“Ndra”
Defandra yang masih menundukkan wajahnya dengan bersusah payah menahan air matanya agar tidak jatuh segera mengangkat kepalanya dan memandang Khalid. hatinya bahagia melihat Khalid sudah siuman. Ia memandang Khalid lalu tersenyum mengabaikan setetes air yang sudah lolos begitu saja menghancurkan harga dirinya di hadapan Khalid.
“Apakah masih ada yang sakit, Tuan?”
Khalid menggeleng. ia memang merasakan lemas di sekujur tubuhnya seperti tak ada kekuatan untuk menggerakkan semua anggota badannya namun ia sama sekali tidak merasakan ada yang sakit atau nyeri di tubuhnya. Khalid memandang sekeliling ruangan dimana ia berbaring.
Ruang kecil yang disekat dengan kain warna putih yang sedang ia tempati terlihat lengang karena tidak ada pasien lain di IGD tersebut. Khalid memandang Defandra dan mencoba memikirkan sesuatu yang akan ia perintahkan pada anak buahnya. Defandra masih menunggu perintah Khalid dengan setia.
“Ca
“Apakah kau sudah berhasil membawa Dzi ku ke sini?”Defandra merasa sangat bersalah mendengar pertanyaan Khalid. ia menunduk menyembunyikan perasaannya. I mencoba meninggalkan Khalid dan melangkah menuju ruang tengah. Ia duduk di sofa sambil menunggu kedatangan Khalid dengan kemarahannya karena mendengar kegagalan pertamanya.“Mana dia?”Khalid mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia sama sekali tidak melihat apapun. Tidak ada Dzi atau orang lain selain mereka berdua karena Defandra sudah meminta para bodyguard untuk meninggalkan apartemen.“Yang Mulia Ratu sama sekali tidak terlacak keberadaannya, Tuan.”“Kau datang hanya untuk mengatakan kalau kau gagal melaksanakan perintah, Defandra?”Suara Khalid lemah membuat Defandra menunduk. Aura kemarahan dari mulut Khalid yang berbeda dari kemarahan Khalid sebelumnya. Kalau dulu Khalid selalu menampakkan kemarahan dengan meledakkan suara, saa
Mobil D 541f1 Dz yang baru saja masuk ke Rumah Sehat Alfitrah tidak menempatkan diri di tempat parkir biasa. pengemudi mobil sport warna hitam itu memilih memarkirkan mobil nya di parkir khusus bertuliskan parkir khusus owner. Setelah memarkirkan mobilnya, owner Alfitrah segera masuk ke ruangannya melalui pintu belakang, pintu khusus yang dibuat untuk pemilik rumah sehat.Setelah membuka pintu dan meletakkan tas kerjanya, Nona Dzulfikar duduk di kursi kebesarannya. Ia menatap ruangan mewah yang sudah lama ia tinggalkan setelah menyembunyikan diri dalam pekerjaan yang lain. Misinya belum berhasil namun ia merasa harus segera kembali. Ia segera menyalakan komputer dan mengecek semua laporan anak buahnya yang masuk. Bibirnya tersenyum ketika mendapatkan satu titik terang atas masalah yang sedang ia selidiki.“Kerja kalian memang sangat baik. Kalian adalah tim yang solid dan tidak pernah mengecewakan aku selama ini.” Nona Dzulfikar mengambil gagang telpon di at
Hanya satu jam Willy di ruangan Nona Dzulfikar, namun ia sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa saat ini keadaan Nona Mudanya sedang tidak baik-baik saja. Ia mencoba mengorek informasi dari beberapa orang anak buahnya. Nona Dzulfikar masih sibuk dengan ponselnya ketika Willy undur diri dari hadapannya.“Mohon maaf, Nona. Saya akan segera ke bawah. kalau Nona memang masih belum bisa keluar, biar Rumah Sehat ini saya yang handle.”Nona Dzulfikar mengangguk. ia merasa sangat pusing. Keberadaannya di lantai lima Rumah Sehat Alfitrah memang untuk mengasingkan diri dari pergaulan ramai agar ia bisa mencari solusi atas masalah yang sedang ia hadapi.“Baiklah, Dokter Willy. kau boleh pergi sekarang. Jangan pernah bilang pada siapapun kalau aku di sini!”Dokter Willy mengangguk lalu meninggalkan ruangan. Setelah dokter Willy pergi, Nona Dzulfikar segera melangkah menuju kamar pribadinya. ia rebahkan tubuh lelahnya dan mencoba berselancar di
