Bab582"Mah," lirih Jelita. Elea menarik napas berat dan menghampiri putri sambungnya itu."Jelita, kenapa harus begini, Nak? Kamu kan tahu, ini tuh perbuatan dosa, kenapa kamu lakuin?" tanya Elea dengan lembut sembari mengusap kepala Jelita yang terbungkus kerudung."Mamah, aku sedih, karena mas Abizar masih tidak bisa lupain kak Cinta. Apalagi mereka kini punya bayi, aku merasa terkucilkan, Mah.""Nak, bukankah ini sudah menjadi bagian dari resiko kamu mengambil suami Kakak kamu. Semua masih bisa dibicarakan baik- baik kan? Tanpa harus melalukan aksi seperti ini, ini bahaya buat kamu, anakku.""Mamah belain kak Cinta juga? Seharusnya Mamah tegur Kakak, agar jangan mengganggu rumah tangga aku. Apa karena Kakak anak Mamah, jadi Mamah lebih membela Kakak.""Ini bukan masalah membela anakku, tapi resikonya memang pasti akan begitu.""Kamu juga tidak perlu menyalahkan Cinta, dengan tuduhan mengganggu rumah tangga kita, Jelita. Cinta tidak pernah mengganggu sama sekali, kamu yang terlalu
Bab583Ucapan- ucapan keras Kevin terngiang- ngiang diingatan Elea. Bahkan, lelaki yang dia kenal begitu bucin kepadanya itu, bersikap cuek kali ini kepadanya."Rasanya tidak nyaman sekali di perlakukan begini," batin Elea. Kevin masuk ke dalam ruangan Cinta."Eh cucu Papah sudah dibawa ke ruangan Mamahnya ya," seru Kevin. Elea pun menyusul masuk dengan wajah datarnya."Iya Besan, cucunya baru aja diantar sama perawat," sahut Bu Siti dengan ramah.Wanita paru baya itu nampak menggendong anak Cinta dengan bahagia."Bu Siti, bolehkan saya menggendongnya?" tanya Kevin."Oh tentu saja, sekalian diazankan dulu, pak Kevin," ujar bu Siti sembari memberikan bayi mungil Cinta ke pelukan Kevin.Kevin menyambut bayi mungil itu dengan perasaan haru dan bahagia."Aduh cucuku cantik sekali," gumam Kevin dengan binar bahagia. Elea terdiam membeku disudut dinding, seakan langkah nya begitu berat untuk mendekat."Cinta, siapa namanya, Nak? Apakah sudah ada kamu persiapkan?" tanya Kevin."Belum ada, P
Bab584"Mas, pengen gendong dong!!" ujar Jelita."Jangan dulu, kamu kan masih belum begitu kuat untuk menggendong dia. Kamu istirahat aja ya, duduk dulu di sana," jawab Abizar menolak permintaan Jelita dengan lembut sambil mengarahkan Jelita untuk duduk. "Mas, tapi aku pengen gendong dia juga. Kamu sendiri yang bilang, bayi itu juga anak aku, kenapa kamu nggak bolehin aku gendong dia?" lirih Jelita dengan mata berkaca- kaca."Kamu juga kan yang bilang, kalau bayi ini sudah lahir, kita yang akan merawatnya, bukan kak Cinta.""Ta, kamu apa- apaan sih? Kapan aku bilang begitu?" jawab Abizar dengan pelan.Cinta dan lainnya pun sempat terkejut mendengar ucapan Jelita."Mas, jadi maksud kamu bilang bahwa kita yang akan rawat bayi ini apa? Aku nggak mau, bayi ini jadi alasan kamu agar terus nemuin kak Cinta. Biar kita aja yang urus bayi ini," ujar Jelita dengan air mata yang mulai mengalir turun membasahi wajahnya."Astagfirullah, Abizar!! Mending bawa istri kamu keluar dari sini, datang- d
Bab585"Ya, renungkan saja ucapanku ini." Hanya itu jawaban Kevin."Oke, aku tidak akan mau mengurusi Jelita lagi," ujar Elea."Bagus! Setidaknya jika kamu tidak bisa tegas, lebih baik kamu diam, karena aku pasti bisa mengatasinya."Jawaban Kevin benar- benar melukai hati Elea."Seharusnya aku sadar, menikah dengan lelaki yang sudah memiliki anak itu berat," gumam Elea dengan pelan, dan masih di dengar Kevin dengan jelas.Tetapi laki- laki itu hanya diam, tidak ingin membuat suasana antara dia dan istrinya semakin panas._______
