Happy ReadingMalam ini Kara dan Marco melakukan hubungan intim selayaknya suami istri untuk memenuhi keinginan Abella. Seperti permintaan Abella Marco sebisa mungkin memakai perasaan walaupun sangat sulit baginya. Laki-laki itu mengecup bibir ranum milik istri keduanya yang masih sangat kaku ini. "Rileks Kara...," bisik Marco seraya menyapu telinga wanita itu, Kara meremang merasakan dirinya seperti disengat oleh sesuatu geli dan perasaan yang tidak bisa Ia deskripsikan. Walaupun sebenarnya ini bukan kali pertama tetap saja bagi Kara merasakan hal ini. Sapuan Marco turun tangannya mulai mengelus perut Kara yang masih rata menghantarkan kupu-kupu yang berterbangan. Kara hanyut, Ia merasa kepalanya pusing hingga satu tangan Marco masuk ke dalam celana dalam, mengobrak-abrik bagian tubuh paling sensitif milik wanita ini. Tangan yang satunya pun tidak tinggal diam meremas gunung kenyal yang sekarang terasa sangat kencang. "Eumm...kepala Aku pus...singgg Ooom," rintih Kara meremas ra
Happy ReadingKara dengan penampilannya dari klinik kecantikan langsung menuju Kafe yang biasanya Ia dan teman-temannya berkumpul sepulang dari kuliah. Mengingat kejadian kemarin wajahnya mendadak blushing, hari ini Ia ada kegiatan belajar bersama dengan Hana, Della dan juga Bagas. Sesampainya di Kafe Kara turun dari mobil saat ingin ditemani Ia mengangkat tangan sebelah kiri pertanda tidak perlu, Kara pun berjalan menuju tempat duduk teman-temannya. Saat melihat Kara mereka pun langsung tersenyum dan terperangah, tidak heran semuanya menyukai gadis itu karena memang Kara sangatlah cantik, terlebih ketika gadis itu saat ini. Kara mengenakan crop top dengan bawahan jeans cutbry ditambah rambutnya habis di curly jauh bertambah cantik. "Hai...Kara...." sapa mereka semua dengan kompak. "Ahh Kamu cantik banget...," puji Hana yang langsung menyentuh tangan Kara seperti gadis kebanyakan yang heboh akan sesuatu. "Bagas...are you okay?" tanya Kara melihat Bagas yang diam saja sedari tadi.
Happy ReadingKara memandang jam di layar ponselnya. "Wow, sudah jam 10 malam," dia berkata ke diri sendiri. Hari ini, dia tidak memiliki kelas kuliah karena libur. Dia berpikir tentang apa yang harus dilakukan pada hari ini. Mereka memiliki beberapa pilihan, seperti pergi ke bioskop, bermain game, atau melakukan kegiatan amal.Kara memutuskan untuk melakukan kegiatan amal. Dia telah lama ingin berpartisipasi dalam kegiatan amal, tapi belum sempat. Hari ini, dia memiliki kesempatan untuk melakukannya. Dia memutuskan untuk pergi ke tempat pengumpulan bahan makanan yang terdekat.Setelah berjalan beberapa menit, Kara tiba di tempat pengumpulan bahan makanan. Dia melihat beberapa orang lain yang juga berpartisipasi dalam kegiatan amal. Mereka semua sedang mengumpulkan bahan makanan untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan.Kara mulai mengumpulkan bahan makanan. Dia memilih beberapa bungkus makanan ringan dan beberapa botol air mineral. Dia juga menemukan beberapa bungkus makan
Happy readingPagi itu, langit masih menyisakan warna kelabu fajar saat Kara dan suaminya, Marco, memulai rutinitas joging mereka. Udara dingin menerpa wajah mereka, menyegarkan sekaligus menusuk tulang. Marco tampak penuh semangat, langkah-langkahnya mantap dan teratur. Di sampingnya, Kara berusaha menyamai ritmenya, meski dalam hati ia tahu tenaganya sudah hampir habis.Sejak awal, Kara menyadari bahwa ini bukan pagi yang biasa. Ia sudah merasa lelah bahkan sebelum mereka mulai berlari. Namun, semangat Marco begitu menular. Ia tak ingin mengecewakan suaminya yang selalu mendukungnya dalam segala hal. Dengan menguatkan diri, Kara memulai langkah pertamanya, berharap tenaga dan semangat akan muncul seiring waktu.Setiap napas yang dihirupnya terasa berat. Udara pagi yang seharusnya menyegarkan kini terasa seperti menambah beban pada paru-parunya. Langkah-langkah Marco yang stabil membuat Kara merasa tertinggal. Setiap kali Marco menoleh ke arahnya dengan senyum, Kara memaksakan senyum
Happy readingSepagi ini Kara tidak berhenti bolak-balik kamar mandi, hingga gadis itu memamerkan wajah pucatnya. Lala yang baru tiba lalu membuka pintu lantas terkejut. "Nyonya kenapa?" tanya Lala menghampiri Kara kemudian memapah wanita itu untuk kembali ke tempat tidur tapi, belum sampai Kara kembali mual. "Huek...Aku mau muntah lagi." Kara pun langsung berlari ke kamar mandi sedangkan Lala langsung menelpon seorang dokter pribadi keluarga Welten. Kara keluar dalam keadaan setengah tak berdaya, dengan cepat Lala membawa wanita ini. Tak lama dokter pun tiba bersama dengan Marco yang berwajah panik, laki-laki itu mendekat tapi, tidak duduk di sebelah Kara melainkan hanya mengamati. Tidak ada yang mengerti perubahan drastis sikap Marco, baru kemarin Ia hangat dan hari ini sudah sedingin kutub. "Nyonya Kara hamil," ujar dokter tersebut membuat Marco yang sedari tadi memegang dagunya langsung terkejut. Ia tidak mengerti perasaan yang Ia rasakan sampai Kara berujar. "Berapa?" tanya
Happy ReadingLagi-lagi Kara harus makan sendirian. Satu bulan sudah berlalu dan Kara berada di sini. Diasingkan, sesuai dengan permintaannya Marcoo memberikan keleluasaan untuk Kara pindah, bahkan satu hari setelah kabar kehamilan wanita itu. Perasaan gelisah bercampur sedih namun, semuanya tidak akan terasa jika Kara tidak menggunakan hati. Iya, Ia sudah terperangkap oleh pernikahan yang tidak seharusnya di dasari cinta ini. Mendapati kabar bahwa di dalam rahimnya mengandung seorang nyawa, sifat naluri dan empati itu kini tumbuh, sensitifitas yang dirasakan Kara jauh dua kali lipat lebih berani.Tak jarang Kara menangis hingga membuat seisi rumah bingung. Yah bingung harus berbuat apa pasalnya tugas mereka hanya melayani, bukannya penasehat atau psikolog yang bisa memberikan ketenangan. "Nyonya besok jadwal Anda yoga di pagi hari dan sore ke rumah sakit," ujar Lala yang baru tiba dari kantor melaporkan kondisi Kara pada Marco. "Apakah ada pesan dari Marco?" tanya Kara mengabaika
Happy Reading"Nggak semua yang Kamu mau bisa Kamu dapatkan," balas Marco membuat Kara pada akhirnya terdiam. Apakah sesusah itu memberikan sebagian hati Marco pada Kara, setidaknya simpati. Inipun karena Kara sedang mengandung anaknya jika tidak Kara tidak masalah, tapi bayi membutuhkan itu kasih sayang. Cinta. "Aku nggak minta banyak Om...Aku hanya ingin Om memperlakukan Aku selayaknya memperlakukan Abella.""Kamu berbeda dengan Abella." penjelasan Marco ini sudah cukup membuat Kara sadar diri bahwa dirinya memanglah tidak penting. Mendengar itu Kara langsung terdiam dengan genangan air mata yang siap tumpah. Melihat itu Marco pun mendekat namun, Kara menolak. "Menjauh...." Kara berteriak sedangkan Marco tetap saja melangkahkan kaki mendekat."Menjauh atau Aku bunuh anak ini," pekik Kara mengancam. Air matanya terus mengalir deras Marco benar-benar tidak berperasaan padanya. Kara hanya dijadikan tempat menanam benih, hingga wanita itu berpaling dan meminta Marco untuk pergi. Se
Happy ReadingPov Kara Pernah tidak Kamu merasa sesuatu yang tidak seharusnya Kamu miliki akan menjadi milikmu. Seperti memiliki suaminya yang sebenarnya tidak seharusnya menjadi milikmu, karena Ia sudah milik orang lain. Setiap kali kita melihat bagaimana dia memandang orang lain selain kita rasa sakit itu akan bertumbuh lebih dalam, sebab yang kita gunakan adalah perasaan. Berbeda dengan kita melihat hal tersebut dalam sudut pandang yang berbeda, bahwa dia adalah orang lain yang tidak Aku cintai. Sialnya perasaan tidak pernah bisa kita toleransi kapan harus tumbuh dan kapan harus hilang. Katanya cinta itulah adalah perasaan suci yang berhak dimiliki semua orang, tapi apakah cinta tidak harus memiliki?. Omong kosong! semua orang tentu menginginkan cinta yang dimiliki, hanya kata klise yang berbalut dengan terpaksa ikhlas karena tidak bisa memiliki. Yah Aku sedang berada di fase ini memuakkan sekali ketika untuk pertama kalinya aku harus jatuh cinta pada orang yang salah. Pernikah
Happy ReadingBabymoon yang diidamkan semua wanita tanpa terkecuali Kara walaupun Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang Ibu dalam usia yang cukup muda. Kara tidak pernah berpikir akan menikah muda. Sepuluh tahun yang lalu ketika Ia mengobrol pada orang tuanya di ruang tamu Ia mengatakan bahwa Ia ingin menikah setelah menjadi ceo di perusahaan milik orang tuanya. "Mami...Aku nggak mau nikah muda," celoteh Kara kecil sambil melihat televisi yang menampilkan seorang perempuan bussiness independent dengan setelan blazer dan tas ala perempuan dewasa yang sangat sibuk. "Kamu mau jadi seperti Dia?" tanya Ayah Kara seraya merangkul putrinya yang sedang memeluk sang Ibu. Mereka bertiga duduk di sofa ruang keluarga, sangat hangat dan damai. "Tentu saja Papi, siapa sih yang nggak mau kayak putri Isabella," balas Kara yang saat itu sangat mengidolakan seorang wanita yang juga sangat lincah. "Kalau begitu belajar yang rajin Papi akan menyiapkannya untuk Kamu." "Siap Papi
Happy Reading"Aku pengennya naik pesawat yang biasa," rengek Kara saat sudah menaiki pesawat pribadi yang akan mengantarkan mereka ke London.Setelah mengetahui bahwa isi pesawat ini hanya mereka berdua dan dua asisten lainnya Kara merasa sangat sepi dan Dia ingin keramaian. Bukannya lebih nyaman dan leluasa jika hanya ada mereka pikir Marco Ia tidak mengerti dengan keinginan Ibu hamil itu. "Kara...yang ini lebih nyaman," jelas Marco wajah Kara lantas mendadak merengut Ia pun mengajak wanita itu berjalan ke belakang menuju ke sebuah ruangan yang ternyata adalah kamar. "Tapi sepi," keluh wanita itu kalau sudah begini sudahlah Marco membujuknya. "Tidak...Kamu bisa menonton film." Marco lalu menghidupkan netflix mencarikan film disney yang disukai oleh Kara. "Nggak...Aku nggak suka." lama Kara merengut dan tidak ingin berbunyi pada Marco sampai dua puluh menit berlalu seseorang pun mengetuk pintu Marco pun bangkit dan membukanya. Laki-laki itu lalu membuka sesuatu yang ada di tanga
Happy ReadingMarco mengantar pulang Kara keesokan paginya, setelah mengecup bibir Kara sekilas Marco membiarkan wanita itu masuk yang ditemani oleh Lala. Ia tidak lagi turun karena harus langsung pulang. Wajah Kara tampak lemas karena semalaman itu hanya tidur sebentar, sementara di lain tempat Abella dengan wajah masam menyambut pagi hari ini. Matahari yang sudah naik tidak membuatnya beralih dari tempat duduk, kulitnya menyala oleh sinar matahari pagi ini. Wanita itu mengenakan dress satin tanpa lengan dengan belahan yang sangat turun. Marco turun dari mobilnya lalu langsung masuk ke dalam tidak perlu sampai ke parkiran karena ada anak buahnya yang akan melakukan hal tersebut. Marco naik melalui lift langsung masuk ke kamar Abella. Ia pun mengecup kening wanita itu. "Dari mana saja Kamu," sambut Abella dengan pertanyaan, seolah Marco habis pulang dari tidur dengan selingkuhan. "Dari kantor sayang," balas Marco tidak ingin jujur jika Ia semalaman bersama dengan Kara. Melihat ked
Happy Reading"Maafkan keluargaku Om," ujar Kara seraya menundukkan kepala dengan meletakkan kedua tangannya di depan Ia sangat merasa bersalah dengan masalah ini. Delapan jam yang lalu Marco langsung menerbangkan helikopter ke tempat Kara tinggal dahulu yaitu rumah pamannya, Marco turun dengan setelan kemeja hitam dan tuxedo yang warnanya senada. Laki-laki itu berjalan dengan keenam bodyguardnya masing-masing memiliki tugas. Ada yang membawakan koper hitam, membawakan tas hingga membawa sebuah senjata. Wajah Marco tampak kaku dengan rahang mengeras laki-laki itu berjalan dengan langkah kaki yang tegap tidak seperti biasanya Ia jauh lebih sangar. Paman Kara yang hampir duduk di sofa ruang tamu mendadak panik sekaligus takut, Ia tidak menyangka Marco akan langsung ke sini setelah mendengar apa yang Ia lakukan. "Selamat siang Tuan Marco, Saya tidak tau jika Tuan akan ke sini padahal Kami bisa menyiapkan diri dulu," sapa Paman Kara dengan wajah yang dipaksakan untuk tersenyum. "Tid
Happy Reading"Tugas Kamu itu hanya melayani Saya!" Marco membelai pundak Kara wanita itu hanya bisa menggeliat menahan geli yang sedari tadi menghinggapinya. Marco seringkali mampir ke sini hanya untuk bercinta pada istri keduanya sementara Abella kembali sibuk dengan pekerjaan dan juga bisnis yang baru di bukanya. Lagi pula Abella tidak bisa lagi memberikan hasrat kepada Marco sebab Ia tidak tertarik. Semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Abella. Wanita itu juga menjalani perawatan jalan yang seminggu sekali harus chek up. Kara mencoba untuk tetap berdiri dengan tenang agar tidak tumbang sedangkan Marco terus-menerus melakukan foreplay. Kehamilan Kara memasuki usia delapan bulan di mana sudah sangat besar dan turun. Teman-teman Kara masih tidak ada yang tau kecuali Bagas, yang sekarang harus duduk di meja hijau mendapatkan interogasi dari kedua temannya yang lain. "Lo sembunyikan di mana Kara?" tuding Della di siang hari bolong ini belum lagi menghadapi cuaca panas kini Ba
Happy ReadingLagi-lagi Kara hanya bisa menggeleng dengan kelakuan Abella yang senantiasa sangat menyebalkan. Wanita itu sekarang kembali ke villa dan marah-marah tidak jelas. "Sekarang Kamu juga mau mengambil Marco dari Saya," ujarnya seraya menunjuk-nunjuk wajah Kara wanita hamil itu hanya memakan es cream sambil duduk dengan tenang tidak ingin terbawak emosi walaupun ingin sekali Ia mencabik-cabik wajah wanita itu. "Tenang Kara tenang. Dia pasti lagi meninggalkan ulah." Kara mengelus dadanya sedangkan Lala berdiri di samping wanita hamil ini takut sekali jika Abella akan melakukan sesuatu pada Kara. "Kamu membuat Marco nggak pulang," teriak Abella lagi Kara pun berdiri agar sejajar dengan wanita ini."Dia yang mau tinggal bukan Aku yang memintanya," balas Kara dengan tenang seraya berucap dengan sopan. "Dasar wanita penggoda," cibir Abella mendengar itu Kara langsung mengerutkan kening. "Nggak perlu digoda, Marco memang nafsuan padaku," kata Kara hendak berbalik tapi, Abella l