Sudah tiga bulan Khalid hidup tanpa kabar tentang Dzi. ia mulai frustasi memikirkan gadis yang dicintainya dengan sepenuh hati. selama ini ia selalu mencari tahu dimana keberadaannya, namun ia sama sekali tidak menemukannya. Khalid merasa dirinya menjadi urang bergairah. Dimana-mana hanya ada bayangan kekasihnya, namun ia sama sekali tidak bisa menyentuhnya.“Tuan”Defandra yang sejak tadi menyaksikan kegundahan Khalid mulai membuyarkan lamunan tuan mudanya. Ia merasa sangat prihatin melihat Khalid yang ehilangan semangat hidupnya. Mendengar panggilan Defandra, Khalid hanya mendesah. ia tahu Defandra hanya ingin menghibur. Bukan memberi solusi atas apa yang sedang ia hadapi, makanya ia merasa tidak ada gunanya menjawab panggilan Defandra.“Aku mendengar dari anak buah yang kusebar di Alfitrah bahwa Dzi sudah keluar dari sana dan menetap di sebuah apartemen mewah.”Khalid memandang Defandra dengan tatapan tajam. Ia ingin Defandra me
Setelah meninggalkan Khalid di IGD, dokter Willy segera melangkah menuju lift khusu yang menghubungkannya dengan ruang kerja Nona Dzulfikar di puncak rumah sehat. Ia sengaja tidak memberitahu Nona Dzulfikar perihal kedatangannya. Kali ini ia ingin melihat reaksi yang muncul saat dirinya hadir tanpa dipanggil.“Selamat siang, Dokter. Ada yang bisa kami bantu?” eorang receptionist yang bertugas khusus di ruang kerja Direktur utama menyambut Willy dengan menundukkan badannya. Willy yang mendapat sambutan mendadak tercengang. Ia sama sekali tidak tahu kalau Nona Dzulfikar mempekerjakan seorang wanita paruh baya di ruangannya. Wanita yang awalnya menjadi resepsionis di lantai pertama, kini naik pangkat menjadi resepsionis di ruang direktur utama.“Apakah Nona Dzulfikar di dalam?”“Ada, Tuan. Tapi .. . .”“Katakan padanya kalau aku ingin menghadap. Ada informasi penting yang harus aku sampaikan dan kamu tidak boleh mela
Dzi baru saja sampai di rumah kediaman keluarganya. Suasana rumah sangat ramai oleh tamu yang akan menghadiri ijab Qabul Amira dengan laki-laki yang ia tidak tahu siapa. Dzi memarkirkan mobilnya di antara mobil-mobil pengunjung. Ia melangkah mendekati pagar dan terus melangkah melewati pintu samping rumah tanpa mempedulikan tatapan beberapa orang kepadanya.Sampai di dalam, ia segera menuju kamar Amira. Di sana, Kakak perempuannya sedang duduk ditemani ibunya, Nyonya Dzulfikar dan seorang ibu yang membelakanginya. Dzi masuk tanpa salam, lalu memandang ketiga wanita di kamar kakaknya.“Assalamualaikum.”Tiga wanita yang sedang berbincang akhirnya menoleh melihat Dzi yang baru saja masuk. Nancy, wanita yang membelakangi pintu masuk yang awalnya tidak dikenali oleh Dzi terpana memandangnya. Dzi juga terpana menyaksikan ibu muda yang selama ini akrab dengannya.“Saifi?”Nyonya Dzulfikar yang melihat Nancy terkejut melihat anakny
“Apakah seperti itu?”Nancy mengangguk dengan penuh antusias, sedang Raharja hanya tersenyum. ia sudah tahu bahwa selama ini istrinya salah paham pada Dzi. sudah sejak lama ia tahu bahwa Saifi adalah Dzi, anak Tuan Dzulfikar yang meninggalkan rumah karena menghindari perjodohan dengan Khalid. ia mengawasi setiap pergerakan Dzi dan Khalid dengan mengirimkan mata-mata yang ia sebar di beberapa tempat.“Kalau aku tahu dari dulu, Pah. aku pasti akan secepatnya menikahkan mereka tanpa drama seperti sekarang.”Raharja tersenyum. Ia paham bagaimana tabiat istrinya yang bisa semau sendiri menumpahkan emosinya tanpa berpikir apapun. Karena kepahamannya ia lebih memilih diam dan tidak memberitahu istrinya perihal Dzi dan Saifi. Tuan Raharja ingin, Nancy mengetahui sendiri bahwa mereka adalah orang yang sama sehingga Nancy bisa menyesal dan menyalahkan diri sendiri. Ini ia lakukan agar Nancy lebih waspadan dan hati-hati saat mengambil sikap.
“Ah tentu saja tidak. A-aku hanya ingin ke kamar kecil saja.”Willy mengangguk. ia memandang Dzi yang meninggalkannya dengan tergesa.Dzi melangkah dengan cepat menuju kamarnya untuk menunaikan hajatnya. Setelah beberapa menit, ia segera keluar kamar dengan gontai. Pikirannya melayang jauh, membayangkan betapa dirinya menjadi manusia yang tidak peduli dan tidak dipedulikan oleh keluarga.“Mungkin aku yang terlalu acuh menanggapi cerita Kakak yang selalu mengatakan bahwa aku sama sekali tidak mengenal calon suaminya. Aku pikir ketika aku marah, Kakak akan mendatangiku dan membawa calon suaminya lalu mengenalkannya padaku. Atau tidak, Kakak membuat rencana untuk kami berdua agar bisa saling bertemu. Tapi apa yang terjadi? Aku diabaikan olehnya. Hingga kami bertemu saat ini dan mengetahui kalau Kak Wildan adalah kakak iparku. Oh My God. Mengapa harus serumit ini pikiranku? Kalau kupikir mudah semua pasti mudah. Tidak akan seberat ini.”
Khalid masih terpana menyaksikan mobil yang kini parkir dan berjajar di depan masjid. Ia melihat keluarga yang tadi duduk di ruang VVIP restoran AD datang menemuinya. Wildan dan Khalid saling pandang.“Apakah kau masih ingin menolak permintaan orang tuamu kalau saat ini mereka memintamu menikahi Saifi, khalid?”Wildan menatap Khalid yang kini menegang. Khalid benar-benar tidak habis pikir dengan kegigihan keluarganya memaksa dirinya menikah.“Aku akan tetap menolak, Wildan. Aku sudah mengusulkan kepada MAma agar menungguku menemui Dzi dulu dan mengatakan semua perasaanku. kalau Dia sudah tidak mau denganku, aku baru bisa menerima Saifi. Kalau Dzi belum kutemukan aku merasa sangat tidak nyaman karena aku merasa mengkhianatinya.”Tuan Raharja dan semua yang hadir di sana tersenyum. mereka tahu betapa gigihnya Khalid memperjuangkan cintanya. Tuan Raharja dan Nancy mendekati Khalid lalu mengelus kepala anaknya.“Apakah kau
Setelah puas melampiaskan semua keluh kesahnya di pantai, Khalid segera melangkah meninggalkan pantai. Ia bergegas menuju mobilnya sebelum semua keluarganya tahu kemana ia akan melangkah. Ia benar-benar ingin sembunyi dari mereka yang sama sekali tidak tahu perasaannya.Setelah menghidupkan mobilnya, Khalid bingung menentukan arah. Ia tidak tahu kemana harus bersembunyi dari mamanya yang selalu mendatanginya dan memaksanya untuk menikah. Pikirannya terus dipenuhi oleh wanita yang sejak awal sudah mengganggu pikirannya. Wanita yang disakiti oleh Nancy dan kini entah dimana.Kini, ia mengarahkan mobilnya menuju tempat dimana ia memiliki kenangan indah bersama Dzi di masjid Baiturrahim. Ia ingin melihat kondisi terakhir rumah mereka saat ini. rumah yang ia tinggalkan hampir satu tahun lamanya dan menyimpan kenangan yang indah kini sudah ada di depan mata.“Yaa Tuhan. Rumah itu masih sama seperti kondisi awal aku datang.” gumam Khalid saat melihat rumah
“Assalamualaikum”Semua mata memandang Khalid yang baru saja masuk dengan penampilan acak-acakan. Nancy yang melihat kehadiran anaknya segera berdiri lalu menyambutnya dengan wajah berbinar cerah. Ia ulurkan tangannya dan menggandeng tangan Khalid untuk mengikutinya duduk di antara para orang tua yang hadir di sana.“Akhirnya kau datang, Sayang. Mama khawatir sekali kalau kau sampai tidak datang. Tadi Saifi baru saja duduk di sini. Dia baru saja keluar ke toilet.”Khalid terpana mendengar mamanya menyebut nama Saifi baru keluar dari ruangan menuju toilet. Ia kemudian memandang sekeliling ruangan, menatap satu persatu kerabat yang diundang oleh keluarganya.“Ada apa ini, Mama? Mengapa mereka ikut hadir di sini? Bukankah MAma datang ke apartemen dan meminta Khalid untuk makan bersama di restoran AD?”“Bukan untuk makan bersama, Mama kan bilang kalau Mama ingin melamar Saifi untuk kamu.”&ld
