Bu Liyan bergantian menatap Hira dan Roby
"Dasar wanita pembawa sial. Kamu sudah merenggut kebahagiaan Ilyas, Hira."
"Ma..., Mama sabar dulu!"
Hira berusaha menenangkan Bu Liyan sambil menahan rasa syoknya. Tanpa diduga respon ibu mertuanya di luar perkiraannya.
"Sejak Ilyas ketemu kamu, dia kehilangan Rumi. Sekarang setelah dia menikahimu justru nyawanya sedang dipertaruhkan."
Bu Liyan berteriak diiringi isakan tangis membuat Hira semakin terpuruk.
Airin berusaha menenangkan mamanya dengan mengajaknya duduk di ruang tunggu. Sesekali dia memandang sinis ke arah Hira yang masih berdiri mematung di samping Roby.
"Laki-laki itu siapa, Rin?"
Bu Liyan memecah rasa penasaran sedari tadi saat melihat ada laki-laki yang membersamai Hira.
Terlihat akrab itulah yang ada di pikirannya.
"Oh, itu karyawan Mas Ilyas sekaligus teman dekat Mbak Hira."
"Sedekat apa mereka?"
"Entahlah, menurut pendapat karyawan lain M
Seminggu berlalu dari hari kecelakaan Ilyas, Hira sibuk mengurusi si kembar dan pekerjaan kantor. Sesekali di waktu senggang dia menelpon Bu Liyan atau Airin yang sedang menjaga suaminya di Bandung. Namun panggilan yang dilakukannya mendapat jawaban tak mengenakkan. Beruntungnya ada Om Reno yang membagikan informasi terkait kemajuan kondisi Ilyas. "Kondisi Ilyas sudah melewati masa kritis, Ra. Besok Mbak Liyan akan memindahkannya ke RS terbaik di Jakarta. Jangan kawatir, sekarang fokus menangani proyek besar yang sempat terhenti ini saja! Om kawatir kalau nanti banyak kolega yang menarik sahamnya dengan berita kecelakaan ini." Di ruang kerja Reno, Hira duduk termangu mendengar penjelasan tentang kondisi Ilyas dan perusahaan. Dia bersyukur suaminya sudah sadar dan akan dipindahkan ke RS di Jakarta. "Maaf kalau Hira kurang fokus di marketing seminggu ini, Om." "Jangan minta maaf, Ra. Om tahu kamu sudah bekerja dengan optimal. Satu hal ya
"Mas David belum pulang, Mbak?""Sebentar lagi mungkin. Ada apa?""Ada hal penting yang mau aku mintakan pertimbangan pada Mas David dan Mbak Muna.""Masalah apa, Ra?""Tentang kecelakaan Mas Ilyas. Entah kenapa aku berpikir ada yang tidak beres dengan musibah yang menimpa Mas Ilyas.""Apa kamu serius, Ra?"Hira mengangguk seraya menatap serius Muna yang terkejut oleh ucapannya.Deru mobil terdengar memasuki pelataran rumah menandakan David yang sudah pulang dari kampus.Salam menyapa Hira dan Muna membuat si kembar berlari turut menyambut."Eh ada Keisha dan Keyla. Sudah lama, Ra?"David mencium gemas si kembar yang sudah kegirangan lalu berlari kembali melanjutkan bermain."Lumayan, Mas.""Seru nih, rumah jadi ramai kalau ada si kembar," celetuk David memecah keheningan."Ishhh, tunggu yang di sini keluar pasti bakalan jauh dari kata sunyi," cibir Hira seraya mengelus perut Muna yang sudah k