Bab586Elea pun keluar dari ruangan Cinta dengan kesal. Hatinya sangat sakit, mengingat segala ucapan kasar Cinta tadi."Ya Allah, kenapa anakku begitu keras kepala? Niatku baik, aku hanya tidak ingin mereka saling membenci dan bermusuhan." Elea bergumam seorang diri di dalam mobilnya."Mamah terpaksa mengusir kamu, Cin. Semoga dengan ini, kamu bisa lebih menghargai Mamah lagi," ujar Elea berbicara seorang diri.Aku perasaan menyesal di hati kecilnya. Namun dia berusaha yakin, bahwa Cinta akan baik- baik saja.Jelita sendiri menangis di dalam ruangan rawatnya, kemudian menghubungi Elea melalui sambungan telepon."Jelita hanya pengen menggendong bayi kak Cinta, Mah. Tapi mereka malah mengusir Jelita, katanya Jelita pembawa sial," ujar Jelita menjelaskan."Tapi katanya kamu masuk diam- diam dan menjatuhkan bayi Aira.""Bohong itu, Mah. Tapi kalau Mamah percaya sama kak Cinta juga nggak apa- apa, lagian kenapa juga Mamah harus percaya sama anak tiri sepertiku," jawab Jelita nampak terden
Bab587"Hari ini dia libur, tapi selalu saja mengurung diri di kamar tamu. Sudah nyaris 1 tahun Cinta pergi entah kemana, dan selama itu pula, dia menghindariku," lirih Elea berbicara pada bik Sum."Kenapa Bapak begitu marah sama Ibu? Bik Sum tidak paham asal- usul masalahnya. Jika tidak keberatan, Ibu bisa ceritakan sama saya awal mulanya, biar bisa saya mengerti.""Saya telah salah dalam bersikap, Bi. Saya hanya ingin anak- anak damai, tidak bermasalah. Tapi saya salah langkah, saya memaksa Cinta untuk memahami Jelita, tapi dia malah menuduh saya macam- macam. Saya terbawa emosi saat itu dan secara refleks mengusir dia dari rumah, juga perusahaan. Tapi saya tidak menyangka, Cinta nekat pergi dan menghilang seperti ini."Elea mulai terisak."Dengan kekuatan dan kekuasaan yang suami punya, saya sempat yakin mampu menemukan Cinta. Tapi nyatanya? Kami tidak mampu menemukan dia, dan jadilah suami begitu marah pada saya hingga saat ini."Elea terus menangis, meratapi semua kesalahannya."
Bab588"Mamah tolong katakan dengan jelas, kemana kak Cinta?" Galih menatap wajah getir Elea."Maaf Galih, Mamah juga tidak tahu kemana Kakakmu pergi. Karena tersinggung sama Mamah, dia pergi dari rumahnya. Mamah sama Papah sudah berusaha mencarinya, tapi nyaris 1 tahun sudah, Kakak kamu tidak kami temukan.""Sudah nyaris 1 tahun, dan Mamah mau pun Papah tidak ada yang ngasih tau Galih? Kalian ini kenapa, rasanya janggal sekali."Elea terdiam, tanpa berani bersuara."Kak Cinta itu kakak aku satu- satunya, Mah. Bagaimana mungkin Mamah setenang ini? Padahal kak Cinta itu anak Mamah.""Terus Mamah harus gimana? Meratapi pun percuma, Cinta tetap tidak bisa di temukan. Entah apa maksud dia, pergi begitu saja, bahkan nomor ponselnya pun sudah tidak aktif lagi," jawab Elea membela diri."Pantas saja, nomornya sudah lama tidak aktif. Dan yang mengecewakan lagi adalah kalian, kalian tidak memberitahukan apa- apa sama aku. Kalau aku tahu dari awal kejadian ini, aku tidak akan tinggal diam di lu
Bab589"Sebaiknya kamu pulang, Ta.""Papah mengusir aku?" tanya Jelita."Ya! Menurut kamu apalagi? Sebelum kamu benar- benar menyadari kesalahan kamu, jangan harap Papah akan memaafkan dan menerima kamu di rumah ini.""Sekalian aja anggap aku bukan anak Papah! Cari sana kak Cinta sampe ke lubang semut!" "Jelita," tegur Elea."Kenapa, Mah? Mamah juga mau belain Papah dan berbalik musuhin aku? Malang sekali nasibku ini, sana sini di musuhi," keluh Jelita dengan mata yang mulai berkaca- kaca."Dia sudah tidak ada, tapi tetap menjadi masalah buat aku," batin Jelita."Inilah hasil didikan kamu, El." Usai berkata, Kevin langsung pergi menjauh dari keduanya.Elea hanya bisa menarik napas berat, merasa sedih dengan sikap Kevin yang selalu memojokkan dirinya."Mah, kenapa kita selalu di salahkan begini," lirih Jelita yang kini mendekati Elea."Seharusnya kamu dulu tidak melakukan itu pada kak Cinta.""Mamah nyalahin aku juga? Aku nggak ada minta Mamah marahin kakak, apalagi sampai mengusir di
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond