Bab606"Bau," lirih Jelita."Kamu tunggu di sini saja kalau gitu, biar aku yang masuk," ujar Abizar. Dalam rumah Siti begitu gelap, Abizar meraba sakral listrik dan menghidupkannya."Astagfirullah," pekik Abizar, ketika melihat bi Ina terkapar di lantai, depan pintu dapur, dengan tubuh yang membengkak."Ibu, Bapak!!" Abizar memekik sembari berlari, mencari kedua orang tuanya.Bau busuk semakin tercium pekat, ketika Abizar memasuki area dapur. Dan dia sangat syok, melihat Ibu dan Ayahnya juga berada di bawah kursi makan, dengan tubuh biru membengkak."Ibu, Aya!!" Abizar berteriak histeris, melihat kondisi mengenaskan yang di alami kedua orang tuanya.Sementara Jelita, wanita itu nampak gelisah di depan rumah Siti, perasaannya tidak tenang, terlebih mendengar suara tangisan Abizar.Ingin dia masuk ke dalam, tapi bau busuk itu membuatnya mual dan tidak tahan. Jelita berlari ke samping rumah, dia memuntahkan segala isi dalam perutnya."Bau sekali," lirih Jelita, seakan tidak tahan.Abizar
Bab607Abizar cukup syok dengan semua yang terjadi, dia pun tidak bisa berkonsentrasi lagi dengan usaha meuble nya. Dalam waktu 6 bulan, usaha Abizar pun hancur. Mereka bangkrut. Abizar menjadi semakin depresi, dan kehilangan segalanya.Mereka pun akhirnya datang ke rumah Elea, dan berniat untuk tinggal di sana. Abizar dan Jelita pun terkejut, ketika memasuki rumah Elea, ada anak kecil yang mulai bisa berjalan.Anak itu cantik, putih dan gendut, Abizar dan Jelita pun bertanya dengan bik Sum, siapa anak cantik itu.Elea yang baru keluar dari toilet pun sangat terkejut, melihat kedatangan Abizar dan Jelita yang mendadak.Abizar meraih tubuh anak kecil mungil itu ke dalam pelukannya."Cantik sekali, siapa namanya?" tanya Abizar mengajak anak kecil itu bicara."Mah, anak siapa ini?" tanya Jelita.Elea mulai salah tingkah, membuat Jelita menjadi curiga."Apa ini anak kak Cinta?" tanya Jelita pada akhirnya, karena melihat raut wajah Elea yang mencurigakan.Elea terdiam, tidak tahu harus me
Bab608Pov JelitaBagus mengantarkanku ke arah pinggiran kota, kemudian mobil berhenti, dan kami pun turun."Gus, Enggar tinggal di daerah ini?" tanyaku, sembari memindai lingkungan sekitar yang nampak kumuh."Iya, dia mah hidup miskin, paling Ibu bakal di usir, sampai sana. Anaknya sekarang dua lagi, ada bayi."Aku masih terdiam. Bagus yang kaya saja mengusirku, dan menganggapku sebagai beban, bagaimana si Enggar, yang tinggal di lingkungan kumuh seperti ini.Ya Allah, rasanya aku takut, jika harus sakit hati lagi, gara-gara sikap anak-anakku. Apa yang salah dariku mendidik mereka ya Allah. Apa ini bagian dari karmaku? Aku yang dulu lebih bersikap baik pada Mamah Elea, di banding Mamahku sendiri. Dengan langkah sedikit ragu, aku mengikuti jejak si Bagus, yang menggiringku, menuju rumah Enggar.Rumah kayu, dengan tampilan reot dan terlihat banyak bangunan kropos, seakan rumah itu mau roboh. Melihat semua itu, hatiku sakit.Bagus mengetuk pelan pintu rumah Enggar, kemudian keluarlah
Bab609"Untuk Lina aja tempe gorengnya. Mas belum lapar," sahut Enggar."Jangan, kita bagi dua ya!" sahut Lina."Lina kan menyusui Dastan, jangan sampai tidak makan. Hari ini, mas cuma dapat segini, di terima ya dek Lina." Entah berapa penghasilan Enggar mengojek, aku pun tidak tahu. Aku menyeka cepat air mataku, belum selesai rasa keterkejutan ini, aku di buat kembali meringis. Motor yang Enggar gunakan untuk mengojek adalah motor tua, pasti sulit baginya, untuk menemukan pelanggan yang mau memakai jasanya. Secara, dari motor saja, sudah tidak begitu mendukung untuk di gunakan sebagai jasa mengojek. Aku mengelus dadaku, menahan sesak, melihat kehidupan anak keduaku yang bisa di kategorikan miskin."Terimakasih, mas. Nanti Adek sisihkan sedikit, untuk di sedekahkan ke mesjid ya.""Iya, Dek. Terserah saja, kamu atur. Mas percayakan, semuanya pada kamu."Dengan langkah pelan, aku mengucapkan salam, dan masuk ke dalam rumah. Terlihat Adam, anak sulung Enggar dan Lina sudah bangun dari