Hira bergegas lari keluar mencari taksi untuk menuju RS. Rasa penasaran masih berputar di kepalanya. Ada apa gerangan orang itu datang ke kantor polisi.Hira mencoba menghalau pikiran buruk yang terlintas dibenaknya.Saat ini dia hanya fokus pada satu tujuan melepas rindunya dengan sang suami.Di tengah perjalanan, Hira menyempatkan diri membeli buat tangan chiffon cake kesukaan suaminya.Hira merasa perlu ke toilet sebelum bertemu suaminya. Dia mematut diri pada sebuah cermin. Dress selutut berlengan 3/4 warna krem sungguh menampakkan wajah cerahnya. Rambut yang tergerai lalu diikatnya dengan tali rambut keropi kesukaannya.Hira sangat ingin berhijab seperti Rumi ataupun Muna. Tak jarang dirinya mencoba beberapa jilbab dan gamis saat menyambangi butik muslim.'Suatu saat aku akan mengenakannya dihadapan Mas Ilyas. Pastinya dia akan senang melihatnya,' gumannya.Setelah memastikan diri menarik dipandang, Hira melangkahkan kaki menuju
Esok paginya Jeni sudah bersiap diri melakukan tugas yang diperintahkan partnernya.Benda kecil sudah diamankan di sakunya. Lalu dia memasuki sebuah ruangan yang belum berpenghuni karena masih pagi-pagi buta.Langkahnya terhitung pelan mendekati sebuah meja, lalu dipasangnya benda kecil serupa chip tepat di bawah meja kerja.Jeni berlalu menuju ruangan kerjanya.Tiba-tiba dia dikagetkan oleh sosok yang tidak diharapkan bertemu dengannya."Kak Jen?""Eh Hira, tumben pagi-pagi sudah datang?"Jeni berusaha mengurangi sedikit rasa gugupnya karena Hira menatapnya curiga."Kak Jen, apa bisa aku bicara empat mata?"Jeni mengernyitkan dahinya lalu mengajak Hira duduk di sofa di depan ruang Ilyas."Bagaimana kalau kita bicara di restoran dekat sini sambil sarapan?" ajak Hira.Jeni mengiyakan, lagipula waktu kerja masih satu jam lagi.Sampai di kafe 24jam, Hira dan Jeni memesan sarapan roti selai dan cappucino
"Aku dari kantor, Mas. Mama menelponku untuk menggantikannya menjaga di sini," ucap Hira tidak berbohong karena benar adanya alasan itu, hanya saja pertemuan dengan Pak Andre masih dia sembunyikan."Apa ini, kamu mau mengelak, hah?"Mata Hira membulat seketika, layar ponsel memperlihatkan dirinya sedang berada di restoran berdua dengan Andre."Oh, tenang dulu Mas. Dia kolega kita, aku kan sedang mempromosikan produk kosmetik yang baru."Hira mencoba berkilah, sikapnya yang tenang mampu meredam emosi Ilyas.Bisa jadi Hira berhasil meluluhkan hati suaminya karena sudah membantu melepaskan kerinduannya.Tak terasa percakapan Hira dan suaminya berlangsung lama. Hari sudah malam, gantian Airin yang menjaga Ilyas dan Hira pulang menemani si kembar.Ingin rasanya bertatap muka dengan adik iparnya tetapi yang ditunggu tak kunjung datang."Mas, aku pulang dulu ya.""Hmm."Ilyas tak banyak bicara justru dia fokus membuka em
Setelah kondisi dirasa aman, Roby berniat meninggalkan ruang kerja Reno.Namun sebuah tangan reflek menarik lengannya meminta berhenti melangkah."Bi, tunggu!"Merasa dipanggil, Roby pun segera menoleh."Ada apa?"Hira hanya melongo mendengar jawaban singkat sahabatnya."Hah, ada apa katamu. Kamu ngapain di sini mengendap-endap di ruang Om Reno?" tanya Hira penuh selidik."Kamu sendiri ngapain coba?""Ishh, dasar Roby nyebelin. Aku jadi curiga deh. Kamu pasti merencanakan sesuatu, iya kan, Bi? Jangan-jangan kamu...? Ah sudahlah." cecar Hira dengan muka garang justru membuat Roby tersenyum santai."Kamu apa, Ra? Kamu mau menuduhku?""Ti...tidak. Bukan begitu, Bi.""Lalu?"Roby mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Hira yang menatapnya tajam.Tatapan Roby yang tak beralih seketika menyurutkan nyali Hira hingga membuatnya memalingkan muka ke samping."Kamu sebaiknya memilih tidak usah
