Semua orang masih disibukkan dengan mencoba menghubungi Joana. Namun, wanita belia itu tak kunjung dapat dihubungi. Pesan yang dikirimkan oleh Ricky, Melanie, maupun Ryan, masih saja centang satu. Istri Andreas itu benar-benar belum mengaktifkan ponsel sejak tiba di negara orang tuanya, meskipun hari telah berganti malam. "Kamu di mana, sih, Jo?" tanya Ricky pada diri sendiri, setelah menutup ponselnya. "Sampai detik ini, dia juga belum sampai rumah, Bu. Kata Tante Anggie, Joana sebelum berangkat tadi memang sempat meminta izin ingin menenangkan diri dulu," lanjutnya berkata, sambil menatap iba pada Bu Martha. Ya, Ricky baru saja menghubungi kediaman orang tua Joana dan sang sepupu belum menampakkan batang hidungnya di rumah. Bu Martha hanya bisa terdiam mendengar penjelasan Ricky. Beliau dapat memahami perasaan sang menantu yang pastinya sangat kecewa pada putranya. Bu Martha juga dapat memahami jika Joana butuh waktu untuk sendiri dan menenangkan dirinya.&n
Mama Anggie dan Sandy, terus menelisik wajah Joana."Bagaimana keputusan kamu, Nak? Mau langsung kembali ke sana untuk melihat kondisi Andre?" tanya sang mama.Joana menggeleng. "Jo belum bisa memutuskan sekarang, Ma."Joana baru akan membuka pesan suara kedua, ketika ada panggilan video masuk dari nomor Andreas. Dia bergeming, sambil menatap layar yang terus berkedip. Membuat sang mama dan sang kakak, gemas sendiri melihat sikapnya."Angkat, Jo! Siapa tahu ada kabar penting tentang suami kamu? Jangan sampai kamu menyesal jika mengabaikan panggilan itu!" Suara sang mama, memaksa Joana untuk menerima panggilan video tersebut.Baru saja Joana menerima panggilan video tersebut, wajah Bu Martha nampak memenuhi layar ponsel dengan netra berembun. "Nak, Jo. Syukurlah, ibu sudah bisa menghubungi kamu," kata Bu Martha, mencoba untuk tersenyum."Maaf, Bu. Ponsel baru saja Jo aktifkan. Bagaimana kondisi Bang Andre, Bu?" balas dan tanya Joana meski ter
Dokter segera memeriksa keadaan Andreas. Suster lalu menambahkan obat cair yang disuntikkan pada botol infus. Tak lama kemudian, Andreas mulai tenang kembali meski tetap belum sadarkan diri.Menurut keterangan dokter barusan, Andreas mengalami demam dan hal itu biasa dialami oleh pasien pasca dioperasi. Meskipun dokter sudah menjelaskan secara detail, sebagai seorang ibu, Bu Martha tetap merasa khawatir. Sepanjang malam itu, wanita kurus tersebut terus berjaga, dan tidak membiarkan sedetik pun netranya terpejam karena khawatir sang putra kenapa-napa."Bu. Ibu masih belum tidur?" tanya Ryan yang terbangun di jam tiga dini hari karena panggilan alam."Ibu tidak berani meninggalkan abangmu sendirian tanpa ada yang menjaganya, Ryan," jawab Bu Martha seraya menatap sang putra sulung dengan tatapan sendu.Ryan menghela napas panjang. Dia tahu kegelisahan dan kekhawatiran sang ibu. Pemuda itu bergegas menuju kamar mandi untuk menuntaskan hasrat buang air kecil y
Mlihat kehadiran Jannet, Joana bergerak mundur perlahan. Andreas yang mengetahui hal tersebut ingin memanggil Joana, tapi tak kuasa untuk membuka mulutnya. Joana lalu memilih untuk duduk di sofa dan memainkan ponsel, tapi tatapan wanita belia itu tidak benar-benar fokus dengan layar ponselnya. Joana mengamati interaksi Jannet dengan Andreas, melalui ekor matanya.Sementara Jannet, terus saja berbicara dengan jarak yang begitu dekat dengan Andreas. Dari tempatnya duduk, Joana memang tidak dapat melihat ekspresi Andreas. Namun, melihat betapa antusiasnya Jannet bercerita banyak hal pada Andreas dan membicarakan kisah mereka berdua, membuat hati Joana menjadi panas.Ya. Jannet mencoba memberi Andreas semangat dengan menceritakan hal-hal menarik yang telah mereka lalui bersama. Jannet tidak dapat membaca ekspresi wajah Andreas yang tidak nyaman dengan kehadirannya. Jannet kira, air muka Andreas demikian karena efek dari kecelakaan hebat yang men
Melihat sang menantu nampak khawatir, Bu Martha menepuk lembut punggung Joana."Tapi kata dokter, itu hanya sementara, dan bisa segera pulih. Ibu yakin, kehadiran Nak Jo di sisi Andre, akan menjadi penyemangat baginya untuk cepat sehat kembali," lanjut Bu Martha."Nak Jo mau 'kan, menemani suamimu di sini?" Sorot mata teduh itu penuh pengharapan, menatap lekat wanita muda di hadapan.Joana tidak membalas, tetapi melirik ke arah Jannet yang masih saja memberi perhatian lebih terhadap Andreas. Bu Martha yang memahami kondisi yang tidak mengenakkan tersebut, kemudian mengajak Joana untuk mendekati Andreas. Wanita itu harus melakukan sesuatu agar kehidupan Joana dan sang putra menjadi tentram, tanpa adanya gangguan."Ayo, kita ke sana, Nak Jo!" Bu Martha menunjuk ke arah ranjang pasien."Jo di sini saja, Bu," tolak Joana dengan halus.Bu Martha menggeleng. Wanita yang memiliki tatapan teduh itu tetap menyeret pelan tangan sang menantu, mendekati
Semua orang yang ada di ruang rawat Andreas, hanya bisa geleng-geleng kepala menyaksikan tingkah Jannet, kecuali Joana. Wanita belia itu mengedikkan bahu, tak peduli. Sementara Andreas nampak terkejut, tidak menyangka dengan sikap Jannet yang menurutnya anggun, tapi ternyata sebar-bar itu. "Jo. Men-mendekatlah," pinta Andreas dengan susah payah, setelah punggung Jannet menghilang di balik pintu. Joana mengerutkan dahi, belum memahami keinginan sang suami. Barulah setelah Bu Martha mengisyaratkan dengan mata, wanita belia itu mengerti lalu mendekatkan kepalanya. "Ada apa, Bang?" "Ja-jangan kamu hi-hiraukan ancaman Bu Jannet tadi. A-aku tidak akan berpaling da-darimu, Jo. Ma-maafkan sikapku se-selama ini." Andreas menatap sang istri dengan tatapan penuh penyesalan. Air mata nampak menggenang di pelupuk matanya. Joana terdiam seraya membalas tatapan sang suami dengan tatapan sendu. Hal itu membu
Bu Martha tersenyum. Wanita bermata teduh itu mengerti keterkejutan dan ketidaknyamanan sang menantu. Namun, beliau harus melakukannya agar sang putra bisa memiliki waktu lebih banyak untuk berbicara dengan Joana."Ibu mau pulang, Nak. Malam ini tidak apa-apa 'kan, kalau ibu istirahat di rumah? Badan ibu rasanya pegal semua karena dari kemarin pagi, ibu belum istirahat." Bu Martha balik menatap sang menantu dengan penuh harap.Joana yang tidak tega melihat wajah lelah sang ibu mertua, terpaksa mengangguk. Tentu saja Bu Martha sangat senang atas persetujuan sang menantu. Apalagi Andreas, pria tampan itu tersenyum bahagia.Waktu yang dinanti oleh Andreas itu pun tiba. Sang ibu telah pulang bersama dengan Ryan, adik satu-satunya. Sementara Melanie pun tengah bersiap untuk pulang dengan kekasihnya."Mel. Kamu tega ninggalin aku di sini sendirian." Di ambang pintu, Joana terdengar merajuk pada sang sahaba
Hari-hari berikutnya, Joana sendirian yang menunggui Andreas di setiap malam. Sebab, kondisi kesehatan Bu Martha tidak memungkinkan bagi wanita rapuh itu untuk menginap di sana. Awalnya, Joana memang terpaksa. Namun, lambat laun dia menyadari sepenuhnya bahwa ini memang tanggung jawab Joana sebagai seorang istri untuk mendampingi Andreas di saat seperti sekarang.Telaten, Joana merawat Andreas layaknya seorang istri yang merawat suami. Meski belum ada senyuman di wajah Joana dan sikap wanita belia itu masih saja dingin, tapi Andreas tetap sangat bersyukur, dan tidak mempermasalahkan sikap dingin sang istri. Andreas pun tak pernah meminta atau pun menuntut macam-macam, meskipun itu sekadar mengambilkan minuman.Andreas akan melakukan apa pun selagi dia masih bisa. Kecuali jika memang dia sudah tidak dapat melakukannya, maka dia akan meminta bantuan Joana. Itu pun dengan kata-kata yang lembut karena Andreas tidak mau lagi menyakiti hati istrin
