"Mommy, Marc akan membantu Mommy memasak. Apa yang bisa Marc lakukan?" tanya Marc, wajahnya ceria dan tatapan matanya penuh dengan binar. Sehabis belanja, mereka langsung pulang dan sekarang sudah sampai di rumah. Marc sudah tak sabar untuk memakan kue beras buatan Mommynya, jadi dia berniat membantu sang Mommy untuk memasak. "Cuci tangan dulu kalau begitu," ucap Disha lembut, beberes dengan menyusun belanjaan mereka. Tentunya ada beberapa jajan yang harus Disha sembunyikan supaya aman dari Damon. "Siap, Mommy." Dengan semangat, Marc langsung mencuci tangan. "Kamu juga cuci tangan, Bara. Bantu Mommy masak yah," ucap Disha, sengaja menyebut dirinya mommy agar lebih dekat dengan anak ini. Anak itu terlihat kaget, mungkin tak percaya jika Disha menyebut dirinya Mommy. Gebara menganggukkan kepala kemudian dengan semangat berlari ke arah wastafel pencuci piring– untuk mencuci tangan. Namun, melihat Marc masih ada di sana, Gebara spontan terdiam serta mematung. Sedangkan Marc, dia m
"Mommy memakan mie mentah?" tanya Marc sembari menatap bungkus mie di tangan sang Mommy. "Syuuttt …." Disha mengisyaratkan agar putranya tersebut mengecilkan volume. "Pelankan suaramu, Sayang. Nanti kedengeran lagi sama Daddy.""Tetapi itu tidak sehat, Mom." Marc mengerjab beberapa kali. "Ini." Disha memberikan sejumput mie mentah ke tangan putranya, di mana Marc langsung mencobanya. "Bagaimana?" tanya Disha kemudian. "Umm … seperti keripik," jawab Marc. "Ini." Disha juga memberikan mie tersebut ke tangan Gebara, di mana dengan ragu anak angkatnya tersebut ikut mencoba. Pada akhirnya ketiganya duduk di balik pot besar tersebut, makan mie mentah secara bersama. "Mommy, ini hari minggu. Kenapa kita tidak jalan-jalan?" tanya Marc, menatap Disha dengan air muka murung. Besok, teman sekelasnya pasti akan bercerita tentang liburan mereka bersama keluarga, dan Marc … seperti biasa, hanya diam dan pura-pura tuli. Marc kira setelah Daddynya tak bersama Kinja, dia bisa jalan-jalan bersa
Mendengar tawa putranya dan istrinya, Damon yang tengah bekerja sedikit terusik. Dia tidak marah atau sedang kesal karena tawa itu, tetapi dia merasa pemasaran dan terhibur. Dia terhibur karena tawa mereka sangat merdu di pendengaran Damon, dan dia penasaran dengan apa yang dilakukan anak serta istrinya. "Aku keluar sebentar. Lanjutkan pekerjaanmu," ucap Damon pada Ben, keluar dari ruangannya dan berjalan ke tempat Disha dan anak-anak mereka– tengah bermain di taman samping, dan sepertinya sedang mereka sedang seru-seruan. Damon menaikkan sebelah alis, menatap pemandangan yang menakjubkan di sana– di mana Disha dan kedua anak kecil mereka tengah balapan mobil-mobilan. Disha sendiri dengan naik mobil berwarna merah dan Gebara serta Marc menaiki mobil hitam, tengah berusaha mengejar dan menyalip Disha yang melaju di depan mereka. Seulas senyuman manis menyungging di bibir Damon. Manik matanya terang dan memancar antara takjub dan terpesona. Hell! Disha menemani anak-anak mereka berma
"Kau masih berani menunjukkan wajahmu di depanku, humm?!" geram Damon dingin, melepas tangan Kinja yang memeluk lengannya. "Tentu aku berani, Damon. Karena aku tahu kamu masih mencintaiku. Dan …-" Kinja mengalungkan tangannya kembali ke lengan Damon, "kau tidak bisa berbuat apa-apa, Damon. Aku bisa mempublikasi perceraian kita jika kamu tidak menuruti keinginanku, aku akan mencemarkan nama baik Disha dan tentunya bisnismu akan … bomm-- hancur," ucap perempuan itu dengan nada bangga dan cemerlang. "Kau yakin mengancamku?! Cih." Damon berdecis sinis, melepas kasar tangan Kinja yang melingkar di lengannya. "Silahkan lakukan apapun yang kau mau jika kau ingin nama mu juga hancur!" desis Damon, segera beranjak dari sana– meninggalkan Kinja dengan raut muka muram dan kusut. "Sialan!" gerutu Kinja pelan, menghentakkan kaki sembari memperhatikan Damon yang tengah berjalan ke arah Disha. Damon berjalan dengan langkah panjang, terburu-buru menghampiri Disha. Di sisi lain, Disha tengah meng
"Selain berani membentakku, dia juga berhasil membuatku tergesa-gesa seperti. Sialan!" geram Damon, melangkah cepat menuju lantai tempat Disha bekerja. Sampainya dia di sana Damon harus dikejutkan oleh sesuatu. Yah, Disha– istri keduanya yang menjadi satu-satunya saat ini tengah makan siang dengan … para kedua temannya, tanpa pria bernama Tio yang menjadi alasan Damon kemari. 'Shit! Dia mempermainkanku, Heh?!' batin Damon, mengepalkan tangan lalu berjalan dengan langkah santai ke tempat istrinya. Meskipun dalam dirinya ada kemarahan, Damon tetap berusaha untuk terlihat tenang. Sera dan Stella yang tengah bercanda, sontak berhenti tertawa kala melihat siapa pria yang berdiri di belakang Damon. Keduanya buru-buru berdehem salah tingkah, lalu mendadak mengemasi makan siang mereka. Keduanya pindah meja– takut pada sosok pria di belakang Disha. "Eih, kalian mau--" Disha tak melanjutkan kalimat pertanyaannya, memilih menoleh ke belakang karena feelingnya tak enak– entah kenapa dia meras
"Lima puluh juta untuk telanjang di depanku. Berani?" dingin Ben, sudah berada tepat di depan Sera yang telah memucat pias dan gugup setengah mati. "A--apaan sih? Najis," ketus Sera, menepis tangan Ben dari lengannya dan berniat buru-buru kabur dari sana. Namun, Ben dengan cepat mencekal pergelangan tangan Sera, menghentikan langkah perempuan. "Lepas, Sialan!" "Bahasa-mu!" peringat Ben sembari melayangkan tatapan tajam ke arah Sera, menatap marah dan juga dingin. "Yaa … tolong!" pekik Sera, kesal sekaligus takut dengan tatapan mata Ben yang begitu tajam. 'Aku benci pria sejenis ini!' batinnya, memberontak dan berusaha untuk melepas cekalan Ben dari pergelangannya. "Bagaimana dengan tawaranku, Nona? Kau takut?" Ben menaikkan sebelah alis, masih dengan mencekal pergelangan tangan Sera dengan kuat sembari menatap remeh pada Sera, "takut tubuh palsumu terlihat, heh?""Sialan!" Sera menggeram marah. "Bahasamu!" Lagi-lagi Ben memperingati. Sera berdecak pelan, menatap semakin kesal da
"Aku lepas. Awas saja jika kau terpancing!" Mendengarkan ucapan Sera tersebut, entah kenapa Ben merasa tak sabaran dan … hell, tubuhnya kepanasan. Sial! Kenapa dia jadi seperti ini? Bahkan ini belum apa-apa! "Eitz, tunggu dulu!" Sera menghentikan tangannya yang berniat menarik tali piyama, menahan piyama agar tidak terlepas sembari menatap Ben dengan alis naik turun. Ben sendiri, mengumpat dalam hati. Shit? Padahal sedikit lagi dan dia hampir melihat-- "Mana bayaranku? Enak saja nanti aku sudah bertelanjang di depanmu untuk menunjukkan kalau aku nggak palsu, eh kamu malah nggak bayar aku lagi. Kasih bayaran dulu!" ucap Sera, menarekan tangan sembari melayangkan tatapan tajam dan penuh penuntutan pada Ben. Ben menghela napas, mengeluarkan amplop berwarna coklat dari balik jas kemudian memberikannya pada Sera. Awal, dia hanya bercanda karena ingin melihat seberapa nekat dan berani perempuan ini, kemudian dia mulai penasaran benarkah Sera laki-laki atau perempuan--sebab perilaku per
