Kedua sahabat itu sama-sama termenung. Masing-masing sibuk dengan pikiran sendiri. Tiba-tiba saja Melanie senyum-senyum tidak jelas. Perubahan sikap Melanie, membuat Joana bertanya-tanya.
"Mel, kenapa? Apa sewaktu ketemu dengan pamanku tadi, Paman Ben melamar kamu untuk jadi menantunya?" goda Joana, membuat Melanie cemberut.
"Apaan, sih? Enggak lucu, ah!"
"Udah. Jangan pura-pura cemberut, gitu! Aku tahu, kok, kamu juga ada rasa 'kan, sama sepupuku itu?" Joana memainkan kedua alisnya naik turun, menggoda sang sahabat.
"Kenapa jadi aku, sih, Jo? Aku ke sini 'kan, mau bahas tentang kamu!" protes Melanie dan Joana terkekeh kemudian.
"Lebih asyik membahas tentang kamu, Mel, karena bikin aku tertawa," balas Joana seraya terkekeh senang dan hal itu membuat Melanie ikut tertawa.
"Asal kamu bahagia, Jo," kata Melanie.
"Oh ya, Jo. Tadi pagi sewaktu pelajaran olahraga, Pak Jordi nanyain kamu. Dia kayak enggak semangat gitu ngajarnya karena engga
Melihat mendung gelap di wajah sang sahabat, Melanie menepuk lembut lengan Joana. "Ceritalah, Jo, agar beban di hatimu berkurang.""Sempat aku berpikir, apakah yang aku terima ini adalah karma? Dulu, aku mengabaikan orang lain dan sekarang aku diabaikan oleh suamiku," gumam Joana sangat lirih dan tidak dapat di tangkap dengan baik oleh Melanie meski mereka berdua duduk bersisihan."Kamu bicara apa barusan, Jo?" Melanie memindai wajah sang sahabat, tetapi Joana hanya membalas dengan gelengan."Bukan apa-apa, Mel."Mendengar jawaban Joana, Melanie hanya bisa diam. Dia mengerti bahwa sang sahabat belum ingin menceritakan masalahnya dan sebagai teman terbaik, Melanie tidak mau memaksa. Dia biarkan saja ketika Joana masih khusyuk dengan lamunannya.'Tidak-tidak! Ini bukan karma. Aku tidak pernah ketus pada Sabeum Alan. Aku selalu menghargai niat baik dia meskipun aku tidak bisa menerima cintanya. Tidak seperti Pak Andre yang selalu ketus dan tidak perna
Pria berkacamata itu segera masuk ke dalam, ketika merasakan embusan angin yang menerpa kulit terasa semakin dingin. Setelah membersihkan diri, Andreas segera menghempas bobot tubuhnya di sofa dan mencoba memejamkan mata. Ketika hampir terlelap, Andreas buru-buru beringsut lalu menepuk jidatnya sendiri."Ngapain aku tidur di sini? Gadis ingusan itu 'kan, sudah tidak ada di sini?" Lagi-lagi, Andreas teringat akan Joana."Kenapa kamu seperti hantu, Jo! Ketika ada kamu, kehadiranmu mengusikku! Sekarang, ketika kamu sudah tidak ada bersamaku, bayangan kamu yang mengusikku!" Andreas menyugar kasar rambutnya.Sepanjang malam itu, Andreas benar dibuat tidak dapat memejamkan mata karena teringat dengan Joana.Keesokan paginya, Melanie yang memaksa Joana untuk pergi ke sekolah akhirnya menyerah. Joana tetap belum mau pergi ke sekolah. Dia masih ingin sendiri dan belum siap jika harus bertemu Andreas."Kepalaku juga masih pusing banget, Mel. Berdenyut-denyut
Apa Dia Mengkhawatirkan Aku?Sementara di sekolah tempat Joana menuntut ilmu, Andreas nampak gelisah duduk di belakang meja guru. Tatapannya terus tertuju ke arah tempat duduk salah satu siswi, yang pagi ini kembali tidak berpenghuni. Ada perasaan hampa yang menyelinap di hati sang guru muda, mengetahui Joana lagi-lagi tidak ada di tempat duduknya.'Melanie bilang kamu sakit, Jo. Apa benar waktu itu kamu sungguh-sungguh sakit dan sedang tidak mencari perhatian dariku?'"Pak Andre. Yang sudah selesai, apa boleh keluar?" Pertanyaan seorang siswa, menarik Andreas dari lamunannya tentang Joana."I-iya. Silakan kumpulkan dulu di sini!" Andreas lalu berdiri dari tempat duduknya.'Tidak-tidak! Aku tidak boleh terus-terusan melamunkan dia! Aku yakin, dia hanya menggertak saja. Setelah dia kembali ke sekolah, dia pasti akan menemuiku dan merengek padaku,' bisik Andreas dalam hati, penuh percaya diri.Tidak mau kembali melamunkan Joana, Andreas