Happy Reading"Mereka benar-benar gila Bagas! Gue nggak habis pikir di mana otak mereka," amuk Kara bercerita bersama Bagas yang berjalan juga di sebelahnya. Kedua orang ini berbicara sambil melingkari kolam, Kara perlu melampiaskan emosi yang Ia rasakan sedari kemarin. Setelah Kara keluar dengan amarah tak lama itu Abella dan Marco ikut keluar, Abella terus-menerus membujuk Marco untuk bisa mendapatkan bayi tersebut. Padahal sedari awal tidak ada perjanjian atas hak asuh anak yang dikandung oleh Kara, Ia akan menjadi Ibu dari anak-anak yang dilahirkan begitu pula dengan Abella akan tetap menjadi Ibu sambung anak-anaknya.Sebenarnya Kara tidak akan melarang sama sekali Abella untuk menjadi Ibu dari anak-anaknya tapi, jangan seenaknya mau mengambil seutuhnya. Abella pikir mengandung tidak membutuhkan tenaga dan waktu serta pikiran, Dia pikir mengandung bayi seperti membuat sepotong roti. "Lalu Marco diam aja?" tanya Bagas sambil mengamati langkah kaki Kara takut jika wanita hamil ini
Happy Reading"Kara...Kami ingin berbicara dengan Kamu," ujar Abella berada di ambang pintu bersama dengan Marco. Abella tersenyum memamerkan gigi-gigi rapihnya, Kara sempat ingin tersenyum pula tapi yang justru muncul malah ekspresi tanda tanya. Wanita yang dengan perut besar itu lalu berdiri, melangkahkan kaki keluar mengikuti kemana arah dua orang ini membawanya. Ruangan kedap suara, salah satu ruangan khas yang dimiliki oleh villa yang di huni oleh Kara beserta para asistennya. Bahkan Kara tak tau sama sekali ada ruangan ini. Marco masuk diikuti Abella dan Kara. Ruangan itu memiliki satu sofa panjang dan meja seperti ruangan kerja pada umumnya. Ketika pintu ditutup maka aktivitas yang ada di dalam sama sekali tidak terdengar. "Ada apa ya?" tanya Kara bingung. "Kara duduk di sini dulu," pinta Abella yang di iyakan oleh Kara. Sedangkan Marco berdiri tak jauh dari mereka berdua. "Begini Kara...Aku dan Marco ingin bernegosiasi sama Kamu." wanita itu memegang tangan Kara lalu me
Happy Reading"Om...gimana keadaan Kak Bella?" tanya Kara saat Marco masuk ke dalam kamarnya laki-laki itu menggeleng pertanda bahwa Ia juga tidak paham dengan keadaan Abella sekarang. Kara duduk di samping Marco seraya menenggelamkan kepalanya pada pundak Marco. Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling berdiam sampai Marco menyentuh bibir Kara, wanita itu menggigit bibir bawahnya membuat Marco menarik bibir itu lalu lumatan kian lumatan tersalurkan. Kara berdehem memperingatkan Marco bahwa ini bukan waktu yang pas tapi, laki-laki tetap laki-laki. Kebutuhan seksualitas mereka harus terpenuhi apalagi jika menghadapi fase krisis dan stres seperti ini. Marco memeluk pinggang Kara sedangkan wanita ini mengalungkan lengannya pada leher laki-laki itu setelahnya keduanya mengecup satu sama lain. Marco membawa Kara ke atas ranjang dengan hati-hati laki-laki ini menidurkan istrinya yang sedang hamil besar. "Akhirnya daddy mengunjungimu nak." batin Marco yang sudah menahan ini cukup lama