Bab451"Mamah kenapa, kok diam terus dari tadi? Apa Mamah juga percaya sama Echa, kalau Aldo yang melakukannya?" tanya Cinta, ketika keduanya sudah menuju pulang ke rumah."Mamah juga bingung, Cin. Echa begitu kekeuh menuduh Aldo, jadinya Mamah nggak tau harus gimana," jawab Elea, masih dengan tatapan fokus menyetir mobilnya. Meskipun usianya tidak muda lagi, tapi Elea masih berani mengemudi sendiri."Aneh aja, masa Aldo tega lakuin itu. Aldo sangat baik sama aku, Mah. Apalagi semenjak aku hamil anaknya, dia selalu sibuk memperhatikan aku dan calon anak kami. Rasanya nggak masuk akal, dia berani perkosa Echa.""Sedalam- dalamnya lautan, itu masih bisa manusia ukur. Tapi sedalam hati manusia, mana bisa kita ukur. Mamah bukannya meminta kamu curiga pada Aldo, tapi kita memang tidak harus percaya sepenuhnya pada siapapun, berhati- hati itu perlu, Nak."Cinta terdiam, rasanya ini sangat menyakitkan baginya. Tapi dia tidak bisa melakukan apa- apa, selain berpasrah diri."Kamu mau Mamah ant
Bab452"Bu, mereka hanya terbawa emosi," ujar Cinta berusaha menenangkan Rini. "Emosi katamu? Terus kalau aku yang emosi, kuhajar kamu sampe babak belur, apa Ibu dan Ayah kamu akan terima, dan memaklumi perbuatan aku?" tanya Rini dengan mata melotot, tidak ada cinta lagi di matanya, yang ada hanya kemarahan."Sudah melakukan penuduhan tanpa bukti, menganiaya anakku seenaknya, dan kamu anggap masalah ini masalah sepele? Tidak! Aku tidak akan membiarkan mereka," lanjut Rini."Tapi mereka keluargaku, Bu! Tolong maafkan mereka, semua akan baik- baik saja, jika memang mas Aldo tidak terbukti bersalah," lirih Cinta."Jika Aldo terbukti tidak bersalah, siapa yang akan bertanggung jawab atas rasa sakit dan luka yang dia tanggung? Siapa yang akan bertanggung jawab atas penghinaan ini, kamu? Jangan mentang- mentang kalian kaya dan mereka keluargamu! Anakku berhak mereka sakiti, benar- benar keluarga sialan," maki Rini terbawa emosi."Bu sudahlah, jangan di perpanjang," jelas Aldo."Jangan di p
Bab453"Maaf, bolehkah kita bicara dari hati ke hati?" tanya Elea. Rupanya wanita itu nekat datang ke rumah Cinta.Cinta mendengar jelas suara ibunya. Dia pun berjalan cepat meninggalkan dapur dan menuju ruang tamu."Mamah," lirih Cinta. Rini menoleh ke arah belakang."Kamu mau ikut ibumu pulang? Silahkan, kemasi saja barang- barangmu!!" ujar Rini kepada Cinta."Enggak, Bu. Saya juga tidak tahu Mamah saya datang kesini," jawab Cinta dengan pelan."Bu Rini, bisakah kita bicara baik- baik? Tolong jangan terbawa emosi, saya paham perasaan Ibu, tapi tolong kita bicara baik- baik dulu, semua masalah pasti ada jalan keluarnya," ujar Elea."Jangan emosi bagaimana? Anak kamu yang sok jagoan itu memukuli anak saya sampe babak belur. Bagaimana saya tidak sakit hati? Bukan hanya anak laki- lakimu itu, tapi Om nya juga. Kalian keluarga berpendidikan, tapi tidak pake otak! Seenaknya menganiaya anak orang, jangan mentang- mentang kalian kaya, jadi orang harus rela dijadikan keset buat kalian," teri
Bab454Elea menangis sesegukkan di dalam kamarnya, perasaannya benar- benar terluka, melihat Cinta di perlakukan kasar seperti tadi. "Ya Allah, ucapan bu Rini pada anakku saja bisa melukai hatiku. Apalagi perlakuan anakku pada anaknya. Aku tidak menyalahkan wanita itu, aku hanya bersedih dengan semua keadaan ini. Cinta, yang kuat ya, Nak. Apapun yang terjadi, Mamah harap kamu bisa melewatinya dengan baik dan bijaksana," gumam Elea tak berdaya.Sedangkan Galih memutuskan mengurung diri di ruang kerjanya. Ada perasaan bersalah di hati kecilnya, melihat kemarahan Elea tadi.Bagaimana pun juga, Mamahnya jarang sekali marah padanya, apalagi sampai memukulnya.Ponsel Elea berdering, ada panggilan telepon dari Erina. Dengan perasaan malas, Elea menjawab panggilan dari Erina."Kak, Mas Zurnal di bawa Polisi, besan kamu melaporkan suamiku!!" lirih Erina terisak- isak."Mau bagaimana lagi? Itu resiko suami kamu main tangan, sebentar lagi mungkin anakku akan terseret juga," lirih Elea. "Kamu s
