Bab613"Mah, Papah, sepertinya saya tidak pantas mendapatkan warisan kalian sebanyak itu. Wajar jika istrinya Galih protes, karena faktanya memang Galih yang berusaha keras memajukan perusahaan kalian. Sedangkan saya? Saya pergi layaknya pengecut, dan tiba- tiba datang hanya karena warisan. Ah, rasanya sangat memalukan, tidak berkontribusi apa- apa, malah sebaliknya ....""Jelita, kamu itu anak Papah dan Mamah, kalian semua sama. Pembagian harta warisan itu sudah Mamah dan Papah lakukan seadil- adilnya," jelas Kevin.Mereka bertiga berbicara di ruangan Kevin dan Elea. Ruang khusus untuk orang tua itu kadang sekedar menghabiskan waktu bersama. Di balkon lantai 3, khusus di desaign untuk mereka bersantai, memandangi langit, merasakan kesejukkan udara pagi, menikmati masa tua mereka dengan tenang dan bahagia."Mamah dan Papah berencana akan pindah ke Bandung, kami ingin menikmati masa tua kami di sebuah desa yang ada di sana.""Bandung? Kenapa harus Bandung?" tanya Jelita."Nak, kami ber
Bab614"Ya sudah, nggak usah di jawab anakku," ujar Elea lagi, yang melihat Jelita menunduk."Harus di jawab Jelita! Biar bagaimana pun, Enggar juga cucu kandung kami, kamu jangan malu, sejauh ini kamu sudah sangat hebat, bisa membesarkan mereka seorang diri, entah kemana laki- laki pengecut itu," lirih Kevin."Papah, maafkan saya, saya hanya mampu menyekolahkannya hingga SMA, Enggar tidak ingin membuat saya susah lagi katanya, dia memilih untuk bekerja. Awalnya pekerjaannya cukup bagus, namun takdir kembali mengujinya ketika dia sudah memasuki dunia pernikahan. Entah bagaimana, yang jelas kini dia hanyalah seorang tukang ojek biasa, bahkan motor yang dia gunakan sangat butut. Saya bukan bermaksud minta di kasihani, hanya bercerita," ujar Jelita dengan mata yang mulai berkaca- kaca."Kami paham anakku," timpal Elea sembari menggenggam tangan Jelita."Bagus sendiri lulusan apa?" tanya Kevin."Bagus lulusan S1, Pah. Karena saat itu keadan Jelita masih mampu," jelas Jelita._____>>__
Bab615 - pov JelitaMakan malam bersama, aku benar- benar di buat canggung dengan suasana rumah Mamah dan Papah ini.Abel melirik sinis ke arahku, membuatku serba salah."Kamu nggak mandi? Baju juga nggak ada ganti?" tanya Abel, dengan tatapan meremehkanku."Aku sudah mandi, cuma nggak ganti baju aja, kebetulan aku nggak ada bawa baju ganti," jawabku."Idih, tetap aja bau kalau gitu, hilang selera makanku kalau begini," keluh Abel."Abel, tolong hargai saya, saya masih cukup sabar siang tadi, jangan sampai malam ini hilang rasa sabar saya," ancam Papah, membuat Abel terdiam."Kamu duduk dan makan, nggak usah ada drama malam ini," tegas Papah kepadaku.Aku hanya diam dan duduk. Entah siapa gadis muda di samping kananku kini, kira- kira usianya belasan tahun. Dia menarik kursi makannya, agak menjauh dariku.Wajahnya cukup mirip dengan Galih dan Abel, mungkin itu anak mereka."Tiba- tiba Raisa menjadi kenyang," tutur anak itu."Raisa makannya nanti saja," jelas anak gadis itu lagi. Ent
Bab616"Kamila, sejak kapan kamu di situ?" tanya kak Cinta."Kamila baru saja kemari, karena di minta Kakek manggilin tante Jelita, di tunggu di ruang keluarga," jawab wanita cantik itu."Tapi tadi itu apa? Kamila mendengar dengan jelas ucapan tante Jelita, dan butuh penjelasan," ujarnya lagi."Itu masa lalu, tidak perlu kita bahas lagi." Kak Cinta menjawab."Ayo Jelita, kita temui Mamah dan Papah," ucap kak Cinta ke arahku."Mah, Kamila butuh penjelasan, jangan begini. Karena ini menyangkut Ayah Kamila, yang keberadaannya hingga saat ini tidak jelas," tutur wanita itu dengan suara bergetar."Tidak jelas bagaimana? Ayahmu sudah mati di telan waktu! Tidak perlu membahas dia lagi, kamu mau Mamah sakit hati?" tanya kak Cinta pada Kamila dengan tegas."Apa kasih sayang kami kurang? Apakah Mamah saja tidak cukup?"Kamila mendesah berat, menyiratkan kesedihan yang mendalam dari bola matanya.Hatiku semakin perih, seakan di peras oleh rasa bersalah yang semakin mendalam."Aku hanya ingin mem
