Rena keluar dari gerbang kampusnya, meninggalkan Selin dengan wajah kesal. Rena duduk di sebuah kursi panjang yang ada di depan kampus. Tiba-tiba seorang pria duduk tepat di sampingnya."Apa jam kuliahnya sudah selesai?" bisik pria itu di telinga Rena. Rena terkejut dengan suara yang tidak asing untuknya. Matanya melotot menatap ke arah pria yang berada tepat di sampingnya. Bibir Rena bergetar, sambil mencoba mengucak-ngucak matanya takut jika yang dilihat ini salah."Kamu? Kamu ada di sini? Hah, tidak mungkin! Ini kan masih jam kerja, pasti aku terlalu merindukannya hingga aku merasa dia ada didekatku!" oceh Rena tanpa sadar.Raihan tertawa dengan senyum tampan di wajahnya. Tiba-tiba Raihan mendekatkan bibirnya ke arah bibir Rena, dan....CUP ...Raihan mengecup Rena tepat di bibirnya, membuat Rena seketika tersipu malu dengan hal yang dia katakan barusan tentang Raihan. Namun Raihan justru merasa senang, dengan pengakuan yang diberikan Rena untuknya.Raihan menarik tubuh Rena agar
Rena hanya bisa menutup wajahnya dengan buku yang ada di tangannya. Wajahnya memerah karena ulah pria tampan yang kini menjadi kekasihnya itu. Tapi Raihan malah tertawa dengan sikap Rena yang malah malu-malu kucing saat itu."Kenapa menyembunyikan wajahmu?" bisik Raihan sambil menggeser lebih dekat kursinya ke arah kursi Rena."Kamu mau apa?" tanya Rena terkejut."Sayang, apa kamu akan berekspresi seperti itu saat kekasihmu mendekatimu? Kamu harus mulai terbiasa dengan sedikit kecupan mengejutkan dariku. Aku benar-benar suka eskpresi lucu di wajahmu saat kamu terkejut," tawa Raihan."Tapi kita sedang ada di tempat umum, tidakkah kamu merasa malu jika ada yang melihat kamu mengecup bibirku?" ucap Rena mengendus kesal."Tidak, aku tidak malu! Bahkan kalau kamu bersedia menikah sekarang, aku akan langsung ke KUA untuk mendaftarkan pernikahan kita sekarang juga," tawa Raihan."Tidak waras!" "Hahaha... Tapi kamu menyukai pria tidak waras ini kan?" tawa Raihan.Rena tersenyum, sambil mencu
Keesokan harinya, Rena sudah ada di kampus bersama keluarganya. Ada ibu, ayah, dan adik perempuannya yang saat itu menyemangati Rena di hari kelulusannya. Terlihat mereka gembira dengan gelar sarjana yang akhirnya bisa didapatkan oleh Rena saat itu. "Kamu benar putriku yang sangat membanggakan!" ucap ayah Rena penuh rasa bangga."Huh, apa Ayah hanya akan bangga pada Kak Rena saja? Padaku tidak ya?" ucap Hana sedih."Pada kamu juga, Ayah bangga pada kalian!" ucap ayah sambil tersenyum."Kamu benar-benar hebat! Kamu mendapatkan nilai terbaik, Ibu benar-benar tidak percaya. Bukankah selama ini kamu terlihat tidak fokus pada kuliahmu karena asyik memikirkan tuan Raihan?" tawa ibu."Itu tidak benar! Aku selama ini berusaha untuk mendapat nilai terbaik. Aku ingin dapat pekerjaan yang layak dan bisa membantu memperbaiki perekonomian keluarga kita. Ayah tidak usah bekerja lagi, begitupun dengan Ibu. Aku ingin Hana juga bisa melanjutkan kuliahnya yang terhenti karena aku. Pokoknya aku mau kit
Rena menyuapi Alif dengan penuh kasih sayang, Alif terlihat begitu senang dengan hal yang dilakukan Rena untuknya. Biar bagaimanapun, Alif sudah lama mendambakan sosok seorang ibu dalam hidupnya. Sejak ibu kandung Alif meninggalkan Raihan dan dirinya, Alif dibesarkan oleh Raihan dan keluarganya tanpa sosok seorang ibu.Tiba-tiba Alif menangis, lalu memeluk tubuh Rena. Saat melihat Alif yang terlihat begitu sedih, Rena semakin tidak tega untuk pulang padahal hari sudah larut malam."Alif, ini sudah malam! Mama harus pulang, tapi besok Mama akan kembali ke sini untuk menjaga Alif. Bagaimana?" ucap Rena sambil tersenyum."Tidak mau. Alif mau Mama di sini temani Alif!" teriak Alif dengan wajah sedih."Tapi aku harus pulang, sayang! Jika tidak pulang, pasti akan dicari orang rumah," ucap Rena pelan."Ayah. Bujuk Mama tetap tinggal di sini menemaniku!" rengek Alif."Nak, Mama bilang akan kembali besok pagi! Kau bisa ditemani Ayah dulu, jangan merengek pada mamamu terus, dia juga butuh istir
Raihan tersenyum menatap Rena yang terlihat malu mendengar hal yang dia dikatakan. Rena masih menutup wajahnya dengan kedua tangannya, berusaha untuk tidak memperlihatkan ekspresi malunya pada Raihan. Rena menutupi wajahnya dengan jas kantor Raihan hingga dia tertidur lelap di atas sofa ruang rawat Alif.Raihan hanya tersenyum senang melihat ekspresi Rena yang malu-malu. Dia membuka jaket yang menutupi wajah Rena. Terlihat wanita itu tak bergeming dan tetap terlelap dalam tidurnya. Raihan mengusap lembut wajah Rena dan menutupi bagian tubuh Rena menggunakan jasnya itu. Tak terasa bibir manis Raihan mengecup lembut bibir Rena."Aku akan mengikatmu agar kamu selalu ada di sisiku, bagaimanapun caranya! Aku sudah lama mencari wanita yang bisa menggetarkan hatiku dan menyayangi putraku dengan tulus. Ternyata hanya kamu wanita hebat yang bisa melakukan ini padaku sekaligus. Kamu bisa menakhlukkan hatiku dan putraku!" ucap Raihan sambil memainkan jarinya di bibir Rena.Sesekali terlihat Rena
Raihan tersenyum sambil mendekat ke arah Rena berdiri. Dia menuntun Rena masuk ke dalam mobil mewahnya. "Kenapa kamu di sini? Bukankah harusnya ini masih jam kerja kantor?" tanya Rena menatap ke arah Raihan yang ada di hadapannya. "Aku mengkhawatirkanmu! Kamu tahu, tidak semua perusahaan memperlakukan karyawannya dengan baik. Ada banyak perusahaan yang sewenang-wenang pada para karyawannya. Aku tidak mau jika ada hal buruk terjadi pada calon istriku," ucap Raihan sambil mulai menyalakan mesin mobilnya. "Kamu benar! Aku hampir saja mendapatkan perilaku buruk dari direktur perusahaan itu. HRD langsung meminta aku dan Selin kerja hari ini, tapi...." "Tapi apa?" tanya Raihan penasaran. "Direktur memintaku menemuinya, dia menanyakan masalah pribadiku. Apa aku sudah menikah, apa aku punya pacar, dan dia minta aku untuk memutuskan pacarku jika aku ingin tetap bekerja di sana." "Lalu kau jawab apa?" "Tentu saja aku tidak mau! Perusahaan macam apa yang ingin karyawannya melayan
Rena tersenyum malu-malu, menatap ke arah Raihan yang berada di hadapannya. Bibir tipis Raihan menyunggingkan senyum ke arah Rena, melihat ekspresi malu-malu Rena membuat Raihan semakin tak bisa mengendalikan hatinya. "Mulai besok kamu bekerja di kantorku! Ajak sahabatmu juga, agar kamu punya teman di sana. Tidak ada tawar menawar, aku sudah buat keputusan yang harus kamu ikuti!" ucap Raihan dengan wajah serius. "Tidak mau. Aku tidak mau bekerja di kantormu! Aku tidak suka jika dianggap memanfaatkan kedekatan kita sebagai jalan untuk aku mencari pekerjaan. Apa tanggapan orang jika mereka tahu, kekasih Tuan Raihan hanya memanfaatkan hubungannya untuk mendapatkan pekerjaan," ucap Rena menoleh ke arah Raihan yang diam terpaku. "Aku akan mempekerjakanmu sebagai karyawan biasa. Aku tidak akan memperlakukan kamu secara istimewa. Percayalah padaku, aku konsisten jika itu mengenai pekerjaan!" ucap Raihan sambil tersenyum. "Benarkah?" "Tentu!" "Kamu yakin?" "Apa kamu tidak percaya pada
Raihan masih asyik menyuapi Rena, dia mengusap lembut bibir Rena dengan sapu tangannya. Senyum terpancar indah dari bibir pria tampan itu. Padahal jelas-jelas saat ini Rena terlihat ketakutan setengah mati."Bisakah kamu lebih tenang? Kenapa wajahmu seperti maling yang takut ketahuan mencuri? Ini kantorku, apapun yang aku lakukan tidak akan ada karyawan yang berani protes. Jadi berikan senyuman termanismu untukku!" pinta Raihan mendekatkan bibirnya ke arah bibir Rena.Rena menelan ludah, berusaha menghindari serangan yang dilakukan Raihan padanya. Wajah Rena pucat, dia benar-benar tidak mau jika ada orang kantor yang tahu tentang hubungannya dengan Raihan. Tapi Raihan sebaliknya, dia ingin jika seseorang memergoki mereka bermesraan dan menjadi trending topik di kantornya. "Kenapa? Kamu sudah tidak suka aku bermesraan denganmu? Aku hanya mau mengecup bibirmu sebentar saja!" bisik Raihan."Tidak tahu malu! Ini kantor, dan di sini kamu adalah pemiliknya. Apa kamu tidak berpikir, bagaima
Keesokan harinya, Raihan membuka mata menatap sang istri masih terlelap di dalam tidur. Raihan memainkan jemari tangannya di wajah Rena. Terlihat Rena beberapa kali merasa terganggu dengan hal yang dilakukan Raihan. Dia menggeliat, dan menepis tangan Raihan, tapi Rena masih menutup rapat matanya. "Jangan ganggu aku, aku masih ngantuk!" keluh Rena dengan mata yang enggan terbuka. Raihan tertawa mengecup setiap bagian inci wajah Rena dengan lebih menggoda. Rena dengan wajah kesal membuka matanya. Memandang ke arah suaminya yang terlihat senang menatap ekspresi kesal wajah Rena. "Kamu suka selalu menggangguku, apa tidak punya pekerjaan lain?" ucap Rena kesal. "Kamu lihat dirimu. Ini sudah siang, tapi kamu belum bangun juga. Aku sebagai seorang suami akan berangkat ke kantor, tapi istrinya justru belum bangun dari tempat tidur. Menurutmu apakah ini masuk akal?" ucap Raihan tersenyum senang. "Kenapa harus membangunkanku? Jika kamu butuh air hangat untuk mandi, kamu bisa sediakan sendi
Rena dipaksa oleh Raihan masuk ke dalam mobil. Dia tidak berani menolak saat suaminya mau ngajak dia ke sebuah hotel. Hotel mewah dengan gedung 30 lantai. Rena memandangi gedung mewah itu dengan mengikuti langkah suaminya. Sampai di depan kamar hotel, Rena masuk bersama Raihan. Tanpa ada aba-aba suaminya itu langsung menyerang Rena dengan penuh nafsu. Rena tahu betul, ini adalah salah satu cara Raihan untuk melakukan serangan balik dari istrinya. Hingga Rena hanya bisa menutup matanya melihat kebuasan suaminya.Raihan mendorong tubuh Rena hingga jatuh di atas tempat tidur. Dress berwarna putih yang Rena pakai tersibak hingga terlihat bagian bawah tubuh Rena. Dengan gerakan cepat Rena menarik dress itu agar menutupi celana dalamnya yang terlihat."Apa yang kamu lihat? Matamu langsung melotot seperti itu, melihat hal seperti ini!" oceh Rena kesal."Kenapa ditutup, nanti juga pasti akan kubuka lagi! Jangan bilang, jika kamu masih malu padaku setelah menikah hampir satu bulan? Apa yang m
Air mata Rena membasahi jas yang dikenakan Raihan. Terlihat kesedihan yang mendalam dari tatapan mata Rena pada Raihan. Isak tangis masih terdengar, membuat Raihan merasa bersalah mengucapkan kata-kata kasar pada istrinya itu. "Maafkan aku! Tidak seharusnya aku meneriakimu seperti tadi. Aku khilaf, maafkan aku!" ucap Raihan mengusap lembut wajah Rena."Kamu jahat! Kamu bisa mengencani banyak wanita tapi kenapa aku tidak? Kamu bisa menempel pada banyak wanita, kenapa aku tidak? Kamu terus mengaturku ini dan itu, tapi pernahkah kamu bercermin untuk menghargaiku sedikit saja? Oh tidak, pria kaya raya sepertimu tidak akan menghargai orang lain. Kamu bisa melakukan apapun, karena kamu punya segalanya dan mampu membeli harga diri orang lain, termasuk harga diri istrimu sendiri!" teriak Rena kesal.Raihan tak bicara, dia menatap istrinya lekat, Raihan merasa sangat bersalah karena membuat istrinya marah padanya saat itu. CUP ...Raihan mengecup bibir Rena, Raihan juga menghapus air mata ya
Rena tersenyum dan akhirnya mengiyakan apa yang dikatakan Raihan padanya. Kini Rena mulai belajar menjadi wakil CEO didampingi oleh sang suami. Rena terlihat bersungguh-sungguh dalam mempelajari setiap hal yang diperintahkan oleh Raihan dan tugasnya sebagai wakil CEO. Tapi saat Rena benar-benar sedang serius, Raihan justru malah menggoda istrinya. Dia terlihat senang memberikan banyak pekerjaan yang bukan pekerjaan Rena sebagai wakil CEO. Rena diminta untuk menulis nama panjang Raihan di kertas seratus lembar. Tak hanya itu Rena diminta untuk memajang foto Reyhan disebelah mejanya. Walaupun terlihat pekerjaannya cukup aneh, tapi Rena berusaha untuk tidak melawan. Dia mengerjakan setiap pekerjaan yang diperintahkan oleh Raihan tanpa perdebatan. Padahal Rena tahu betul jika sang suami saat ini tengah mengerjainya. "Sudah selesai belum, pekerjaan yang barusan aku berikan? Setelah selesai kamu bisa memulai tugas yang lain. Di sini ada beberapa tumpukan dokumen yang harus kamu periksa. H
Raihan tersenyum ke arah Rena, mengecup kening istrinya penuh cinta. Terlihat begitu takut jika kehamilan akan menyiksa sang istri."Jika kamu belum siap, aku bisa menunggu!" ucap Raihan pelan."Kenapa? Tadi kamu yang paling antusias? Sekarang tiba-tiba kamu berubah jadi khawatir seperti itu. Apa yang kamu pikirkan? Tidak mau aku mengandung anakmu? Apa aku tidak layak?" ucap Rena kesal."Hei, tajam sekali mulutmu ini! Aku melakukan itu karena mengkhawatirkan keadaanmu. Aku baru menyadari jika proses memiliki anak butuh perjuangan saat melahirkan. Aku tidak tega jika kamu harus merasakan sakit itu!" "Bodoh sekali! Aku ini wanita. Aku mau punya anak dari rahimku sendiri. Percayalah, aku pasti kuat!" ucap Rena memeluk tubuh Raihan."Benarkah? Kamu sudah siap untuk hal itu?" "Tenang saja, aku sudah siap!" ucap Rena sambil tersenyum.Beberapa hari kemudian, Rena kembali bekerja di kantor Raihan. Dia terlihat serius mengerjakan tugas dari manager Ana tentang desain kantor Amazong. Anggist
Rena meminta banyak hal malam ini, dan mendapatkan semuanya dari kerja keras suaminya. Entah kenapa Rena merasa bangga, menikmati hidup ala kadarnya seperti ini. Yang terpenting di saat hidup tak menjadi seorang sultan, Rena merasa jauh dicintai dan merasa percaya diri mendampingi Raihan. Satu-satunya ketakutan Rena selama ini adalah status Raihan sebagai orang terkaya yang mencolok."Kelihatannya kamu sangat menikmati makan ini ya? Apa kamu suka melihat suamimu jadi pedagang rendahan?" ucap Raihan kesal."Hahaha... Bukan begitu, tapi aku lebih tenang saat kamu bukan siapa-siapa. Terakhir kali, aku dan Amor berdebat karena dirimu. Hari ini, aku dan Sinta juga berdebat karenamu. Sejujurnya aku tidak suka dengan statusmu sebagai sultan. Tidak bisakah kita hidup sebagai rakyat biasa saja?" ucap Rena menyandarkan kepalanya di bahu Raihan."Kamu istriku yang konyol! Saat banyak wanita mendekatiku karena uang, kamu justru malah ingin aku meninggalkan semuanya. Tapi itulah yang membuat aku
Raihan mengunci pintu kamar hotel dengan senyum menggoda. Terlihat jelas keromantisan yang akan terjadi pada Rena dan Raihan saat itu. Hanya dengan sedikit sentuhan, Raihan mampu membuat Rena tak berdaya melawannya.Tubuh mungil Rena membuat Raihan beberapa kali menelan ludahnya. Merasakan nafsunya memuncak hingga ke ubun-ubun. Dalam sekejap, pakaian yang dikenakan Rena lepas dari tubuhnya. Raihan tersenyum menyeringai, menatap tubuh polos itu membuat dia langsung menyerang Rena tanpa aba-aba. Rena hanya mengerang, sesekali tangannya mencengkram kuat punggung Raihan yang berada di atas tubuhnya.Tak lama setelah selesai melakukan aktivitas kegemaran Raihan, Rena terlelap tidur. Raihan dengan bangga memeluk istrinya dan mengusap lembut pucuk kepala Rena. Terlihat wajah bahagia terpancar dari bibir Raihan."Jika kamu benar-benar berhasil mengandung anakku, aku akan semakin menyayangimu. Hal yang paling indah yang kumiliki, adalah menjadikan kamu pasangan hidupku dan ibu untuk putraku, A
Rena kembali masuk ke dalam kamar hotel itu, menahan kesal menghadapi tingkah sekertaris suaminya. Secara terang-terangan dia ingin menjebak Raihan, tentu saja Rena merasa sangat kesal.Raihan tersenyum menatap ke arah Rena, dari atas tempat tidur. Dia masih terlihat lemah setelah menghabiskan waktu untuk bertarung dengan Rena. "Kenapa sayangku? Kenapa dengan ekspresi wajahmu yang menggemaskan itu? Apa kamu sedang marah?" tanya Raihan."Tentu saja aku marah. Sekertarismu bermasalah, sejak datang menemuiku dia terus mengancamku. Cih, dia pikir dia bisa mengancamku? Aku istrimu, aku lebih berhak atas kamu daripada wanita itu'kan?" ucap Rena kesal."Iya sayang, kamu lebih berhak atas aku dibanding siapapun! Jika kamu cemburu seperti ini, aku merasa sangat bahagia. Ayo kita buat adik untuk Alif!" bisik Raihan sambil mengedipkan sebelah matanya."Huh, apa-apaan! Ingin punya anak? Bisakah kamu jaga dirimu dulu agar tidak digoda wanita lain? Bagaimana jika saat aku sedang hamil, kamu digoda
Rena menoleh ke arah sekertaris Raihan yang berada di belakangnya. Merasa bisa menggagalkan rencana sekertaris itu untuk menjebak suaminya. Terlihat Sinta mengerutkan keningnya, menatap kesal ke arah Rena yang berada di dalam pelukan Raihan saat itu. "Kurang ajar! Kenapa wanita bodoh itu harus ikut ke luar kota segala? Jika ini terjadi, maka dia akan mengganggu rencanaku untuk mendapatkan hati Tuan Raihan!" gumam Sinta sambil meremas kesal tangannya sendiri.Rena dan Raihan duduk di kursi belakang mobil, sementara Sinta duduk di depan, disebelah supir pribadi Raihan. Sesekali mata sekertaris itu menatap ke arah Rena dan Raihan melalui kaca spion mobil. Rena yang sadar gerak-geriknya sedang diperhatikan, dengan sengaja memeluk mesra suaminya. Dia bisa melihat sekertaris itu terlihat kesal, ajang untuk memanas-manasi hati Sinta berjalan dengan sukses."Sayang, kenapa tiba-tiba kamu manja seperti ini? Apa yang terjadi padamu?" tanya Raihan seolah tahu ada hal yang tak biasa terjadi pad