Sebenarnya Edgar ingin kembali ke apartemen Zura, sebab rasanya rindu teramat berat jika jauh dari gadis itu, walaupun hanya sebentar.
Tapi Edgar rasa Zura butuh waktu untuk sendiri, selama beberapa hari ini ia terus datang dan menganggu gadis itu. Alhasil sekarang ia memilih pergi ke mansion Maria ---Ibu Edgar.
Mansion Ibunya jauh lebih baik di bandingkan mansion dirinya dengan ada Baila di dalamnya.
"Kak Edgar." Seorang gadis berseru sambil menuruni anak tangga, tersenyum sumringah melihat kedatangan Kakaknya yang baru saja masuk.
Edgar tersenyum dan membiarkan adik kecilnya itu memeluknya. "Elia kangen banget tau." Ia mencibikkan bibirnya. Terlihat lucu di mata Edgar, pria itu mengelus kepala Elia.
"Kakak juga kangen sama kamu."
"Huh bohong!" Elia mencibir sambil mendongak menatap Edgar membuat pria itu terkekeh.
"Mama mana?" tanyanya sambil mengacak-ngacak gemas rambut Elia.
"
Bisa saja Edgar menanyakan langsung alasan tersebut pada Charlos di hari itu. Tapi Edgar ingin mendengar langsung dari mantan kekasihnya."Itu sudah berlalu Edgar ... aku hanya merasa tidak baik untukmu, aku akui pilihanku sangat salah hari itu." Zura menjawab dengan nada rendah, menahan isak tangis. Ia sangat menyesal karena tidak terbuka atas masalahnya pada Edgar dan mengambil keputusan yang sangat salah.Edgar menghela nafas kecewa, ia masih merasa bukan itu alasan Zura meninggalkannya. Tapi ia akan menunggu sampai Zura mau cerita yang sebenarnya."Baiklah, istirahatlah ..."Zura menjawab dengan deheman kemudian panggilan pun berakhir. Zura menghela nafas berat, menutupi wajah dengan kedua tangannya.Ia merasa bisa menjauh dari Charlos bukan berarti membuat masalah selesai seketika. Tapi ada masalah baru yang harus ia hadapi, soal Baila. Walaupun pernikahan mereka hanyalah pernikahan kontrak tetap saja Zura merasa
"Terus kemana Edgar pergi waktu aku memberikan obat itu, kemana dia melampiaskan nafsunya?" Baila pikir Edgar akan datang ke mansion Ibunya dan menghilangkan efek obat itu mungkin dengan mandi. Tidak keluyuran ke tempat lain. "Apa dia pergi ke klab dan ...." Baila menggeleng cepat, tidak mungkin Edgar pergi ke klab dan melampiaskan efek obat itu dengan perempuan murahan. Maria dan Elia memperhatikan Baila yang terlihat gelisah. Elia sampai menyikut Ibunya hanya untuk memastikan apakah Kakak iparnya itu baik-baik saja. "Baila ..." Maria menyentuh paha Baila membuat Baila terkesiap kaget. "I-iya Ma." "Kamu kenapa? Ada masalah?" Baila menggeleng. "Engga kok, Ma." Baila tersenyum tipis. "Emang dua hari lalu Edgar pergi dari mansion?" Baila mengangguk pelan. "Aku pikir ke dia datang ke sini." "Kenapa bisa pergi? Maksud Mama
Tangan Edgar mengepal marah hingga urat-urat di tangannya terlihat. Tatapannya begitu menusuk seakan ingin sekali membunuh istrinya yang menantang tanpa rasa takut. Seandainya Baila adalah Charlos, ia tidak akan ragu memberi bogem mentah di wajah cantik Baila hingga membiru dan merusak kecantikannya. Sayangnya, Edgar masih bisa meredam amarahnya untuk tidak menyakiti perempuan dengan tangannya. Ia memilih pergi bersama Anhar, mengacuhkan teriakan Baila yang terus memaki Zura. "Mantan kekasihmu berengsek, bodoh! Awas saja jika kamu kembali kepadanya, Edgar!!" ****Ia sedang berada di perjalanan menuju apartemen Zura. Perjalan setelah pulang dari kantor sempat terganggu karena supir yang membawa Baila menghubungi Anhar dan mengatakan jika Baila tengah mencari Edgar. Alhasil mereka menepi ke salah satu restaurant berpura-pura sedang meeting. Anhar menatap Tuan-nya di spion depan. Ia terlihat gelisah, rau
