Sehari setelah berita kecelakan Ghavin, Martin bersikeras ingin mendatangi lokasi kecelakaan putranya. Ditemani Galih dan juga Dyra, Martin dapat melihat dari tepi jurang tim evakuasi tengah berusaha mengaitkan tali di badan bangkai mobil Ghavin yang kemudian akan ditarik helikopter. Tidak hanya medan yang curang dan sulit dilalui, kondisi mobil yang tinggal kerangka tentu saja meninggalkan kesedihan di hati Martin serta beberapa pemegang saham G2 yang ikut menyaksikan. Bagaimanapun juga kecelakaan naas tersebut telah merenggut pemimpin muda kompeten dan sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Sehingga hari kematian Ghavin dianggap pantas ditetapkan sebagai hari berkabung. “Sebaiknya kita pergi sekarang, Paman.” Khawatir kondisi sang paman bisa semakin memburuk, Galih yang siaga di belakang kursi roda Martin berniat mengajak pergi. Tapi Martin segera menolak. “Tunggu sebentar lagi. Aku ingin melihat jasad kakakmu.” Galih menoleh Dyra yang berdiri di sampingnya—meminta persetujuan
“Ya Tuhan.. aku pasti bisa gila kalau saja tidak menemukannya,” ujar Dyra pelan disertai helaan nafas lega begitu melihat pelayan ternyata mengajak putrinya berputar-putar di bawah pohon rindang yang ada di halaman belakang. Terlalu tidak sabaran, Dyra tadi sampai tidak sempat mengucapkan terima kasih pada Malik. Lantaran langsung berlari ketika baru turun dari mobil mewah pria itu. Menganggap dirinya hanya terlalu cemas, Dyra akhirnya pilih menghampiri pelayan yang mendorong stroller putrinya. “Dimana Zaenab?” Tidak menemukan keberadaan pelayan itu, Dyra bertanya sambil menoleh putrinya yang ternyata sedang terlelap. “Tadi ada kerabat dari kampung yang datang menjemputnya, Nyonya. Katanya Mbak Zaenab harus pulang hari ini juga. Ibunya sedang sakit keras,” balas pelayan muda itu. “Begitu, ya. Lalu dimana Mila? Aku lihat rumah kosong.” Mengingat tidak ada siapapun saat dirinya berkeliling tadi, artinya tidak hanya satu tapi dua pelayan yang pergi. Dua hari sebelum peristiwa
“Tante Mia dan Paman Darwin siang tadi datang.” Dyra menjelaskan pelan ketika tahu Martin sudah menghabiskan makan malamnya. “Aku sengaja tidak membangunkan Papa karena tahu pasti sangat lelah.” Selain Darwin beserta istri datang disaat Martin sedang istirahat setelah satu jam melakukan makan siang, Dyra juga tahu semalam ayah mertuanya itu tidak tidur. Martin diam termenung di depan foto putra kembarnya ketika masih remaja. Senyum Ghavin juga Ghava terlihat lepas di gambar itu, siapa sangka keduanya akan pergi lebih dulu dibanding orangnya, pun secara mendadak. “Maaf, aku terpaksa membiarkan mereka pergi tanpa bertemu Papa,” lanjut Dyra disertai raut penyesalan. “Tidak apa-apa, Nak. Sebenarnya tadi samar-samar papa mendengar percakapan kalian, hanya saja papa sengaja tidak keluar. Papa belum ingin bertemu siapapun lagi.” Setelah menunggu hampir tiga jam, dengan harapan tim evakuasi bisa menemukan Ghavin, tapi ternyata Martin malah harus menelan kekecewaan. Mereka mengatakan
Pria bertopeng menggeram marah begitu tahu ada yang menghabisi nyawa wanita itu di tempatnya. Ia yang tidak bisa hanya mengandalkan anak buahnya, bergegas mengambil dua senjata di dalam kotak dekat kursi goyang yang beberapa saat lalu ia duduki untuk ikut mengejar. Setelah memastikan kedua senjatanya telah terisi amunisi, pria itu segera lari lewat pintu belakang.Penyusup memang berhasil melenyapkan targetnya, tapi sebagai gantinya dia tidak akan bisa keluar hutan dengan selamat.Di tempat berbeda, Dyra tengah berdiri di depan lemari empat pintu yang menyimpan pakaiannya dengan berbagai model. Ia ingin berganti pakaian lantaran pakaian yang ia kenakan terkena tumpahan susu Megan. Namun anehnya, Dyra malah dibuat bingung saat akan menentukan pilihan. Tidak biasa seribet sekarang, Dyra selalu asal tarik dan apapun modelnya akan langsung dikenakan.“Kenapa tidak ada satupun pakaian sebanyak ini yang membuatku tertarik, sekalipun yang belum pernah aku pakai sejak membelinya.” Beralih dar
“Kubur jasadnya, dan pastikan siapapun tidak ada yang bisa menemukannya.” Pria bertopeng memberi perintah pada ketiga anak buahnya. “Siap, Bos.”Setelah berhasil membereskan menyusup yang telah melenyapkan targetnya, pria bertopeng itu pergi meninggalkan hutan mengendarai motor trail. Selain harus mengambil jalan zigzag agar tidak mudah ditelusuri, banyaknya akar pohon besar yang timbul di permukaan tanah mengharuskannya mengendarai kendaraan roda dua tersebut dibanding mobil. Kedatangan menyusup tadi menjadi acuan untuk segera mencari tahu siapa yang telah mengirimnya, dan artinya tempat itu tidak lagi aman untuk dijadikan markas. *******Dyra perlahan mulai membuka mata saat samar-samar mendengar suara yang paling menenangkan. Suara tegukan Megan yang tidak sabaran ketika minum susu, ternyata menjadi obat terampuh dari semua kesakitan dan kepedihannya selama ini. Setiap kali mengetahui Megan begitu lahap menikmati sumber makannya, sebagai seorang ibu yang selalu memperhatikan tu
Berjalan di depan Martin yang kursi rodanya didorong Galih keluar dari ruang meeting, aura Dyra tampak sangat luar biasa kuat. Ia juga terlihat percaya diri saat kembali berjalan mengenakan high heels yang sudah lebih satu tahun tersimpan rapi di dalam lemari. Dyra mampu membungkam mulut nyinyir sebagian besar karyawan yang tidak menyukai dirinya dengan cara yang elegan. Tidak sulit bagi Dyra untuk menyakinkan para petinggi dan pemegang saham G2 Group, mengingat mereka juga sudah paham bagaimana loyalitas dan integritas Dyra saat bekerja. Sehingga ketika Martin selaku pendiri G2 Group menjelaskan akan menjadikan Dyra pemimpin sementara menggantikan putranya yang belum ditemukan, mendapat sambutan baik dari semua yang hadir di ruang meeting. “Aku akan mengantar Paman pulang, Mbak bisa langsung ke ruangan Mas Ghavin sekarang.” Galih menjelaskan ketika mereka sudah keluar lift. “Sekali lagi terima kasih, kau sudah banyak membantuku, Galih.” Selain dukungan Ghavin dan juga Martin, Gali
“Wanita licik!” hardik Marissa tanpa tedeng aling-aling. “Jadi ini tujuanmu merebut suamiku?! Ingin menguasai hartanya?!” Dengan wajah brutal Marissa berjalan cepat menghampiri Dyra, lantas menyeretnya agar menjauh dari kursi kerja Ghavin. “Kau tidak pantas duduk di sana, Wanita Rendahan!”Benar kata Martin tempo hari saat Sushmita datang melabrak, Marissa tidak jauh berbeda dari ibunya. Tapi sekarang Dyra tentunya sudah penuh perhitungan, tidak akan membiarkan dirinya disakiti lagi. “Aku bisa ada disini atas keinginan papa.” Dyra menyentak tangan Marissa hingga terlepas, dan kembali duduk dengan tenang. Sambil bicara Dyra menggoyangkan kursi Ghavin—sengaja memamerkan apa yang telah didapatkan dari Martin.“Baiklah. Aku akan jelaskan padamu jika kau memang belum paham juga.” Dyra mengabaikan kemarahan Marissa. “Sekalipun papa mertua kita sudah menyerahkan hampir seratus persen saham di perusahaan ini kepada kedua putranya. Tapi beliau masih pemilik sah dan jauh lebih berwenang dari s
“Kenapa ingin bertemu denganku?” Melihat kesinisan Bella saat beranjak duduk, Marissa masih sangat tenang menyesap minumannya.“Sepertinya aku tidak perlu menjelaskan lagi padamu apa yang sudah terjadi hari ini.” Marissa memang bisa sangat menyebalkan. Dia yang menginginkan pertemuan mereka, tapi malah bicara omong—kosong. Bella mendengus kesal dalam hati. “Jangan bilang kau belum tahu kehebohan hari ini?” Tapi detik berikutnya Marissa dibuat terhentak melihat reaksi Bella biasa saja. “Kalau kau memang tahu sesuatu, cepat katakan. Jangan berbelit-belit. Aku tidak punya banyak waktu mendengar omong kosongmu!” Bella bicara masih dengan nada sinis.Sudah jelas sekarang, Bella memang belum tahu apapun. Marissa saja yang sepertinya lupa, meski memiliki sifat keras kepala tapi sebenarnya Bella sangatlah lugu dan terlalu mudah dimanfaatkan.“Baiklah. Melihat reaksimu yang sekarang, aku bisa menduga kau belum tahu Dyra telah diangkat ceo sementara G2 Group oleh paman suamimu.” Marissa member
“Apa yang terjadi?” Galih bertanya pelan sambil menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut. Ia masih bingung dengan kondisi sekitar. Terlebih berada di tempat yang sepertinya kabin kapal, pun melihat banyak mayat bergeletakan di lantai. Belum lagi keberadaan Ghavin bersama Dyra serta kedua kaki tangan sang kakak. Bukan hanya sepertinya, tapi sudah pasti sesuatu yang mengerikan baru saja terjadi. Tapi kenapa ia tidak bisa mendengar apapun tadi? Jika hanya tertidur, terlalu mustahil suara tembakan yang jelas berkali-kali tidak terdengar olehnya. Lantas, apa yang terjadi pada dirinya dan sudah berapa lama ia tertidur?Galih masih berusaha mengingat. Tapi tetap saja hanya ketika ia berada di villa Darwin dan saat bersama pria itu yang berhasil diingat.“Syukurlah kau sudah sadar.” Dyra segera mendekat karena memang jaraknya paling dekat dengan Galih yang sedang berusaha menegakkan punggung.“Kenapa kita bisa disini, dan dimana Bella?” Galih masih dibuat bingung dengan situasi yang terjadi
“Setidaknya makanlah sedikit agar pencernaanmu bisa bekerja.” Tuan Prabu tetap bicara lembut meski Marissa terus mengabaikannya. Tidak juga berniat menyentuh satupun menu yang tersaji di meja makan. “Kau bisa sakit jika masih saja keras kepala.” Marissa tetap mengunci rapat-rapat mulutnya. Ia tidak peduli akan tubuhnya, kekesalan terhadap pria dewasa di depannya itu justru membuatnya bertindak bodoh dengan mogok makan. Melirik sebentar Marissa yang bergeming, Tuan Prabu lantas memanggil seorang pria yang langsung berlari dari arah dapur. “Iya, Tuan.”“Katakan pada asisten Marissa, mulai hari ini dia dibebastugaskan.” Pernyataan Tuan Prabu mengundang reaksi Marissa yang langsung menajamkan mata, pun berkata tegas. “Kau tidak tahu apapun tentang pekerjaanku! Berhenti mencampuri sesuatu yang bukan urusanmu!”“Kau akan kembali hidup denganku, untuk itu semua waktumu hanya untukku. Kau juga harus tahu, aku tidak suka istriku berlenggak-lenggok di depan kamera memamerkan lekuk tubuhnya!”
“Bagaimana kondisi Bella, Pa? Apa dia masih sering mual?” Mia bertanya pada suaminya yang hendak merangkak naik ke ranjang.“Sepertinya sudah tidak lagi.” Darwin menjawab tak acuh sambil berbaring.“Papa yakin mereka baik-baik saja disana?” “Aku melihat keraguan di wajahmu?” Seketika Mia terhenyak mendapati tatapan curiga sang suami. “Apa yang kau pikirkan tentangku?” “Tidak ada. Mama hanya ingin tahu apakah Galih dan Bella betah di villa Papa, itu saja?” “Aku tidak suka caramu menatapku, Mia!” protes Darwin. “Kau seperti tidak mempercayai suamimu sendiri!” Alih-alih memberi jawaban seperti yang Mia inginkan, Darwin malah bicara ketus.Melihat sikap suaminya yang dianggap terlalu sensitif, Mia langsung menghela nafas pelan, dan memutuskan untuk tidak bertanya lagi. Mungkin mencoba segera tidur lebih baik daripada terus memikirkan apa penyebab suaminya bisa sekritis sekarang. Walaupun nyatanya, hati seorang ibu belum bisa tenang sebelum mendengar suara putri yang dikhawatirkan. Sej
“Dyra?” Bukan hanya terkejut, Ghavin bahkan sampai ternganga melihat Dyra berlari ke arahnya. Belum sepenuhnya percaya yang dilihat itu benar istrinya, Ghavin beralih pandang pada Derry meminta pendapat mungkin saja telah salah mengenali. “Mas.. aku sangat mencemaskanmu.” Naasnya, belum sempat mendengar jawaban Derry, suara Dyra yang sudah ada di dekatnya lebih dulu menarik perhatian Ghavin lagi. “Sayang, aku hampir tidak percaya kau bisa menyusul kemari. Tempat ini sangat berbahaya.” Ternyata selain terkejut Ghavin juga merasakan kecemasan luar biasa dengan Dyra menyusul ke kandang musuh. Jika hanya dirinya, sekalipun melewati lautan api ia tidak akan gentar, tapi sekarang? Dengan adanya Dyra bersamanya di tempat berbahaya, timbul ketidakpercayaan diri. Khawatir tidak bisa melindungi sang istri. Belum lagi dengan kondisi Galih yang belum juga sadar. “Aku tahu, karen
“Tumben Ghavin belum keluar?” Martin bertanya sambil memperhatikan Dyra mengisi menu sarapan di piringnya.“Sebenarnya Mas Ghavin semalam pergi keluar kota, Pa. Ada pekerjaan mendadak yang mengharuskan kedatangannya. Mungkin besok atau lusa akan kembali.” Dyra tetap tenang menjelaskan, biar bagaimanapun ia tidak ingin membuat Martin cemas, apalagi sampai tahu keributan semalam.“Tidak biasanya dia berangkat malam, apalagi pergi tanpa memberitahu papa? Apa ada yang mendesak?”Ternyata Martin tetap berpikir kritis. Sebab, tidak biasanya Ghavin pergi tanpa pamit padanya, apalagi jika itu untuk urusan pekerjaan. “Sepertinya begitu. Karena memang Mas Ghavin terlihat buru-buru semalam.” Dyra harus terlihat meyakinkan meski sebenarnya ia sendiri dirundung kecemasan. “Dan hari ini aku titip Megan pada Papa, karena Mas Ghavin memintaku menghadiri meeting penting.”Dyra terpaksa merangkai kebohongan demi menjaga kesehatan Martin, ia juga harus mati-matian menekan kecemasannya lantaran bukan h
“Ada asap!” seru Ghavin mengejutkan Derry yang langsung ikut menatap ke arah jendela. Ternyata benar dari celah atas jendela yang tertutup rapat muncul asap tipis. “Sepertinya ada api.” Ghavin memberitahu, dan mulai mencurigai sesuatu.Sementara Derry langsung mengeluarkan senjata, Ghavin bergegas memastikan keluar jendela, dan bisa melihat beberapa pria tengah menyiramkan cairan ke sisi villa yang lain. Sedangkan dari bawah jendela tempat ia mengintip, sudah tersulut api. “Bajingan! Kita harus segera keluar dari disini,” geram Ghavin.“Kita tidak punya cara lain, Tuan.” Derry bicara dengan ujung senjatanya sudah merapat ke pengait rantai yang ada di sandaran ranjang, berharap bisa terlepas.Ghavin hanya bisa pasrah menyaksikan Derry memutus rantai dengan caranya sendiri. Beruntungnya pria kepercayaannya itu selalu dilengkapi senjata mematikan yang tidak menimbulkan suara. Sehingga sekarang aksi pembebasan Galih tidak terdengar sampai ke telinga mereka yang ada di luar. “Silahkan A
Dyra belum tahu jika Ghavin tidak ada di rumah. Menganggap mungkin sang suami masih ada pekerjaan di ruang kerjanya. Ia yang tiba-tiba terbangun langsung pergi ke kamar putrinya tanpa memastikan waktu lebih dulu. Tidak tahu kenapa malam itu Dyra merasa tidak tenang. Gelisah seakan sesuatu yang buruk bakal terjadi. Setelah mengetahui Megan baru kembali tertidur setelah menyusu, Dyra segera keluar—-membiarkan pengasuh putrinya untuk kembali tidur.Namun, setibanya Dyra di ruang tengah—hendak kembali ke kamar, suara gaduh dari arah luar memaksanya berhenti untuk memastikan. Ia juga tidak ragu segera menyingkap hordeng di jendela, tapi betapa terkejut dirinya mendapati di halaman depan ada banyak pria tengah berkelahi layaknya film action. Saling menyerang, dan adu kekuatan. Benak Dyra seketika dibuat berpikir buruk, sudah pasti kubu Ghavin tengah menghadang kubu Romi yang berniat mencelakai keluarganya. Dyra lantas kembali mengintip guna memastikan apakah suaminya ikut dalam perkelahian
“Aku tidak mau disini! Buka pintunya!” Di tengah malam ketika orang lain sedang tertidur lelap, Marissa justru menggedor pintu sambil terus berteriak kesetanan. Ia marah begitu kesadarannya kembali dan berniat meninggalkan kamar, ternyata seseorang telah mengunci pintu dari luar. “Brengsek! Aku pastikan akan membunuh siapapun yang berani mengurungku disini!” makinya sekali lagi. Sebenarnya Tuan Prabu yang ada di kamar sebelah bisa mendengar jelas suara Marissa, tetapi memilih tak acuh dengan tetap membaca buku di tangannya. “Buka!” teriak Marissa lagi. Tapi begitu sadar tidak juga ada jawaban, ia berubah cemas. Bagaimana jika dirinya hanya sendiri di tempat tersebut? Marissa lantas berbalik badan, memilih kembali duduk di tepi ranjang dengan benak yang terus dibuat bertanya-tanya, siapa yang telah membawanya ke tempat sialan itu. Tapi tiba-tiba ia ingat kemunculan wanita berpakaian serba hitam, dan membawanya paksa meninggalkan klub pagi tadi. Yah! Marissa tidak lupa, wanit
Ghavin tiba di pelabuhan penyebrangan menuju pulau xxx lebih dulu dibanding Janur dan yang lain. Melihat kapal yang diyakini sebagai transportasi menuju pulau bersandar di dermaga, Ghavin masih harus waspada. Bukan tidak mungkin ada banyak jebakan di sekitarnya. Ternyata dugaan Ghavin selama ini benar, Darwin tidak sebaik yang terlihat. Bahkan lebih licik dari Romi putranya.Turun dari kendaraan roda duanya Ghavin memperhatikan sekitar yang tampak sepi. Karena memang pelabuhan bukan diperuntukkan untuk komersial, melainkan milik pribadi dan Ghavin tahu bagian dari aset keluarga Darwin. “Tuan,” Ghavin tersentak dengan panggilan pelan itu, ternyata Derry sudah ada di belakangnya. “Saya sudah memeriksa semua tempat ini, dan bisa saya pastikan tidak ada penjagaan sampai di dalam kapal.”“Tapi kita tetap harus berhati-hati, terlalu mustahil Darwin membiarkan orang lain memasuki tempatnya.” Peringatan yang langsung Derry balas tegas. “Baik, Tuan.” Selain mengenakan jaket anti peluru sepe