"Aku naik kereta saja, Matt." Pinta Maura pada Matt yang telah duduk di balik kemudi.
"Jangan konyol. Sekarang sudah malam. Kereta terakhir sudah berangkat satu jam yang lalu." Sahut Matt kesal.
"Baiklah." Jawab Maura sambil mengalihkan pandangannya dari Matt.
Mendapati Maura menjawab singkat saja, tanpa mengajak berdebat seperti biasanya, membuat Matt merasa heran hingga refleks kedua alisnya terangkat.
"Bolehkah aku tidur sebentar?" Tanya Maura ragu. Perjalanan yang cukup jauh membuatnya lelah dan ingin memejamkan mata, meskipun sebentar.
"Tidurlah."
"Tapi kau akan menyetir sendirian." Maura menatap Matt khawatir. Ia khawatir rasa kantuk juga menghinggapi Matt
Dave terlihat sangat ingin menyobek lembaran dokumen di hadapannya. Dokumen perjanjian kerja sama yang harus segera ia tanda tangani. Melihat dokumen itu, amarah Dave pada Rosaline kembali memuncak. Dengan mudahnya Rosaline memegang kendali atas Dave melalui proyek kerja sama pembangunan gedung pertunjukan di Eropa Timur. Bisnis di dunia pertunjukan adalah hal baru bagi Dave sehingga tanpa ragu ia mengucap kata setuju begitu Rosaline menawarkan kerja sama. Kala itu pertimbangan utama Dave adalah orang tua Rosaline. Ayah Rosaline adalah pemain lama dalam bisnis pertunjukan. Proyek-proyeknya tidak hanya tersebar di Eropa Barat, tapi juga telah ekspansi ke Amerika dan Australia. Namun, lagi-lagi, Dave tidak menyangka jika Rosaline dengan liciknya mengatakan pada orang tuanya agar membantu Dave karena laki-laki itu adalah kekasihnya. “Matt, ke ruangan
“Maaf, Ibu Maura, apakah ada kelas sekarang?” Seorang mahasiswa yang telah cukup lama berdiri di hadapan Maura akhirnya berani bersuara. Maura yang melamun pun tersentak oleh sosok yang tetiba ada di hadapannya. “Maaf, ada apa?” Tanya Maura tergagap. Ia benar-benar larut dalam lamunan hingga melupakan sekitar. “Apa sekarang ada kelas, Bu?” Ulang mahasiswa itu takut-takut. Maura melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan kirinya. “Tentu. Tolong tunggu lima, eh sepuluh menit lagi. Terima kasih.” Mahasiswa itu pun mengangguk paham kemudian mohon diri. Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Melamun di jam kerja. Semua ini gara-gara Matt. Maura geram pada dirinya dan j
“Selamat datang di Surabaya.” Sambut wakil rektor ramah sambil mengulurkan tangan. Dekan dan Dave menyambut uluran tangan wakil rektor kemudian mereka saling berjabat tangan erat. “Kita akan makan malam dulu kemudian menuju hotel.” Imbuh wakil rektor lagi. Dekan dan Dave mengangguk mengiyakan rencana yang telah disusun oleh pihak universitas. Rombongan Dave dan dekan beserta wakil rektor universitas menuju rumah makan khas Jawa Timur yang terletak di pusat kota. “Aku tidak melihat Maura.” Bisik Dave pada dekan begitu ada kesempatan. Dekan mengedarkan pandangan kemudian membenarkan ucapan Dave. “Mungkin Maura tidak termasuk panitia kegiatan ini. Atau ia tidak dilibatkan karena masih junior. Kau bilang dia dosen baru di sini.” Dekan tersenyum sambil menyalami sat
"Berhenti, Maura!" Suara Dave yang penuh penekanan sukses membuat Maura mengurungkan niatnya membuka pintu. Tepat setelahnya, ponsel Dave berdering nyaring menandakan sebuah panggilan masuk. “Kumohon jangan pergi.” Pinta Dave sebelum menempelkan ponsel ke telinga kirinya. Dave hanya mengatakan oke kemudian mengakhiri panggilan.&
Langkah selaras Dave dan Maura ketika memasuki ruang pertemuan memukau orang-orang yang hadir, kecuali seorang wanita berpenampilan menarik yang gerak tubuhnya menunjukkan ketidaksukaan. “Meneer David Peters, silakan duduk di sini.” Maura melihat ke arah Vania, koleganya di jurusan yang terlihat berbeda. “Mohon maaf, Maura. Meja ini diperuntukkan bagi pejabat rektorat dan Meneer David Peters.” Vania menatap Maura dengan wajah menyesal. Namun, kemudian bibirnya mengulas senyum yang terlihat dibuat-buat untuk Dave. Maura mengangguk mafhum. Ia melangkah menuju meja yang ditunjukkan oleh seseorang yang telah dipanggil Vania.
“Sayang...” Bisik Dave sambil menggenggam tangan Maura. “Hmm?” Maura yang asyik memandang pemandangan sepanjang perjalanan melalui kaca mobil pun menoleh ke arah Dave. Sempat tertegun sejenak sambil memandangi wajah rupawan Dave, Maura kemudian tersadar dengan apa maksud Dave memanggil serta menggenggam tangannya. “Hey.” Respons Maura canggung. Seulas senyum ditunjukkan Maura untuk menutupi kegundahan hatinya. “Sedari tadi kamu lebih banyak diam.” Ucap Dave dengan suara lembut. Namun, di telinga Maura kalimat Dave terdengar seperti pernyataan yang menyindir dirinya. Dave seperti menangkap kegalauan hatinya. “Aku hanya ingin menikmati pemandangan.” Kilah Maura. Ia masih berusaha terlihat wajar di depan Dave. Sayangnya, Dave telah menangkap gundah di
"Sebenarnya apa yang kamu inginkan, Vania?" Maura berusaha menekan suaranya agar tidak berteriak. Dadanya terasa mau meledak karena kesal bercampur marah. Bukannya menjawab, Vania justru tertawa terbahak. Suaranya yang nyaring begitu memekakkan telinga, membuat Maura semakin terpancing amarahnya.Maura tahu dan sepenuhnya sadar bahwa dirinya tengah dipermainkan oleh Vania. Dan Maura yang ingin menyudahi semuanya terlihat begitu bernafsu meladeni permainan Vania. Maura benar-benar tidak ingin membuang waktu. Ia ingin semua yang mengganjal dan membuatnya tidak nyaman ini segera berakhir dan jelas.Maura sudah tidak tahan dengan perlakuan orang-orang di tempat kerjanya akibat terpengaruh hasutan Vania."Aku ulangi lagi. Apa maumu, Vania?" Maura berkata sambil memekik tertahan. Napasnya yang sedikit tersenga
Entah Maura harus merasa senang atau sedih ketika ia dan Dave ternyata tidak punya waktu untuk bersama, meskipun mereka berada di kota dan negara yang sama. Baik Maura maupun Dave sama-sama disibukkan dengan aktivitas masing-masing. Short course yang sudah berjalan selama dua pekan memaksa Maura untuk memusatkan perhatian hanya pada kegiatan tersebut. Walaupun tidak bisa dipungkiri, segala hal yang berhubungan dengan Vania termasuk mimpi buruk yang dialaminya sebelum berangkat ke Belanda masih terus mengganggu pikirannya.Rutinitas harian Maura yang didominasi oleh kursus memang terasa sangat menjemukan. Bisa dikatakan, Maura tidak punya kegiatan lain selain mengikuti kursus. Maura mengawali hari dengan persiapan yang ala kadarnya karena ia selalu terlambat bangun. Terlambat bangun, tapi tidak boleh terlambat hadir