Wanita bertubuh kurus yang ada di dalam mobil taksi itu terus mengamati rumah Andreas. Dia nampak menimbang-nimbang. Entah apa yang dipikirkan."Maaf, Bu. Sampai kapan kita akan tetap di sini?" tanya sopir taksi tersebut, mengurai lamunan penumpangnya."Iya, tunggu sebentar, ya, Pak."Setelah berkata demikian pada sopir taksi, wanita tinggi semampai itu segera turun lalu berjalan perlahan memasuki gerbang kediaman Andreas yang memang tidak ditutup karena ada beberapa saudara Joana yang belum datang. Tanpa ragu, dia terus melangkah perlahan lalu menaiki teras rumah yang cukup tinggi dengan sangat hati-hati. Seolah, dia takut jika kaki jenjangnya akan tersandung, dan bisa menyebabkan tubuh ringkih itu terjatuh."Permisi." Terdengar sopan, wanita itu menyapa penghuni rumah.Tak perlu menunggu lama, sosok Andreas segera muncul lalu menghampiri tamunya. Andreas mengerutkan dahi kala m
Andreas kini dapat bernapas dengan lega, setelah sang istri tersadar. Tak henti, pria tampan itu mengecupi wajah istrinya yang sudah berangsur cerah dan tak sepucat tadi. Joana bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan, setelah dipastikan bahwa kondisinya sudah membaik.Di ruang perawatan pun, Andreas tak mau jauh-jauh dari sang istri tercinta. Dia bahkan tadi hanya menggendong anak-anaknya sebentar karena setelah itu, kedua bayi mungil itu sudah menjadi rebutan. Saat ini, bayi laki-laki berada di pangkuan Mama Anggie, sementara bayi perempuan berada di pangkuan Bibi Liana.Ya, Bibi Liana sebenarnya menginginkan cucu perempuan karena dia hanya memiliki anak laki-laki. Namun sayang, anak yang dilahirkan sang menantu, Melanie, malah laki-laki. Meski begitu, istri Pak Bernardus itu tetap menyayangi sang cucu."Kakak Ipar. Ryan belum kebagian gendong keponakan, nih. Bikin lagi, ya. Satu aja," pinta Ryan yang tiba-tiba
Andreas yang ikut menemani sang istri di dalam ruang persalinan, sebenarnya sangat tegang. Namun, pria itu mencoba untuk menutupi ketegangannya dengan menciumi puncak kepala Joana. Andreas terus memberikan semangat kepada istrinya."Kamu pasti bisa, Yang. Kamu wanita yang hebat. Aku mencintaimu, Yang," bisik Andreas, terus menerus. Memberikan kebahagiaan semangat, sekaligus mengungkapkan perasaannya yang terdalam.Di tengah rasa sakit yang mendera, Joana mencoba untuk tersenyum. Meski wanita cantik itu tak dapat berkata-kata, tetapi melalui tatapan matanya, Joana mengungkapkan rasa syukur karena memiliki suami seperti Andreas. Dia eratkan genggaman tangan, kala kontraksi kembali datang.Ya, Joana memilih proses persalinan normal untuk melahirkan kedua bayinya. Dokter yang menangani Joana jauh-jauh hari pun setuju karena baik kondisi ibu maupun kedua janin, sama-sama sehat. Meski awalnya Andreas menyarankan untuk operasi cesar saja karena pria itu tak sanggup melihat sang istri kesakit
Joana benar-benar ikut pulang dengan kedua orang tua, beserta kakaknya, Sandy. Segala bujuk rayu Andreas, tak dia hiraukan karena wanita hamil itu ingin selalu berdekatan dengan sang mama. Bahkan sepanjang perjalanan menuju bandara, Joana terus bergelayut manja dengan mamanya dan mengabaikan sang suami yang ikut mengantar.Andreas sengaja ikut mengantar ke bandara karena berharap, sang istri akan berubah pikiran. Suami Joana itu masih berharap, sang istri mengurungkan niatnya. Sebab, Andreas tidak dapat membayangkan bagaimana hari-harinya nanti tanpa sang istri."Abang kalau kangen 'kan, bisa nyusul Jo ke sana," jawab Joana dengan santai ketika sang suami masih berusaha membujuknya."Yaelah, Jo. Kamu pikir, Jakarta Bandung. Bisa nyusul sewaktu-waktu." Ricky yang juga ikut mengantar ke bandara, menyahut."Demi cinta, pasti jarak bukan halangan. Benar begitu 'kan, Bang?" Joana m
Semua orang dibuat panik karena Joana yang tadinya baik-baik saja, tiba-tiba ambruk, dan tak sadarkan diri. Andreas langsung membopong tubuh ramping istrinya dan membawanya berlari menuju mobil. Sandi yang baru saja datang, berteriak menyuruh sang adik ipar agar membawa Joana ke mobilnya.Sandi memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sang mama yang duduk di samping kemudi, sampai harus mengingatkan sang putra sulung agar berhati-hati. Sementara di bangku belakang, Andreas yang memangku kepala sang istri, nampak sangat khawatir."Bangun, dong, Sayang. Kamu kenapa, sih?" Andreas menepuk lembut pipi Joana yang matanya terus terpejam.Sementara di belakang mobil Sandy, nampak tiga mobil lain mengiringi. Mobil yang dikendarai papanya Joana, berada tepat di belakang mobil Sandy. Diikuti mobil Ricky dan terakhir mobil Ryan.Tak berapa lama, iring-iringan mobil itu memasuki kawasan rumah sakit. Setelah berh
Belum juga ada tanda-tanda kehamilan meski sudah lebih dari satu bulan Joana dan Andreas pulang dari berbulan madu ke negara matahari terbit kala itu, membuat Joana kembali murung. Wanita cantik itu bahkan tak bersemangat, menyambut wisudanya minggu depan. Joana akhir-akhir ini juga sering mengurung diri di dalam kamar.Tentu saja sikap istrinya tersebut membuat Andreas khawatir. Pria muda itu dibuat bingung sendiri dan tak tahu apa yang harus dilakukan. Padahal, dia sudah seringkali mengatakan pada sang istri bahwa tidak kunjung hamilnya Joana, tak masalah bagi Andreas."Sudah, dong, Yang. Jangan begini terus!" Andreas mencoba membujuk sang istri. "Kita makan malam di luar, yuk. Sekalian nonton film," lanjutnya menawarkan karena ingin membuat mood sang istri kembali membaik.Joana menggeleng. "Jo lagi enggak pengin ke mana-mana, Bang."Andreas menghela napas panjang. "Yang. Jangan terlalu dipikirkan
Joana benar-benar merasa kesepian kini karena sang sahabat sudah memiliki kehidupan baru sekarang. Melanie juga mulai disibukkan dengan mengikuti kursus parenting, di sela-sela dia bekerja, dan rencananya Melanie juga akan mengikuti kelas senam untuk ibu hamil karena kehamilannya sudah mulai membesar. Praktis, Melanie tak lagi memiliki waktu untuk Joana.Hanya Bu Rifah yang masih setia berkunjung, meski Joana tak lagi memperbantukan istri Om Jun itu di unitnya. Joana memberhentikan Bu Rifah sebagai asisten rumah tangga, sejak mengetahui kehamilan ibunya Dino dan Dini. Joana tak ingin sesuatu terjadi pada kandungan istrinya Om Jun, seperti yang terjadi pada Joana kala itu."Kapan, ya, Bu, Jo bisa hamil lagi?"Wajah Joana terlihat murung, padahal di depannya ada Dina, yang biasanya membuat Joana antusias untuk menggoda gadis kecil yang montok itu. Dina sekarang sudah pandai berjalan dan tingkahnya sungguh menggemaska
Joana dan Andreas tak percaya ketika melihat Ryan menggandeng mesra tangan Dini, menghampiri mereka. Begitu pula dengan Ricky yang sedang menanti sang istri, yang tengah dirias oleh MUA. Mereka semua sampai melongo, menatap ke arah Ryan yang tersenyum lebar, sementara Dini tersipu malu."Bang, Kakak Ipar. Ini kekasihku, calon istriku. Ryan akan menikahinya, begitu dia lulus nanti," kata Ryan, sambil menggenggam erat tangan kekasih belianya. Ryan dapat merasakan tangan Dini yang gemetaran, juga berkeringat."Santai aja, Dek. Mereka pasti setuju, kok. Percayalah pada Abang," bisik Ryan, meyakinkan dan Dini mengangguk.Sebenarnya, Dini tidak mengkhawatirkan hal tersebut. Dia tahu betul, seperti apa Joana, juga Andreas. Mereka tidak akan mempermasalahkan status sosial seseorang yang dekat dengan salah satu anggota keluarganya. Terbukti, Joana sendiri menikah dengan Andreas. Hari ini, Ricky juga menikahi Melanie y
Ricky dan Melanie memberanikan diri untuk berterus terang kepada orang tua mereka berdua. Tentu saja para orang tua itu murka, meski mereka juga sudah mengetahui sejauh apa hubungan anak-anaknya itu. Pihak orang tua pun akhirnya menyetujui pernikahan Ricky dan Melanie dan mereka juga mempersiapkannya dengan sangat cepat karena tak ingin orang-orang di luar sana tahu kecelakaan yang telah terjadi.Semua orang dibuat sibuk, termasuk Joana, dan Andreas. Joana sempat terkejut mendengar kabar kehamilan sang sahabat. Dia menjadi sedih karena justru Melanie yang notabene belum menginginkan hadirnya anak, justru diberikan amanah untuk mengandung benih Ricky. Sementara dirinya yang sudah sangat siap dan menginginkan agar bisa segera hamil, malah tak kunjung diberikan kepercayaan pasca keguguran tiga tahun silam.Joana pun membantu persiapan pernikahan sang sepupu dan sahabatnya itu dengan raut wajah yang dipenuhi mendung kelabu. Dia terus