Bab182"Mas Arya," lirihku, ketika melihat suamiku berdiri tegak di depan Delima."Ayah ...." Delima bergumam."Jangan sakiti istriku! Mengenai hal yang menimpa Andre, dia memang tidak tahu apa- apa. Tidak ada fitnah, semua bukti sudah jelas, memang Andre pelaku penusukan malam itu."Delima menarik tangannya dengan kasar."Fitnah! Demi Allah aku bersumpah dengan otak yang masih waras. Andre tidak melakukan hal itu, dia bersamaku selama 1 minggu, hanya menjagaku yang saat itu difitnah gila oleh Delia karena meminta harta Andre di kembalikan. Kami meringkuk di bawah pos ronda kampung kumuh, Andre tidak pernah pergi kemana pun, bagaimana mungkin dia menusuk Elea ....""Delima, bukti sudah jelas.""Bukti apa? Sidik jari, sarung tangan. Bukankah sudah kami jelaskan, itu bukan milik anakku. Tapi kenapa Polisi itu tidak mau mendengarkan?""Bukti sudah jelas, tidak mungkin Andre tertangkap tanpa bukti."Delima terlihat gemetar. "Bahkan topi ninja itu juga di temukan di dalam tas Andre. Mau m
Bab183Kami pun akhirnya sampai di depan rumah, yang memang tidak begitu jauh dari warung makan tadi.Aku keluar dan disusul mas Arya yang menggendong Cinta.Usai meletakkan Cinta di dalam kamarnya, kami kedatangan tamu malam- malam, padahal sudah jam 9 malam."Siapa, Mas?" tanyaku, ketika mas Arya menyibak sedikit horden."Kayaknya mobil Erina," jawab mas Arya, yang masih berdiri di dekat jendela.Aku yang berdiri di depan pintu kamar pun mendekat."Ibu sama Erina yang datang," kata mas Arya, kemudian membuka pintu.Mas Arya pun bersalaman sama Ibu, begitu juga denganku. Wajah Ibu nampak lesu, entah apa pula permasalahan nya kini."Malam banget kesini, ada apa nih?" tanya mas Arya sembari menutup pintu ketika Ibu dan Erina masuk."Ada hal penting yang harus kita bicarakan," jelas Ibu sembari berjalan menuju sofa tamu. Disusul Erina dan aku pun berpamitan ke dapur untuk membuatkan minuman hangat.Entah apa saja yang mereka bicarakan, namun terdengar jelas suara keras mas Arya. "Apa?
Bab184Aku melonggarkan pelukan Ibu mertua. "Insya Allah, Elea akan ngomong sama Ayab dulu."Ucapanku seakan menghembuskan angin segar ke wajah Ibu. Wajah yang semula kuyu kini bisa tersenyum kecil."Tidur di sini saja, Bu. Besok Arya bantu urus juga," kata suamiku yang di sahut dengan anggukan oleh Ibu dan Erina.Mas Arya dan aku membawa Ibu ke kamar tamu yang selalu memang bersih dan rapi, sehingga memudahkan para keluarga jika ada yang mau menginap.****Di dalam kamar kami, aku dan mas Arya mulai berbincang."Mas, entah kenapa aku yakin jika bukan Mas Andre pelaku penusukan itu," ungkapku.Mas Arya menarik napas. "Jangan terpengaruh dengan Delima, dia sudah sering datang ke kantor menjelaskan hal yang sama, menangis dan memohon padaku."Aku terkejut mendengar pengakuan mas Arya.Aku yang semula rebahan di sampingnya kini langsung duduk, dan menatap mas Arya."Kok kamu nggak pernah bilang apa- apa sama aku?" tanyaku."Kamu selalu sibuk juga, semenjak kamu kerja, kamu seakan tidak
Bab185Dadaku seketika menjadi nyeri, kakiku kebas, seakan tak mampu kugerakkan. Apakah Ayah yang sengaja ingin membunuhku? Tapi kenapa, bukankah aku ini anaknya?Astagfirullah, aku merasa ketakutan rasanya saat ini. Apakah ini juga ada hubungannya dengan hilangnya Bi Ijah?Apakah tujuan Ayah sebenarnya? Mengapa harus sesadis ini? Apakah semua demi harta warisan? Jika iya, maka aku tidak keberatan harta itu dia ambil.Asalkan, hidupku tenang tanpa gangguan semacam ini. Ya Allah.Perlahan, semua masalah terkuak satu persatu, dari perubahan Ibu mertua, penipuan Hanum hingga penusukan."El ...." Terdengar suara Amira memanggilku, aku syok dan bergegas menjauh dari depan pintu ruangan Ayah dan melaju dengan cepat menuju toilet."Kurang ajar banget sih Amira, sampe manggil- manggil begitu," gumamku sambil masuk dan mengunci daun pintu toilet.Aku berdiri di dinding dengan tubuh gemetaran, hingga merosot dan luruh di lantai.Belum berhenti debaran degup jantungku, kini terdengar langkah kak
Bab186Aku masih gemetaran, bahkan ketika mobil mas Arya sudah menepi di depan rumah kami. Nampak terlihat Ibu mertua membukakan pintu, dan mas Arya gegas menggendongku yang masih terasa tidak kuat untuk berpijak."Ada apa, Arya, El?" tanya Ibu, ketika melihat aku terus menangis dan di gendong mas Arya.Ibu masih bingung, dengan Cinta yang berada di gendongannya. "Nanti dulu, Bu. Biarkan kami masuk," sahut mas Arya melewati Ibu dan membawaku masuk ke ruang keluarga.Di ruang keluarga ada sofabed dan aku di letakkan mas Arya di sana. Ibu menyusul kami masuk ke dalam, setelah menutup pintu depan."Tenangkan dirimu dulu, Mas buatkan teh hangat," kata suamiku. Aku tidak menyahut, hanya memeluk kedua lututku dengan tangisan yang tidak kunjung bisa kuhentikan."Apa salahku Ayah? Mengapa kamu menginginkan nyawaku?" gumamku terus menerus."El, kamu ngomong apa? Apa yang terjadi?" tanya Ibu. Rumahku nampak sepi, babysitter Cinta entah kemana, aku pun sudah tidak bisa banyak mikir lagi."Bu,
Bab187Dibawah pohon rimbun, aku, mas Arya dan Erina berdiri, meratapi si tanah basah bertabur'an bunga. Beberapa kerabat telah pulang lebih dulu, dan menyisakan kami bertiga di keheningan. Sedangkan Cinta ikut bersama Bi Siti, yang kini bekerja di rumah kami."Ayo kita pulang," ajak Erina. Sejak mengetahui Ibu meninggal karena serangan jantung, persis seperti Ayah mas Arya dulu, Erina tidak menangis sama sekali.Badannya yang kini besar karena berbadan dua itu pun nampak berjalan tenang bersamaku meninggalkan tempat peristirahatan terakhir Ibu mertua."Andai kutahu Ibu lemah jantung, tidak ingin aku terus melawannya saat itu," gumamku dalam hati.Mas Arya nampak tidak bersemangat, mengikuti langkah kami dari belakang.Ayahku apa kabar? Beliau lenyap, bahkan ponselnya saja sudah tidak bisa dihubungi lagi.Sulit dipercaya, tapi faktanya memang begini. Entah apa maksud Ayah melakukan ini, melindungi warisan yang selama ini dia kelola? Atau apa aku pun tidak mengerti.Di dalam rumah, ke
Bab188Mas Arya yang baru pulang dari ngojek pun terkejut melihat rumah kontrakan yang pecah jendela nya."Kita nggak bisa terus begini, aku harus menemui Ayah ke Jakarta," kataku, ketika kami bertiga berbicara di ruang tamu."Kakak Elea benar, semakin kita diam, mereka semakin mengancam kita dan entah apa niatnya, aku nggak rela kita terus begini," ucap Erina menimpali."Kita titipkan Cinta sama Tante dan Om, aku nggak mau anakku ikut bahaya. Aku sudah jengah berdiam diri, aku yakin, keberadaanku masih membuat mereka tidak tenang. Itu berarti, masih ada hal besar yang belum mereka kuasai.""Mas akan jual tanah peninggalan Ayah, dan kita akan jadikan modal itu buat di Jakarta.""Aku akan balas perbuatan mereka," gumamku dalam hati.Seminggu setelah kejadian itu, tanah yang mas Arya jual pun sudah beres urusannya."Kamu tinggal bersama Om dan Tante dulu ya, Er. Jagain Cinta," pintaku pada wanita itu.Erina mengangguk, tanpa berkata- kata lagi dia memelukku dan mas Arya bergantian."Jag
Bab189"Aduh, kita sudah di sini, Bi Ijah malah di sana," keluh Mas Arya nampak kecewa."Aku telepon Erina dulu," kataku. Aku duduk, dengan perasaan yang tidak sabaran, menunggu panggilan telepon di jawab.Namun ketika sambungan telepon di jawab, malah Bi Ijah yang bicara."Nak, berhati- hatilah sama Ibu tiri kamu! Bibi sudah mendengar semuanya dari Erina. Nak, dia wanita yang licik dan sangat berbahaya. Bibi diculik dan di siksa saat menuju pulang ke kampung halaman. Perusahaan raksasa yang kini di pegang Ayahmu di Jakarta, dan seluruh aset- aset kekayaannya masih hak milik kamu, Nak.""Aku benci dengan harta warisan pembawa maut dan kesengsaraan itu! Ayah pun jahat, merusak hidupku dan nyaris membunuhku ....""Itu tidak mungkin, Ayahmu bukan penjahat seperti itu.""Itu benar, aku mendengar sendiri perkataan Ayah dengan orang suruhannya.""Itu tidak mungkin, Nak. Ini pasti ada yang salah," jawab Bi Ijah masih kekeuh dengan pendapatnya."Itu benar dan aku tidak salah dengar, Ayah bahk
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond