Cukup lama Joana berdiri mematung di sana, hingga kegelapan perlahan mulai menyelimuti bumi. Wanita belia itu baru beranjak masuk saat udara di luar mulai dirasa dingin. Ketika tiba di dalam, Joana melihat sang suami yang tadi ketiduran di sofa, sudah rapi."Mau ke mana, Bang?""Cari makan di warung angkringan. Kamu kalau lapar, pesan layanan antar saja sesukamu biar nanti aku yang bayar. Aku yakin, kamu enggak doyan makan di warung pinggir jalan karena seleramu pasti tinggi dan tidak sama dengan orang-orang seperti kami!" balas Andreas yang terdengar ketus.Joana sempat terkejut mendengar perkataan suaminya. Namun itu tidak berlangsung lama. Joana segera dapat menguasai keadaan dan memahami pria di hadapan."Enggak perlu makan di luar, Bang. Kalau ada bahan makanan, biar Jo masak aja." Tanpa menunggu jawaban, Joana bergegas menuju dapur lalu melihat isi almari penyimpanan."Jo buatkan nasi goreng, mau enggak, Bang?" tawar Joana kemudian, menoleh k
Berulang kali mendapatkan penolakan secara tersurat maupun tersirat seperti saat ini, juga kata-kata ketus dari sang suami, tetapi itu semua tidak menyurutkan tekad Joana untuk meraih hati suaminya. Entah karena dia adalah wanita yang bodoh dan bebal atau cinta yang telah membuat Joana tidak bisa berpikir menggunakan logika. Istri belia Andreas itu terus meneguhkan diri, akan berusaha hingga dia lelah dan kemudian menyerah untuk dapat menggapai cinta sang guru idolaSetelah Andreas menghabiskan makan malamnya, Joana bergegas mencuci piring dan peralatan memasak. Sementara pria berkacamata itu memilih menghabiskan waktu di balkon sambil melanjutkan pekerjaan tadi sore yang belum kelar. Joana kemudian menyusul sang suami dan duduk di samping Andreas setelah menyelesaikan semua pekerjaan rumah. Pekerjaan yang selama ini tidak pernah dia sentuh atau pun dia jamah."Masih lama, Bang?" tanya Joana, setelah cukup lama dia duduk terdiam di samping suaminya."Masih," bal
Joana mengerucutkan bibir dengan kesal. Dia memang sudah tahu sejak awal bahwa Andreas menikahinya hanya di atas kertas. Namun, tetap saja dia merasa kesal diperlakukan demikian."Jo tidur di sofa juga, ya." Joana langsung saja merebahkan tubuh di samping Andreas. Dia tidak peduli meskipun tempatnya sempit dan sesak."Apaan, sih, kamu, Jo? Tidur di ranjang sana!" usir Andreas, tetapi Joana bergeming.Andreas lalu beringsut dan duduk dengan wajah ditekuk. Sementara Joana masih rebahan dan merubah posisi menjadi telentang. Hal itu membuat aset berharga miliknya terlihat dengan jelas karena gaun yang dia kenakan sangat transparan.Pria muda itu menyugar kasar rambutnya. Andreas lalu beranjak dan pindah ke ranjang tanpa kata. Suami Joana tersebut segera merebahkan diri dan langsung memeluk guling lalu memejamkan mata."Abang! Jahat banget, sih! Pindah di situ enggak ajak-ajak!"Joana kembali melancarkan protesnya. Wanita belia itu kemudian menyu
Wanita belia itu lalu menghela napas panjang untuk mengurai kekesalan di hatinya. Joana menarik selimutnya kembali lalu memejamkan mata, mencoba untuk melupakan semua. Namun, itu hanya berlangsung sekejap saja karena Joana kemudian buru-buru bangun ketika mengingat bahwa dia kini sudah menjadi seorang istri dan harus menyiapkan segala keperluan suaminya."Ingat tujuan awal kamu, Jo. Kamu tidak boleh bermalas-malasan jika ingin mengambil hati suami kamu." Joana menyenangkan dirinya sendiri.Istri belia Andreas itu bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Keluar dari kamar mandi, Joana langung menuju almari penyimpanan di dapur dan mengambil roti tawar yang tersimpan di sana. Dia hendak membuat sandwich untuk sarapan mereka berdua.Setelah selesai membuat sandwich dengan isian sayuran, sosis dan telor, Joana kemudian membuatkan minuman untuk sang suami dan juga untuk dirinya sendiri. Dia bergegas mandi, setelah semua siap dan tertata di meja
Pagi ini, adalah pagi yang terindah menurut Joana. Meskipun semalaman dia belum berhasil menaklukkan sang suami dan tadi Joana juga sempat mendengar kata-kata ketus Andreas, tetapi apa yang baru saja dikatakan sang suami, membuat Joana merasa sudah memiliki hati pria itu seutuhnya.Dia merasa, kalau sang suami memberinya harapan. Untuk itu Joana berjanji dalam hati, akan terus berjuang. Berjuang untuk mendapatkan cinta dari sang guru yang sudah sangat lama dia idolakan.'Aku yakin banget, kalau Bang Andre sebenernya suka sama aku. Itu makanya, dia berkata begitu. Hanya saja, rasa gengsinya terlalu tinggi.'"Jumlahnya memang tidak sebanyak pemberian orang tua kamu, Jo, tapi aku akan berusaha untuk mencukupi. Kamu tidak perlu lagi minta sama orang tuamu." Suara Andreas berikutnya, mengurai lamunan Joana."Iya, Bang, ini sangat berarti bagi Jo." Wanita belia itu tersenyum tulus pada suami tampan yang dia gilai."Aku harap, kamu bisa mengikuti gaya hid
Joana dan sang sahabat terus bercanda, sambil berjalan menuju kelas. Siswi yang sudah menikah dengan diam-diam itu seperti tidak memiliki beban apa-apa, padahal jauh di dasar lubuk hatinya, Joana begitu merana."Jo. Kenapa Pak Andre selama ini tidak pernah memboncengkan kamu? Kamu 'kan bisa turun di halte depan sekolah. Teman-teman kita jarang, kok, yang menaiki kendaraan umum. Jadi, mereka tidak akan mengetahui kalau kalian berangkat dan pulang bareng."Melanie lalu menghentikan langkah karena mereka berdua hampir tiba di depan kelas. Sahabat terbaik Joana itu belum ingin memasuki kelas karena masih ingin ngobrol dengan istri Andreas. Obrolan yang tidak boleh didengar oleh teman-teman mereka yang belum mengetahui pernikahan Joana yang masih dirahasiakan."Kata Bang Andre, berisiko, Mel. Dari pada nantinya ribet kalau ada yang menyelidiki lalu lapor ke dinas, mending seperti ini saja," kilah Joana. Padahal yang sesungguhnya terjadi, sang suami tidak mungkin mau
Panas mentari yang menyengat, tidak menyurutkan langkah seorang wanita belia berseragam putih abu-abu menyusuri trotoar jalan. Sesekali, dia menendang batu kecil yang ada di hadapannya lalu tersenyum lebar. Entahlah, Joana merasa senang dan sedikit menghilang rasa sesak di dada, kala melakukan hal demikian.Ya, wanita belia berambut panjang itu adalah Joana. Siang ini, setelah Joana mengalami kejadian yang membuat hatinya sakit di sekolah, dia lebih memilih berjalan kaki untuk pulang ke unit apartemen milik suaminya. Joana ingin melepas dan membuang semua kejengkelan, kemarahan, dan kecemburuan pada suami tercinta.Wanita belia itu terlihat sangat menikmati perjalanannya siang ini. Sesekali dia berhenti dan ketika ada pengamen jalanan sedang bernyanyi, dia ikut bernyanyi. Wajahnya nampak sangat riang dan sama sekali tidak menunjukkan bahwa saat ini dia sedang terluka hati."Makasih, Kak, udah ikut bernyanyi bersama kami. Suara Kakak bagus, jadi mereka banyak kas