Bab610Pov Jelita."Saat mereka tengah berbicara pada Bagus, aku pun diam- diam menjauh dan berjalan cepat keluar dari komplek yang cukup kumuh ini.Di pinggir jalan, seseorang sudah menungguku."Hallo, Nyonya.""Ya.""Anda sudah di tunggu Tuan di rumahnya."Aku mengangguk paham, mau tidak mau, aku memang harus menemui Papah. Setelah puluhan tahun aku merantau, pahit manis aku telan sendiri akibat keangkuhanku di masa lalu.Andai saja aku menurut saat itu, menerima rumah mewah di Kalimantan, mungkin nasibku tidak begitu pedih. "Ngapain kita ambil rumah di Kalimantan? Kita itu dibuang Papah dan Mamah kamu! Mereka lebih menyayangi Cinta. Kamu itu dianggap pembawa masalah, makanya kita tidak diizinkan tinggal di rumah mewah mereka, aku bahkan di pisahkan dari anakku. Dan sekarang, aku ingin mereka juga rasakan, terpisah jauh dari kamu ...."Begitulah kata- kata mas Abizar saat itu, pernikahan yang baru berjalan 1 tahun lebih, diusiaku yang masih 23 tahunan, kami tidak juga kunjung menda
Bab611Aku terdiam di depan istana megah milik Papah, luar biasa sekali kini kediaman Papah.Dan ini bukan rumah yang terakhir kali aku datangi, karena Papah bilang, rumah lama telah mereka jual, mengingat kejadian yang mengejutkan dulu, keluarga mas Abizar meninggal keracunan makanan.Mamah Elea tidak mau tinggal di rumah itu lagi, karena merasa takut bersebelahan dengan rumah kosong.Kekayaan Mamah dan Papah begitu berlimpah, terlihat dari bangunan rumahnya yang besar, mewah dan megah."Mari bu Jelita, kita masuk ke dalam."Ucapan pengawal Papah mengejutkanku, aku tersenyum, sambil mata mengedarkan pandangan. Berjejer mobil- mobil mewah di dekat parkiran rumah Papah, sepertinya anak dan juga cucunya sudah pada kumpul. Hanya anak- anakku, yang tidak aku bawa kemari, biarlah, mereka tidak perlu tahu asal- usul Ibunya ini, terutama anak angkatku, Bagus.Aku yakin, jika Bagus tahu siapa Ibunya ini, maka dia akan menyesali segala sikap dan perbuatannya padaku tempo hari.Apalagi menantu
Bab612"Saya, Kevin Atmajaya, mengumpulkan kalian semua, anak dan cucu- cucu kami tercinta, dengan maksud tujuan untuk membagi warisan. Saya dan Istri tidak ingin, jika kami meninggal nanti, warisan harta akan menjadi masalah bagi kalian, keturunan Kevin Atmajaya"Semua menyimak ucapan- ucapan lelaki yang kini sudah sangat keriput itu. Wajah tuanya sangat terlihat jelas, begitu juga dengan Elea."Pak Tono, tolong bagikan kepada mereka, masing- masing bagian yang sudah saya berikan. Dan kalian semua, saya harap tidak ada yang protes," pinta Kevin."Karena kami berdua istri, sudah memutuskan hal itu seadil- adilnya."Lelaki yang bernama pak Tono tadi pun mengangguk, dia pun berdiri dari duduknya.Dari tas hitam yang dia bawa, pak Tono mulai melakukan pembagian surat- surat, sesuai dengan nama pemiliknya.Mereka semua pun satu persatu menerima surat itu, dan mulai membacanya."Kok gini sih?" Suara wanita di samping Jelita memekik. Semua mata tertuju ke arahnya."Abel," lirih Galih."Ngg
Bab613"Mah, Papah, sepertinya saya tidak pantas mendapatkan warisan kalian sebanyak itu. Wajar jika istrinya Galih protes, karena faktanya memang Galih yang berusaha keras memajukan perusahaan kalian. Sedangkan saya? Saya pergi layaknya pengecut, dan tiba- tiba datang hanya karena warisan. Ah, rasanya sangat memalukan, tidak berkontribusi apa- apa, malah sebaliknya ....""Jelita, kamu itu anak Papah dan Mamah, kalian semua sama. Pembagian harta warisan itu sudah Mamah dan Papah lakukan seadil- adilnya," jelas Kevin.Mereka bertiga berbicara di ruangan Kevin dan Elea. Ruang khusus untuk orang tua itu kadang sekedar menghabiskan waktu bersama. Di balkon lantai 3, khusus di desaign untuk mereka bersantai, memandangi langit, merasakan kesejukkan udara pagi, menikmati masa tua mereka dengan tenang dan bahagia."Mamah dan Papah berencana akan pindah ke Bandung, kami ingin menikmati masa tua kami di sebuah desa yang ada di sana.""Bandung? Kenapa harus Bandung?" tanya Jelita."Nak, kami ber
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond