Share

7 | Permainan Takdir

Penulis: Erlin Natawiria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Ternyata benar dugaanku, kamu yang nyuruh Rayyi.”

“Lantas, aku harus bagaimana lagi, Luna? Kamu memblokir semua kontakku.”

Luna mengecek situasi di sekitar mereka. Saat Rayyi pamit meninggalkannya, Galuh serta-merta membawa perempuan itu ke area yang lebih sepi. Meski begitu, tak menutup kemungkinan ada telinga-telinga yang mencuri dengar. Apalagi isi pembicaraan mereka berpotensi memicu gosip besar.

“Soalnya kamu nyebelin, Mas!” Luna menekankan telunjuknya pada lengan atas Galuh. “Tiba-tiba kasih promosi dengan dalih performaku bagus—”

“Harus berapa kali aku bilang, kenyataannya memang kinerjamu di atas rata-rata.”

“Tapi, kamu sadar jabatan itu bakal lebih sering mempertemukan kita, kan?” balas Luna semakin sengit. “Mas, aku—aku mungkin bakal suka cita menerimanya kalau statusku sekarang bukan istri Rayyi. Pernah enggak kamu bayangkan bakal seheboh apa pembicaraan di hotel seandainya mereka menangkap basah kita lagi berduaan?”

Giliran Galuh yang celingak-celinguk mengamati keadaan di antara dua rak berisi peralatan makan. Sementara itu, Luna berharap ada karyawan supermarket atau pengunjung lain yang masuk ke lorong tempat mereka bertemu. Dengan kondisi mental yang belum stabil selepas kepergian Dikta, menghadapi Galuh jadi terasa jauh lebih sulit baginya.

Namun, Galuh belum mau menyerah. Pria itu malah menggeser troli yang menghalangi keduanya untuk mendekati Luna.

“Aku tak pernah bermaksud menyinggung perasaanmu, sungguh,” bisik Galuh dengan kepala tertunduk. “Apa saja akan kulakukan demi menebus rasa bersalahku padamu dan ayahmu.”

“Abah enggak akan hidup lagi hanya karena kamu kasih aku gaji besar.” Mata Luna memanas. Bisa-bisanya pria itu mengiba atas nama Dikta. “Sekarang, aku cuma pengin menenangkan diri, Mas. Jadi tolong setelah pernikahan dan promosi kemarin, jangan ambil keputusan besar lain secara sepihak.”

Bibir Galuh terbuka, hendak menyuarakan pendapat. Akan tetapi, denting dari ponselnya menyelamatkan Luna.

Pria itu mengatupkan rahang kala membaca pesan yang tertera. Kemudian, dia menarik kembali troli milik Luna.

“Pergilah. Cari Rayyi di dekat tempat roti,” katanya, tampak dongkol. Sebelum Galuh berubah pikiran, Luna menyambar troli dan bergerak cepat menuju lokasi yang disebutkan.

*

Tempat roti yang dimaksud adalah area kafe kecil yang berada di dekat kasir. Sembari menerka-nerka maksud perintah Galuh, mengambil barang-barang yang dibutuhkannya di sepanjang rak yang dilewati. ‘Sekalian langung bayar,’ batinnya.

Di belokan terakhir, Luna mengecek satu per satu pengunjung yang berseliweran dekat kafe. Cukup mudah menemukan Rayyi berkat tinggi badannya yang setara Galuh. Lega seketika mengaliri tubuh… sampai dia mendapati seorang perempuan cantik berambut panjang yang tengah berbincang bersama suaminya.

Luna hampir mundur, tetapi Rayyi lebih cepat menyadari kehadirannya. Pria itu tersenyum singkat, lalu mengangguk pelan sebagai isyarat untuk menghampirinya.

Sayangnya, perempuan cantik tadi berlalu terlebih dulu. Luna lalu mempercepat langkah menuju tempat Rayyi bersama trolinya.

“Kenalanmu?” Luna melayangkan basa-basi. Kalaupun ternyata sosok itu adalah kekasih Rayyi, dia juga tak mempermasalahkan.

Rayyi menggeleng cepat dan mengambilalih troli Luna. “Biar saya yang bayar. Kamu tunggu saja sambil ngopi atau makan roti.”

Antrean yang mengular di sebagian besar kasir serta-merta menahan protes Luna. Diliriknya deretan roti baru matang serta macam-macam minuman yang dijual di kafe. Secangkir kopi mungkin bisa menenangkan pikirannya sampai belanjaannya selesai dihitung.

*

Perjalanan menuju apartemen terasa lebih canggung ketimbang pagi tadi. Diamnya Rayyi mengirimkan ketegangan. Terlihat dari cengkeraman tangannya yang kuat serta jemarinya yang sesekali meremas kuat kemudi hingga menampakkan urat nadi.

‘Apa dia kesal agenda akhir pakannya diganggu?’ Luna bertanya-tanya. ‘Atau sama-sama dongkol dijebak Mas Galuh?’

Di lampu merah terakhir, barulah Rayyi melepas tangan dari kemudi. Kedua pundaknya perlahan turun bersama napan panjang yang dia embuskan.

“Kamu enggak apa-apa?” Rasa penasaran akhirnya mengalahkan Luna. “Butuh bantuan?”

Rayyi buru-buru menegakkan punggungnya. “Tidak, terima kasih. Hanya saja, saya harus segera pergi ke tempat lain. Jadi, saya hanya bisa mengantar kamu sampai depan apartemen.”

That’s okay,” ujar Luna walau ragu hal itu yang sedang suaminya pikirkan. “Aku juga enggak masalah turun di sini, lagian belanjaanku enggak terlalu banyak.”

“Jangan, tetap bakal berat, karena kamu harus naik jembatan penyeberangan,” Rayyi menyanggah, lalu membawa mobilnya menuju apartemen. “Saya tak akan lama, mungkin sekitar satu atau dua jam di luar.”

Sebenarnya, Rayyi mau pulang besok pagi pun tak masalah bagi Luna. Status suami-istri yang mereka sandang mereka saja berdasarkan kontrak. Untuk apa pula saling mengabari kalau mereka tinggal di satu unit apartemen saja pakai sekat.

*

<uang yang kamu kasih kemarin hampir abis>

<dimas lagi banyak kebutuhan, istrinya mau lahiran lagi>

<kamu punya pegangan buat ambu pinjam?>

“Ambu,” Luna memutuskan menelepon Puspa demi mencegah kesalahpahaman. “Uang berduka dari pelayat udah habis?”

“Habislah, kurang bisa diandelin juga, yang nyumbang cuma seadanya,” sungut Puspa. “Dimas sempat kasih, tapi enggak sampai setengah dari punya kamu.”

“Uangnya mau dipakai apa lagi? Dibilangin kemarin simpen sebagian buat modal dagang bubur ayam.”

Sang ibu menggeram pelan. “Buat tahlilan 40 hari bapakmu, Luna! Kalau kamu enggak punya pegangan, biar Ambu yang telepon suamimu.”

“Ambu, jangan bikin repot R—Mas Rayyi.” Luna berhenti memotong wortel, lalu menaruh pisau di samping talenan. “Tunggu aku gajian minggu depan, nanti kutransfer biayanya.”

Galuh pasti tak bakal pikir panjang bila Puspa meminta bantuan dana. Sang ibu bahkan tak perlu melakukannya, sebab pria itu pasti bakal menyediakan rekening khusus untuk mengirim uang setiap bulan. Dia sudah menjanjikannya pada Luna kalau mereka suatu hari menikah.

Namun, takdir membawa Luna pada pria lain.

Tentu, Luna sungkan meminta pada Rayyi. Dengan pernikahan rasa kontrak bisnis, kurang etis meminta jatah bulanan kepada pria itu. Penghasilan dari pekerjananya mampu mencukupi kehidupannya dengan Puspa.

Pada saat itu pula, Luna menyadari sesuatu.

“Ck, benar-benar licik kamu, Mas.” Diraihnya pisau untuk lanjut memotong wortel. “Kamu juga pasti memperhitungkan hal ini. Menaikkan gajiku supaya bisa bantu-bantu Ambu.”

Tak dinyana, Galuh adalah jembatan yang Luna perlukan untuk memperbaiki hubungan dengan Puspa. Saat Dikta melayangkan berbagai keraguan, hanya sang ibu yang membela pria itu kala Luna membawanya ke Parongpong.

“Abah waktu lamar Ambu juga belum jadi apa-apa!” seru Puspa saat itu. “Aki*nya Luna tetep kasih izin dan restu nikah karena percaya Abah bakal kerja keras sampai mampu hidupin keluarga. Galuh pasti bisa kayak gitu.”

“Zamannya udah beda, Ambu,” Dikta bersikeras. “Cari kerjaan sekarang susah, ngandelin nafkah dari kepala keluarga juga belum tentu cukup. Tunggu sampai Luna sama Galuh sama-sama pegang penghasilan stabil, baru Abah kasih restu yang mereka minta!”

Walau tak pernah menunjukannya langsung, harga diri Galuh pasti hancur menerima penolakan dari Dikta. Sampai-sampai dia bersedia dinikahkan dengan jodoh yang diatur orangtuanya supaya cepat dianggap mapan. Luna pun perlu ikut berkorban dengan menunggunya selama bertahun-tahun.

“Kenapa takdir kita serumit ini, Mas,” ucap Luna, lirih. Dibiarkannya tetes-tetes air mata menderas menjadi tangis. Potongan sayur yang disiapkannya untuk membuat sup pun turut tergenang dalam kesedihannya. “Kenapa kita harus memutari banyak jalan untuk bersatu?”

***

Bab terkait

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    8 | Sepatu Pembawa Petaka

    Seragam floor supervisor untuk Luna sudah tersedia saat masuk di hari Senin. Setelan lengkapnya berupa kemeja putih polos dengan aksen renda yang dipasangkan bersama blazer dan celana bahan hitam. Maryam juga menyerahkan rok selutut hitam sebagai bawahan alternatif yang hanya dikenakan untuk event khusus.“Name tag-mu.” Sang senior menyerahkan plat kecil berwarna keemasan pada Luna. Namanya tertulis dalam warna hitam dan pilihan huruf elegan. “Ganti pakaianmu dan tata rambutmu sesuai arahan saya kemarin. Setelah itu, instruksikan timmu untuk pengecekan kamar di lantai tujuh.”Jika tak ada Brenda, Luna yang lupa membeli sepasang sepatu baru bakal repot cari pinjaman high heels. Sesungguhnya dia tak enak menghadapi sahabat-sahabatnya setelah menerima promosi ini, tetapi mereka terus mendukungnya.“Rezeki newlyweds kata orang-orang mah,” celetuk Dini saat Brenda menyerahkan sepatu miliknya sebelum Luna menemui Maryam. “Siapa tahu kita ikut ketempelen, hehe.”“Ketempelan rezeki dapet prom

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    9 | Pengingat dari Ayah

    “Kamu masuk duluan saja, saya menyusul.”“Kalau mau balik ke hotel juga enggak apa-apa, aku bisa naik ojek biar cepet.”“Bu Maryam hanya mengizinkanmu pergi dan kembali asalkan bersama saya,” Rayyi menjelaskan. “Urusan saya sebentar. Mau salat dulu di musala.”Alih-alih langsung mencari toko yang Brenda tunjukan padanya, Luna malah mengamati Rayyi berjalan cepat menuju tanda Musala yang berada di samping sebuah toko es krim. Padahal waktu Zuhur masih panjang, mengapa pria itu terkesan buru-buru—Sekonyong-konyong, Luna mengingat obrolannya bersama Dikta selepas kunjungan pertama Galuh. Dia masih gusar gara-gara sikap sang ayah yang kurag bersahabat, tetapi berusaha membuka telinga untuk mendengar alasannya.“Waktu melamar Ambu, Abah secara finansial memang bisa dikatakan kurang mapan. Orangtua mana yang rela melepas anak perempuannya pada pria yang kerja serabutan?” Dikta mulai bercerita.“Tapi, Abah berikhtiar juga pada Allah. Sambil mencari kerja, Abah tingkatkan ibadah,” katanya. “

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    10 | Hari Panjang Penuh Drama

    Menjadi putri tunggal pemilik Hotel Cempaka Argadana menempatkan Naura sebagai ahli waris yang diincar banyak pihak. Dari sesama kalangan pebisnis, konglomerat, hingga selebritas. Tentu kedua orangtuanya menyadari hal tersebut, sehingga mereka mengambil langkah awal untuk mengamankan posisi pendamping hidupnya.Galuh Devantara adalah nama yang akhirnya muncul ke publik. Pernikahan sejoli tersebut digelar di tiga negara: Indonesia, Singapura, dan Belanda. Walau hanya kalangan tertenu yang menerima undangan, hajat besar itu masih jadi perbincangan hangat.Sudah lebih dari delapan tahun sejak resepsi megah itu berlangsung, tetapi Rayyi samar-samar mengingat pemberitaannya yang disiarkan di sejumlah stasiun televisi. Mulanya, dia ragu bila Galuh yang dimaksud adalah kakak tingkatnya di universitas sampai kemudian melihat potret profilnya tercetak di sebuah majalah bisnis.Siapa sangka Rayyi bakal bekerja untuknya setahun kemudian.“Rayyi, siapa yang menemani Bu Naura keliling hotel?” Ange

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    11 | Melipurkan Lara

    “Bisa kita belok dulu ke drive thru? Aku mau beli makanan.”Rayyi membelokkan mobilnya menuju restoran cepat saji dekat apartemen. Dibiarkannya Luna memesan hingga membayar makanannya. Pria itu menahan dirinya agar tak membuka obrolan menilai dari suasana hati Luna yang belum membaik.Pertahanan itu sayangnya runtuh kala Rayyi terpaksa mengerem demi menghindari tabrakan dengan pengendara motor. Akibatnya, sebagian french fries milik Luna berhamburan mengenai kaki mereka."Luna, maaf.” Cepat-cepat, Rayyi menepikan mobilnya. “Biar saya belikan gantinya.”“Enggak perlu, masih bisa dimakan.” Luna memasukkan potongan kentang yang bersih ke kantung, sementara yang terinjak dipisahkan untuk dibuang ke tempat sampah. “Kamu harus muter jauh kalau kira balik ke restoran.”“Saya bisa pesankan online—”“Rayyi.” Luna menaruh makanannya di atas dasbor. “Aku capek. Kita pulang aja, ya?”Rayyi mengangguk dan membawa mobilnya ke jalan. Kenapa juga dia terkesan mendesak saat Luna sudah menolak? Apa gar

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    12 | Harus Sampai Kapan?

    Dua pesan dari Rayyi masuk tepat saat Luna mengambil tasnya.Dipindainya bagian unit yang ditempati Rayyi. Sepi. Barangkali pria itu masuk ke kamar setelah memberitahu di mana tasnya ditaruh. Sebenarnya, Luna merasa bersalah karena seharian senewen pada Rayyi yang hanya mengikuti arahan Galuh.Uh, mengingat namanya saja serta-merta membuat Luna mual.Di ballroom tadi, sembari memegangi Naura, Galuh menebar senyum yang, mengutip seorang karyawati di depannya, cool dan cocok dengan figurnya yang gagah. Sementara wajah sang istri berseri-seri kala membahas acara yang akan diselenggarakan minggu depan.Sebuah pesta gender reveal anak kedua mereka.“Enak, ya, jadi Bu Naura. Hamil empat bulan masih kelihatan singset,” bisik Brenda. “Mau perawatan atau diet yang menunya mahal enggak perlu pusing mikirin bujet. Tinggal gesek kartu sana-sini, tagihan biar suami yang bayar.”“Aku juga kalau punya suami setajir sama seganteng Pak Galuh bakal milih resign buat fokus jadi ibu rumah tangga,” Dini m

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    13 | Salah Tingkah

    Saat berhasil lepas dari pacarnya yang toxic, Brenda memberikan nasihat kepada Luna dan Dini: jangan buang-buang waktu dengan laki-laki yang lebih sering bikin perempuan menangis daripada tersenyum.Sekilas, petuah itu mudah dituruti. Namun, pada praktiknya, dibutuhkan niat dan kesungguhan meninggalkan sosok yang pernah dicintai sampai nyaris melepas logika.“Luna, ada apa?” Galuh terkejut kala mendapatinya pipunya yang basah. “Kenapa kamu tiba-tiba menangis? Apa aku menyakitimu?”‘Menurut kamu apa lagi, Mas?’ Kata-kata itu sayangnya tertahan di ujung lidah Luna.Setelah susah payah membangun pertahanan, Luna akhirnya luluh kala sentuhan Galuh merenggut kewarasannya. Jejak kecupan yang mulanya berada di jari-jari Luna perlahan pindah ke pergelangan tangan. Sedetik kemudian, saat jarak mereka menyempit, dia membiarkan Galuh menutupnya dengan ciuman di bibir.“Mas, jangan….” Perlahan, Luna mendorongnya kala pintu diketuk. Diam-diam, perempuan itu bersyukur seseorang menginterupsi mereka

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    14 | Bertemu Naura

    Kesibukan yang berlangsung beberapa hari berikutnya berhasil mengalihkan perhatian Luna dari Galuh. Dia berangkat lebih pagi daripada Rayyi, lalu pulang hampir tengah malam. Gara-gara padatnya pekerjaan pula perempuan itu tak sempat memenuhi ajakan suaminya untuk mencari pakaian sesuai dress code.Akhirnya, Luna memesan pakaian mereka di toko online langganannya.Pagi itu, sehari sebelum pesta gender reveal, Luna ditugaskan bermalam di hotel untuk mengurus kamar para tamu. Artinya, dia juga tak bakal bertemu Rayyi sampai paling tidak di ballroom saat acara berlangsung.“Rayyi, paket yang kupesan bakal sampai hari ini.”Rayyi berhenti menyantap sarapan. “Ke alamat mana kamu kirim?”“Ke apartemen,” ujarnya sambil mengecek tracking barang. “Umh, kalau kamu enggak terlalu sibuk, apa kamu bisa ambil dan antar pakaianku ke hotel?”Luna ragu Rayyi bakal menyanggupi permintaan itu. Pekerjaannya pasti bakal sama-sama padat, apalagi dia bertugas menemani yang punya hajat.“Pukul berapa paketmu

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    15 | Malam Menjelang Pesta

    Rayyi perlu membaca dua kali notifikasi tersebut saat masuk ke akun media sosialnya sembari menunggu Galuh dan Naura. Kemudian, dibukanya profil laman itu untuk memastikan bila sosok yang mengirimnya adalah orang yang dia kenal. ‘Benar memang Luna,’ batinnya. Sama seperti miliknya, akun perempuan itu juga terkunci. Tak ada pilihan selain menerima permintaan tadi dan balik mengikutinya. Akan tetapi, Rayyi harus menunda penelusuran kala pasutri yang ditunggu keluar dari restoran. “Tolong antar Naura dulu ke hotel. Aku ada urusan sebentar,” pesan Galuh sembari membukakan pintu untuk istrinya. “Nanti kukabari di mana kamu menjemputku.” Setelah memastikan pintu terkunci, Rayyi membawa mobil meluncur ke perjalanan. Diliriknya Naura dari kaca spion tengah. Seperti biasa, sang atasan bertekur menatapi ponsel. Galuh memang memegang posisi sebagai presdir, tetapi Naura tetap punya kendali atas bisnis perhotelan yang membuatnya tak kalah sibuk. “By the way,” tiba-tiba, Naura membuka pembi

Bab terbaru

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    32 | Dari Hati ke Hati

    “Kamu enggak perlu sampai keluar uang juga buat beliin tiket Ambu. Biar aku yang urus.”“Enggak apa-apa, Luna. Ini hari Minggu. Perjalanan ke Bandung pasti lebih macet, jadi saya belikan tiket kereta cepat supaya Ambu enggak kelamaan di jalan.”Meski sedang di luar kota, Puspa tetap bangun sebelum Subuh untuk salat. Kemudian, tanpa bertanya pada Luna maupun Rayyi, perempuan itu menyediakan sarapan untuk mereka. Suasana hatinya membaik walau irit bicara.“Bu, nanti saya antarkan ke stasiun, ya,” Rayyi membuka pembicaraan saat mereka berkumpul di meja makan. “Pulangnya pakai kereta cepat. Cuma sejam kurang kalau ke Bandung.”Mata Puspa membulat. “Kereta yang berhentinya di stasiun deket masjid besar itu?”“Iya. Ibu nanti bisa, kan, naik feeder? Atau—”“Enggak usah, Ambu mau jalan-jalan dulu begitu sampai di Bandung.” Wajahnya seketika semringah. Puspa bahkan sampai menggenggam tangan Rayyi. “Makasih, mantu Ambu yang paling baik.”Luna memutar bola matanya. Padahal baru kemarin mereka ri

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    31 | Tamu yang Tak Diinginkan

    “Aduh, pangling pisan lihat kamu sekarang, Galuh. Bener, kan, kata Ambu. Kamu bakal jadi orang sukses! Sayang almarhum suami enggak mau dengar—”“Ambu, enggak boleh bicara gitu! Kejadiannya udah lama juga.”“Tapi, Ambu yakin bapakmu bakal nyesel pernah ngerendahin Galuh di depan keluarga.”“Cukup, Ambu, tolong hormati pria yang aku pilih jadi suamiku sekarang!”Seketika, ruangan menjadi hening. Luna, dengan napas tersengal, memandangi satu per satu figur yang menempati meja makan. Dari Rayyi yang duduk di hadapannya, lalu Galuh di samping sang suami, dan berakhir pada Puspa di sebelahnya.Makan malam yang awalnya canggung karena kehadiran mendadak Puspa makin tak mengenakan kala Galuh ikut bergabung. Luna yakin pria itu sengaja menerima ajakan ibunya untuk memperkeruh suasana. Apakah ancaman di kamar hotel tempo hari belum cukup baginya?“Pak Galuh sendiri ada keperluan apa kemari?” Rayyi mengambilalih percakapan. Diam-diam, Luna berterimakasih padanya.“Oh, ya, tadi aku mau menanyaka

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    30 | Kunjungan Puspa

    Menjaga jarak dari Luna, seperti yang diperintahkan Galuh, semestinya mudah bagi Rayyi. Selama bertahun-tahun, pria itu hanya mengenalnya sebagai karyawan housekeeping yang punya hubungan spesial dengan atasan. Setelah mengetahui kisah yang terjadi di antara mereka, Rayyi pun merasa tak sepantasnya dia ikut campur urusan keduanya. Masalahnya, Luna tanpa sengaja masuk ke ranah pribadi Rayyi. Dia menyaksikannya mengalami serangan panik, sesuatu yang telah lama dia tutup. Padahal selama ini kesehatan mentalnya terarsip rapi dalam catatan psikiater yang menanganinya… juga kartu As yang malah Galuh salah gunakan untuk melancarkan serangan. “Rayyi.” Angela melongok dari celah pintu meeting room. “Bilang ke bagian kitchen buat nyiapin lunch. Klien Pak Galuh pengin makan di restoran.” “Huh, pertemuannya belum selesai?” “Sebentar lagi beres. Ini bagian dari ucapan terima kasih.” Sang sekretaris mengedipkan mata. Itu menandakan satu hal: rapatnya mencapai kesepakatan yang diharapkan. “Buruan

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    29 | Harus Memilih

    Mengunjungi Guntur menjadi momen yang selalu Rayyi nantikan. Selain untuk melepas penat, dia juga dapat memastikan kondisi sang ayah. Sejauh ini, pria itu jarang mengeluh. Berbagai aktivitas yang dijadwalkan pun membuat kondisi kesehatannya lebih stabil.Akan tetapi, peringatan Galuh tadi pagi membuat Rayyi kalut. Alih-alih lega mengetahui tebakannya tepat sasaran, dia malah cemas. Kalau kata orang-orang: overthinking. Jika sang atasan dapat memicu serangan paniknya ‘kambuh’, Rayyi tak bisa membayangkan tindakan apa yang akan dijatuhkannya pada Guntur.“Wajahmu pucat, Rayyi. Sudah makan sebelum ke sini?” Guntur memiringkan kepala; mengecek kondisi putranya yang mampir lebih cepat dari jadwal.“Sudah,” jawab Rayyi sekenanya. Namun, tanggapan itu memerlukan penjelasan agar ayahnya tak ikut cemas. “Mungkin gara-gara kelelahan. Pak Galuh seminggu terakhir di Belanda, bertemu keluarga istrinya. Jadi, saya yang pegang beberapa pekerjaannya.”“Tapi jangan sampai lupa makan juga.” Sang ayah m

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    28 | Fokus yang Terbelah

    “Luna, apa kamu sedang ada masalah?”Untuk sesaat, Luna lega mendapati Rayyi di dekatnya. Bahkan kalau bisa dia ingin berlindung dalam pelukan itu lebih lama. Namun, sebuah suara dari dasar benaknya seketika mengingatkan Luna pada sesuatu: Rayyi hanya pria yang dinikahi demi menyelamatkan harga dirinya di depan keluarga.“Astaga, maaf, aku refleks.” Cepat-cepat, Luna melepas dekapannya. Akan tetapi, ekspresi khawatir masih tercetak di wajah Rayyi. “Kamu habis dari mana?”“Menemui seseorang,” jawab Rayyi sekenanya. “Hei, kamu belum menjawab pertanyaan saya. Kenapa kamu tiba-tiba—”Luna menempelkan telunjuknya pada bibir Rayyi, lalu celingak-celinguk untuk mengecek situasi sekitar. Sepi, hanya beberapa karyawan dan tamu yang lalu lalang di basement. Meski demikian, bukan berarti Luna dapat melepas kewaspadaannya.Lantas, perlukah dia menceritakan apa yang Galuh lakukan pada Rayyi?“Aku—yah, sesuatu terjadi.” Luna memalingkan wajah; tak mau Rayyi mendapati pipinya yang memerah. “Mungkin

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    27. Berubah Haluan

    “Heh, mau ke mana lo? Bentar lagi juga udah masuk jam makan siang.”“Kalian duluan aja. Bu Maryam minta aku buat ngecek kamar di lantai 12.”Brenda hanya geleng-geleng kepala, lalu menarik Dini memasuki lift. Sebenarnya berat bagi Luna menolak ajakan tersebut karena dia juga lapar. Di sisi lain, perempuan itu juga malas harus berkelit dengan Maryam.Karena lift sedang padat, Luna memilih tangga menuju lantai 12. Menurut keterangan Maryam, ada lima kamar yang sebentar lagi bakal diisi para peserta seminar. Diingatnya lagi nomor-nomor yang disebutkan sebelum mengeceknya saat sampai di lantai tujuan.Mendekati makan siang, beberapa tamu terlihat menarik koper untuk check-out. Ada pula yang keluar untuk mencari hidangan. Kadang, Luna berpapasan dengan staf yang membawakan pesanan khusus room service. Sisanya adalah cerita-cerita penuh kejutan yang berakhir di pantri atau grup khusus housekeeping.Langkah Luna terhenti di kamar nomor 121. Tak jauh dari tempatnya berdiri, ada dua pegawai ya

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    26. Peringatan Dini

    Satu pesan singkat itu serta-merta membuat Rayyi menengadah ke rumah newah yang berdiri di belakangnya. Sekitar dua jam lalu, dia menjemput Galuh di bandara. Anehnya, sang atasan hanya pulang bersama istrinya.Hal ganjil lain yang Rayyi tangkap adalah sikap Naura yang terlihat biasa saja kala mereka berpapasan. Bahkan saat Galuh pamit sebentar untuk mengurus bagasi, perempuan itu mengacungkan jempol padanya. Rayyi jadi heran, apakah insiden di hotel itu tak sampai ke telinga Naura?“Ayo, kita berangkat sekarang.” Galuh rupanya hanya berganti pakaian. “Sekitar pukul 10 kita harus mengejar meeting di Kemang.”Rayyi mengangguk patuh dan membukakan pintu untuk Galuh. Perjalanan menuju hotel pun dia gunakan untuk tidur. Jet lag-nya pasti belum benar-benar hilang. Lagipula seingat Rayyi mereka tak punya jadwal meeting seharian.‘Sudahlah,’ tepisnya sembari membelokkan mobil menuju lokasi tujuan, ‘satu hal yang pasti saya perlu bersiap untuk menghadapi pert

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    25. Bunga Tidur yang Ganjil

    Bunga tidur yang mampir ke dalam tidur Rayyi malam ini berbeda dari sebelumnya.Langit yang biasanya muram kini tampak biru cerah tanpa awan. Semilir angin membelai wajah Rayyi perlahan. Seluas matanya memandang, dia hanya melihat bentangan rumput yang menari-nari; menggelitik kakinya yang tanpa sepatu.‘Saya di mana?’ batinnya. ‘Apa saya sudah—'“Rayyi.” Panggilan tersebut mengalihkan perhatian Rayyi ke arah sumber suara. Di belakangnya, seorang perempuan muda dengan sundress warna putih menatapnya dari puncak bukit. Tak butuh waktu lama juga baginya mengenali sosok tersebut.“Luna,” gumamnya pelan kala perempuan itu menghampirinya, “apa yang saya—kita lakukan di sini?”Luna mengedik. “Aku di sini buat menikmati pemandangan selagi cuacanya bagus. Butuh refreshing sebentar setelah melewati hari-hari yang melelahkan.”Pernyataan tadi terdengar familier. Ah, benar, itu adalah keluhan yang berkali-kali bergema dalam benak Rayyi setiap kali mendapatkan perintah dari Galuh. Siapa yang mendu

  • Menikahi Asisten Sang Presdir    24. Malam Terakhir di Bali

    Luna tak menduga bakal menghabiskan sisa masa ‘bulan madu’ di Bali dengan hal-hal sederhana. Jalan-jalan naik sepeda motor jadul. Makan olahan bebek di pinggir pantai. Lalu di penghujung malam, dia dan Rayyi malah menyaksikan pesta kembang api gratis yang terletak tak jauh dari warung makan Wayan.‘Kalau kayak gini terus, aku malah enggak mau pulang,’ batinnya. Apalagi saat mengingat ada tumpukan pekerjaan yang menanti, perempuan itu rasanya ingin menguburkan diri di antara hamparan pasir.“Sensasi menonton kembang api di sini ternyata berbeda jauh dari Jakarta,” gumam Rayyi yang menengadah memandangi langit yang meriah malam itu. “Sama-sama ramai, tapi di sini saya enggak perlu menjaga orang lain.”“Emangnya selama kerja sama Mas Galuh, kamu jarang dapet jatah libur atau cuti?” Sepadat apa sebenarnya jadwal Rayyi sebagai asisten pribadi.Rayyi merapikan salah satu lengan kemejanya. “Ada, tapi saya hanya memakainya satu atau dua kali. Lagi pula, enggak ada keluarga dekat yang perlu say

DMCA.com Protection Status