Setelah Joana berada di samping tempat tidur kecil, di mana seorang wanita kurus terbaring dengan kondisi yang memprihatinkan, wanita belia itu lalu mengenalkan dirinya. "Ibu, perkenalkan. Nama saya Joana." Joana lalu menggenggam tangan kurus, ibu dari dua pengamen yang baru saja dia temui.Wanita kurus itu mengangguk lemah."Kita ke rumah sakit ya, Bu." Joana berkata masih sambil menggenggam tangan wanita tersebut. "Ibu jangan berpikir macam-macam. Semua biaya pengobatan Ibu, saya yang akan menanggungnya," lanjut Joana ketika wanita itu menggeleng."Dik, kalian cepatlah berkemas. Kita bawa ibu kalian ke rumah sakit sekarang," titah Joana yang kemudian beranjak untuk menelepon seseorang tanpa menghiraukan tatapan protes ibu dari dua pengamen remaja tersebut."Ba-baik, Kak," balas sang kakak dengan perasaan bingung, tetapi tetap mengikuti kemauan Joana.Joana lalu menghubungi orang kepercayaan sang mama yang ditugaskan untuk mengawasi dirinya selama
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan
Joana benar-benar merasa kesepian kini karena sang sahabat sudah memiliki kehidupan baru sekarang. Melanie juga mulai disibukkan dengan mengikuti kursus parenting, di sela-sela dia bekerja, dan rencananya Melanie juga akan mengikuti kelas senam untuk ibu hamil karena kehamilannya sudah mulai membesar. Praktis, Melanie tak lagi memiliki waktu untuk Joana.Hanya Bu Rifah yang masih setia berkunjung, meski Joana tak lagi memperbantukan istri Om Jun itu di unitnya. Joana memberhentikan Bu Rifah sebagai asisten rumah tangga, sejak mengetahui kehamilan ibunya Dino dan Dini. Joana tak ingin sesuatu terjadi pada kandungan istrinya Om Jun, seperti yang terjadi pada Joana kala itu."Kapan, ya, Bu, Jo bisa hamil lagi?"Wajah Joana terlihat murung, padahal di depannya ada Dina, yang biasanya membuat Joana antusias untuk menggoda gadis kecil yang montok itu. Dina sekarang sudah pandai berjalan dan tingkahnya sungguh menggemaska
Joana dan Andreas tak percaya ketika melihat Ryan menggandeng mesra tangan Dini, menghampiri mereka. Begitu pula dengan Ricky yang sedang menanti sang istri, yang tengah dirias oleh MUA. Mereka semua sampai melongo, menatap ke arah Ryan yang tersenyum lebar, sementara Dini tersipu malu."Bang, Kakak Ipar. Ini kekasihku, calon istriku. Ryan akan menikahinya, begitu dia lulus nanti," kata Ryan, sambil menggenggam erat tangan kekasih belianya. Ryan dapat merasakan tangan Dini yang gemetaran, juga berkeringat."Santai aja, Dek. Mereka pasti setuju, kok. Percayalah pada Abang," bisik Ryan, meyakinkan dan Dini mengangguk.Sebenarnya, Dini tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Dia tahu betul, seperti apa Joana, juga Andreas. Mereka tidak akan mempermasalahkan status sosial seseorang yang dekat dengan salah satu anggota keluarganya. Terbukti, Joana sendiri menikah dengan Andreas. Hari ini, Ricky juga menikahi Melanie y
Ricky dan Melanie memberanikan diri untuk berterus terang kepada orang tua mereka berdua. Tentu saja para orang tua itu murka, meski mereka juga sudah mengetahui sejauh apa hubungan anak-anaknya itu. Pihak orang tua pun akhirnya menyetujui pernikahan Ricky dan Melanie dan mereka juga mempersiapkannya dengan sangat cepat karena tak ingin orang-orang di luar sana tahu kecelakaan yang telah terjadi.Semua orang dibuat sibuk, termasuk Joana, dan Andreas. Joana sempat terkejut mendengar kabar kehamilan sang sahabat. Dia menjadi sedih karena justru Melanie yang notabene belum menginginkan hadirnya anak, justru diberikan amanah untuk mengandung benih Ricky. Sementara dirinya yang sudah sangat siap dan menginginkan agar bisa segera hamil, malah tak kunjung diberikan kepercayaan pasca keguguran tiga tahun silam.Joana pun membantu persiapan pernikahan sang sepupu dan sahabatnya itu dengan raut wajah yang dipenuhi mendung kelabu. Dia terus