"Ini pasti bukan karena Marc. Ini karena wanita itu kan? Tadi kau ke sana, dan aku yakin kau dengannya telah melakukan hubungan suami istri. Karena itu kau tersenyum gila, Damon!" pekik Kinja tiba-tiba sudah menangis sembari memukul-mukul dada bidang Damon. "Shut up, Stupid!" Damon berucap dengan nada tinggi, melotot marah ke arah Kinja sembari mengatupkan rahang dengan kuat, "jaga batasanmu. Dan … keluar dari kamar ini!" dingin Damon, menatap tajam ke arah Kinja dengan air muka masih menunjukkan marah. "Da--Damon," cicit Kinja dengan raut sedih dan gugup ketakutan. Raut Damon benar-benar mengerikan, tetapi sikap pria ini lebih mengerikan dan bahaya baginya. Baru pertama kali Damon menemui istri keduanya, tetapi Damon sudah bersikap tak peduli padanya. "Pergi," geram Damon, mengelakkan tangan kuat dengan semakin mempertajam tatapan matanya pada Kinja. Pada akhirnya, Kinja beranjak dari kamar tersebut. Dia juga takut dan merasa terancam dengan tatapan mata Damon yang mengerikan. A
Mata Disha sontak membelalak saat tak sengaja melihat sesuatu yang mengagetkannya. "Eh," kagetnya dengan pelan sembari reflek mengeluarkan handphone. Disha diam-diam mengambil foto, ajaibnya saat dia mengambil kedua pasangan yang ia pergoki tersebut tengah berciuman. Disha mengerjab beberapa kali, menatap foto yang berhasil ia tangkap sembari menggaruk alis. Dia tak menyangka tetapi dia juga bingung. Disha tak percaya harus melihat Kinja– istri pertama suaminya, tengah bersama seorang pria. Ya, jika teman saja, tak masalah. Tetapi mereka saling berciuman, bermesraan dan berbelanja di sini layaknya pasangan suami istri. Disha kembali mengerjab beberapa kali. Tetapi Disha juga bingung kenapa dia harus mengambil foto Kinja dan pria itu. 'Kasihan sekali Tuan Damon. Dia sangat mencintai Nyonya tetapi Nyonya …-' dewi batin Disha, tetapi dia berhenti membatin saat mengingat sesuatu. 'Tuan juga menciumku. Apa Tuan telah berkhianat pada Nyonya? Ah, bodo amat! Ngapain aku ngurusin hubungan m
"Mommy melamun?" tanya Marc dengan nada pelan dan khawatir, memiringkan kepala– menatap lamat ke arah Mommynya. "Enggak, Nak." Disha buru-buru mengambil sesuatu dari tas belanjaannya, sengaja untuk mengalihkan atensi serta fokus putranya. "Mommy habis berbelanja dan habis beli es krim. Ayo, kita makan sama-sama.""Daddy melarang Marc makan es krim, Mommy," cicit Marc, menoleh sedih ke arah es krim di tangan Mommynya yang terlihat menggiurkan. "Tapi Daddy tidak di sini. Jadi …." Disha menyerut es krim tersebut dengan sendok kecil lalu mengangkatnya ke depan mulut putranya. "Daddy tak akan tahu. Ada …," tambah Disha sembari membuka mulut di akhir kalimat, isyarat agar Marc membuka mulut. Marc membuka mulut dengan patuh, menerima suapan eskrim tersebut dengan senang hati. Walau dia takut Daddynya tahu dia memakan Es krim. "Bagaimana jika Daddy memarahi Marc karena Marc makan es krim?" "Gimana Daddy mau memarahi Marc, Daddy kan tidak tahu Marc makan es krim." Disha menyuapkan es krim
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Marc segera keluar kamar dengan membawa bontot bekal– berisi makan malam yang Mommynya masak untuknya. Dengan hati-hati dan perasaan berbunga-bunga, Marc berjalan ke ruang makan. Sampainya di sana, anggota keluarganya yang sudah berkumpul di sana sontak memusatkan perhatian pada Marc. Lebih tepatnya pada benda yang Marc bawa. "Jagoan, apa yang kau bawa?" tanya Daniel ketika melihat cucunya tersebut meletakkan sebuah bontot di atas meja– tempat biasa cucu kesayangannya ini duduk. "Ini masakan Mommy, makan malam yang Marc minta dibuat oleh Mommy," jawab Marc dengan happy, terlihat riang dan tak sabaran untuk memakan makan malam spesial dari Mommynya tersebut. Daniel tersenyum lembut, mengusap pucuk kepala cucunya. Setelah itu dia duduk di ujung meja– tempat biasa dia duduk. Kemudian memerintah seorang maid untuk mempersiapkan makanan pada cucu kesayangannya. Ada dua anak kecil di rumah ini. Satu cucu kandungnya, Marc Dala Lucas, dan satu lagi Geba
'Kalau tidak salah Disha pernah buat beginian deh di kontrakan Sera. Ah, mungkin kebetulan. Ya, kali hanya Disha yang bisa masak beginian.' batin Stella DL, adik sepupu Damon. Marc tidak peduli dengan keributan atau perkataan Mama tirinya, Marc sudah terbiasa dan kebal. Dia memilih makan dengan masakan lezat Mommynya. Sedangkan keluarganya, melihat Marc makan dengan lahap, mereka tentunya kaget. Karena Marc tak pernah makan dengan lahap seperti sekarang ini. Hal tersebut membuat Tiara penasaran dengan masakan yang Marc bawa itu. Anehnya masakan yang cucu buyutnya ini bawa adalah bunga pepaya tumis yang dicampur dengan kikil. Dan bisa-bisanya Marc yang tak pernah mau makan sayur dengan alasan pahit, begitu lahap memakan itu. "Nenek buyut boleh mencoba, Sayang?" tanya Tiara dengan lembut. "Hanya sedikit," jawab Marc datar, menganggukkan kepala singkat lalu kembali dengan lahap menyantap makan malamnya. Bukan hanya tumisan bunga pepaya, tetapi dia juga dimasakkan ayam kecap favoritny
"Ah, aku yang memasaknya, Damon sayang," ucap Kinja dengan bangga, tersenyum lebar ke arah Damon– memberikan tatapan cinta pada suaminya tersebut. Damon menaikkan sebelah alis. Namun, sebelum Damon mengeluarkan perkataannya pada Kinja yang berniat menanyakan makanan tersebut, Tiara lebih dulu bersuara. "Sudah tidak berguna dan tak tahu apa-apa, sekarang malah berbuat bodoh dengan mengaku-ngaku memasak makanan yang dibuat oleh Mommy kandung Marc. Damon juga tahu kamu berbohong. Dasar bodoh," sarkas Tiara dengan nada kesal bercampur cerewet, menatap lelah bercampur tak habis pikir pada Kinja. Heran saja, kenapa cucunya yang tampan dan cerdas ini dulu harus jatuh cinta pada wanita modelan seperti Kinja. Sudah tak bisa diandalkan dalam mengurus rumah, tidak setia juga pada suaminya."Ini makan malam Marc dari Mommy, Daddy," jawab Marc, memilih mendorong piring berisi tulisan bunga pepaya tersebut ke dekat Daddynya. Terpaksa Marc berbagi agar menghentikan keributan ini.Mommynya pernah
"Ja--jangan jangan …." Stella memegang kepala, frustasi dan hampir gila membayangkan sahabatnya tersebut terjebak dalam lift bersama sepupunya yang dingin serta monster itu. "Disha ada di dalam," pekik Sera lebih dulu pada Stella. Stella langsung berlari ke lift dan menggedor-gedornya pintunya. "To--tolong buka!! Sahabatku terjebak di dalam," pekiknya sangat panik. Dia sangat panik karena dia tahu bagaimana sifat kakaknya tersebut jika merasa terganggu dan marah. Damon tak akan peduli itu perempuan atau laki-laki, dia akan melakukan kekerasan atau melenyapkannya. "Stella, hentikan!" Ando menarik Stella dari sana– jauh dari kerumunan staff yang antri ingin naik lift. "Kak Ando, temanku di dalam! Be--bersama dengan Kak Damon!" pekik Stella pada Ando, tak bisa membayangkan sahabatnya yang terjebak bersama monster itu. "Ouh, jadi Nona Disha sahabatmu?" "Hah?" ***"Ini dia," ucap Disha setelah menemukan ID card pemberian Stella padanya tadi pagi. Dia tak langsung memakai dan menyimp
Sehabis pulang bekerja, Disha langsung membersihkan diri–mandi untuk menyegarkan diri dan pikiran. Setalah dia mandi, Disha mengenakan kaos putih lengan pendek yang ia padu dengan celana pendek selutut. Karena dia cukup bad mood mendengarkan kisah cinta suaminya dengan istri pertamanya, Disha berencana malam ini untuk keluar dan berbelanja cemilan atau apapun di swalayan dekat komplek rumahnya. Setiap Disha kesal atau bad mood, dia akan berbelanja. Dengan begitu gunda serta perasaan kesal dalam hatinya akan terobati. "Aku nggak pantas untuk protes pada hubungan toxic Tuan dan Nyonya. Aku juga tidak berhak ikut campur. Hais, aku hanya istri kedua yang hidup segan mati tak mau. Cuma pajangan dinding doang," gumam Disha, berjalan keluar rumah sembari membawa tas selempang kecil dan juga handphone yang ia masukkan dalam tas. Disha keluar dari rumah, menutup pintu lalu memutar tubuh untuk beranjak dari sana. Namun tiba-tiba saja seorang anak kecil sudah berdiri tepat di belanjanya– memb
Beberapa bulan kemudian. "Namanya Davin Sbastian Lucas," ucap Daniel, memberikan nama pada cucunya yang baru lahir. Disha dan Damon sama-sama tersenyum mendengar nama tersebut. Nama yang bagus untuk putra mereka yang baru lahir. "Namanya indah dan bagus, Ayah," ucap Disha, tersenyum hangat ke arah ayahnya tersebut. "Humm, nama yang bagus." Damon ikut berkomentar, menggenggam tangan istrinya yang baru melahirkan dan terus menatap Disha dengan penuh cinta, hangat serta penuh kasih sayang. Istrinya ini baru saja melahirkan putra mereka. Damon sangat berterimakasih dan sangat bersyukur. Disha telah berjuang untuk sebuah kehidupan baru, dan Disha memang wanita yang hebat. Dia sangat hebat di mata Damon. "Arshila, sekarang kamu punya adik. Hihihi … adik yang tampan sekali," ucap Sera yang dengan menggendong bayi berusaha satu bulan, sembari memperlihatkan baby Davin pada bayi tersebut. Arshila Keyna Lucas. Bayi Sera dan Ben yang masih berusia satu bulan. Yah, Sera lebih dulu melah
Hingga tiba-tiba saja …."Aulia, bekalnya man--" Aulia spontan menoleh ke arah ambang pintu, menatap seorang pria yang terdiam di sana dengan raut muka yang sulit dijelaskan. Sadar akan keadaannya, Aulia buru-buru menyekat air mata yang sempat membasahi pipi. Dia berusaha untuk tersebut ke atas Ando, berdiri kemudian menghampiri suaminya tersebut. Dia memilih menunda untuk memakan bekal sarapan untuk suaminya tersebut. Ah, sepertinya Ando kembali karena ada hal penting. Mungkin handphone atau dokumennya tertinggal. "Ada apa, Tuan Ando? Ada yang ketinggalan yah?" tanya Aulia lembut dan hangat. Aulia selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik pada suaminya. Meskipun Ando belum bisa menerima kehadirannya, tetapi Aulia akan tetap belajar menjadi istri yang baik. "Aku … meminta bekal sarapan dan makan siang," ucap Ando dengan pelan, menatap Aulia dengan pandangan yang sulit diartikan lalu menatap ke arah bekal yang sudah dimakan secara miris. Bukan! Ando bukan sedang marah karena
Setelah pernikahan mereka, Ando memilih memisah dari keluarganya– dia memutuskan untuk tinggal rumah miliknya sendiri dengan istrinya, Aulia. Dia menikahi perempuan ini karena perasaan iba dan tanggung jawab atas perbuatannya pada Aulia. Oleh sebab itu, setelah menikahi Aulia, sikap Ando pada perempuan itu terkesan cuek. Sebab dia tidak mencintai Aulia. "Tuan Ando, aku sudah memasak sarapan. A--apa Tuan tidak sarapan lagi?" tanya Aulia, gugup setengah mati ketika berhadapan dengan suaminya tersebut. Hidupnya jauh lebih baik setelah menikah dengan Ando. Hanya saja, suaminya ini sangat cuek padanya. Dari hari pertama mereka menikah, Ando belum pernah sekalipun mau menyentuh masakan yang dia buat. Mereka bahkan pisah kamar. "Tidak." Ando berkata datar, "maaf, aku sudah terlambat," lanjutnya dengan menoleh ke arah jam tangannya. 'Padahal masih jam setengah tujuh.' batin Aulia murung. "Kalau begitu Tuan Ando bawa saja bekal ke kantor. Aku sudah menyiapkan bekal untuk sarapan dan maka
"By the way, kau menangis karena apa? Cemburu-- atau … kau takut kehilanganku karena kau mulai mencintaiku, heh?"Sera mengerjab beberapa kali, mengatur wajah untuk tak terlihat gugup dan agar biasa saja. Meskipun sejujurnya pertanyaan Ben tersebut sudah membuat jantungnya dalam sana berdebar kencang. 'Asal jawab saja.' batin Sera, diam-diam meneguk saliva secara kasar. "Jangan kepedean!" Sera berkata ketus, "aku menangis karena aku … aku mengidam ingin menangis. Udah, aku nggak mau drama lagi," cerocos Sera sembari turun dari pangkuan Ben. "Aku ingin tidur," ucapnya kemudian, naik ke atas ranjang dengan langsung membaringkan tubuhnya di sana. Ben berdecis geli, ikut merebahkan tubunnya di sebelah Sera– menarik perempuan tersebut untuk tidur dalam pelukannya. "Caramu mencintaiku sangat unik, Sera. Dan aku sangat menyukainya.""Aku tidak mencintai Pak Ben. Jangan kepedean," bantah Sera, memutar bola mata dengan jengah. "Kalau begitu, katakan jika aku tidak mencintaiku sembari menat
"Kau sudah mengembalikan Marc dan Gebara pada Kak Damon dan Kakak ipar?" tanya Ben ketika melihat Sera masuk dalam kamar. Sera menganggukkan kepala, air mukanya terlihat datar dan tatapannya sedikit memicing dan malas; terkesan tengah marah dan kesal secara bersamaan. "Kenapa?" tanya Ben lagi saat menyadari raut muka Sera yang terlihat tengah menahan marah. "Ada yang mengganggumu, Humm?" "Ya, mantan istrimu menggangguku," ketus Sera, meraih bantal lalu melemparnya ke arah Ben yang duduk di ranjang. "Kau pernah menikah dan kau tidak mengatakannya padaku. Sebenarnya maumu apa, hah?"Mata Ben sedikit membulat, wajahnya mendadak kaku dan beberapa detik dia terlihat panik serta khawatir. Shit! Sera tengah hamil dan dia tak ingin masalah ini mempengaruhi kesehatan istri dan bayi dalam perut Sera. "Kau punya mantan istri. Kenapa kau menutup-nutupinya dariku? Apa yang kau rencanakan, Pak Ben yang terhormat? Jujur saja, sampai detik ini aku tidak tahu alasan kenapa kau melakukan semua ini
"Kau bilang apa?" dinginnya, membuat Sera mendadak pucat pias– menciut dengan raut muka gugup dan harap cemas. "Aku hanya bilang tolong buka pintunya," ujar Sera gugup dan kaku, mendongak sepenuhnya ketika Ben tiba-tiba sudah berada di tepatnya– menarik pinggang Zelda dengan menyentak kuat lalu mengalungkan tangannya secara possessive di sana.Cup'Dengan cepat, Ben mendaratkan bibirnya di atas bibir Sera– meraupnya lalu melumatnya lembut namun sedikit menuntut. Sera awalnya menolak, tetapi pada akhirnya dia menerimanya. Bagaimanapun Ben sangat mahir dan Sera sulit menolaknya. "Bibir sangat manis," ucap Ben sembari membelai bibir Sera, membersihkan sisa pergulatan mereka di sana, "tetapi sayang, suka mengatakan kata kotor. Bisa ubah?" Ben menatap Sera, tepat pada manik mata perempuan tersebut– melayangkan tatapan yang menghunus tajam serta penuh peringatan. "Cik! Itu karena aku kesal saja," dengkus Sera pelan. "Tolong buka pintunya dan lepaskan aku," ucapnya kemudian sembari meraih
"Benar anaknya begitu?" Disha mengganggukkan kepala, tersenyum simpul ke arah Neneknya untuk meyakinkan sang nenek jika Aulia adalah anak yang baik– tidak jahat sama sekali seperti kakaknya atau keluarganya. Tadi malam suaminya meminta bantuan padanya untuk berbicara pada neneknya agar Ando diizinkan untuk menikahi Aulia. Satu hal yang membuat Tiara tidak merestui, karena dia takut jika Aulia sama seperti kakaknya, Kalea. Sedangkan Daniel, dia tidak menyetujui pernikahan Ando dengan Aulia, karena dia takut jika Aulia hanyalah pion dari Arman. Namun, setelah Damon sendiri yang menjelaskan jika Aulia berbeda, bahkan korban kekerasan di rumahnya sendiri, Daniel akhirnya luluh. Dan sekarang giliran Disha yang membujuk sang nenek. "Aulia sangat baik, Nek. Selema di rumah, tinggal denganku dan Mas Damon, dia sangat-sangat baik. Masakannya juga enak dan … Marc serta Gebara suka dengannya. Aku rasa Aulia juga cocok dengan Pak Ando yang kaku. Soalnya Aulia kan manis dan ceria," ucap Disha,
"I'm sorry, Darling." Damon berkata lirih, tiba-tiba menjatuhkan tubuhnya ke lantai– bertekuk lutut di hadapan Disha sembari memeluk kaki istrinya tersebut. "Ke-- kenapa, Mas Damon?" lirih dan cicit Disha, menunduk sembari menatap suaminya yang masih bersimpuh di lantai sembari memeluk kakinya. Ketika Damon tiba-tiba bertekuk lutut di lantai kemudian memeluk kakinya, ketakutan Disha seketika lenyap. Dia lega dan jauh lebih rileks. Disha mengulurkan tangan, menyentuh rambut Damon– menyisir dengan jemari tangannya yang lentik sembari sesekali mengelusnya. Tebakannya sudah mengarah ke sana. Namun, melihat Damon seperti ini rasanya Disha tidak sanggup untuk marah. Suaminya bersimpuh penuh penyesalan di hadapannya, sembari memeluk kakinya. Bagaimana Disha tidak tega?!"Aku melenyapkannya," ucap Damon dengan nada yang benar-benar pelan tetapi masih bisa didengar oleh Disha. Dia mendongak untuk menatap wajah cantik istrinya, masih memeluk kaki Disha sembari bersimpuh, "dia menantangku d
"Akhirnya aku menemukanmu, Disha sayang!" ucap seorang pria yang tiba-tiba mendatangi Disha dan Sera, berniat memeluk Disha namun Sera lebih dulu mendorong pria tersebut. "Kamu ini siapa sih?" ketus Sera, menatap tajam dan kesal pada pria yang hampir saja memeluk sahabatnya tersebut. Sera menatap pria itu dari atas hingga bawah, memperhatikan penampilan pria tersebut yang menurutnya sangat narsis– memakai setelah jas kebesaran dipadu dengan sneakers putih serta kaca mata hitam. "Saya calon suami dek Disha. Minggir, saya ingin bicara dengan calon istri saya," ucap pria itu, mendorong pundak Sera agar dia bisa lebih dekat dengan Disha. "Wah!" Sera yang didorong seketika menatap nyalang dan marah pada pria tersebut. "Sepertinya tinjuku perlu kenalan dengan Bapak-bapak Jamet satu ini."Sera mengepalkan tangan dengan kuat, kemudian langsung melayangkan tinjunya ke wajah pria tersebut. Bug'"Argk.""Astaga, Sera!" Disha memekik, langsung menarik sahabatnya tersebut untuk menjauh dari A