Bab617"Maaf Mah, Pah, sepertinya Galih harus bicara sama Abel dulu," ujar Galih.Elea hanya terdiam, sedangkan Kevin langsung berdiri dan meninggalkan ruang keluarga."Tidak semua hal harus sesuai keinginan kamu, Abel. Terkadang, kita harus tahu diri," ucap Elea dan beranjak pergi juga dari ruang keluarga."Ta, ayo kita kembali ke kamar kamu lagi saja, sepertinya Galih harus benar- benar jeli melihat hal semacam ini," sindir Cinta sambil menarik tangan Jelita.Hening, semua pergi. Hanya ada Abel, Raisa dan juga Galih."Raisa, masuk kamar! Papah mau bicara sama Mamah kamu," titah Galih.Gadis cantik bernama Raisa itu pun mengangguk patuh dan meninggalkan ruang keluarga."Kamu lemah sekali sih, Mas! Sampai kapan kamu mau diperbudak keluarga ini? Mereka tidak tahu terimakasih," ujar Abel dengan wajah yang memerah, perasaan kesal menyelimuti hati Abel."Di perbudak bagaimana? Kamu sadar nggak, kamu itu bikin malu! Jika bukan karena harta mereka, kita ini emang siapa? Yang kamu nikmati it
Bab618"Papah," ujar Abel, ketika wanita itu memasuki kamar mereka. Nampak Galih menyandarkan diri di dipan, sambil memainkan ponselnya.Galih hanya menatap sebentar pada Abel, kemudian kembali fokus kepada ponselnya.Abel duduk dibibir ranjang, kemudian menatap ke arah Galih."Papah, maafin aku ya, aku sadar aku salah, aku kurang bersukur dalam hal ini, tolong maafin aku, Pah," lirih Abel, membuat Galih menghentikan aktivitasnya yang sedari tadi bermain ponsel."Tumben, biasanya kamu sangat keras kepala," ujar Galih, dengan tatapan menelisik ke wajah Abel.Abel menunduk, menyembunyikan kekesalannya."Pah, aku hanya menyesal," ucap Abel pelan."Pah? Tumben kamu panggil aku Papah, nggak biasanya," tutur Galih, kemudian membenarkan posisi duduknya.Galih langsung meletakkan tangannya ke dahi Abel."Ih apaan sih?" Reflek tangan Abel menjauhkan tangan Galih."Haha, enggak, cuma memastikan aja, takut aja badanmu panas, makanya tingkah kamu sangat aneh."Abel mencebik, tidak bisa menutupi k
Bab619Elea di bawa ke rumah sakit, sedangkan Raisa nampak panik dengan tubuh yang terus gemetar.Abel memandang curiga pada anak pertamanya itu, namun sebisa mungkin dia diam."Kamu kenapa, Raisa?" tanya Cinta, yang ternyata sedari tadi memperhatikan kepanikan Raisa."Nggak apa- apa kok, Tan." Sebisa mungkin Raisa menjawab pertanyaan Cinta, di tengah perasaan gelisahnya."Tapi kok kamu nampak tidak tenang, juga gemetaran begini.""Wajar kali Kak, kan Raisa dekat banget sama Neneknya, apalagi saat Neneknya pingsan, kan Raisa yang melihat duluan," timpal Abel, membantu menjelaskan."Iii--iiya, Raisa takut terjadi sesuatu, sama Nenek." Raisa menjawab dengan mata yang terlihat liar.Cinta pun terdiam, dengan perasan yang masih diliputi kebingungan.Sementara Jelita terdiam, memandangi pintu ruangan, tempat Elea kini di periksa. Hanya Kevin yang menemani wanita itu di dalam, sementara yang lainnya masih menunggu di luar."Raisa, sebaiknya kamu dan Mamah kamu pulang saja, biar Tante dan Ka
Bab620"Ada keperluan mendesak yang harus Jelita selesaikan, Pah," ujar Elea, menjawab pertanyaan Kevin."Tapi aku masih rindu dengannya, El.""Aku paham, Pah. Aku berencana akan mengunjunginya, setelah semua urusanku beres," ujar Elea lagi."Urusan apa?" tanya Kevin."Aku akan memberikan usaha butikku pada Jelita, dan satu nya lagi untuk Cinta.""Kamu yakin nggak akan menimbulkan kecemburuan sosial lagi pada anak- anak?""Seharusnya tidak, karena kedua usahaku itu, tidak masuk ke dalam daftar warisan yang akan kita bagikan. Dari dulu, aku memang sudah berencana akan memberikan dua butik itu, untuk kedua anak perempuanku, bukan untuk menantu, mau pun cucu. Jika pada akhirnya kedua butik itu berakhir untuk cucu, itu pun yang memberikannya bukan lagi aku, tapi Ibu mereka masing- masing.""Dan Raisa mau pun Abel, tidak memiliki hak apa- apa," lanjut Elea, setelah panjang lebar berbicara.____>>____Pov JelitaMalam itu, aku telah sampai di Kalimantan, dan kedua orang kepercayaan Mama
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond