Share

92. Tindakan Aufal

Penulis: Putri Cahaya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aufal beserta kedua sahabatnya tengah menikmati makan siang di restoran tak jauh dari kantor. Mereka menempati salah satu meja di dekat jendela.

Andra yang sudah menghabiskan makanannya beralih memainkan ponsel. Membaca dan membalas pesan yang masuk, kemudian lanjut berselancar di media sosial.

Sambil minum jusnya, jempolnya bergerak lincah melihat postingan demi postingan yang tertera di sana. Hingga….

Byur

“Jorok banget lo!” ujar Kahfi kesal sekaligus jijik. Ya bagaimana tidak kesal, tiada angin tiada hujan dan tanpa aba-aba, Andra menyemburkan minumannya.

Andra tak menghiraukan Kahfi. Tangannya sibuk memukul-mukul bahu Aufal heboh dengan mata yang membulat sempurna.

“Fal Fal Fal!” panggilnya tak santai membuat empunya nama tersedak bukan main.

Aufal menepis tangan Andra kasar. Dia sudah jengah dengan tingkah absurd sahabatnya. “Apaan sih lo?! Nggak usah pukul-pukul bisa?!” balasnya ngegas.

“Fal, bahaya, Fal. Parah parah parah!” Andra beralih menggebrak meja.

“Kenapa sih? Bicara y
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   93. Sahabat yang Sesungguhnya

    Pintu salah satu ruangan yang dikenal sebagai ruang dosen terbuka, menampakkan seorang wanita cantik berbalutkan gamis berwarna dusty pink dengan motif polkadot. Dia berjalan ke arah dua sahabatnya yang sudah menunggu dengan raut khawatir sekaligus penasaran. Mereka membantu dirinya duduk di kursi tunggu samping ruangan itu. “Gimana, Wa?” Tak ada reaksi apapun dari wanita itu. Namun, detik berikutnya senyumnya mengembang. Raut mukanya menampilkan kelegaan luar biasa. “Berhasil.” “Alhamdulillah,” seru keduanya ikut tersenyum senang. “Pokoknya nanti kamu harus ceritain semuanya. Sekarang mending kita pulang. Kamu pasti butuh istirahat.” “Iya, Mey, aku telepon Bapak dulu. Kalian jadi ikut kan?” Azwa, wanita itu menatap kedua sahabatnya bergantian. “Jadi dong.” Sampai di rumah…. Azwa dibantu Mbok Yanti langsung menjamu Meyra dan Bahira dengan baik. Setelahnya, Azwa berganti pakaian menjadi daster rumahan berlengan panjang disertai kerudung instan. Mbok Yanti sendiri tak memperm

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   94. Kembali Drop

    Azwa menarik napas dalam-dalam sebelum menggeser tombol hijau hingga terdengarlah suara orang yang berstatus sebagai suaminya. “Halo, assalamualaikum, Sayang.” “Wa'alaikumsalam, Mas.” “Kamu baik-baik aja kan di sana?” Azwa mengangguk meski Aufal tak bisa melihatnya. “Azwa baik. Dedek juga baik. Mas kok nelpon? Bukankah ini waktunya kerja lagi?” Terdengar kekehan kecil di seberang sana. “Mas curi-curi waktu biar bisa nelpon kamu. Sehari nggak nelpon, rasanya hampa, Mas kangen.” Azwa mengulum bibirnya menahan senyum. Suaminya ini…. “Makanya pulang, jangan merantau jauh-jauh. Nggak capek LDR mulu?” “Cie…. Ada yang nggak mau LDR. Rindu, ya, sama Mas?” “Apaan sih, Mas.” Wajah Azwa terasa panas. Dia salah tingkah dibuatnya. Meskipun begitu, inilah yang Azwa suka dari Aufal. Suaminya tidak langsung to the point, melainkan membuatnya nyaman dahulu. Setelah itu, barulah ke inti pembicaraan. Aufal tergelak di sana. “Dek, Dek, bikin Mas tambah rindu aja kamu.” Jeda sejenak untuk mered

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   95. Gosip yang Lenyap

    Azwa kembali mengalami pendarahan sehingga mengharuskannya opname beberapa hari agar lebih mudah dipantau. Untungnya, semalam dia segera dibawa ke rumah sakit oleh Mbok Yanti dan Pak Diman.Kata dokter, jika telat sedikit saja, dedek bayi bisa lahir sebelum waktunya. Jadi, untuk sekarang ini Azwa harus istirahat yang cukup dan tidak boleh stres. Itu yang Mbok Yanti bilang ketika dirinya sadar dari pingsan tadi pagi.“Mbok, Adek minta tolong, ya. Jangan beritahu Mas Ofa tentang kejadian ini,” ucap Azwa yang kini berbaring miring menghadap Mbok Yanti.“Kenapa? Mbok malah berniat menghubungi Mas Aufal habis ini.”“Jangan, Mbok. Karena….” Azwa diam sejenak memikirkan alasan yang tepat. “Karena Adek nggak mau buat Mas Ofa khawatir. Mas Ofa udah direpotkan masalah pekerjaan, Adek nggak ingin menambah bebannya, Mbok.”“Semua suami juga bakalan khawatir jika melihat istrinya mengalami hal seperti ini. Mas Aufal berhak tau, Dek, apapun alasannya. Kali ini Mbok ndak bisa memenuhi permintaan Ade

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   96. Keanehan Meyra

    “Namanya….” Zaid menggantungkan ucapannya, berusaha mengingat-ingat nama si cewek. “Namanya siapa, ya? Ah! Lupa gue.” “Lah…. Gimana sih lo, ngasih gosip kok setengah-setengah,” balas Nazhan. “Ya, namanya juga lupa, mana bisa ingat. Habisnya nggak penting, sih, jadinya gampang lupa.” Zaid tiba-tiba menjentikkan jari sembari menatap temannya. “Nah, kalau suaminya gue tau. Namanya itu… Au… Aufal. Iya, Aufal. Denger-denger dia kerja di kota ini. Jadi, ceritanya mereka tuh LDR.” “Oh….” balas Nazhan sekenanya. Entah kenapa, dia jadi teringat Azwa. Kampus tempat Azwa kuliah juga ada di sana, tapi tidak mungkin kan jika itu Azwa? Dia sangat yakin, Azwa belum menikah apalagi hamil. Mungkin saja cewek itu orang lain, bukan Azwa. Nazhan berusaha husnuzan dan tak termakan gosip. Mengingat Azwa, cowok itu jadi kepikiran mengenai pesan yang dikirim Azwa semalam. Pesan yang sulit dipahaminya karena ketikan yang tidak karuan, banyak typo, dan disingkat-singkat. Namun, ada satu pesan dengan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   97. Akhirnya Ketahuan

    Beberapa hari sebelumnya…. Malam hari di salah satu kamar kontrakan, Aufal tengah mencari berkas yang akan dipinjamkan kepada Nabhan. Katanya penting dan sangat membutuhkan. Pria yang masih mengenakan pakaian kerja itu mengedarkan pandangan ke sekeliling menatap kamarnya terlihat sangat berantakan. Laci dan pintu terbuka lebar belum sempat ditutupnya. Belum lagi baju-baju di lemari sudah tak karuan bentuknya. Fix! Ketahuan istrinya alamat kena omel berjam-jam. Tatapan Aufal pun jatuh pada sebuah laci yang terletak paling bawah deretan tempat baju Azwa. Dia berjongkok sambil berpikir. “Buka nggak, ya? Tapi masa di sini? Nggak mungkin, ah. Ini kan punyanya Azwa.” Pria itu menimbang-nimbang apakah membukanya atau tidak. “Ah, bodo lah. Siapa tau ada di sini. Gue kelupaan naruhnya di mana.” Dengan memantapkan hati, akhirnya Aufal membuka laci itu. Dia mengabaikan rasa malunya dan mulai mencari. Tidak seperti tempat lainnya, Aufal menggeledah tempat itu dengan sangat hati-hati. “Tuh

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   98. Mencari Tahu

    “Menawarkan diri maksudnya?” “Gini, Kak. Awalnya Aila datang ke sini dengan sendirinya. Ya, sekedar main sama beli gitulah. Terus saat ada pembeli banyak dan kami kewalahan, tiba-tiba dia nawarin diri buat ikutan bantu.” “Nazhan sempat ragu, tapi akhirnya diterima juga karena hasil bujukan gue sama Gara. Dia bekerja sebagai penerima pesanan,” cerita Ferdi. Diam-diam Aufal terkejut mendengarnya. Berarti sebelum bekerja di sini, Azwa sudah pernah bertemu dengan Nazhan tanpa sepengetahuannya? Tidak mungkin bisa berhubungan kembali jika tidak ada pertemuan sebelumnya. Satu lagi, di sini Azwa ternyata dipanggil Aila yang merupakan panggilan waktu SMA. Mungkin ikut-ikutan Nazhan. “Btw, tempat ini cuma kalian berdua yang jaga?” tanyanya sambil melirik cowok lain yang tengah merapikan tempat duduk. Ferdi mengangguk mengiyakan. “Gantian sih. Dulu semuanya, sekarang sistemnya gantian. Kami berempat kan punya kesibukan masing-masing yang makin ke sini makin membludak.” “Jadi, dibuat sepe

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   99. Rencana Lahiran

    Mobil hitam itu melaju meninggalkan pelataran salah satu rumah sakit yang ada di Kota Pahlawan. Di dalamnya ada Azwa yang tengah melamun memikirkan ucapan dokter tadi sambil mengusap perut besarnya. Tak lama lagi, dirinya akan bertemu dengan sang buah hati. Namun, ada satu masalah yang menjadi beban pikirannya. Dokter menyatakan bahwa Azwa harus melahirkan melalui operasi caesar dikarenakan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan. Operasi itu sudah dijadwalkan dua minggu dari sekarang bertepatan dengan HPL-nya. “Adek masih kepikiran tentang ucapan dokter tadi?” tanya Mbok Yanti yang melihat perubahan Azwa sejak keluar dari rumah sakit beberapa saat yang lalu. Azwa mengangguk pelan. “Iya, Mbok. Adek sangat takut dioperasi. Adek belum pernah menjalani operasi sebelumnya.” “Bahkan opname di rumah sakit aja baru kemarin pertama kalinya, apalagi harus operasi. Adek bener-bener takut, Mbok,” jawabnya. Mbok Yanti menggenggam tangan Azwa yang terasa dingin dan berkeringat tanda sedang

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   100. Mendiamkan

    Melihat interaksi mereka, Aufal bisa menyimpulkan bahwa kasih sayang Om Savian pada Sheilla sangat besar. Gadis itu diperlakukan layaknya princess.“Kamu juga ikut, Aufal,” ujar Om Savian mengagetkan Aufal yang melamun. Entah apa yang mereka bahas, tiba-tiba saja dirinya disangkutkan.“Eh? Saya?” tanya Aufal sambil menunjuk dirinya sendiri.“Iya, kamu. Anggap saja sebagai rasa terima kasih karena udah nganterin Sheilla dengan selamat.”“Ah, Om terlalu berlebihan. Saya ikhlas membantu Sheilla. Untuk sekarang saya tidak bisa, Om, udah ada janji sama temen,” tolak Aufal sopan.Alasannya karena dia tidak ingin membuat Sheilla berharap lebih padanya, apalagi ini di hadapan Om Savian. Selain itu, dirinya juga ingin segera pergi dari sini.“Oh, begitu, ya.” Om Savian tersenyum maklum. Tak ada raut sedih ataupun kecewa di wajah beliau, tampak biasa saja. “Yaudah, nggak papa. Kita agendakan di lain waktu aja, ya. Ajak istrimu sekalian,” balasnya.“Baik, Om. Mungkin setelah istri saya melahirk

Bab terbaru

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 3 : Dadah, Aarash

    “Anak bungsu lo. Jadi, kami bisa mengasuhnya dari bayi biar berasa punya baby newborn,” jawab Kahfi seraya menatap intens ke arah Dedek Aya di pangkuan ibunya. “Nggak boleh!” sahut Azwa langsung. Dia memeluk bayi perempuannya posesif. “Dedek Aya nggak bisa jauh dari Azwa karena dia butuh banget ASI eksklusif.” “Putri gue ini kayak masnya Wafa yang punya alergi susu formula. Nutrisinya harus dari ASI, nggak boleh dari yang lain,” timpal Aufal ketika melihat Kahfi yang ingin bersuara. “Mungkin bisa pakai ASI perah, tapi kan rumah lo ada di Jakarta. Nggak mungkin lo bolak balik Jakarta-Semarang cuma untuk mengambil ASI perah doang.” “Gue tau, lo nggak segabut itu. Kalau misalnya lo tinggal di kota ini, mungkin permintaan lo bisa kami pertimbangkan. Ya kan, Dek?” Pria itu menoleh ke arah istrinya meminta pendapat. Azwa mengangguk setuju karena memang itulah alasan utamanya. “Dedek Aya punya alergi cukup serius, jadi nggak bisa makan atau minum sembarangan.” Kahfi menyandarkan tubuh

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 2 : Permintaan Kahfi

    “Fal, lo kan udah punya empat anak, sedangkan gue, satu aja belum punya. Boleh nggak kalau gue adopsi salah satu anak lo?” tanya Kahfi.“Apa? Lo gila?!” Aufal membelalakkan mata terkejut. Tangannya mengepal geram mendengar permintaan tak masuk akal Kahfi. “Gue masih sangat sanggup membesarkan dan mengasuh anak gue sendiri,” balasnya ngegas.“Gue tau.” Kahfi mengalihkan pandangannya ke depan. “Gue benar-benar ingin mengasuh anak lo, Fal. Gue pengen banget ngerasain gimana rasanya menjadi orang tua.”“Kenapa lo tiba-tiba berpikiran kayak gitu?” tanya Aufal dengan nada lebih rendah. Dia merasa, permasalahan yang Kahfi hadapi tidak sesederhana itu.Kahfi menghela napas panjang dan kembali menatap Aufal. “Lo pasti tau, permasalahan yang selama ini gue hadapi itu apa. Tentang anak yang sampai detik ini belum hadir diantara kami.”“Dan sekarang muncul masalah baru. Khanza desak gue buat menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan. Padahal gue sama sekali nggak masalah kalau nggak ada anak,

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   Extra Part 1 : Keluarga Kecil Aufal

    “Astaga! Kenapa kalian berantakin lagi?!” Azwa memekik terkejut melihat mainan yang kembali berserakan padahal sebelumnya sudah dibereskan agar mudah disapu. Baru ditinggal sebentar untuk menyapu halaman rumah, anak-anaknya kembali berulah. Dia menatap satu-persatu ketiga anaknya yang hanya diam mematung. “Bunda kan udah bilang sebelumnya, jangan diberantakin lagi. Mau Bunda sapu lantainya. Kalau ingin main lagi, nanti aja habis Bunda nyapu,” omelnya. “Kalau kayak gini, Bunda jadinya kerja dua kali. Kalian kan udah berkali-kali Bunda bilangin, habis main itu dibereskan mainannya biar rapi dan nggak kececeran.” Azwa masih terus mengomeli anak-anaknya yang kini menunduk takut. Wanita itu menyandarkan sapu di dinding. Dia hendak membereskan lagi mainan mereka dan memasukkannya ke dalam keranjang. Baru satu mainan yang masuk, terdengar suara tangisan bayi berasal dari dalam kamarnya. Azwa menghela napas lelah lalu menatap putra-putrinya. “Bunda nggak mau tau pokoknya kalian bereska

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   155. Cinta Masa Depanku [End]

    “Kenapa, Sayang? Papa ingin peluk Aarash loh.” Azwa mengusap lembut rambut Aarash. Dia sangat mengerti bila putranya sudah seperti ini. “Aarash takut?” tanyanya yang dijawab anggukan oleh Aarash. “Nggak papa, Nak. Papa itu orangnya baik kok. Papa sayang banget sama Aarash.” Aarash tetap menggeleng dan malah berlari menuju opanya menyusul kedua saudaranya yang lebih dulu ke sana. Azwa menghela napas dan tersenyum tidak enak kepada Aufal. “Namanya Aarash Nazhief Putra Ar-Rasyid kembarannya Aresha. Dia memang begitu kalau sama orang baru. Harap maklum, ya, Mas,” ucapnya. “Nggak papa, Dek. Mas mengerti kok. Mereka pasti bingung dengan kehadiran Mas. Nggak pernah bertemu wajar kalau merasa asing dan takut,” balas Aufal. Azwa memandang sendu Aarash yang sedang bercanda dengan Papa Wirya. “Aarash mengalami yang namanya speech delay, Mas, membuat dia lebih banyak diam. Dia mengerti bahasa yang kita ucapkan.” “Tapi, untuk mengucapkannya sendiri dia agak kesulitan kalau nggak dipan

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   154. Ini Papa, Nak

    Bukan hanya Azwa saja yang terkejut, melainkan orang tua Aufal pun tak kalah kagetnya. “Yang bener kamu, Andra? Sejak kapan?” tanya Mama Erina. “Beneran, Tante. Kami udah menikah empat tahun yang lalu,” jawab Andra. Aufal terkekeh kecil melihat respons mereka. “Aufal awalnya juga sangat kaget sama kayak kalian. Pasalnya setau Aufal, Andra ini benci banget sama Sheilla. Eh, nggak taunya malah udah nikah dan punya anak.” “Gue kemakan omongan sendiri, Fal. Dari yang mulanya benci banget berubah jadi cinta. Sekarang mah kami saling mencintai bahkan udah bucin. Iya kan, Sayang?” Andra mengedipkan sebelah matanya pada Sheilla bermaksud menggoda. Sheilla membalas dengan mata melotot sambil mencubit keras pinggang suaminya lalu kembali tersenyum ke arah semua orang. “Pernikahan kami ini sebenarnya masih ada kaitannya sama kondisi Aufal yang koma,” timpalnya. Dia berdehem sejenak dan memperbaiki posisi duduknya untuk memulai bercerita. “Jadi, gini. Kami sebetulnya udah dekat sejak Azwa

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   153. Tentang Kecelakaan Itu

    “Nggak, Dek, nggak ada perceraian diantara kita.” Aufal masih terus membujuk Azwa agar bersedia mendengarkan penjelasannya. Dia bahkan sampai berlutut di depan pintu kamar Azwa dengan kening yang menyentuh daun pintu. “Mas mohon, buka pintunya, Sayang. Beri Mas kesempatan buat menjelaskan semuanya ke kamu. Tolong, Dek,” ucapnya dengan suara yang semakin parau. Di dalam kamar, Azwa yang duduk di balik pintu menutup mulutnya rapat-rapat guna meredam suara isaknya. Dia sebenarnya tidak tega mendengar nada melas dan parau milik Aufal. Namun, dirinya belum siap apabila penjelasan itu tidak sesuai harapannya. “Pergilah, Mas.” “Mas nggak akan pergi sebelum kamu membuka pintu. Mas akan menunggumu sampai kamu mau mendengarkan penjelasan Mas,” balas Aufal. Azwa tidak sampai hati membiarkan Aufal terus berada di sana dan memohon seperti itu. Dia mengusap air matanya, menarik napas dalam-dalam, sebelum bangkit berdiri. Tangannya memutar kunci lalu membuka pintu kamarnya. Aufal juga ikut be

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   152. Keluarga Baru

    “Kita ini sebenarnya mau kemana, Ma?” “Ke acara ulang tahun cucu teman Papa yang tahun ini dirayakan di sini.” Azwa bersama Mama Erina sedang dalam perjalanan menuju lokasi berlangsungnya acara. Beberapa menit kemudian, mobil yang mereka tumpangi berhenti di parkiran sebuah restoran cukup mewah. Keduanya turun lalu berjalan beriringan memasuki area restoran yang sudah di reservasi penuh untuk acara ulang tahun ini. Di dekat pintu masuk terdapat stand banner berwarna biru bertuliskan, Happy 3th Birthday Haisha Raveline Andriana Disertai dengan foto seorang anak perempuan yang tampak sangat cantik dan menggemaskan. Acara ini bertemakan Frozen terlihat dari hiasannya berwarna biru dan putih disertai karakter Elsa. “Lihat, Ma. Ternyata anak yang ulang tahun seumuran dengan si kembar. Azwa kira anak remaja,” komentar Azwa setelah membaca isi banner. “Mama juga ngiranya begitu. Papa nggak memberitahu Mama siapa yang berulang tahun. Untung kadonya udah disiapin Papa sebelumnya,” bal

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   151. Kembali Menolak

    “Buna, mau itu.” Echa menunjuk ke arah salah satu kotak bekal. “Iya, Sayang.” Azwa mengambil roti yang sudah diolesi selai lantas menyerahkan pada putrinya. “Ini untuk Echa. Aarash mau?” tanyanya dengan menatap kembaran Echa lalu dibalas anggukan oleh Aarash. Dia juga memberikan roti itu untuk kedua putranya. “Ayah mau juga nggak?” Wafa menawarkan rotinya kepada Nazhan. “Buat Wafa aja. Nanti Ayah bakal minta sama Buna,” balas Nazhan melirik Azwa yang sibuk menata barang bawaannya. Hari libur, Azwa mengajak anak-anaknya melakukan piknik kecil-kecilan di sebuah taman. Saat akan berangkat tadi, tiba-tiba Nazhan datang dan memaksa ikut. Kini, mereka semua duduk di karpet dengan berbagai macam cemilan berada di tengah-tengah. Orang lain yang melihat pasti akan mengira mereka adalah keluarga kecil yang bahagia dan harmonis. “Nazhan!” Dua orang dewasa itu menoleh dan mendapati seorang wanita paruh baya yang mengenakan baju batik formal serta hijab segi empat berjalan mendekat. “Ib

  • Menikah Muda dengan Anak Rentenir   150. Calon Ayah Baru

    “Sampai Mas Aufal ditemukan, baik dalam keadaan hidup maupun meninggal. Selama apapun itu Adek akan setia menunggunya, Bun,” jawab Azwa.Bunda Nawa merasa prihatin dengan nasib putrinya. “Ya Allah, Dek, jangan gitu. Udah saatnya Adek buka hati untuk orang lain yang ingin mendekat. Adek jangan menutup diri seperti ini. Udah empat tahun loh, Dek.”Azwa menghela napas panjang. Memang benar, sudah empat tahun berlalu dan Aufal belum juga ditemukan bahkan pencariannya dihentikan sejak tiga tahun lalu. Aufal menghilang tanpa jejak bagaikan ditelan bumi. Entah masih hidup ataupun sudah meninggal, Azwa pun tak tahu. Namun, dia tetap meyakini bahwa suaminya masih hidup dan pasti akan kembali lagi suatu saat nanti.“Bagaimana bisa Adek buka hati sementara hati Adek udah terpaut sempurna sama Mas Aufal, Bun? Adek nggak bisa menggantikan posisi Mas Aufal,” balasnya pelan.Bunda Nawa masih setia mengusap kepalanya. “Bunda paham. Tapi kita ndak tau, keadaan Mas Aufal itu gimana. Apakah masih hidup

DMCA.com Protection Status