"Bo--boleh aku mencoba, Pak Ando?" ucap Disha tiba-tiba, mengagetkan semua orang Disha; termasuk Ando dan juga Kinja. Disha tak ingin mencoba, tak ingin menunjukkan kemampuannya juga atau ingin pamer. Hanya saja, ini bersangkutan dengan nama baik suaminya. Jadi, Disha terdorong untuk mencoba membantu. "O--oh, silahkan, Nyo … ah, Disha," jawab Ando, mempersilahkan Disha untuk mencoba memperbaiki gaun yang rusak tersebut. Dia terlalu gugup dan kaget saat Disha menawarkan bantuan. Hell! Sangking gugupnya dia, Ando hampir kelepasan memanggil Disha dengan sebutan Nyonya. Disha tersenyum tipis ke arah Ando, berjalan mendekati Kinja dan meminta agar Kinja melepas dress tersebut. "Memangnya kamu bisa? Heh, kamu ini hanya wanita kampungan. Bisa apa kamu masalah beginian?" Kinja mencemooh, menatap sinis ke arah Disha dengan manik mata menyorot tajam. "Aku hanya ingin membantu, Kinja. Tolong lepaskan dress-nya." Disha berkata datar. "Kamu memanggil nama saya? Hei, lancang sekali kamu!" mar
Beberapa bulan kemudian. "Namanya Davin Sbastian Lucas," ucap Daniel, memberikan nama pada cucunya yang baru lahir. Disha dan Damon sama-sama tersenyum mendengar nama tersebut. Nama yang bagus untuk putra mereka yang baru lahir. "Namanya indah dan bagus, Ayah," ucap Disha, tersenyum hangat ke arah ayahnya tersebut. "Humm, nama yang bagus." Damon ikut berkomentar, menggenggam tangan istrinya yang baru melahirkan dan terus menatap Disha dengan penuh cinta, hangat serta penuh kasih sayang. Istrinya ini baru saja melahirkan putra mereka. Damon sangat berterimakasih dan sangat bersyukur. Disha telah berjuang untuk sebuah kehidupan baru, dan Disha memang wanita yang hebat. Dia sangat hebat di mata Damon. "Arshila, sekarang kamu punya adik. Hihihi … adik yang tampan sekali," ucap Sera yang dengan menggendong bayi berusaha satu bulan, sembari memperlihatkan baby Davin pada bayi tersebut. Arshila Keyna Lucas. Bayi Sera dan Ben yang masih berusia satu bulan. Yah, Sera lebih dulu melah
Hingga tiba-tiba saja …."Aulia, bekalnya man--" Aulia spontan menoleh ke arah ambang pintu, menatap seorang pria yang terdiam di sana dengan raut muka yang sulit dijelaskan. Sadar akan keadaannya, Aulia buru-buru menyekat air mata yang sempat membasahi pipi. Dia berusaha untuk tersebut ke atas Ando, berdiri kemudian menghampiri suaminya tersebut. Dia memilih menunda untuk memakan bekal sarapan untuk suaminya tersebut. Ah, sepertinya Ando kembali karena ada hal penting. Mungkin handphone atau dokumennya tertinggal. "Ada apa, Tuan Ando? Ada yang ketinggalan yah?" tanya Aulia lembut dan hangat. Aulia selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik pada suaminya. Meskipun Ando belum bisa menerima kehadirannya, tetapi Aulia akan tetap belajar menjadi istri yang baik. "Aku … meminta bekal sarapan dan makan siang," ucap Ando dengan pelan, menatap Aulia dengan pandangan yang sulit diartikan lalu menatap ke arah bekal yang sudah dimakan secara miris. Bukan! Ando bukan sedang marah karena
Setelah pernikahan mereka, Ando memilih memisah dari keluarganya– dia memutuskan untuk tinggal rumah miliknya sendiri dengan istrinya, Aulia. Dia menikahi perempuan ini karena perasaan iba dan tanggung jawab atas perbuatannya pada Aulia. Oleh sebab itu, setelah menikahi Aulia, sikap Ando pada perempuan itu terkesan cuek. Sebab dia tidak mencintai Aulia. "Tuan Ando, aku sudah memasak sarapan. A--apa Tuan tidak sarapan lagi?" tanya Aulia, gugup setengah mati ketika berhadapan dengan suaminya tersebut. Hidupnya jauh lebih baik setelah menikah dengan Ando. Hanya saja, suaminya ini sangat cuek padanya. Dari hari pertama mereka menikah, Ando belum pernah sekalipun mau menyentuh masakan yang dia buat. Mereka bahkan pisah kamar. "Tidak." Ando berkata datar, "maaf, aku sudah terlambat," lanjutnya dengan menoleh ke arah jam tangannya. 'Padahal masih jam setengah tujuh.' batin Aulia murung. "Kalau begitu Tuan Ando bawa saja bekal ke kantor. Aku sudah menyiapkan bekal untuk sarapan dan maka
"By the way, kau menangis karena apa? Cemburu-- atau … kau takut kehilanganku karena kau mulai mencintaiku, heh?"Sera mengerjab beberapa kali, mengatur wajah untuk tak terlihat gugup dan agar biasa saja. Meskipun sejujurnya pertanyaan Ben tersebut sudah membuat jantungnya dalam sana berdebar kencang. 'Asal jawab saja.' batin Sera, diam-diam meneguk saliva secara kasar. "Jangan kepedean!" Sera berkata ketus, "aku menangis karena aku … aku mengidam ingin menangis. Udah, aku nggak mau drama lagi," cerocos Sera sembari turun dari pangkuan Ben. "Aku ingin tidur," ucapnya kemudian, naik ke atas ranjang dengan langsung membaringkan tubuhnya di sana. Ben berdecis geli, ikut merebahkan tubunnya di sebelah Sera– menarik perempuan tersebut untuk tidur dalam pelukannya. "Caramu mencintaiku sangat unik, Sera. Dan aku sangat menyukainya.""Aku tidak mencintai Pak Ben. Jangan kepedean," bantah Sera, memutar bola mata dengan jengah. "Kalau begitu, katakan jika aku tidak mencintaiku sembari menat
"Kau sudah mengembalikan Marc dan Gebara pada Kak Damon dan Kakak ipar?" tanya Ben ketika melihat Sera masuk dalam kamar. Sera menganggukkan kepala, air mukanya terlihat datar dan tatapannya sedikit memicing dan malas; terkesan tengah marah dan kesal secara bersamaan. "Kenapa?" tanya Ben lagi saat menyadari raut muka Sera yang terlihat tengah menahan marah. "Ada yang mengganggumu, Humm?" "Ya, mantan istrimu menggangguku," ketus Sera, meraih bantal lalu melemparnya ke arah Ben yang duduk di ranjang. "Kau pernah menikah dan kau tidak mengatakannya padaku. Sebenarnya maumu apa, hah?"Mata Ben sedikit membulat, wajahnya mendadak kaku dan beberapa detik dia terlihat panik serta khawatir. Shit! Sera tengah hamil dan dia tak ingin masalah ini mempengaruhi kesehatan istri dan bayi dalam perut Sera. "Kau punya mantan istri. Kenapa kau menutup-nutupinya dariku? Apa yang kau rencanakan, Pak Ben yang terhormat? Jujur saja, sampai detik ini aku tidak tahu alasan kenapa kau melakukan semua ini
"Kau bilang apa?" dinginnya, membuat Sera mendadak pucat pias– menciut dengan raut muka gugup dan harap cemas. "Aku hanya bilang tolong buka pintunya," ujar Sera gugup dan kaku, mendongak sepenuhnya ketika Ben tiba-tiba sudah berada di tepatnya– menarik pinggang Zelda dengan menyentak kuat lalu mengalungkan tangannya secara possessive di sana.Cup'Dengan cepat, Ben mendaratkan bibirnya di atas bibir Sera– meraupnya lalu melumatnya lembut namun sedikit menuntut. Sera awalnya menolak, tetapi pada akhirnya dia menerimanya. Bagaimanapun Ben sangat mahir dan Sera sulit menolaknya. "Bibir sangat manis," ucap Ben sembari membelai bibir Sera, membersihkan sisa pergulatan mereka di sana, "tetapi sayang, suka mengatakan kata kotor. Bisa ubah?" Ben menatap Sera, tepat pada manik mata perempuan tersebut– melayangkan tatapan yang menghunus tajam serta penuh peringatan. "Cik! Itu karena aku kesal saja," dengkus Sera pelan. "Tolong buka pintunya dan lepaskan aku," ucapnya kemudian sembari meraih
"Benar anaknya begitu?" Disha mengganggukkan kepala, tersenyum simpul ke arah Neneknya untuk meyakinkan sang nenek jika Aulia adalah anak yang baik– tidak jahat sama sekali seperti kakaknya atau keluarganya. Tadi malam suaminya meminta bantuan padanya untuk berbicara pada neneknya agar Ando diizinkan untuk menikahi Aulia. Satu hal yang membuat Tiara tidak merestui, karena dia takut jika Aulia sama seperti kakaknya, Kalea. Sedangkan Daniel, dia tidak menyetujui pernikahan Ando dengan Aulia, karena dia takut jika Aulia hanyalah pion dari Arman. Namun, setelah Damon sendiri yang menjelaskan jika Aulia berbeda, bahkan korban kekerasan di rumahnya sendiri, Daniel akhirnya luluh. Dan sekarang giliran Disha yang membujuk sang nenek. "Aulia sangat baik, Nek. Selema di rumah, tinggal denganku dan Mas Damon, dia sangat-sangat baik. Masakannya juga enak dan … Marc serta Gebara suka dengannya. Aku rasa Aulia juga cocok dengan Pak Ando yang kaku. Soalnya Aulia kan manis dan ceria," ucap Disha,
"I'm sorry, Darling." Damon berkata lirih, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke lantai– bertekuk lutut di hadapan Disha sembari memeluk kaki istrinya tersebut. "Ke-- kenapa, Mas Damon?" lirih dan cicit Disha, menunduk sembari menatap suaminya yang masih bersimpuh di lantai sembari memeluk kakinya. Ketika Damon tiba-tiba bertekuk lutut di lantai kemudian memeluk kakinya, ketakutan Disha seketika lenyap. Dia lega dan jauh lebih rileks. Disha mengulurkan tangan, menyentuh rambut Damon– menyisir dengan jemari tangannya yang lentik sembari sesekali mengelusnya. Tebakannya sudah mengarah ke sana. Namun, melihat Damon seperti ini rasanya Disha tidak sanggup untuk marah. Suaminya bersimpuh penuh penyesalan di hadapannya, sembari memeluk kakinya. Bagaimana Disha tidak tega?!"Aku melenyapkannya," ucap Damon dengan nada yang benar-benar pelan tetapi masih bisa didengar oleh Disha. Dia mendongak untuk menatap wajah cantik istrinya, masih memeluk kaki Disha sembari bersimpuh, "dia menantangku d
"Akhirnya aku menemukanmu, Disha sayang!" ucap seorang pria yang tiba-tiba mendatangi Disha dan Sera, berniat memeluk Disha namun Sera lebih dulu mendorong pria tersebut. "Kamu ini siapa sih?" ketus Sera, menatap tajam dan kesal pada pria yang hampir saja memeluk sahabatnya tersebut. Sera menatap pria itu dari atas hingga bawah, memperhatikan penampilan pria tersebut yang menurutnya sangat narsis– memakai setelah jas kebesaran dipadu dengan sneakers putih serta kaca mata hitam. "Saya calon suami dek Disha. Minggir, saya ingin bicara dengan calon istri saya," ucap pria itu, mendorong pundak Sera agar dia bisa lebih dekat dengan Disha. "Wah!" Sera yang didorong seketika menatap nyalang dan marah pada pria tersebut. "Sepertinya tinjuku perlu kenalan dengan Bapak-bapak Jamet satu ini."Sera mengepalkan tangan dengan kuat, kemudian langsung melayangkan tinjunya ke wajah pria tersebut. Bug'"Argk.""Astaga, Sera!" Disha memekik, langsung menarik sahabatnya tersebut untuk menjauh dari A