"Selamat malam tuan Steve?" sapa Han dengan sopan.
"Hemmm!"
"Ini berkas-berkas untuk proyek danau merah yang harus anda tandatangani sebelum besok pagi saya berikan kepada kontraktor,"
Steve menerima berkas yang Han berikan dan menandatanganinya.
Han menunggu dalam diamnya namun dalam hati ia bergumam, "Semoga setelah ini aku bisa pulang tanpa tugas baru yang gila lagi."
"Besok carikan aku wanita yang benar!" ucap Steve sambil menyodorkan berkas yang ada di tangannya.
"Tapi tuan bukankah pelayanan jeni sangat baik?"
"Apa kau
"Anda Zira Oliviana?" tanya orang tersebut yang di jawab anggukan oleh sang pemilik nama. "Tuan Bram sudah menunggu, tolong ganti pakaian anda sebelum menemuinya, dan tidak ada penolakan karena ini perintah beliau." ucap seorang pria yang memberikan paper bag pada Zira. Zira memang tidak punya pilihan saat ini, demi ibunya dia menurut dengan apa yang diperintahkan ayah tirinya. Ia menerima paper bag tersebut dan mengikuti pria yang seperti seorang bodyguard tersebut. "Silahkan anda ganti pakaian Anda dulu nona Zira," ucap pria tersebut menunjuk arah kamar mandi. Zira mengangguk dan mengayunkan kakinya ke arah kamar mandi, dan ia pun membuka paper bag tersebut.
"Lepaskan saya tuan," tolak Zira berusaha memberontak."Aku sudah membayar mahal dirimu untuk menyelamatkan keluargamu dan sekarang kamu berani membantahku, cepat ikut aku dan layani aku, setelah itu kita akan bersenang-senang malam ini, hahahaha!""Lepaskan aku! aku tidak mau melayani tua bangka sepertimu!" pekik Zira kembali.Plaaaaaakkkk!Tamparan keras mendarat di pipi Zira hingga terlihat jelas bekas tangan kasar pria tersebut di kulit mulusnya, Zira hanya meringis menahan sakit yang terasa di pipinya."Jika kamu menolak melayaniku malam ini, maka aku tidak akan segan-segan menyuruh orang untuk menghabisi nyawa ibumu," ancam Bramanto.&nb
Zira berusaha bangun dari sofa dan mencoba menghindari Steve, namun Steve menariknya kembali hingga tubuhnya terjatuh di sofa. Kini tubuh Zira di tindih Steve, ia menatap pria yang ada diatasnya dengan tatapan kebencian. "Apa anda tidak punya perasaan dan tidak bisa sedikit saja menghargai seorang wanita yang tidak berdaya," ucap Zira. "Ooohhh, jadi sekarang kamu merasa sebagai wanita yang tidak berdaya?" ucap Steve remeh. Zira diam tak menanggapi ucapan Steve, kini pandangan mereka saling beradu, Zira menatap Steve dengan penuh kekesalan dan kebencian namun sebaliknya Steve menatap Zira dengan tatapan meremehkan. Steve menjauhkan tubuhnya dari Zira, ia menatap gadis yang kini tertunduk di sofa. " Bagaimanapun juga aku sudah melepaskanmu dari pria tua itu, aku mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk menolongmu. jadi..., apa yang akan kamu lakukan untuk membayar semua itu gadis bodoh?" Zira terdiam sejenak dengan pikiran yang dipenuhi kebingungan, namun bagaimanapun juga akhirn
"Maaf ibu siapa dan ada perlu apa?" tanya Zira berusaha tenang dan sopan. "Bukankah aku sudah bilang pada Beni kalo pagi ini rumah sudah harus kosong!" Jawab ibu yang berwajah judes itu di hadapan Zira dengan nada tinggi tanpa menyebutkan siapa dirinya. "Maaf maksud ibu bagaimana?" tanya Zira kembali yang semakin di selimuti rasa bingung. "Aku sudah membayar lunas rumah ini dan aku tidak suka bertele-tele, cepat keluar dari rumah ini atau kami akan memaksamu dengan cara kasar!" "Tapi Bu, aku tidak merasa menjual rumah ini ke siapapun dan ini rumah ayah kandungku, jadi tidak akan ada yang menjual rumah ini tanpa seizin dariku," jelas Zira. "Tapi ke
"Bagaimana keadaanmu sekarang," ucap seorang pria. Ia menghampiri Zira dengan membawa secangkir teh hangat dengan senyum ramah di bibirnya."Aku baik-baik saja ka Rian," jawab Zira pada Rian, Kakak dari sahabatnya, Mia."Syukurlah kalau kamu sudah merasa baikan. Minumlah ini untuk menghangatkan tubuhmu."Zira menerima teh hangat yang Rian berikan, "Terima Kasih ka." ucapkan di balas senyum Rian. "Apa ka Rian yang membawaku kemari?""Bukan," jawab Rian sambil menggeleng. "Mia menemukanmu tidak sadarkan diri di gubuk ronda saat dia hendak menjemputmu untuk berangkat kerja, ia membawamu kemari dan memintaku untuk menjagamu dan kebetulan hari ini aku libur."Zi
"Benar, lebih baik kamu tinggal di sini bersama kami," Mia menambahkan."Terimakasih, tapi aku tidak mau merepotkan kalian,""Kami tidak merasa direpotkan, justru aku akan lebih tenang jika kamu berada di sini dan bisa menjadi teman Mia. Kamu tidak perlu kuatir, aku tidak akan mengganggumu," jelas Rian."Benar kata kak Rian Zira, siapa tau juga dengan kalian sering bertemu kamu bisa mengingat sedikit kenangan tentang kak Rian." Mia menatap kakak yang tengah menatap Zira lekat. Zira pun akhirnya menyetujui saran Mia dan kakaknya."Ckckck liat deh yang kemarin nggak masuk kerja, kelihatannya hari ini seneng banget, hmmmm enak ya? baru satu tahun kerja di sini tapi sudah dapat perhatian khusus dari pak Hardi? apa sih r
"Tu, tuan! anda?" ucap Zira menatap orang yang mencegatnya yang ternyata adalah Steve. Zira menggigit bibirnya merasa sedikit takut menatap Steve, ia tau Steve pasti sangat marah dan tidak akan memaafkannya karena dia sudah melewati batas waktu untuk mengembalikan uang Steve. "Apa kamu berusaha menghindar agar tidak perlu membayar hutangmu gadis bodoh?" "Bukan begitu tuan, saya hanya...," "Hanya apa? dasar wanita licik, beraninya kamu bermain-main denganku!" "Tuan saya bisa jelaskan," "Maaf nona, apa anda jadi saya antar?" ucap supir taxi yang sedari tadi menunggu Zira. "Diam dan
Pintu lift terbuka. "Aduuuuhhhh!" rintih Zira karena merasa sakit pada pergelangan tangannya yang sedari tadi di genggam Steve dengan kuat, Steve pun melepaskan tangan Zira dengan kasar. Zira melihat sekeliling apartemen yang besar dan tertata rapi, sembari mengelus pergelangan tangannya yang masih terasa linu. "Rumah ini indah banget, semuanya tertata rapi!" batin Zira takjub. Matanya semakin tak berkedip saat mendapati Steve yang sudah melepaskan kemejanya dan memperlihatkan keindahan tubuhnya yang kekar. "Apa kamu masih ingat konsekuensi karena tidak tepat waktu?" tanya Steve. Namun Zira tak memberikan jawaban dan masih terhipnotis dengan tubuh Steve yang di hiasi beberapa kotak tahu di perutnya. "Hei gadis bodoh apa kamu tuli sekarang!" Hardik Steve membuat Zira seketika merasa kaget hingga hampir melototkan matanya dan terbangun dari lamunannya, dan seketika Zira membuang pandangannya. "Maaf tuan tapi aku belum memiliki uangnya," jelas Zira. "Aku tidak peduli." "Tapi aku be
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.