"Dengarkan aku baik-baik! aku sudah bilang kamu hanya bisa berhenti bekerja padaku setelah hutangmu lunas, dan kamu sudah menyetujuinya, apa kamu pikir bisa mengubahnya," ucap Steve menatap tajam dengan tangan yang masih menggenggam rambut Zira.
"Tuan saya hanya...,"
"Diam!" hardik Steve, "Jangan bermain-main denganku atau aku bisa menyakitimu dan orang-orang terdekatmu, dan bukan hal yang sulit untukku melakukan semua itu."
Steve melepaskan genggaman tangan pada rambut Zira secara kasar, Steve berlalu meninggalkan Zira yang masih terdiam di dapur, Zira terduduk lemas di lantai dapur, ia bersandar di meja dengan perasaan yang tidak karuan, ada rasa takut dan menyesal di hatinya.
"Tuhan kenapa aku harus bertemu
Dengan perasaan yang penuh tanda tanya Han menghampirinya Steve, ia benar-benar tidak mengira gadis yang berani dan ceroboh itu ada di dalam apartemen steve.Mana mungkin Steve yang dingin dan tidak mudah mengizinkan orang asing mendekatinya tapi justru membiarkan seorang wanita muda yang baru ia kenal berada di dalam rumahnya.Ini adalah hal yang baru bagi Han dan sengat membingungkan baginya. Meskipun Steve sangat sulit di tebak, tapi ini jauh di luar dugaan Han."Tuan Steve, kenapa gadis itu berada di sini?" tanya Han ragu."Itu karena kamu yang tidak becus melakukan pekerjaan, hingga aku harus turun tangan sendiri untuk mengurusnya!" jawab Steve sambil melirik Han.
Mata Zira melotot ke arah uang yang tertera nominal sepuluh juta pada kertas yang mengikat uang ratusan ribu itu, "apa ini artinya aku akan berhenti bekerja di sini?" ucap Zira sambil tersenyum setelah melihat uang di depan matanya.Itu adalah hal yang sangat menyenangkan baginya jika benar uang di hadapannya adalah simbol dia diberhentikan kerja di rumah Steve.Namun pertanyaannya justru di jawab dengan tatapan tajam Steve yang membuatnya langsung menggigit bibir dan menundukkan kepalanya kembali menghadap piring di depannya."Ya Tuhan, apa aku sudah salah bicara? kenapa dia menunjukkan muka singanya kembali?" gumam Zira dalam hati."Jika kamu berani mengatakan hal itu lagi, m
Zira merasa bingung bagaimana harus menjelaskan pada Rian, ia belum sempat mengatakan tentang alasannya malam seperti ini belum pulang."Masuklah, kita pulang sekarang, lagipula sangat bahaya jika seorang perempuan berjalan sendiri saat malam seperti ini."Zira mengangguk dan langsung masuk kedalam mobil, ia duduk di samping kemudi dengan perasaan canggung.Selama dalam perjalanan pulang suasana dalam mobil sangatlah tenang, bahkan bisa dibilang terlalu sepi karena mereka berdua saling diam.Zira merasa bingung harus bicara apa, ditambah ia masih terpikirkan dengan ucapan Bella tadi, mungkinkah dulu dia adalah wanita yang hina? dan pria di sampingnya saat ini adalah pria yang pernah ia goda dan rebut dari wanita lai
"Oh my God, Steve...! apa yang kamu lakukan!" hardik wanita paruh baya yang kini berada di ambang pintu ruangan dengan sedikit amarah di wajahnya, Cristin yang tengah duduk di pangkuan Steve pun sontak langsung berdiri. Wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu Steve itu pun langsung menoleh ke arah Han dan William yang tadi mencegatnya. "Jadi ini alasan kalian melarangku masuk," semprotnya pada kedua orang kepercayaan Steve tersebut dan ia pun kembali menatap putranya. "Mah kenapa harus bikin ribut di kantor, ada apa?" tanya Steve santai namun tak di jawab oleh mamanya. Roselly justru menatap tajam ke arah wanita yang tengah berdiri santai di samping putranya. Ibu mana yang akan suka jika melihat anak kesa
"Nyonyah Roselly maafkan perlakuan kami tadi," ucap Han."Heh! kalian ini benar-benar keterlaluan, aku ingin bertemu anakku sendiri saja kalian larang," ucap ketus Roselly pada mereka."Maaf Nyonyah tapi tadi kan kita punya alasan karena tuan sedang ada tamu penting," William memberi alasan.Plaakkk!Roselly memukul kepala William, sedangkan Han menahan tawanya saat melihat William yang meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya."Dengar baik-baik Will, jika yang berada di dalam adalah istri Steve baru kamu boleh melarangku masuk, tapi kalo hanya sekedar wanita murahan yang tidak penting sama sekali, maka siap-siap saja kamu saya hukum!" gertak nyonyah be
Kali ini Han seperti tidak berdaya, ia benar-benar bingung dengan keinginan tuan mudanya itu, tiba-tiba ia pun mengingat sesuatu.Cristin, ia berharap wanita itu tidak mengecewakan Steve malam ini, jika Cristin bisa memuaskan Steve di atas ranjang maka selesai sudah semua masalah."Tuan, bagaimana jika anda mencobanya dengan Cristin," ucap Han.Steve mengingat wanita yang beberapa menit yang lalu ada di pangkuannya, wanita itu cukup menggairahkan dan membuat jantungnya sedikit berdebar.Steve tersenyum menatap Han dan mengucapkan keinginannya, "Atur tempat untuknya malam ini.""Baik tuan."******
"Beraninya kamu bicara seperti itu padaku hah! apa kamu sudah bosan hidup." Steve menatap tajam Cristin dengan tajam membuka wanita tersebut hanya bisa menggigit bibirnya.Dia benar-benar merasa takut dan menyesal dengan apa yang telah diucapkan, namun semuanya sudah terlambat dan diapun tau Steve bukanlah seorang pemaaf dan selalu serius dalam setiap ucapannya.Habislah riwayatnya kali ini, dia benar-benar sudah membangunkan seorang monster.Steve melepaskan rambut Cristin secara kasar hingga wanita itu tersungkur ke lantai, dia pun langsung pergi meninggalkan Cristin dalam ruangan tersebut."Sial! dasar pria tidak normal," gumam Cristin melihat kepergian Steve.
"Tuan! Kenapa anda ada di sini?" ucap Zira yang belum sepenuhnya tersadar dari tidurnya.Steve mengambil gelas di atas meja yang masih ada sedikit sisa air minumnya lalu menyiramkannya ke Zira .Byuuurr!Air membasahi wajah Zira membuatnya tercengang, Steve menatapnya tajam. "Apa kamu pikir aku membayarmu untuk tidur," ucapnya sinis, "cepat buatkan kopi untukku!" pintanya."Sebentar tuan, nyawaku belum kumpul semua!" ucap Zira malas.Braaakkk!Steve memukul sofa sekuat tenaga membuat Zira kaget dan langsung berdiri, dia pun segera bergegas ke dapur sambil bergumam, "Kenapa beruang itu tiba-ti
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.