Bab455"Pantas saja Erina mematikan langsung telepon tadi, jangan- jangan dia sudah tahu, bahwa anaknya sedang berbohong," batin Elea, ketika dia dan Kevin sedang dalam perjalanan menuju rumah Rini.Elea pun menghubungi Cinta, menanyakan kondisi rumah Rini saat ini."Bagaimana keadaan kamu, Nak? Apakah mereka masih marah sama kamu?" tanya Elea."Masih, Mah. Mereka bahkan tidak ada yang mau menyapaku sama sekali. Bahkan saat sarapan dan makan siang, mereka tidak mau sama- sama denganku. Mas Aldo juga menghindari Cinta, Mah. Dia lebih memilih tidur di kamar tamu," jelas Cinta mulai terisak. Hancur hati Elea mendengar cerita Cinta, pasti berat bagi Cinta melewati semua itu."Yang sabar ya, Nak. Insya Allah, semua akan baik- baik saja. Ini Mamah dan om Kevin sedang menuju ke sana, semoga saja Ibu mertua kamu bisa luluh hatinya dan mau bicara baik- baik sama kami," ujar Elea."Ngapain lagi mah kesini? Ibu Rini sedang dalam kondisi buruk, dia sangat marah. Bahkan emosinya tidak turun sama
Bab456"Bu, duduklah dulu dan dengarkan tujuan mereka kemari, jangan ibu emosi terus," pinta Aldo dengan lembut sembari merangkul Rini dan membawa ibunya itu untuk duduk.Meskipun dengan memasang wajah masam, Rini pun akhirnya duduk."Cepat katakan, untuk apa kalian datang kemari lagi? Jika untuk meminta kami cabut laporan, saya tidak mau!!" jelas Rini dengan wajah tegasnya."Maaf, Bu Rini. Perkenalkan saya Kevin, pemilik CV. IKLAN KITA, tempat anak Ibu bekerja. Dan saya merupakan Om dari Elea dan Galih. Saya kemari ingin meminta maaf atas nama Galih, keponakan saya," jelas Kevin.Mendengar nama pemilik tempat anaknya bekerja, Rini sedikit melunak."Kami tahu, perbuatan Galih sungguh keterlaluan. Bukankah setiap manusia memiliki salah dan khilaf? Tidakkah hati kecil ibu Rini tergerak sedikit saja, untuk memaafkan keponakan saya yang bodoh itu?" tanya Kevin dengan suara lembut, tetapi dengan sorot mata tegas."Saya sakit hati, Pak. Anak saya di perlakukan seperti binatang, di pukuli se
Bab457"Entah kenapa, kamu selalu ada di saat sulitku. Dari dulu ampe sekarang. Emm, makasih ya," ujar Elea sembari tersenyum manis."Iya, sama- sama, itu juga mungkin kebetulan saja pas aku ada di Jakarta. Seandainya aku di Kalimantan, mungkin aku nggak bisa bantuin kalian.""Masa sih? Aku nggak yakin deh, kamu kan paling gercep gitu kalau sudah urusannya menyangkut aku dan anak- anak." "Masa sih?" Kevin kini menoleh sekilas ke arah Elea sembari tersenyum."Iya bener. Apa aku dan anak- anak sepenting itu ya bagi kamu?""Kok kamu nanya begitu? Menurut kamu gimana?" "Kok nanya balik?" Elea mengernyit, namun tiba- tiba wanita itu terkekeh."Maaf, pertanyaanku sepertinya terlalu seperti anak muda. Lupa umur sudah aku ini, padahal mau jadi calon nenek," lirih Elea sembari menepuk jidatnya."Haha, nggak kerasa ya, tiba- tiba anak- anak sudah dewasa, dan kini sudah sangat tua.""Nah itu, haha, rasanya aku pengen sekali menolak tua. Tapi mau gimana lagi, faktanya kita memang sudah tua.""T
Bab458"Kami harus meminta pertanggung jawaban Aldo! Lelaki itu harus menikahi Echa," jelas Zurnal dengan wajah kerasnya.Kevin masih diam, menyimak.Elea mengernyit."Kamu punya bukti, kalau Aldo yang menodai putri kalian?" tanya Elea dengan sengit.Elea berjalan mendekati Zurnal."Kakak, kamu masih belain menantu sialan kamu itu? Lihat nih Echa, ponakan kamu nyaris depresi," pekik Erina, yang mulai kesal pada Elea."Depresi atau sedang pura- pura depresi? Sana minta pertanggung jawaban Aldo! Tapi jangan minta tolong denganku, jika anak perempuanmu ini dibuat malu, dan kalian berdua akan kehilangan muka," jawab Elea dengan tegas."Maksud Kakak ini apa sih? Kok tega ngomong begitu. Andai ini terjadi pada Cinta, apa Kakak bisa ngomong begini, hah?" bentak Erina."Erina- Erina, jangan karena cinta pada anak, sampai kamu dibuat buta. Jika benar Aldo yang melakukannya, maka tuntut dia ke kantor polisi, dengan tuduhan pemerkosaan. Jangan memeras emosi mereka, dengan meminta pernikahan, ngg
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond