"Oh, haha, jadi rumor itu benar ya jika kalian berdua pasangan kekasih?""Tidak!" jerit Ran Xieya. Semenjak pertemuannya bersama Lin May. Besok paginya Ran Xieya malah menjadi lebih tenang dan pendiam. Biasanya Gadis itu cerewet dan suka menggoda Han Xue Tian ataupun berbicara sesuatu yang tidak penting disepanjang perjalanan mereka.“Xieya, mau makan?” tanya Han Xue Tian kepada Ran Xieya yang berjalan sembari melamun. Ada rasa cemas ketika pemuda itu menyadari sikap antengnya gadis Ran ini.Ran Xieya yang berjalan sembari melamun, tampak mengabaikannya. Dia pun hanya diam dengan tatapan yang kosong. Ran Xieya bahkan tak langsung menjawabnya.Baise yang saat itu ikut berjalan bersama Ran Xieya, mulai meraih ujung jubah Ran Xieya dengan tangan. “Nona Xieya." Panggil pemuda itu dengan pelan.“Ah, maaf, maaf.” Ran Xieya menerjabkan kedua matanya berulang kali, dia baru saja tersentak. “Kau berbicara apa tadi Xue Tian?” tanya Ran Xieya kini menoleh pada Pemuda Han itu.Han Xue Tian mengg
Kedua kelopak mata yang ditumbuhi bulu mata lentik terbuka dengan perlahan. Sepasang iris langit magenta tampak berbinar terang, sementara sang empunya tangan meraba pelan pipinya yang dibasahi oleh air mata. “Kenapa aku menangis dalam tidur?” tanya Ran Xieya seorang diri seraya memperhatikan jemari yang dibasahi oleh air matanya sendiri.Atensinya mengedar pada seluruh ruangan ini. Hanya dinding yang terbuat dari kayu yang reot, perlahan tubuhnya pun mencoba duduk diatas ranjang yang terbuat dari bambu ini."Xue Tian, Xue Tian!" Ran Xieya menjerit memanggil nama Han Xue Tian.Derapan langkah seseorang terdengar, dari ambang pintu yang hanya ditutupi oleh tirai kain yang lusuh. Seorang Pria asing muncul dari sana. “Salam Yang Mulia, tampaknya Anda sudah bangun," ucap Pria itu menyapanya dengan lembut.“Hamba Jhan Guang Wei senang bisa bertemu dengan Tuan Putri dalam keadaan yang sehat," lanjutnya.Jhan Guang Wei. Ran Xieya mengingat nama itu, karena dirasanya pernah mendengar nama pem
“Aku akan mencari Baise.” Ran Xieya terlanjur melangkah keluar dari ruangan kamar itu. Ran Xieya walau dengan perasaan tak tega, terutama ketika Pemuda itu mematung setelah mendengar ucapannya.“Tuan Putri?” panggil seseorangdan dengan tepukan pelan terasa dipundaknya.Ran Xieya menoleh mendapati Baise yang memengang sebuah nampan kayu berisi dua mangkuk sup. Tampaknya baru saja masak karena Ran Xieya bisa melihat kepulan uap dari sup itu.“Aku membawakan sup untuk Tuan Putri dan Tuan Muda Han," ucap Baise.Ran Xieya mengangguk. Tadinya memang hendak bertemu Baise tapi Ran Xieya ingin berbincang dengan Jhan Guang Wei. “Xue Tian di kamar, berikan saja kepadanya duluan. Aku ingin bertemu dengan tuan Jhan Guang Wei," sahut Ran Xieya.“Kebetulan Tuan Jhan bersama isterinya di dapur," ucap Baise.Ran Xieya melongo tak percaya sejenak. Pria Jhan yang tampak lebih muda darinya itu ternyata sudah beristri. “Apa? dia sudah menikah? kukira dia lebih muda dariku!" jerit Ran Xieya. “Reaksi Anda
“Tuan Putri tampaknya tengah jatuh cinta.”“Eh! Memangnya tampak seperti itu?“ Ran Xieya memerah malu. “Aku tidak juga menyangkalnya.” Senyum Ran Xieya dengan manis.Baise mengangguk. “Anda tampak lebih bahagia, Yang Mulia.”Ran Xieya baru usai menyesap secangkir teh itu. Dia pun meletakkannya dengan merubah raut yang serius. “Kurasa Ran Xieya ini sebelumnya reinkarnasi dari Ra Byusha,” ucap Ran Xieya. “Karena aku kerap kali mendapatkan mimpi yang terlihat seperti penggalan memorinya.” Ran Xieya mengalihkan tatapannya untuk melihat remaja lelaki itu, tampaknya Ran Xieya berharap jika Baise mengetahui sesuatu. Ran Xieya menghela napas karena Baise hanya diam. “Kenapa energiku terserap habis? apa yang sudah terjadi padaku sepanjang perjalanan?” tanya Ran Xieya.Baise pun menuangkan lagi teh hangat itu dari tekonya. “Jangan dilanjutkan lagi Tuan Puteri.” Baise mendekatkan wajahnya pada daun telinga Ran Xieya kemudian membisikkan Ran Xieya dengan sesuatu. “Karena seseorang tengah mengupi
“Untuk mencabut nyawa seorang pembelot besar, agar kutukan itu berakhir.”Ran Xieya langsung mendorong tubuh Lian Xia Tian menjauh darinya. Ran Xieya langsung menyangkal Lian Xia Tian. "Omong kosong, aku tak akan sudi mengotori tanganku untukmu," ucap Ran Xieya.Lian Xia Tian tersenyum simpul. "Seperti itulah dirimu, sejak dulu tak berubah." Lian Xia Tian berucap kemudian menghilang bagai menjadi bayangan yang sirna oleh cahaya pagi. Usai pertemuannya dengan Lian Xia Tian. Ran Xieya merahasiakan pertemuan itu dari siapapun termasuk Han Xue Tian, lelah kepikiran dengan ucapan Lian Xia Tian membuat Ran Xieya mencari kesibukan dengan membantu istrinya Jhan Guang Wei memasak. “Tuan Putri, tidak perlu bersusah payah membantu," cegah Ximei dikala Gadis berjubah hijau tua itu ikut memetik sayuran dari sebuah bakul diatas meja.“Memangnya kenapa?” Kedua matanya berkedip-kedip heran. Tentu saja ini hal biasa, bagi Senna bukan berarti untuk Xieya. Kehidupan sebelumnya yang bekerja keras di be
“Tidak mengapa Yang Mulia, begini-begini Ximei juga mantan murid klan Lian," ucap Ximei. Ia berusaha menenangkan Ran Xieya yang tampak cemas. “Kakimu terluka.” Ran Xieya berucap sembari melepaskan kain yang memang mengikat pinggang rampingnya, membiarkan jubah luarannya terbuka bebas. Ini bukan apa-apa karena Ximei lebih penting, batin Ran Xieya.Jika hanya jubah luaran, lekuk tubuhnya masih ditutupi lapisan jubah dalamannya. “Semoga ini bekerja," ucap Ran Xieya mulai membidai kaki Ximei, berfungsi agar menahan perdarahan serta penyebaran racun dari liur mahluk itu. walaupun Ran Xieya tak yakin.Derapan langkah terburu-buru terdengar dari luar kamar, jika Ran Xieya langsung menyangka jika itu mahluk yang akan mencelakai mereka. Tangan mungilnya langsung berusaha menebas cepat, kala tubuhnya berbalik. Sosok Han Xue Tian langsung menangkis Sen Ya dengan pedang birunya. “Xieya." Han Xue Tian memanggil namanya dengan lembut.“Maaf aku kira kau zombie," ucap Ran Xieya menurunkan pedangny
Perjalanan dilanjutkan namun Ran Xieya sempat berpikir, untuk tiba di gedung aula itu dia harus melewati jalan yang panjang. Ran Xieya menyenanginya, sepanjang jalan banyak toko yang berjualan. Riuh seperti pasar, bahkan siang sudah berganti senja, dimana kedua iris magentanya bisa melihat perlip-perlip lampion yang mulai dihidupkan.Ada banyak hal yang menarik pikirannya, riuhnya pasar ini seolah tengah bersiap menyambut festival yang besar. Tampak dari banyaknya pernak-pernik berwarna merah dan emas. Ran Xieya pun singgah di sebuah kedai yang menjual lampion beraneka bentuk, kedua matanya berseri menatap takjub lampion-lampion indah itu.“Tuan sebaiknya Anda membeli, sebelum habis," tawar Paman Tua penjual lampion itu.Ran Xieya hanya tersenyum, gelak hatinya dipanggil Tuan namun dia tak mengubris. Pakaiannya yang memang seperti laki-laki dengan hanya sebagian sanggul disurai hitam panjangnya. Tak mengenakan riasan dan tak memakai aksesoris. Siapapun akan mengiranya sebagai seorang
“Benar, kau baru saja merebutnya Xieya." Rasanya nafas Ran Xieya tertahan. “Lin May, kau Lin May bukan?" Ran Xieya amat terkejut, mendapati Lin May berdiri di ambang pintu dengan penampilan yang cantik. Selayaknya seorang bangsawan. Tak semenyeramkan di saat dulu Ran Xieya bertarung dengannya. “Kau hanya mainan Yang Mulia," ketus perias itu yang baru selesai mengemasi peralatannya, kemudian pergi keluar dengan tatapan sinisnya pada Lin May. “Siapa sangka bertemu denganmu seperti ini.” Lin May berucap sembari mendekati Ran Xieya yang sudah memakai sebuah tudung kain sutera berwarna merah. “Jangan pikir aku memaafkanmu," ucap Lin May seraya membuka tudung yang menutupi wajah Ran Xieya. Ran Xieya mengulas senyuman. "Kau membenciku karena sesuatu yang tak kulakukan," ucap Ran Xieya. Tak lama Ran Xieya terdiam mematung sendiri, kebencian memang familiar untuknya karena di kehidupan Ran Xieya dulu ia sering ditindas oleh keluarga atau rekan kerjanya sendiri bahkan dirudung oleh teman-te