Beverley merasa jiwanya seolah jatuh ke dasar jurang. Emma memang sudah memberi tahu tentang pernikahan ini sebelumnya. Namun, dia pikir masih ada waktu untuk berdiskusi lebih lanjut. Ternyata wanita itu sudah menentukannya jauh-jauh hari.
Apa yang harus Beverley lakukan sekarang? Dadanya menjadi sakit. Kenapa Emma bisa melakukan ini? Tidakkah wanita itu mempertimbangkan sedikit saja tentang perasaannya?
"Bev ...." Katy tidak tahu harus mengatakan apa. Dia mengusap punggung Beverley dengan lembut, berharap bisa sedikit menenangkannya.
"Aku harus menemui Emma," ucap Beverley tiba-tiba. Tatapannya menjadi dingin. Kertas undangan beserta sebuah surat lipat yang belum dibaca itu segera dia genggam. Dia menegakkan punggungnya dan mencoba menguatkan tekadnya.
"Aku akan mengantarmu." Katy mengambil kunci mobilnya lalu mereka berdua pun keluar dari ruangan kantor kafe yang kecil itu. Katy meninggalkan beberapa pesan pada kasir kafe sebelum melangkah pergi.
Kafe milik Katy ini berjarak cukup jauh dari rumah ayah Beverley. Selama ini Beverley bekerja sebagai manager di kafe ini dan tinggal di kondominium yang berada tak jauh dari kafe itu.
Mobil terus bergerak menampilkan bayangan-bayangan bangunan di sisi jalan. Beverley melihat ke luar jendela dengan perasaan gusar. Hanya tersisa satu malam lagi baginya untuk menyandang status lajang. Jika dia hanya diam, mungkin besok statusnya sudah berubah menjadi seorang istri.
Istri pria asing.
Beverley mengusap wajahnya dengan kasar. Tanpa dia sadari mereka sudah tiba di depan rumah tiga lantai yang cukup mewah. Kemarahannya melonjak ketika melihat rumah itu.
Kenapa Emma tidak menjual rumah itu untuk membayar utangnya dan menyisakan sedikit uang itu untuk membeli rumah yang lebih sederhana?
Dia segera turun dari mobil dan berlari cepat ke rumah. Cengkeramannya pada suat undangan itu menjadi lebih kuat. "Emma!" Dia menekan bel rumah beberapa kali.
"Tenang sedikit, Bev," ucap Katy lirih.
"Bagaimana aku bisa tenang? Katy, dia memperlakukan aku dengan semena-mena!" seru Beverley, matanya sudah memerah.
Beberapa saat kemudian akhirnya pintu yang tertutup itu terbuka. Orang yang muncul di sana bukan Emma, melainkan wanita paruh baya yang mengenakan seragam seorang pelayan. "Nona?"
"Bibi Jane, di mana Emma?" tanya Beverley tepat pada intinya.
"Sejak dia pergi siang ini, nyonya sama sekali belum pulang," balas Bibi Jane yang membuat Beverley mengerang frustrasi. Ke mana wanita itu pergi?
"Bev, mungkin kau bisa menemui ayahmu sambil menunggu Emma pulang," kata Katy.
Akhirnya Beverley mengangguk pelan. Mereka berdua melangkah masuk. Rumah yang cukup besar itu terasa sangat dingin. Tidak ada kehangatan sama sekali, seolah-olah tidak ada orang yang menempati.
"Bibi Jane, apa Emma selalu pergi seperti ini?" Beverley menatap pelayan rumah itu dengan serius.
"Pada siang hari nyonya selalu di rumah. Namun, di malam hari kadang-kadang dia akan pergi ke luar."
Beverley hanya bisa menghela napas. Setelah itu, dia pergi menemui ayahnya yang terbaring di kamar. Pria itu terlihat semakin tua dan kurus. Salah satu sisi wajahnya sudah menurun.
"Dad ...." Beverley menampilkan senyum lebar seolah tidak ada apa pun yang terjadi. Dia memeluk ayahnya yang menatapnya dalam diam. Ada sorot kebingungan di wajah tua itu.
"Kau pasti heran kenapa aku pulang secepat ini. Jadwal kepulanganku seharusnya Senin, tapi aku sangat merindukanmu," bisiknya sambil menggenggam tangan James. Pria itu tampak ingin bicara, tetapi kondisinya yang seperti ini membuatnya kesulitan.
"Dad, aku datang ke sini hanya sebentar. Ada Katy juga di luar. Sebenarnya aku juga ingin bertemu dengan ...." Kalimatnya langsung terhenti ketika dia mendengar suara beberapa mobil yang berhenti di depan rumah. Apakah Emma akhirnya kembali?
Beverley menoleh ke luar jendela. Hari sudah mulai gelap, ini memang sudah senja. Dia bangkit dan melangkah mendekati jendela. Mobil Emma memang ada di sana, tetapi ada mobil lain juga yang berhenti di depan rumah.
"Dad, aku akan menemui Emma sebentar. Aku mencintaimu, Dad." Dia mencium pipi James. Setelah itu dia melangkah pergi meninggalkan kamar.
Beverley berlari menuruni tangga. Ketika dia sampai di lantai bawah, Emma melangkah masuk ke rumah diikuti oleh beberapa pria bepakaian hitam. Siapa orang-orang itu?
"Bagus! Jadi benar kau ada di sini," ucap Emma sambil menatap Beverley.
"Apa ini?" Beverley mengangkat undangan kuning gading di tangannya. "Apa kau sudah gila?! Sejak kapan kau merencanakan ini?!"
"Sayang, aku melakukan yang terbaik untuk menjaga keluarga kita. Maaf jika aku membuatmu kecewa," sesal Emma. Tentu saja itu hanya akting. Kenyataannya dia sama sekali tidak merasa iba atau kasihan pada Beverley.
"Berhenti mengatakan itu. Kau sangat menjijikkan!"
"Kau bisa menyebutku menjijikkan atau apa pun, tetapi akan lebih baik jika kau berkemas sekarang. Bawahan Tuan Oliver sudah di sini dan mereka mungkin tidak akan sabar menunggu lebih lama. Benar, bukan?" Emma bertanya pada pria-pria berpakaian hitam itu. Mereka pun mengangguk dengan wajah datar.
Akhirnya Beverley mengerti. Jadi, orang-orang itu ingin membawanya sekarang. Membawanya secara paksa ke rumah keluarga Oliver untuk dinikahkan besok. Apa-apaan mereka ini!
Beverley membuka mulutnya, tetapi tidak ada satu kalimat pun yang keluar. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Semuanya terlalu mengejutkan dan membuat hatinya terguncang.
"Emma, bukankah seharusnya kau mempertimbangkan masalah ini terlebih dahulu?" Katy yang sejak tadi diam akhirnya mulai bersuara. Dia tidak tahan lagi melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu.
Emma tersenyum manis. "Hai, Katy. Aku adalah ibunya. Jadi, aku tahu apa yang terbaik untuknya," ucapnya dengan santai.
"Tapi itu bukan yang terbaik! Aku tidak mau!" geram Beverley dengan marah. Dia langsung merobek sudat undangan kuning gading itu. "Aku tidak mau pergi. Aku tidak mau menikah!"
Sebuah kertas lain yang masih terlipat akhirnya jatuh ke lantai. Emma yang melihat ini segera mengambil itu. Dengan cepat dia membukanya dan membaca apa yang tertulis di sana. Eksresinya berubah menjadi lebih cerah.
"Lihat, kau harus membaca surat ini, Bev."
Beverley segera merebut surat itu dan merobeknya tanpa membaca terlebih dahulu. Dia muak, muak dengan segala hal yang terjadi. Rasanya dia ingin menghilang dari tempat ini. Namun, dia tahu, itu tidak mungkin terjadi.
"Bodoh!" Emma menjadi marah. "Kau akan bersiap sekarang atau mereka akan menyeretmu pergi?!"
"Aku tidak akan pergi dengan mereka!" pekik Beverley dengan keras. Matanya menjadi merah. Napasnya naik-turun tidak menentu.
"Katy, ayo pergi dari sini!" Dia langsung menarik tangan Katy dan melangkah menuju pintu keluar.
Namun, bagaimana mungkin pria-pria berpakaian hitam itu akan membiarkannya? Mereka segera mengejar. Salah satu dari mereka bergerak mencengkeram tangan Beverley dengan kuat dan menyeretnya menjauh dari Katy. Beberapa yang lain menghadangnya dan menjauhkan Katy darinya.
"Nona, kami bisa melakukannya dengan kasar jika Anda bersikap sulit," ucap pria yang mencengkeram tangannya.
Beverley menggertakkan giginya. Kedua matanya langsung memelotot. "Lepaskan tanganku!"
Pria berpakaian hitam itu saling bertukar pandang dengan rekan-rekannya. Mereka tampak sedang membuat kesepakatan. Sesaat setelah itu tiba-tiba mereka menyeret Beverley keluar dari rumah dan mendorongnya dengan paksa ke dalam mobil.
"Lepaskan aku, bajingan!" Beverley mencoba berteriak keras. Dia meronta dan berjuang untuk melepaskan diri. Sayangnya usahanya sia-sia. Dia ditahan oleh dua pria berbadan besar. Kekuatannya jelas kalah jauh.
Kedua mata Beverley memanas. Dalam keputusasaan itu, dia hanya bisa menjerit dan berharap pertolongan seseorang. Sayangnya dunia terlalu buta. Tidak ada yang datang menolongnya.
Beverley didorong keluar dari mobil oleh salah satu pria berpakaian hitam. Tidak ada teriakan lagi yang keluar dari mulutnya. Tidak ada lagi tangisan atau permohonan apa pun. Dia sadar itu hanya perjuangan yang sia-sia.Dia berdiri, menatap rumah besar yang ada di depan sana. Bukan, itu bukan rumah biasa, mungkin seseorang bisa menyebutnya mansion. Mansion itu terlihat sangat megah dan elegan. Bagian luarnya didominasi oleh warna putih tulang.Apakah itu kediaman keluarga Oliver? Beverley tidak tahu. Meskipun itu tempat yang dipenuhi dengan kemewahan, dia tidak merasa tertarik. Dia tidak sanggup jika harus menghabiskan hidupnya di sana dengan orang yang sama sekali tidak disukai.Angin malam menerbangkan rambutnya. Jantungnya berdebar-debar, perasaannya menjadi tidak menentu. Apakah ini masih nyata? Barangkali ini hanya mimpi ketika dia tanpa sengaja tidur di meja kafe."Nona, silakan masuk."Suara itu langsung membuyarkan lamunan Beverley. Dia menghela napas panjang. Ternyata ini buk
'Ini tidak baik!'Beverley sungguh ingin berbalik dan melarikan diri. Namun, sepasang mata hitam itu seolah memakunya di tempat. Kakinya menjadi lemah dan dia ... dia tidak bisa melarikan diri!Ya Tuhan, apa yang harus dia lakukan sekarang? "Kenapa kau hanya diam?" bisik Emma penuh penekanan. Semua orang sudah menoleh dan menatap Beverley jadi dia tidak mau anak tirinya itu mempermalukannya.Beverley menatap tajam pada Emma. Dia menggertakkan giginya penuh amarah. Ingin sekali dia mengutuk wanita itu, tetapi tidak bisa dilakukan karena semua orang sedang fokus pada kemunculannya.Akhirnya dia memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Jika dia memang harus menikah dengan pria brengsek itu, maka jadilah itu. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk saat ini. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia benar-benar pasrah pada takdir.Kakinya sangat enggan melangkah, tetapi itu terus dipaksakan sampai akhirnya dia tiba di depan pria itu. Brent Oliver. Pria bermata tajam yang selama beberapa
Beverley memalingkan wajahnya ke luar jendela untuk menghindari tatapan tajam Brent. Keningnya langsung berkerut ketika menyadari bahwa mobil yang ditumpanginya bukan mengarah ke rumah Brent. Perasaannya menjadi cukup bingung. Ke mana pria itu akan membawanya pergi?Meskipun merasa penasaran, Beverley menahan diri untuk tidak bertanya. Dia tidak ingin terlihat cemas atau khawatir di depan pria itu. Apa pun keadaannya, dia ingin menjadi wanita yang tenang dan acuh tak acuh.Beberapa saat kemudian mobil mereka berhenti di basement sebuah hotel mewah. Brent menoleh untuk melihat Beverley. "Jangan pergi ke mana-mana. Tetap di sini dan jangan membuat masalah!" perintahnya dengan dingin.Beverley tidak menjawab. Dia hanya mengamati kepergian pria itu dengan mata memicing. Ke mana pria itu akan pergi?Tiba-tiba penglihatannya menangkap sesuatu yang mencurigakan. Jauh di depan sana, tampak Brent sedang menemui seorang wanita. Wanita itu mengenakan dress merah yang cukup terbuka. Jika tidak ad
Hari itu kafe Katy tampak cukup ramai. Ketika Beverley tiba di sana, para pengunjung dan pegawai kafe langsung menoleh ke arahnya. Penampilannya saat ini terlalu mencolok dan itu membuatnya sulit untuk diabaikan.“Oh, astaga!” Katy yang awalnya sedang merekap data-data keungan langsung berlari mendekati Beverley. Ekspresinya tampak terkejut dan khawatir. “Sayang, apa yang terjadi padamu?!”Beverley menggeleng dengan lemas sebelum akhirnya duduk di kursi yang cukup jauh dari para pengunjung kafe. Keringat sudah membasahi tubuhnya. Dia merasa lelah dan haus setelah berjalan begitu jauh.“Tolong beri aku air dingin,” pintanya pada Katy. Dia melepaskan veil putih dari kepalanya dan beberapa aksesori rambut lainnya.Tanpa banyak bertanya Katy segera memerintahkan pegawai kafenya untuk mengambilkan air dingin untuk Beverley. Beberapa saat kemudian sebotol air dingin sudah diletakkan di atas meja.Beverley segera menenggak air minum itu. Akhirnya rasa hausnya berhasil dipuaskan. Dia menghela
Tatapan Brent menjadi lebih dingin. Dia mengambil ponsel lalu meletakkannya dengan kasar di atas meja.“Apa kau tahu statusmu sekarang?” dia bertanya sambil menahan geraman. Otot-otot di lehernya tampak mengencang. Jelas sekali dia sangat marah.Beverley melirik ponsel Brent hanya untuk melihat fotonya di sana. Foto saat dia masih mengenakan gaun pernikahan, di pinggir jalan, berantakan dan tanpa alas kaki. Sebagian wajahnya tertutup oleh cadar, tapi gaun pengantinnya yang spektakuler itu pasti akan dikenali oleh orang-orang di kalangan komunitas bisnis.‘Kenapa itu terlihat seperti gaun mempelai wanita Mr. Oliver?’‘Apakah istri Mr. Oliver melarikan diri dari pernikahannya atau apa?’Mungkin orang-orang akan berpikir seperti itu jika foto itu berhasil debut di media sosial. Yeah, kecuali mereka berpikir Brent memesan gaun pasaran dengan sepuluh desain yang sama. Tapi itu jelas tidak tampak seperti gaya arogan Mr. Brent Oliver.Beverley merasa sedikit puas melihat amarah Brent. Meskip
Suasana kembali hening. Beverley meletakkan garpunya lalu menyentuh map hitam di atas meja. Membayangkan isinya saja sudah membuat kepalanya mati rasa. Kenapa pria itu begitu menyebalkan?Halaman pertama: Istri harus bersikap baik pada suami dan keluarga suami.Beverley mendengkus.Halaman ke dua: Istri harus bersikap selayaknya istri yang seharusnya ketika muncul di depan publik.Beverley kembali mendengkus. Wajahnya menjadi semakin cemberut.Halaman ke tiga: Istri tidak boleh ikut campur pada masalah pribadi suami, dan suami akan melakukan hal yang sama.Kali ini Beverley setuju. Itu artinya mereka tidak akan ikut campur urusan pribadi satu sama lain. Kemudian dia membuka lembar selanjutnya.Halaman ke empat: Istri tidak boleh bepergian sendirian di malam hari.“Tidak bisa!” Beverley memprotes. “Kenapa aku tidak boleh bepergian di malam hari?”Brent menatapnya dengan datar. “Kecuali kau mau diculik atau dicelakai oleh saingan-saingan bisnisku. Dan jika itu terjadi, aku tidak akan pe
“Oh, bukankah itu istri barumu yang ketahuan berjalan kaki dengan mengenakan gaun pengantin?”Suara pacar Brent terdengar nyaring hingga Beverley bisa mendengarnya. Nadanya sarkas dan mengejek. Itu sedikit menjengkelkan, tapi Beverley tidak ingin berurusan dengannya. Dia hanya menyipitkan mata, lalu berjalan pergi.“Tunggu dulu!” Pacar Brent mencoba menghentikan Beverley. Dia berjalan mendekatinya sambil menggandeng tangan Brent.“Nona Holmes, kenapa kau begitu terburu-buru?”Beverley menarik napas panjang. Dia menghentikan langkah kakinya tanpa berbalik ke belakang. “Maaf, tapi saya memiliki urusan lain yang lebih penting.”“Oh, Brent sayang, lihatlah bagaimana istrimu berbicara denganku. Dia bahkan tidak mau melihatku.” Natalie mengeluh pada Brent dengan manja. Pria itu mencium bibirnya sekilas lalu berjalan mendekati Beverley.“Ke mana kau akan pergi?”“Sayangnya ini adalah hari kerja. Jadi, aku harus berangkat bekerja,” jawab Beverley dengan acuh tak acuh. Dia bersiap untuk melanj
Beverley merasa sangat kesal dan cemas. Dia mempertahankan dirinya untuk tetap diam di sepanjang jalan sampai akhirnya mobil yang dia tumpangi sampai di kantor kepolisian terdekat. Dia baru akan turun ketika Brent tiba-tiba mengulurkan tangan padanya."Apa?!" Dia langsung bertanya."Pinjamkan aku ponselmu," ucap Brent."Untuk apa?"Brent mendengkus. "Kau akan tahu nanti."Dia ragu-ragu sejenak. Tapi setelah berpikir selama beberapa saat, akhirnya dia memberikan ponselnya padanya. "Jangan menggunakannya untuk macam-macam!"Brent hanya meliriknya dengan sinis sebelum turun dari mobil. Dia mendial beberapa nomor untuk menelepon seseorang. Beberapa saat kemudian, Beverley mendekatinya tepat setelah dia selesai menelepon."Siapa yang kau panggil?""Seseorang yang lebih berguna," jawab Brent tanpa ekspresi. Kata-katanya hanya terdengar seolah Beverley sama sekali tidak berguna. Itu membuatnya merasa semakin kesal.'Bukankah kau yang sudah menyebabkan ini semua? Kau bahkan harus meminta bant
Brent dan rekan-rekannya berhasil mengumpulkan bukti-bukti kejahatan Natalie dalam waktu tiga hari yang singkat. Mereka menyerahkannya kepada pihak kepolisian hingga akhirnya penangkapan pun dilakukan.Beverley ikut dalam penangkapan itu. Pada awalnya Brent melarangnya, tapi dia bersikeras ingin ikut. Dia ingin melihat apakah Natalie akan mengakui kejahatannya.“Dia memiliki niat untuk mencelakaimu, Sayang,” ucap Brent saat mobil yang mereka tumpangi sampai di apartemen Natalie. Dia menatap istrinya itu dengan lembut. “Jangan sampai dia melakukannya lagi.”“Jangan khawatir, Brent. Dia tidak akan melakukannya karena kita datang bersama petugas polisi.”Brent akhirnya mencium keningnya dengan penuh cinta. “Baiklah. Ayo turun.” Dia membuka pintu lalu menuntun Beverley keluar dari mobil.Beverley tertawa kecil. Sejak mengetahui kehamilannya, sikap Brent menjadi lebih lembut padanya. Pria itu juga akan mengabulkan apa pun keinginannya. Dia begitu manis dan penuh kasih sayang.Para petugas
Kematian Chris merupakan pukulan berat untuk Brent dan Michael. Chris telah banyak merugikan mereka dan menyebabkan banyak masalah untuk keluarga. Namun, mereka sama sekali tidak menginginkan kematiannya.Berhari-hari setelah proses pemakaman dilakukan, Brent menjadi sangat sibuk. Dia berjuang untuk menyelidiki siapa yang telah mendalangi kecelakaan itu. Pihak kepolisian melakukan penyelidikan, tapi dia tidak bisa hanya mengandalkan mereka.Karena masalah itu, waktunya untuk Beverley juga berkurang banyak. Wanita itu memakluminya. Namun, dia menjadi penasaran seserius apa masalahnya.Hampir tengah malam, Brent belum naik ke kamar tidur padahal dia sudah pulang dari kantor. Beverley menuruni tangga dengan hati-hati. Tidak ada seorang pun yang terlihat di mansion itu. Para pelayan sudah beristirahat.Dia mengintip ke luar halaman dan melihat mobil Ryan parkir di sana. ‘Mereka masih ada di sini,’ batin Beverley.Dengan hati-hati dia melangkah mendekati ruang baca yang jarang digunakan. I
Air mata menetes di wajah Brent. Dia langsung berbalik lalu memeluk Beverley. Tubuhnya gemetar dan dia menangis dalam diam.Beverley memeluk pria itu dengan erat. Dia mengerti kesedihannya. Brent biasanya terlihat begitu membenci Chris. Namun, pria itu selalu melindunginya.Semarah apa pun Brent, dia tidak pernah bertindak kejam atau terlalu jauh pada Chris. Ancaman-ancaman yang keluar dari mulutnya hanya kata-kata yang tidak sungguh-sungguh dia lakukan. Pria itu diam-diam selalu menyayangi saudaranya. Atau dia tidak pernah menyadarinya.“Aku tidak buru-buru untuk berdamai dengan dia. Kupikir … masih ada banyak waktu yang tersisa,” bisik Brent dengan mata terpejam.“Seharusnya aku tidak pergi ke New York. Itu pastilah tanda-tandanya," gumamnya.Beverley mengusap punggung Brent dengan lembut. Telapak tangannya merasakan jejak kain melintang di punggungnya. Keningnya berkerut dalam. Apakah yang Chris katakan benar? Dia mencoba mengesampingkan hal itu sementara.“Brent, bahkan jika kau t
Tubuh Chris tergeletak di tengah jalan. Darah segar mengalir dari kepalanya. Wajahnya bersimbah darah. Dia berdiam dan tak bergerak.Beverley gemetaran melihat apa yang baru saja terjadi. Wajahnya pucat pasi. “Tidak. Tidak. Chris, apa kau baik-baik saja?!”Dia mencoba berdiri, tapi kakinya sakit dan lemah. Perut dan kepalanya juga sakit. Dengan panik dia merangkak mendekati pria itu.Chris tersedak dan kehabisan napas. Beverley langsung menangis setelah melihat betapa buruknya kondisinya. Dia segera memegang tangannya.“Chris, aku akan memanggil bantuan. Tolong bertahanlah,” pintanya dengan suara bergetar. Dia segera mengambil ponselnya tapi Chris mencengkeram tangannya.“Beverley ….” Chris memanggilnya dengan lemah.“Jangan katakan sesuatu dulu, kumohon.” Beverley sambil menangis mencoba mengendalikan tangannya yang gemetar. Dia menekan nomor 911 dengan panik.“Maafkan aku … Bev,” bisik Chris dengan susah payah. Dia merasa tubuhnya melayang semakin tinggi. Dadanya sesak. Rasa sakit m
Upacara pemakaman untuk Emma dilakukan dengan cepat. James dan Beverley sepakat untuk membuat semuanya sederhana dan tidak mencolok. Mereka juga tidak mengundang banyak orang.Pemakaman itu dilakukan sehari kemudian. Beverley berdiri di belakang ayahnya yang berjongkok di dekat batu nisan. Upacara pemakaman itu sudah selesai. Orang-orang yang datang sebagian sudah pergi.Michael menghampiri Beverley. Pria tua itu menepuk pundaknya dan berbisik, “Brent seharusnya akan segera tiba di LA. Anak itu benar-benar ….”Beverley menggeleng dan tersenyum. “Dia mengalami beberapa kendala yang membuatnya tertunda. Tidak apa-apa. Lagi pula dia berada di negara bagian lain. Perjalanan pulang akan memakan waktu berjam-jam.”Kemarin Brent bilang akan segera pulang setelah rapat selesai. Namun, pria itu mengaku menemukan masalah serius yang mustahil untuk ditinggalkan. Akhirnya dia baru bisa kembali hari ini.“Aku senang karena kau memakluminya. Setelah Brent tiba di mansion nanti, aku akan langsung me
Keesokan harinya, sesuatu yang mengejutkan tiba-tiba terjadi. Pagi itu Beverley baru sampai di kafe Katy. Ponselnya berdering. Ada panggilan masuk dari James.“Sangat jarang James meneleponku,” gumamnya. Dia segera menjawab telepon itu. “Halo, Ayah.”Suara tangisan James tiba-tiba memasuki telinga Beverley. Pria itu tidak mengatakan apa-apa dan itu membuatnya khawatir. “Ayah, ada apa? Kenapa kau menangis?”James terisak. “Emma ….”“Kenapa dengan Emma?” Beverley segera berdiri dari kursi. Perasaannya menjadi tidak tenang. Apa sesuatu yang buruk telah terjadi?“Dia mengonsumsi begitu banyak obat-obatan terlarang. Dia overdosis, Bev,” bisik James dengan suara lemah.Beverley menggeleng tidak percaya. “Bagaimana … bagaimana mungkin?”Suara isak tangis James kembali terdengar bersama dengan suara keributan beberapa orang. Ada banyak orang di tempat di mana pria itu berada. Dan itu semakin membuat Beverley khwatir.“Ayah, di mana Ayah sekarang? Aku akan segera ke sana.”“Datanglah ke rumah,
Pagi itu Beverley bangun dengan tubuh pegal-pegal. Sebuah tangan kekar melingkar di pinggangnya. Dia mengusap lembut dada Brent yang menjadi bantalnya, lalu menghela napas.Hari ini pria itu akan pergi ke New York seperti biasa. Itu akan memakan waktu beberapa hari. Jadi mereka telah menghabiskan malam yang panas sebelum berpisah.“Aku tidak mau pergi,” bisik Brent dengan mata terpejam. Suaranya masih serak karena baru bangun tidur. Belaian di dadanyalah yang telah membangunkannya.“Kenapa?”“Mungkin karena aku tidak mau berpisah denganmu. Apa kau mau ikut?”Beverley mendesah. “Masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan, Brent. Kau tahu aku sangat sibuk akhir-akhir ini,” jawabnya sambil mendengarkan detak jantung Brent.“Ya. Kau bahkan menjadi lebih kurus.” Brent mengusap punggung istrinya. “Jangan terlalu lelah, Sayang. Kau makan dengan baik, kan?”Beverley mengangguk. Sebenarnya dia merasa lelah. Tubuhnya terasa lebih lelah dari biasanya. Mungkin karena sekarang pekerjaannya dua
Brent tidak bisa berkata-kata. Tanggapan Beverley benar-benar di luar dugaannya. Wanita itu sama sekali tidak marah atau berpikir negatif padanya. Dia justru peduli pada Brent yang tidak nyaman dengan tindakan Natalie.“Sayang, kau memang tampan. Sangat wajar jika ada wanita yang terobsesi denganmu. Apa kau takut, hm?” Beverley mengusap kepala Brent seperti seorang ibu yang sedang memedulikan anaknya. “Tenang saja. Aku tidak akan membiarkan seseorang melecehkanmu lagi.”“.…”Brent tidak tahu apakah harus tertawa. Dia menahan senyumnya. Hatinya merasa hangat dengan perlakuan Beverley. Tanpa mengatakan apa-apa dia langsung mencium bibirnya dengan lembut.Natalie yang melihat itu menjadi cemburu. Dia kesal setengah mati. Siapa yang tahu ternyata Beverley tidak terpancing olehnya? Wanita itu justru begitu melindungi Brent!Kemudian Beverley melepaskan ciuman Brent. Dia tertawa kecil lalu berbalik menatap Natalie. Eskpresinya berubah menjadi dingin. Tatapannya tajam.“Apa kau belum puas me
Beverley menggigit bibirnya ketika tangan Brent mengusap celana dalamnya. “Kau sudah basah, Sayang,” bisik pria itu penuh kepuasan. Beverley hanya bisa menahan rasa malu.Tangan Brent menekan titik sensitifnya dari luar celana dalam. Beverley langsung mencengkeram paha pria itu. “Brent, aku takut keluar di sini,” desisnya dengan khawatir.Pria itu mencium pipinya dengan lembut. “Aku akan bertanggung jawab.”Celana pendek Beverley terbuat dari bahan katun sehingga itu mempermudah Brent untuk bertindak lebih jauh. Jari-jarinya menyusup masuk ke celana dalamnya. Dia akhirnya menyentuh lubangnya yang basah.Tubuh wanita itu langsung gemetar ketika jari-jari Brent menggosok area itu. Beverley susah payah menahan erangannya. Dia menggigit jarinya agar tidak ada suara yang keluar.Brent terkikik. Beverley menjadi kesal. “Untuk apa kau tertawa? Kau benar-benar menyiksaku!”“Menyiksamu?”“Ya-mmhh ….” Brent menggosok titik sensitifnya lagi dan tubuh Beverley langsung menegang. Kepalanya mendong