"Charlos tidak suka sayuran kan? Jadi kamu juga terakhir makan sup ini satu tahun yang lalu." Pria itu melingkarkan tangannya memeluk perut Zura dan meletakkan dagunya di pundak Zura. "Ya, dia tidak suka.""Lupakan dia. Aku suka sayur, masak untukku saja, hm?"Zura menarik ujung bibirnya tersenyum lalu menganggukan kepala. "Tapi aku tidak bisa masak kalau kamu seperti ini." Edgar terkekeh kecil kemudian kembali duduk, memperhatikan Zura memasak. "Sebenarnya kalau kamu kelelahan, aku bisa menggantikanmu memasak," ucap Edgar.Zura menoleh dengan tersenyum. "Dan sebenarnya aku tidak kelelahan." Keduanya kemudian terkekeh. Zura sesekali menghela nafas, dosakah ia tertawa dengan suami orang lain, Edgar masih milik Baila, walaupun hanya pernikahan kontrak.Selesai memasak, ia menghidangkan supnya di meja, mengambil sendok dan menyimpannya di mangkuk milik Edgar. Ia duduk di depan Edgar.Edgar terlihat men
Charlos tidak punya rumah di Indonesia, jika datang ke Indonesia ia akan menginap di rumah Fadly. "Kakak ipar juga tidak ada di sini?" tanya Theo. "B-bukannya mereka sudah kembali ke UK?" Inara balik bertanya. "Jika sudah, kami tidak akan datang ke sini. Ponsel mereka berdua juga tidak aktif," sambung Irina. Fadly hanya bersandar di depan pintu mobil menatap mereka, bingung kenapa mereka semua tidak tahu keberadaan Charlos dan Zura. "Hari itu Zura memang pulang sebentar tapi Charlos langsung menjemput Zura dan kembali ke UK." Zafar menjelaskan. Padahal yang sebenarnya bukan menjemput tapi Zafar yang menghubungi Charlos untuk membawa lagi Zura hingga gadis itu kabur dari rumah Zafar dan kembali bertemu Charlos di jalan. Dan lagi, Zura tidak sebentar di rumah Zafar, melainkan satu minggu. Mereka saling menoleh bingung, kemana perginya putra dan menantu mereka. Mereka sangat
Zura tiba-tiba bergeming dengan pertanyaan Edgar. "Sudah dua kali aku menyentuhmu, apa Charlos juga?" Pertama kalinya Edgar menyentuh Zura saat mereka masih pacaran. Dua bulan sebelum Zura menikah dan yang kedua di apartemen ini. Zura masih belum menjawab pertanyaan Edgar, pikirannya malah berlari ke masa lalu, hari dimana ia baru saja menikah dan hari dimana ia pertama kali disiksa Charlos. #Flashback on "Jangan ..." Zura menggeleng ketakutan di atas ranjang seraya terus berusaha menjauh dari Charlos. Air matanya terus mengalir melihat nafsu liar pria yang menjadi suaminya. "Hentikan tangisanmu, sudah seharusnya kamu melayaniku, Zura!!" "A-aku sedang hamil." Mata Charlos melebar sempurna, tidak menyangka gadis yang ia nikahi tengah berbadan dua. Dan itu anak manta
Zafar dan Inara saling menoleh. "Apa maksudmu? Kamu mau menganggu hubungan Zura dan Charlos?" "Jawab saja pertanyaanku!" "Mereka baik-baik saja." "Zura bilang, dia pulang ke rumah ini tapi harus pergi lagi karena Charlos mengancam akan membunuhmu, benar?" "K-kenapa kamu tau soal itu?" "Atau yang sebenarnya kamu menelpon Charlos untuk datang dan membawa Zura hingga membuat Zura ketakutan dan memilih kabur. Yang mana yang benar?" "Edgar!Jangan bicara sembarangan!" kesal Zafar. "Ya, kamu ini datang menganggu orang tidur dan sekarang berani memfitnah seperti ini!" sambung Inara. "Aku bertanya, aku bilang mana yang benar, kenapa kalian tersinggung?" tanya Edgar dengan melipat kedua tangan di dada menatap mereka bergantian. "Bagaimana kami tidak tersinggung kamu ---" "Charlos sudah mati." Edgar memotong ucapan Zafar.
Dia melempar ponselnya ke meja, memperlihatkan foto pernikahan mereka di gereja. Zafar dan Inara melongo tak percaya, Inara mengambil ponsel Edgar untuk memastikan. "K-kamu ... tapi Zura dan Charlos ---" "Mereka sudah bercerai," potong Edgar. "Haruskah aku memperlihatkan surat cerai mereka?" "Kalau begitu, Zura ada bersamamu?" tanya Inara. "Ya, jangan sampai berita ini sampai ke telinga James. Anggap aku tidak pernah datang ke rumah ini. Sekali saja kalian buka suara soal Zura maupun Charlos, nasib kalian akan sama seperti Charlos!!" Edgar berdiri dari duduknya, merebut ponselnya di tangan Inara dan pergi dari rumah Zafar, meninggalkan orang tua Zura itu yang masih bergeming tidak percaya. Semuanya begitu rumit sekarang. Saat di perjalanan menuju pulang ke apartemen Zura, ponsel Edgar bergetar, panggilan masuk dari Maria. "Iya, Ma?" "Kamu dimana? Baila menc
"Cari siapa, Nona?" tanya seorang pria pada Baila yang masih bergeming sebab yang keluar ternyata bukan Edgar atau pun Zura. "I-ini apartemen siapa ya?" tanya Baila. Informasi yang diberikan suruhannya semalam tidak salah, tapi kenapa bukan suaminya yang keluar, Baila heran. "Ini apartemen milikku." "Sayang, siapa?" Baila menoleh pada perempuan yang menghampiri mereka. Perempuan itu datang dengan kemeja putih pendek dan rambut berantakan yang basah seperti habis mandi. "Tidak tau, Nona ini aku juga tidak mengenalnya." "Siapa yang kamu cari?" tanya perempuan itu sinis sebab berpikir Baila adalah selingkuhan kekasihnya. "M-maaf, saya salah kamar. Permisi ..." Baila segera pergi dari sana membuat pasangan tersebut saling menoleh heran. *** Baila berjalan pelan di lorong dengan kebingungan, apakah suruhannya salah mengikuti Edgar. Ia mendengus kasar.
Edgar tengah mengeringkan rambut Zura yang baru saja selesai mandi. Moment seperti ini sering dilakukan Edgar ketika masih berpacaran dengan Zura, ia sering membantu Zura mengeringkan rambut panjangnya. Apalagi hampir setiap hari Zura berada di mansion Maria, bercanda dengan Maria dan juga Elia. "Lain kali, jangan mandi terlalu malam, Zura." "Aku ketiduran tadi," sahut gadis itu. "Kamu engga mau ke luar lagi? Engga mau jalan-jalan?" "Mau, sih. Tapi ...""Aku akan mengajakmu jalan-jalan besok sore. Gimana?" "Kerjaan kamu bakalan selesai sore, bukannya baru selesai malam hari." "Tidak ada yang mengaturku, Zura. Aku pemilik perusahaan, kapanpun aku bisa pulang." Zura hanya tersenyum mendengar jawaban Edgar. "Gimana kabar Mama dan Elia?" tanya Zura tiba-tiba. "Mereka baik, si calon Dokter itu juga rajin belajar." Zura tersenyum getir. "Mereka pasti sangat membenciku ya, Edgar."
Hubungan mereka saat di UK dulu tidak terlalu baik juga tidak terlalu buruk. Jika bertemu mereka saling tidak perduli satu sama lain, tapi bagi Zura, sikap mereka lebih baik dibanding Charlos. Calvin dan Theo merasa bosan, ia menghabiskan waktu di klab sampai malam hari, Calvin mabuk parah dan main wanita sementara Theo hanya menikmati musik dan minum sedikit. Beberapa wanita klab berusaha menggoda Theo, tapi Theo tidak merasa tertarik sama sekali. Ketika ia mulai merasa bosan, ia mencoba mengajak Calvin pulang. Tapi sayangnya karena dia mabuk parah, Calvin tidak bisa diajak berbicara, malah meracau tidak jelas sambil memeluk wanita penghibur. "Tinggalkan saja dia, aku tidak keberatan," ucap si wanita penghibur itu. Theo berdecak. "Pesankan kamar untuknya, aku yang membayarnya besok." "Oke," sahut si wanita penghibur itu dengan tersenyum. Sementara Baila, dia menunggu kepulangan suaminya di
Edgar kembali membalikkan badan dengan wajah datarnya. "Dimana, Zura? Dia kembali lagi ke sini, kan? Kamu bertemu lagi dengannya. Iya kan, Edgar?" "Tanya pada matamu sendiri, jika kamu tidak pernah melihatnya, dia tidak ada di sini," jawab Edgar santai. Anhar sedari tadi hanya mematung di belakang Edgar. "Aku tau kamu menyembunyikannya!" desis Baila. "Kamu harus ingat Edgar, Ibumu tidak akan pernah setuju kamu kembali kepada wanita itu!""Dia Ibuku, bukan urusanmu!" tukas Edgar. Edgar sudah tidak mau mendengar apa-apa lagi, ia melangkahkan kakinya dengan cepat diikuti Anhar. Mengabaikan teriakan Baila di telinganya. Baila berteriak frustasi, dalam hatinya ia ingin sekali menjambak rambut Zura, melampiaskan kebenciannya terhadap gadis itu. ***Seorang pria berdiri depan istana buckingham. Rambutnya yang kecoklatan tertiup angin, ia memakai mantel tebal coklat dengan syal hitan di lehernya. Musim dingin lebi
Ponselnya Charlos yang berada di kamarnya di UK terus berdering. Nomor itu hanya Baila yang tahu dan ketika Charlos kembali ke Indonesia, dia lupa tidak memberitahu Baila, juga tidak membawa ponsel tersebut. "Firasatku benar-benar tidak enak, aku merasa Edgar bertemu kembali dengan Zura ... tapi kenapa Charlos tidak mengangkat telponku." Ia bermonolog sendirian, menghela nafas kasar, frustasi dan ketakutan, apa yang sebenarnya terjadi. Mengapa Edgar tadi pagi mengatakan kepada Maria jika Maria tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. "Apa aku harus pergi ke UK saja? Tapi aku juga tidak tau dimana alamat rumahnya ... aaarrggh!" dia mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Baila juga tidak mengenal orang tua Charlos. Hari itu ia hanya bekerjasama dengan Charlos untuk memisahkan Edgar dan membawa Zura jauh dari pria itu. Baila keluar dari kamar, ia meminta kunci mobil pada supir yang selalu mengantarnya kemanapun ia pergi. "Tapi Nyonya, Tuan
"Aku tidak berbicara denganmu!" hardik Edgar menunjuk wajah Baila. Baila terus menatap Edgar, ia mengkhawatirkan sesuatu, bagaimana jika Zura ternyata ada di sini, bertemu dengan Edgar kembali dan menjadi alasan pria itu jarang pulang ke mansion. "Edgar, apapun alasannya, Mama sudah tidak menyukai Zura lagi!" "Ma ---" "Lupakan dia, Edgar!" bentak Maria membuat Edgar terdiam seketika. "Sekalipun dia merengek ingin kembali kepadamu, Mama tidak akan pernah setuju sampai kapanpun!!" Edgar mendelik pada Baila dan akhirnya memilih pergi karena tidak mau bertengkar lebih lama dengan Ibunya. "Edgar! Edgar!" teriak Maria. Tapi langkah Edgar sedikit pun tidak berhenti. "Maa ..." Baila merengek pada Maria dengan memeluk lengan mertuanya itu, seakan ia tengah menjadi istri yang menyedihkan karena tidak dicintai oleh suaminya sendiri.
Dia melempar ponselnya ke meja, memperlihatkan foto pernikahan mereka di gereja. Zafar dan Inara melongo tak percaya, Inara mengambil ponsel Edgar untuk memastikan. "K-kamu ... tapi Zura dan Charlos ---" "Mereka sudah bercerai," potong Edgar. "Haruskah aku memperlihatkan surat cerai mereka?" "Kalau begitu, Zura ada bersamamu?" tanya Inara. "Ya, jangan sampai berita ini sampai ke telinga James. Anggap aku tidak pernah datang ke rumah ini. Sekali saja kalian buka suara soal Zura maupun Charlos, nasib kalian akan sama seperti Charlos!!" Edgar berdiri dari duduknya, merebut ponselnya di tangan Inara dan pergi dari rumah Zafar, meninggalkan orang tua Zura itu yang masih bergeming tidak percaya. Semuanya begitu rumit sekarang. Saat di perjalanan menuju pulang ke apartemen Zura, ponsel Edgar bergetar, panggilan masuk dari Maria. "Iya, Ma?" "Kamu dimana? Baila menc
Zafar dan Inara saling menoleh. "Apa maksudmu? Kamu mau menganggu hubungan Zura dan Charlos?" "Jawab saja pertanyaanku!" "Mereka baik-baik saja." "Zura bilang, dia pulang ke rumah ini tapi harus pergi lagi karena Charlos mengancam akan membunuhmu, benar?" "K-kenapa kamu tau soal itu?" "Atau yang sebenarnya kamu menelpon Charlos untuk datang dan membawa Zura hingga membuat Zura ketakutan dan memilih kabur. Yang mana yang benar?" "Edgar!Jangan bicara sembarangan!" kesal Zafar. "Ya, kamu ini datang menganggu orang tidur dan sekarang berani memfitnah seperti ini!" sambung Inara. "Aku bertanya, aku bilang mana yang benar, kenapa kalian tersinggung?" tanya Edgar dengan melipat kedua tangan di dada menatap mereka bergantian. "Bagaimana kami tidak tersinggung kamu ---" "Charlos sudah mati." Edgar memotong ucapan Zafar.
Zura tiba-tiba bergeming dengan pertanyaan Edgar. "Sudah dua kali aku menyentuhmu, apa Charlos juga?" Pertama kalinya Edgar menyentuh Zura saat mereka masih pacaran. Dua bulan sebelum Zura menikah dan yang kedua di apartemen ini. Zura masih belum menjawab pertanyaan Edgar, pikirannya malah berlari ke masa lalu, hari dimana ia baru saja menikah dan hari dimana ia pertama kali disiksa Charlos. #Flashback on "Jangan ..." Zura menggeleng ketakutan di atas ranjang seraya terus berusaha menjauh dari Charlos. Air matanya terus mengalir melihat nafsu liar pria yang menjadi suaminya. "Hentikan tangisanmu, sudah seharusnya kamu melayaniku, Zura!!" "A-aku sedang hamil." Mata Charlos melebar sempurna, tidak menyangka gadis yang ia nikahi tengah berbadan dua. Dan itu anak manta