Baru saja Joana hendak melangkah untuk menghampiri guru tampan yang masih berstatus sebagai suaminya, buru-buru dia urungkan kala Jannet datang menghampiri Andreas.'Oh. Jadi mereka pergi bersama? Aku pikir ....' Joana menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri lalu tersenyum masam. 'Kamu terlalu percaya diri, Jo. Sudah jelas-jelas kalau dia tidak menyukaimu, kenapa masih berharap?'"Mel, kita pulang aja, yuk! Aku ngantuk, pengin segera tidur," ajak Joana yang langsung balik kanan, tanpa menunggu persetujuan sang sahabat."Lah, Jo! Katanya, kamu lapar?" teriak Melanie sambil mengejar langkah cepat Joana."Rasa laparku tiba-tiba hilang."Memang benar, itulah yang saat ini dirasakan oleh Joana. Rasa laparnya mendadak hilang dan tergantikan dengan rasa nyeri di dada.Melanie yang juga melihat kemunculan Jannet tadi, dapat mengerti apa yang dirasakan sang sahabat. Selebihnya, teman baik Joana itu memilih diam dan hanya mengiringi saja langkah
Pagi harinya, Joana yang sudah bertekad akan melupakan Andreas, mulai berangkat ke sekolah. Kedatangan wanita belia itu bersama sang sahabat, disambut dengan heboh oleh teman-teman sekelasnya yang sudah merindukan celotehan Joana. Ya, Joana yang selalu bisa bikin ramai suasana kelas, tentu kehadirannya di sekolah setelah bolos selama empat hari, sangat dinantikan."Sakit apa, sih, kamu, Jo? Sakit rindu gara-gara Sabeum Alan lama menghilang, ya?" cecar salah seorang teman yang mengetahui betapa gencarnya pelatih bela diri di sekolah itu, mendekati Joana."Enggak, ah. Biasa aja. Aku lebih merindukan kamu malah Dav, dari pada dia," balas Joana seraya mengerling, menggoda teman yang duduk di bangku belakangnya."Kamu bicara seperti itu, David bisa enggak tidur tujuh hari tujuh malam, Jo," sahut temannya yang lain sambil tergelak.Tawa teman-teman yang lain pun pecah dan mereka serempak godain David, yang memang menyimpan perhatian khusus pada Joana. Namun, se
Joana seketika terdiam di tempatnya berdiri. Senyuman di wajah cantiknya pun langsung sirna, lenyap entah ke mana senyum itu pergi. Tersisa wajah yang kini berselimut mendung kelabu, seolah hujan badai akan segera turun membasahi bumi."Maaf," kata Joana, lirih.Andreas tersenyum miring melihat ekspresi Joana. Guru tampan itu lalu berdiri dan mendekati siswi yang masih berstatus sebagai istrinya."Kenapa, Jo? Kenapa sikapmu tadi seperti itu ketika di kelas? Kamu bersikap biasa saja, seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita. Apa kamu puas karena sudah berhasil mempermainkan aku? Kamu pasti sengaja, kan, mempermainkan perasaanku? Kamu jerat aku dengan pernikahan dan setelah itu, kamu pergi dari apartemenku dengan alasan sakit. Padahal yang aku lihat semalam, kamu malah keluyuran!"Joana tertegun mendengar tuduhan demi tuduhan yang dilontarkan oleh Andreas, tanpa jeda. Susah payah wanita belia itu menelan saliva. Joana sampai tidak tahu, harus memu
Joana yang sudah membalikkan badan, menatap Andreas dengan dahi berkerut dalam."Bukankah pernikahan kita ini hanya di atas kertas, Pak Andre? Kita sudah pernah membicarakannya, di hari saya meninggalkan apartemen Bapak. Kita hidup masing-masing dan saya juga sudah membebaskan Pak Andre jika ingin mencari kebahagiaan Bapak sendiri, kan? Lalu, apalagi yang Anda maksudkan?"Joana berkata dengan nada suara yang dibuat sebiasa mungkin, seraya mencoba untuk tersenyum. Dia tidak ingin menunjukkan sisi rapuhnya kembali di hadapan Andreas."Saya serahkan sepenuhnya keputusan di tangan Pak Andre. Saya siap jika harus menjadi ...." Joana sejenak menghentikan ucapannya. Susah payah wanita belia itu menelan saliva."Saya siap jika harus menjadi janda," lanjutnya. Setelah berkata demikian, Joana mengayun langkah dengan cepat menuju UKS dan kemudian mengunci pintu ruang kesehatan tersebut.Joana tidak peduli meski bel tanda masuk telah berbunyi. Dia hanya ingin
Andreas yang nampak gelisah mondar-mandir tidak jelas di ruangannya. Guru muda itu sampai melupakan keberadaan Melanie di sana. Hingga dehaman sahabat Joana itu, kemudian menyadarkan Andreas. "Oh ya, Mel. Apa kamu sudah mencoba menghubungi nomornya, Mel?" "Belum, Pak. Oh, ponsel saya ketinggalan di kelas," balas Melanie, setelah menyadari bahwa dia tidak membawa ponsel. "Lagipula, baterainya habis, Pak." "Ya, sudah. Biar saya coba menghubungi dia." Andreas kemudian menelepon ke nomor yang dia beri nama 'istri kecilku'. "Tidak aktif, Mel." Wajah Andreas semakin terlihat khawatir. Ya udah, Pak. Saya akan mencari ke tempat lain," pamit Melanie, bergegas meninggalkan ruangan Andreas. "Kamu ke mana, sih, Jo? Kondisi kamu sedang tidak baik-baik saja. Kalau ada apa-apa denganmu bagaimana?" Andreas nampak sangat khawatir. "Apa sikapku tadi keterlaluan, ya?" Andreas segera mengemasi barang-barangnya. Dia harus mencari Joana karena tidak ingin sesuatu hal buruk terjadi pada siswi yang mas
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan
Joana benar-benar merasa kesepian kini karena sang sahabat sudah memiliki kehidupan baru sekarang. Melanie juga mulai disibukkan dengan mengikuti kursus parenting, di sela-sela dia bekerja, dan rencananya Melanie juga akan mengikuti kelas senam untuk ibu hamil karena kehamilannya sudah mulai membesar. Praktis, Melanie tak lagi memiliki waktu untuk Joana.Hanya Bu Rifah yang masih setia berkunjung, meski Joana tak lagi memperbantukan istri Om Jun itu di unitnya. Joana memberhentikan Bu Rifah sebagai asisten rumah tangga, sejak mengetahui kehamilan ibunya Dino dan Dini. Joana tak ingin sesuatu terjadi pada kandungan istrinya Om Jun, seperti yang terjadi pada Joana kala itu."Kapan, ya, Bu, Jo bisa hamil lagi?"Wajah Joana terlihat murung, padahal di depannya ada Dina, yang biasanya membuat Joana antusias untuk menggoda gadis kecil yang montok itu. Dina sekarang sudah pandai berjalan dan tingkahnya sungguh menggemaska
Joana dan Andreas tak percaya ketika melihat Ryan menggandeng mesra tangan Dini, menghampiri mereka. Begitu pula dengan Ricky yang sedang menanti sang istri, yang tengah dirias oleh MUA. Mereka semua sampai melongo, menatap ke arah Ryan yang tersenyum lebar, sementara Dini tersipu malu."Bang, Kakak Ipar. Ini kekasihku, calon istriku. Ryan akan menikahinya, begitu dia lulus nanti," kata Ryan, sambil menggenggam erat tangan kekasih belianya. Ryan dapat merasakan tangan Dini yang gemetaran, juga berkeringat."Santai aja, Dek. Mereka pasti setuju, kok. Percayalah pada Abang," bisik Ryan, meyakinkan dan Dini mengangguk.Sebenarnya, Dini tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Dia tahu betul, seperti apa Joana, juga Andreas. Mereka tidak akan mempermasalahkan status sosial seseorang yang dekat dengan salah satu anggota keluarganya. Terbukti, Joana sendiri menikah dengan Andreas. Hari ini, Ricky juga menikahi Melanie y
Ricky dan Melanie memberanikan diri untuk berterus terang kepada orang tua mereka berdua. Tentu saja para orang tua itu murka, meski mereka juga sudah mengetahui sejauh apa hubungan anak-anaknya itu. Pihak orang tua pun akhirnya menyetujui pernikahan Ricky dan Melanie dan mereka juga mempersiapkannya dengan sangat cepat karena tak ingin orang-orang di luar sana tahu kecelakaan yang telah terjadi.Semua orang dibuat sibuk, termasuk Joana, dan Andreas. Joana sempat terkejut mendengar kabar kehamilan sang sahabat. Dia menjadi sedih karena justru Melanie yang notabene belum menginginkan hadirnya anak, justru diberikan amanah untuk mengandung benih Ricky. Sementara dirinya yang sudah sangat siap dan menginginkan agar bisa segera hamil, malah tak kunjung diberikan kepercayaan pasca keguguran tiga tahun silam.Joana pun membantu persiapan pernikahan sang sepupu dan sahabatnya itu dengan raut wajah yang dipenuhi mendung kelabu. Dia terus