apalagi? Masa kempes ban- nya sampe semua begitu."Aku pun bingung, kok bisa begini. Aku mengetuk lagi kaca mobil, dan mang Udin pun terbangun.Kemudian gegas dia membuka pintu mobil."Maaf, saya ketiduran." "Mang, kenapa ban mobil semua kempes?" tanyaku. Mang Udin nampak terkejut dan memeriksa semua ban mobil."Kok bisa gini ya," lirihny
Bab286Dari awal pertemuan dengan Felix, Delima sudah menunjukkan gelagat berbeda memandang Felix.Padahal aku berhutang nyawa pada lelaki ini, tapi Delima tidak baik memperlakukannya."Dia sepertinya tidak menyukaiku," gumam Felix dengan wajah sedihnya.Aku benar- benar tidak nyaman pada Felix, tingkah Delima ini sangat tidak aku sukai."Jangan salah paham, dia baik sebenarnya," kataku membela Delima."Yasudah, sepertinya dia tidak percaya padaku untuk mengantar kamu pulang, tidak apa, mungkin bagi dia aku orang jahat," ucap Felix dengan memaksakan senyumnya. Aku tahu, Felix menyembunyikan kekecewaannya."Tidak, jangan salah paham.""Apakah kamu juga tidak percaya padaku?" tanya Felix. Aku menggeleng. "Aku percaya.""Kalau begitu, kamu mau kan kuantar pulang?" Felix tersenyum penuh harap, aku tidak tega merusak senyumannya itu."Elea ...." Delima masih setia menungguku diluar, meski terik matahari menyengat dirinya."Aku pulang bersama Felix saja, jangan khawatir," ujarku.Delima me
Bab287Kepala terasa pusing, aku membuka mata dengan perlahan. Samar kulihat, ternyata Felix."Astagfirullah," ucapku sembari mengerjab- ngerjabkan mata, memperjelas pandanganku."Akhirnya kamu sadar juga," Felix menatapku.Aku memandang sekeliling, rupanya masih di dalam mobil."Felix, bagaimana kamu ada di sini? Kemana dua orang tadi?" tanyaku. Aku berusaha duduk dan di bantu Felix."Sudah ditangkap, maafkan aku sedikit terlambat, tapi kamu tenang saja, semua sudah diurus."Aku mengangguk."Aku mau pulang," lirihku. Felix berulang kali meminta maaf, dan mengantarkan aku pulang. Di rumah, di ruang tamu rupanya suamiku duduk menunggu."Dari mana saja kamu?" tanya mas Arya dengan tatapan tajam, tersirat kemarahan jelas dipelupuk matanya."Aku, aku dari klinik.""Jangan bohong! Siapa yang mengantarkan kamu pulang?" bentak suamiku. Aku gemetar, melihat kemarahan di sorot matanya."Maaf." Aku menunduk."Aku melihat di cctv, siapa dia? Siapa laki- laki yang mengantarmu itu? Sampai kamu lu
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond