Belum mendengar jawaban dari Damian, perempuan itu kemudian menggeser tombol hijau untuk mencari jawaban siapa perempuan yang menghubungi suaminya itu. “Indi … a—aku bisa jelasin.” Indi menahan tangan Damian yang hendak mencegah Indi menerima panggilan tersebut. “Damian … kamu di mana? Kenapa nomor kamu baru aktif dan … dan kenapa kamu menghilang gitu aja?” tanyanya dengan lemas bahkan bisa dibilang hendak menangis. Indi kemudian menyalakan loudspeaker agar Damian mendengar semua ucapan yang diucapkan oleh Cindy di dalam panggilan tersebut. “Damian ….” Cindy menghela napasnya dengan pelan. “Aku tahu, aku salah. Tapi, nggak seharusnya kamu pergi gitu aja dan nggak mau maafin aku. Aku janji, nggak akan mengulangi hal itu lagi. Aku janji, Damian,” ucapnya lirih—memohon agar Damian mau memaafkan entah salah apa perempuan itu hingga memohon agar dimaafkan oleh Damian. “Kamu ke mana? Sudah tiga hari ini kamu tidak masuk kantor. Aku tanya ke sekretaris kamu, katanya kamu lagi cuti meni
“Perjanjian apa yang kamu inginkan?” tanya Damian ingin tahu. Sembari melipat tangan di dadanya, Indi menatap Damian dengan tatapan dalam. “Gue mau … elo bebasin gue mau ke mana pun gue pergi, jangan pernah dihalangi. Elo percaya kan, sama gue? Maka dari itu, jangan halangi kemauan gue apa pun yang gue ingin lakukan!” Indi memberi tahu apa yang ingin dia lakukan. Perjanjian yang dibuat dengan Damian setelah ada perempuan yang masih belum tahu siapa perempuan itu. “Indi. Itu bukan perjanjian, tapi meminta aku untuk membebaskan kamu. No! Aku nggak akan membiarkan kamu menuruti kemauan kamu yang ingin bebas apalagi hura-hura sama teman-teman kamu itu. Aku tidak akan mengizinkannya, titik!” Damian menolak permintaan Indi. Mana mungkin dia mau menuruti keinginan perempuan itu sementara niatnya menikahi Indi karena Wijaya yang meminta agar menjaga Indi. Jangan sampai perempuan itu kembali seperti saat masih belum menikah dulu. “Kenapa nggak mau? Belum tentu itu cewek nggak bakalan hubu
“Oke! Kalau begitu jangan halangi gue untuk menjaga kehamilan. Tunggu sampai satu tahun, sampai usia gue genap dua puluh enam tahun.” Indi menyunggingkan senyum menyeringai kemudian menjentikan jarinya tepat di depan wajah Damian. Sementara Damian menghela napas kasar seraya geleng-geleng kepala melihat raut wajah Indi yang begitu bahagia karena sudah diberikan izin untuk menjaga kehamilannya sampai satu tahun ke depan. “Tapi, elo nggak boleh kasih tahu ini ke bokap kita. Bilang aja kalau belum dikasih. Mereka tuh cowok, nggak terlalu berisik masalah cucu. Nggak kayak cewek.” Indi kembali berucap sembari menyantap nasi dan sosis yang masih tersisa itu. “Nyokap elo ke mana?” tanya Indi kemudian. Setelah tiga hari menikah, ia baru menanyakan keberadaan mama Damian. Pria itu menghela napas pelan. “Eeeumm … entah. Aku nggak tahu dia ada di mana sekarang. Selama sepuluh tahun terakhir ini aku nggak pernah ketemu sama Mama lagi. Mungkin sudah bahagia dengan keluarga barunya. Aku dengar,
Indi tersenyum hampa saat mendengar pengakuan Damian tentang siapa perempuan yang selama ini selalu menghubunginya. “Oh! Hubungan kalian sangat dekat pada jamannya. Kenapa jadi mantan?” tanya Indi ingin tahu lebih detail tentang perempuan yang sudah menganggu pikirannya itu. “Karena aku tidak ingin hubungan ini terlalu jauh dan akhirnya mengakibatkan perjodohan yang dilakukan Papa malah jadi batal. Aku nggak mau mengecewakan Papa dan akhirnya aku memutuskan untuk mengganti Cindy dengan sekretaris baru.”“Dan elo yakin, sekretaris baru ini nggak naksir juga ke elo?” tanya Indi kepada Damian. “Nggak mikir jauh ke arah sana. Elo hanya mengganti yang baru dan nggak bisa menghapus perasaan mereka. Yang ada, orang yang jatuh cinta ke elo jadinya ada dua. Sekretaris baru elo sama mantan sekretaris elo!” Indi memutar bola matanya sebab kesal pada keputusan Damian yang memilih untuk mengganti sekretaris hanya karena tidak ingin membatalkan perjodohan yang dilakukan oleh sang papa. “Kalau u
Satu minggu berlalu …. Sudah satu minggu itu pula mereka berada di pulau pribadi yang ada di Chicago, Amerika Serikat. Menikmati bulan madu hanya berdua di sana, tidak ada yang mengganggu satu pun. Di depan villa, Indi tengah asyik berjemur sembari memandang sang suami yang tengah asyik berenang di pantai. “Udah seminggu aja, gue di sini. Dan kerjaan gue di sini cuma melayani suami, berenang, lihat sunset, bantuin Damian masak. Bener-bener udah jadi ibu rumah tangga alias istri idaman rupanya gue.” Indi berucap pada dirinya sendiri kemudian mengembungkan pipinya. “Bakar seafood entar malam enak kayaknya. Ditambah minumnya vodka atau wine tahun 1990. Damian juga suka kalau wine mah. Nggak suka beer doang. Wajar, orang kaya.” Indi menyunggingkan senyumnya seraya mengkhayal bisa minum alkohol di malam nanti. Dering ponselnya berbunyi. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke arah ponselnya. “Si kampret baru nelepon,” ucapnya kepada sang sahabat yang baru menghubunginya. “Indiraaaa! Kapa
Indi mengerutkan keningnya. Seolah pura-pura tak paham dengan apa yang diucapkan oleh sang suami kepadanya. “Di tepi pantai? Di sini?” tanyanya seraya menepuk-nepuk kursi yang ia duduki. Damian menggeleng. “Sebentar lagi mau malam. Matahari sudah mau tenggelam. Sebelum kembali ke villa, aku ingin kita merasakan hangatnya pesisir pantai dengan panasnya bercinta yang kita lakukan di sana.” Damian menunjuk ke arah pesisir pantai. Indi menoleh dengan pelan, mengikuti arah tangan Damian yang menunjuk pada bibir pantai. Lalu menatap sang suami kembali kemudian menghela napas kasar. “Di sana?” tanyanya kemudian. “Ya. Selama ini kita hanya menikmati di ruangan tertutup saja. Sesekali di ruang terbuka seperti ini. Hanya ada kita berdua, why not? Bahkan, di luaran sana, di pantai yang ramai banyak orang yang melakukan hal itu secara terang-terangan.” Indi memutar bola pelan. “Kalau mengikuti gaya Barat, ya begitu. Kalau mengikuti tempat lahir kita, yaa nggak bisa gitu.”“Aku bukan terlahir
Mata sayunya masih menatap puas wajah Damian yang tengah kalap oleh permainan yang dilakukan olehnya kepada Indi. Suara langkah kaki menuju villa dari seberang sana membuat Damian menghentikan acara bercintanya. Mencabutnya begitu saja kemudian menolehkan kepalanya ke arah villa. “Siapa, Damian?” tanya Indi seraya berdiri menyeimbangi Damian. “Kita lanjut lagi setelah makan malam. Sepertinya pesanan kamu sudah sampai.”“Thank you!” ucap Damian sembari mengambil barang yang dia pesan itu. “Yuk!” ajaknya kepada Indi yang tengah berdiri di sampingnya. “Di mana mereka tinggal?” tanya Indi setelah masuk ke dalam villa. “Ada pelabuhan kecil di seberang sana. Banyak pemukiman dan tempat memantau villa di sini.” Indi mengerutkan keningnya. “Berarti … tadi, kita main di sana kelihatan dong sama mereka?” tanyanya dengan wajah terkejut. Damian mengendikan bahunya. “Bisa iya, bisa nggak. Kalaupun iya, memangnya kenapa? Jangankan sudah menikah, yang belum menikah pun dilegalkan melakukan ha
Dua minggu berlalu ….Sudah dua minggu ini pula mereka berada di pulau pribadi, menikmati masa bulan madu berdua di alam yang indah dan juga asri. Disebut pulau pribadi sebab hanya ada satu villa yang ada di sana, tidak ada lagi orang selain pelayan yang bila Damian panggil untuk membawakan pesanan di seberang sana. “Sudah bisa melepas masa liburan kita, kan?” tanya Damian kepada Indi yang tengah mengemas semua barang-barang miliknya ke dalam koper. Indi mengangguk pelan. “Banyak kerjaan yang harus diselesaikan di Indonesia, Damian. Udah kelamaan ini dua minggu juga.” Damian lantas mengulas senyumnya kala mendengar ucapan istrinya itu. “Oke. Kita pulang malam ini juga. Karena perjalanan yang memakan waktu dua puluh jam lebih menuju Indonesia, lebih baik kita ambil jam pulang malam agar tiba di sana pada saat malam juga. Kamu bisa istirahat, dan aku bisa siap-siap untuk pergi ke kantor.” Indi menganggukkan kepalanya lagi. “Ya. Terserah kamu saja. Aku juga udah kangen lukis baju. Ud
Satu minggu kemudianIndi sudah merasakan mulas yang tidak biasa. Setiap sepuluh menit sekali, la merasakan nyeri itu di perutnya.Waktu sudah menunjuk angka dua pagi. Damian yang baru masuk ke dalam kamar langsung menghampiri Indi yang tengah meringis kesakitan sembari memegang perutnya"Sayang. Damian memegang tangan Indi."Damian kayaknya aku mau lahiran deh. Perut aku sakit banget, lirih Indi lalu meringis kembali."Heeuh?" Damian tampak linglung dan juga panik. Ia kemudian menghubungi sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit"Ketuban kamu kayaknya udah pecah juga. Sayang. Kita ke rumah sakit sekarang juga. Damian lalu menggendong tubuh Indi dan membawanya masuk ke dalam mobil"Ke rumah sakit sekarang juga!" titah Damian kepada sopirnya itu.Ia lalu menghubungi Ayu untuk memberi tahu kalau Indi akan melahirkan sekarang juga"Regina. Indi mau lahiran. Tadi gue lihat air ketuban dia udah pecah." Damian menghubungi Regina untuk mempersiapkan ruang persalinan untuk Indi.Oke, oke. Gu
Damian lalu menerima panggilan tersebut meski hatinya sudah was-was khawatir pihak kepolisian tahu siapa yang telah menyebabkan kematian Daniel"Selamat malam, Pak Damian. Mohon maaf telah mengganggu waktu Anda di malam-malam begini," ucap kepala polisi-Iman di seberang sana."Malam. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan suaranya yang terdengar begitu santai. Padahal jantungnya berirama dengan cukup kencang."Jadi begini, Pak Damian. Kami mendapat laporan dari tetangga sebelah rumah yang ditempati oleh Saudara Daniel dan Pak Pradipta. Ada jasad yang dikubur di belakang rumah. Setelah diidentifikasi, ternyata mayat tersebut adalah Pak Pradipta dengan luka bekas tembak di bagian kepalanya."Kami pun melakukan memeriksa rekaman CCTV di rumah itu, dan yang telah membunuh beliau adalah anaknya sendiri yaitu Saudara Daniel. Untuk itu, besok pagi dimohon untuk membuat laporan pengambilan jenazah agar dimakamkan dengan layak. Juga dengan jasadnya Saudara Daniel yang masih ada di ruang jenazah."D
Indi menerbitkan sentumnya dengan lebar lalu menganggukkan kepalanya. "Yuk! Aku juga kepengen."Damian lantas terkekeh mendengarnya. Ia kemudian menarik tangan Indi dan membawanya masuk ke dalam kamar yang tak jauh dari tempat di mana mereka mengobrol.Setibanya di dalam kamar. Indi memilih untuk membuka bra-nya terlebih dahulu karena bra yang ia kenakan cukup susah dibuka bila selagi bercinta itu akan dilakukan.Sementara Damian membuka jam tangan lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci miliknya terlebih dahulu."Damian memang rajin. Kalau mau bercinta, pasti dicuci dulu." Indi geleng-geleng kepala lalu tersenyum tipis.Sembari menunggu Damian selesai, Indi memilih untuk membuka ponselnya dan memainkannya sebentar.Sampai akhirnya Damian pun masuk kembali ke dalam kamar. Hanya mengenakan handuk yang dia lingkarkan di pinggangnya lalu menghampiri Indi dan menautkan bibirnya dengan lembut. Tangannya menyusup di balik dress yang Indi gunakan. Mengusapi paha mulus Indi dengan lembu
Satu minggu berlaluDamian sudah diperbolehkan pulang setelah kondisinya membaik. Kini, mereka sudah berada di rumah bersama Diego dan juga Manda. Sementara Arnold tengah menyelesaikan masalahnya dengan keluarga besarnya"Ngapain juga lo harus pulang. Minggu depan juga ke rumah sakit lagi. Pan Indi mau lahiran. Udah ngos-ngosan tuh orangnya. Udah gak kuat kayaknya pengen ngeluarin tuh hasil keringat kalian." Diego menunjuk Indi yang tengah duduk menyandar di sandaran sofa.Ia lalu menoleh pada Diego dan mengusapi perut buncitnya itu. "Kayaknya nggak akan sampai seminggu deh. Dua sampai tiga hari juga udah mau bro jol Ini anak. Punggung gue udah kerasa panas soalnya," ucap Indi memprediksi kalau la akan lahiran dalam hitungan hari."Aku akan ambil cuti sampai kamu melahirkan, Sayang. Sesuai janjiku, akan menemani kamu saat lahiran nanti." Damian lalu mengulas senyumnya. Mengusapi perut buncit istrinya dengan lembut."Iya, Damian. Ternyata kamu nggak jadi pengangguran karena papa kamu m
Arnold merelakan jabatan serta statusnya demi menyelamatkan Damian agar jangan sampai diusik oleh keluarganya yang kini sudah mengetahui bila Damian adalah anak kandungnya.Sekali pun Bara tidak pernah keluar dari rumahnya padahal berita itu sudah surut karena permintaan dari Arnold. Sudah satu minggu berlalu, semuanya menjadi normal kembali setelah Arnold menyatakan yang sebenarnya tentang Damian."Jadi, Papa sama istri Papa mau udahan?" tanya Indi sembari menemani mertuanya itu makan siang di kantin rumah sakit.Arnold mengangguk. "Dan Papa tidak perlu harus ke pengadilan lagi. Karena Papa tidak akan mencari pasangan lagi. Selama ini, Papa hanya mencintai mamanya Damian, Kiran. Hanya dia satu-satunya perempuan yang mengisi hidup Papa."Indi manggut-manggut dengan pelan. "Tahu begini mah, kenapa nggak dari dulu, yaa." Indi meringis pelan menahan malu.Arnold terkekeh pelan. "Karena Om Ferdy baru kasih tahu kalau dia ternyata bukan anak kandung dari istrinya Kakek Bara. Makanya Papa t
Damian sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP. Banyaknya media yang berdatangan ke rumah sakit untuk meminta penjelasan kepada Damian lantas membuat Indi geram."Hhh! Sialan bener ini media. Nggak tahu aра, kalau ini rumah sakit. Pengen gue bogem satu- satu kayaknya ini orang!"Indi lalu beranjak dari duduknya."Indi, Indi. Indiraaaaa!!" Bahkan Damian tidak mencegah istrinya yang ingin melabrak awak media."Heh!" Indi sudah tidak tahan lagi dan akhirnya keluar dari ruang rawat suaminya itu. "Kalian tahu privasi orang, nggak? Suami saya masih sakit! Nggak bisa diganggu apalagi ditanyakan dengan pertanyaan konyol kalian!"Semua awak media lantas terdiam mendengar Indi yang marah-marah sembari berkacak pinggang sebab kesal."Kalau memang benar suami saya adalah anaknya Pak Arnold, kalian mau apa? Mau ngantre j
Bugh!"Berita konyol apa ini, Arnold? Bahkan sudah tersebar dua hari yang lalu, hanya saja kami baru tahu sekarang! Beritanya baru saja ramai sekarang!" pekik Bara-sang papa yang begitu marah melihat berita tersebut.Arnold hanya diam. la pun bingung kenapa berita itu bisa tersebar dan orang yang menyebarkannya adalah Daniel-orang yang hampir membunuh anaknya itu."Katakan, Arnold!" pekik Bara lagi. "Kamu sudah mencoreng nama baik keluarga kita! Semua orang membicarakan kamu karena hal bodoh yang sudah kamu lakukan ini, Arnold!"Bugh!Sekali lagi, lelaki berusia tujuh puluh lima tahun itu memukul wajah Arnold yang tidak mau berucap sepatah kata pun.Tak lama setelahnya, Lyra-istrinya Arnold yang tak
Dua hari berlaluPerlahan, mata Damian terbuka. la lalu mengedarkan pandangannya di seluruh sudut ruangan tersebut. Hanya terdengar suara dari monitor detak jantungnya saja. Tidak ada suara apa pun di sana.Baru saja Indi masuk ke dalam sana, ia lantas terkejut kala melihat mata Damian yang akhirnya terbuka. Dengan langkah lebarnya, ia kemudian menghampiri Damian dan menggenggam tangannya."Damian. Akhirnya kamu siuman juga," lirih Indi lalu mencium tangan suaminya itu.Damian mengulas senyum tipis. Kondisinya masih sangat lemas belum bisa berucap sepatah kata pun. Hanya menatap Indi yang tengah memanggil Dokter Ryan menggunakan tombol di sana."Lihat kamu udah buka mata kayak gini buat aku lega, Damian. Itu artinya kamu sudah
Hampir dua jam lamanya proses operasi pengambilan peluru yang menancap di dalam perut. Damian akhirnya selesai dilakukan.Damian dibawa ke dalam ruang ICU untuk dilakukan pemulihan pascaoperasi."Proses operasinya berjalan dengan lancar Beruntung, peluru itu tidak masuk ke bagian yang paling dalam. Dalam dua sampai tiga hari, Pak Damian pasti akan sluman," tutur Dokter Ryan menjelaskan kondisi Damian setelah operasiIndi meme jamkan matanya, lega mendengar ucapan Dokter Ryan karena operasi berjalan dengan baik. "Dokter gak bohong, kan? Suami saya tidak mengalami hal yang buruk, kan?" tanya Indi memastikan kembali kepada Dokter Ryan.Pria itu menganggukkan kepalanya dengan yakin. "Tentu saja. Bu Indi. Kami tidak pernah memberikan keterangan palsu bila mengenai kondisi pasien. Pak Damian hanya mengalami kritis pascaoperasi saja.