Roby hampir mendaratkan ciumannya yang mengarah ke bibir Hira.Plak,Reflek saja Hira merasa harus memberikan tamparan tanpa disuruh.Didorongnya dada Roby oleh Hira seraya berteriak."Br*ngs*k kamu, Bi. Berani-beraninya menyentuhku." Roby memegang pipi kirinya yang terasa panas.'Ckk, tamparanmu lumayan juga, Ra,' gerutu Roby.Reno yang melihat langsung berlari mendekat dan melayangkan pukulannya ke wajah Roby.Bug, bug."Rasakan ini, sudah kubilang jangan dekati Hira!""Om Reno, Om hentikan!"Hira menarik tubuh Reno dari arah belakang. Dua ayunan bogem sudah mendarat di rahang Roby membuat bekas merah bertambah di pipi kiri. Sudut bibir pun terlihat mengeluarkan darah.Diusapnya darah dengan tangan, Roby mencoba berdiri tegak menantang lawannya."Kamu mau melawanku, hah?" tantang Reno dengan tatapan menggebu dan berkacak pinggang membuat Roby tersenyum mengejek."Aku bisa saja mengalahkanmu,
"Maafkan aku, Ra. Besok aku pamit tidak masuk kerja."Kening Hira berkerut mendengar jawaban Roby yang sarat kesedihan."Maksudmu, kamu ada tugas keluar kota? Atau tugas lapangan?""Bukan. Aku...., Aku dipecat, Ra."Mulut hira menganga tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana mungkin Roby dipecat secara tiba-tiba. 'Apakah karena masalah di atap kemarin?'Setidaknya pikiran itu yang melintas di benak Hira tetapi urung dikatakan."Kamu, dipecat?"Roby hanya bisa menganggukkan kepala."Apa alasannya, Bi?"Mencoba mencari tahu, Hira berdiri lalu melangkah mendekati Roby.Ditatapnya wajah Roby tanpa berkedip dan sarat menuntut jawaban atas kalimat tanyanya."Aku tidak tahu pastinya, pesanku berhati-hatilah! Siapa kawan dan siapa lawan, kamu harus cerdik memilahnya.""Apa benar perusahaan sedang ada masalah?"Tak mampu membendung rasa penasarannya lagi, Hira menanyakan kejanggala
Bab 41B Tiga Hari Bersamamu Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Arfan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. "Hai, Syila! Buatin makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Arfan. Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. "Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. "Hmm, terserah menunya." "Oke, soto dan jahe panas." Arfan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penc
Bab 41A TIGA HARI BERSAMAMU Arsyila Ramadhanti (syila) tak menyangka harus tinggal seatap dengan Arfan Raditya (Arfan) saat diberi liburan oleh bosnya yang super duper berwajah dingin. Tampan sih iya, selangit malah, tapi senyumnya mahalnya minta ampun. Layaknya harga minyak goreng yang semakin meroket hingga mencekik warga kelas bawah. Konon kata karyawan lama, si bos pernah ditinggal kekasihnya hingga jadi seperti es kutub begitu. Apa iya harus nangis atau ketawa guling-guling dulu di depannya biar dia tersenyum. Menyebalkan. Berbeda dengan bosnya, Arfan justru tukang obral senyum alias hobi TP-TP(tebar pesona). Menurut penilaian Syila, Arfan termasuk playboy kelas kakap. Makanya dia harus berjaga-jaga, khawatir jatuh dalam pesonanya. Lihat saja, saat Syila tak sengaja bersitatap dengannya, eh dia mengerlingkan sebelah matanya. Sontak saja, Syila bergidik ngeri. Gubrak. Syila mengaku saja deh sebagai lulusan SMA, bekerja di ibukota sebagai pelayan. Nggak bohong, kan? Sekretaris
"Selamat ya, Ra, Yas. Semoga kelahiran baby twin membawa keberkahan dalam keluarga kalian. Semoga kelak anak-anak kalian menjadi anak sholeh dan sholehah." Ucapan tulus diberikan oleh David yang didukung juga oleh Muna. Mereka berdua sangat senang melihat kebahagiaan hadir untuk Hira dan keluarga kecilnya. Cobaan yang datang bertubi-tubi lantas tidak menjadikan seorang Hira patah semangat. Dia mampu mengembalikan semangat hidupnya serta mendapatkan hati Ilyas suaminya. "Terima kasih juga Mas David dan Mbak Muna yang telah menjaga Hira dengan baik hingga dia menjadi pendamping hidup saya." Ilyas melingkarkan lengannya di pinggang sang istri seraya mencium keningnya. "Terima kasih, Rara Sayang. Kamu wanita terbaik, ibu dari anak-anakku." "Terima kasih juga, Mas Ilyas suami hebatku." Wajah keduanya memancarkan senyum kebahagiaan yang mereka berikan untuk semua keluarganya. *****Waktu berlalu begitu cepat. Hari tergerus oleh minggu, minggu tergerus oleh bulan, dan bulan termakan
MSS 39Dianjurkan untuk 18th keatas.Lima tahun kemudian,"Di sini tidak ada taksi yang menjemput mantan.... Ayolah, kamu lupa denganku?"Jasmine menurunkan kaca mata hitam yang bertengger di matanya. Tusuk sanggul pun ditariknya menampakkan penampilan aslinya saat terakhir berjumpa dengan Reno."Kamu..."Reno terbelalak, ada setitik kesal di masa lalu yang mencuat kembali. Namun dia berusaha menahan diri dengan baik.Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang mewarnai. Sesekali Jasmine menanyakan jalan ke rumah Reno hanya untuk memancingnya bicara. Kenyataannya Jasmine hanya berpura-pura tidak tahu.Sampai di rumah, Reno mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dihelanya napas panjang seraya memejamkan mata dan menengadahkan kepala bentuk rasa syukurnya pada Allah karena sudah terbebas dari hukuman.Jika bisa memutar ulang waktu, Reno pasti berpikir ulang seratus kali untuk melakukan kejahat
MSS 38 Uhuk, uhuk....Airin tersedak minuman mendengar ungkapan Jasmine yang membuatnya tercengang.Dia terbayang malam itu, jangan-jangan Roby melakukan hal buruk padanya.Dia terlanjur sakit hati dengan ucapan laki-laki itu.'Astaga, kalau aku hamil gimana?' Airin merasa kepalanya pusing mendadak."Kamu tidak apa-apa, Rin?" tanya Hira kawatir."Eh, Airin kan juga ada di sana sama Pak Robert?"Deg, jantung Airin tak bisa diajak kompromi."Maaf, aku permisi dulu mau cari air putih hangat."Airin terburu-buru menghindari mereka sekaligus tak berani menatap Roby. Hatinya semakin tersayat jika mengingat kejadian malam itu."Ra, toiletnya sebelah mana?"Roby mencari alibi untuk membuntuti Airin.Dia mengikuti arah telunjuk Hira seraya mengedarkan pandangan mencari Airin."Kenapa lari menghindar?"Jantung Airin semakin berdebar mendengar suara Roby yang mengagetkannya d
MSS 37Airin mencoba mengingat kejadian semalam. Dia meratapi kesedihan yang menimpanya. Ditengoknya wajah laki-laki yang memunggunginya.Airin menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan."Mas Roby? Kenapa dia yang tidur bersamaku? Bukankah semalam laki-laki br*ngs*k itu yang membuatku tak sadar."Airin yang semula sedih dan kecewa atas apa yang menimpanya kini justru tersenyum berseringai. Diambilnya ponselnya yang tergeletak di nakas lalu mengabadikan dirinya yang tidur bersama Roby.Dengan tersenyum, Airin mengambil gambar tak cukup sekali."Apa-apaan ini?"Roby yang sadar gadis di sampingnya sudah bangun dan menggambil gambar dengan pose yang bisa diartikan lain oleh orang yang melihatnya segera mencekal tangan Airin."Apa yang kamu lakukan, Airin?""Mas Roby, harusnya aku yang tanya Mas Roby kenapa meniduriku. Kamu harus tanggung jawab menikahiku!""Apa? Jangan gila kamu, Rin. Aku bisa j
MSS 36Pyar,Suara pecahan terdengar menyeruak di ruangan hingga membuat penghuni bangun.Bu Liyan di kamar bawah segera mencari sumber suara."Hira...."Tubuh Bu Liyan kaku melihat menantunya terkapar di kamar mandi dengan tangan kiri yang meneteskan darah segar.Ilyas yang terbangun dari kamar atas berlari meloncati beberapa anak tangga."Ada apa, Ma?"Tak ada jawaban dari Bu Liyan yang lidahnya kelu."Ra, Rara..."Ilyas mendekap tubuh istrinya diliputi penyesalan terdalamnya.Tak butuh lama, Ilyas melarikan Hira ke RS terdekat menggunakan taksi online. Tidak memungkinkan bagi dirinya mengendarai mobil sendiri karena kondisi berjalan saja belum normal.Bu Liyan turut menemani setelah menitipkan si kembar pada Bi Surti."Bagaimana kondisinya, Dok?""Istri Bapak kondisinya lemah karena kecapekan kerja dan banyak pikiran. Saya sarankan istri Bapak untuk istirahat beberapa h
M35Sesi untuk 18th+Mohon bijak memilih bacaannya ya. Agak sedikit sensitif."Apa, kamu kencan sama Pak Reno? Dia laki-laki br*ngs*k, Mine.""Ayolah, laki-laki yang datang ke sini hampir semuanya br*ngs*k.""Ckk, kecuali aku," terak Roby.Roby dibuat tercengang kembali saat melihat ada gadis muda yang duduk tak nyaman di sebelah laki-laki seumuran Pak Reno menatapnya mes*m."Airin."Jasmine mulai melakukan aktingnya sebagai wanita penggoda. Dia mendekati Reno yang baru saja duduk menyapa Robert."Kenapa lama sekali, Sayang?" keluh Jasmine sambil bergelayut manja dan mengalungkan tangannya di leher Reno.Laki-laki itu terlihat gugup dan merasa jantungnya berdesir saat matanya beradu dengan kerlingan mata Jasmine.'Ckk, Jasmine sudah mengalihkan pandanganku pada Hira,' guman Reno."Kenapa melamun, Sayang?""Ah, tidak Mine. Aku hanya membayangkan bersena
M34 "Kamu mau mengelak, hah?" Hira penasaran, segera diambil ponsel itu dan melihat layarnya. "Astaghfirullah." Hira hanya mampu menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Roby. Kenapa semua jadi runyam begini. Rumi maafkan aku yang sudah menikah dengan suamimu. Kenyataan tak sesuai dengan apa yang aku harapkan." Tubuh Hira luruh ke lantai sambil meratapi kesedihannya. Kali ini suaminya pasti murka. "Mas, Mas Ilyas pasti salah paham. Dengarkan penjelasanku dulu! Foto itu tidak seperti yang Mas bayangkan." "Memangnya kamu tahu apa yang kubayangkan?" teriak Ilyas sampai mengundang orang yang tak sengaja lewat depan kamarnya. Foto di layar menampakkan Hira yang berada dalam dekapan Roby tentunya bisa membuat yang melihat menjadi salah paham. "Ada apa?" Reno yang baru saja datang dari kantor bak pahlawan bagi Hira dengan pura-pura lembut membangunkan wanita itu dari posisi duduk d