“Apa permintaan Ayah yang harus aku lakukan, Kak? Apakah Ayah memintaku untuk pulang?”Amira menggeleng. ia mencoba menetralisir perasaannya agar ia mampu menyampaikan pesan ayahnya dengan benar tanpa terjadi salah paham dengan adiknya.“Ayah memintamu datang ke restoran.’Dzi terpana mendengar kakaknya menyampaikan berita itu. datang ke restoran ayahnya sama dengan ia harus bertemu dengan orang yang sudah menorehkan luka di hatinya ketika dia masih duduk di bangku SMA. Orang kepercayaan ayahnya yang sudah membuat dia kehilangan harga diri karena dihina olehnya. Laki-laki tampan yang menjadi kebanggaan ayahnya karena memiliki bakat langka. Adrian, executive Chef, yang dimiliki restoran AD, restoran kebanggaan keluarga Dzulfikar. Restoran memiliki menu spesial yang selalu baru setiap harinya selalu menjadi rujukan kolega dan rekan bisnis Tuan Dzulfikar yang berada di dalam maupun luar negeri.Keberadaan Adrian di restoran AD, sama s
“Kakak? Kenapa Kakak bisa ada di sini? Sama siapa? Apakah Kak Wildan juga datang?”Amira mengacak rambut Dzi yang memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Ia ingin mengacaukan perasaan adiknya, namun ia kasihan memandang gadis cantik yang mirip dengan dirinya menerima masalah lebih besar.“Bisa tidak bertanyanya satu-satu?”“Bisa”Amira mencubit pinggang Dzi yang semakin ia anggap kurang ajar. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kehadirannya di apartemen Dzi mampu membuat adiknya bahagia seperti saat ini. ia duduk di ranjang yang acak-acakan karena beberapa kain tergeletak di sana. ia ambil pakaian Dzi dan melemparnya ke sudut kamar, membuat pemiliknya melotot tak percaya.“Kenapa dibuang? Aku akan memakainya untuk pergi ke kota.”“O iya? Kemana?’Dzi menggeleng. ia yang awalnya ingin pergi dan kini memilih untuk mengurungkannya segera menggeleng. ia sama sekali tidak ingin
Di rumah sehat Alfitrah, Dzi yang baru datang ke ruangan perawatan Khalid segera memandang Nancy dan Raharja yang duduk lesu di bed pasien.“Tante minta maaf ya, Sayang. Khalid pergi tanpa Tante bisa mencegahnya setelah Tante mengatakan padanya kalau kau mau datang menengoknya.”“Apakah Tante mengatakan kalau Dzi akan datang?”“Tante bilang Saifi akan datang menemuinya, tapi dia memang dasar keras kepala. Ia sama sekali tidak mau mendengar penjelasan Tante. Tante mengundangmu untuk mengobati luka hatinya karena kau pergi dan dia gagal mencarimu, e, dia memang anak yang keras kepala makanya tidak mau tahu. Dia memilih meninggalkan Tante di sini.”Dzi tersenyum. dia sangat paham mengapa Khalid pergi namun ia tidak akan menyalahkan siapapun.“Ini sudah takdir, Tante. Takdir Tuhan yang harus kita terima dengan ikhlas walau kita sebenarnya juga geregetan.”Nancy mengangguk. ia memang geregetan
“Kita akan kemana, Tuan?”Defandra masih belum tahu di mana Khalid memutuskan akan tinggal. Khalid yang masih sakit hati dengan kedua orang tuanya lebih memilih apartemen sebagai tempat untuk perawatannya.“Aparteenku, Ndra.”“Baik, Tuan.”Defandra mengangguk. ia terus fokus pada jalan raya yang ramai karena jam-jam seperti sekarang, semua karyawan sedang berangkat ke tempat mereka berangkat ke kantor. Khalid yang masih merasa sangat mengantuk segera menyandarkan kepalanya di sandaran jok penumpang dan memejamkan matanya.Ia menerawang jauh membayangkan pertemuan pertamanya dengan Dzi, gadis yang kini hilang entah kemana dan terus membayang-bayangi kehidupannya. Ia menggeleng, membayangkan tentang kegagalan anak buahnya dalam melakukan pencarian. Beberapa bulan dari hilangnya Dzi, anak buahnya belum melaporkan keberadaan gadis yang dicintainya. Ia merasa bahwa ada yang aneh dengan gadisnya.&ld
Di ruang perawatan Khalid di pagi yang sama, Nancy masih kesal. Pasalnya beberapa menit lalu ia mengunjungi dokter Willy di ruangannya, namun ia sama sekali tidak mendapatkan jawaban atas keberadaan Dzi. Willy belum mau membuka suaranya. Ia hanya mengatakan agar bersabar sebentar karena Saifi sedang dalam urusan yang tidak bisa diganggu siapapun.Willy tidak mengatakan kalau Dzi sudah datang ke Alfitrah dan menemuinya. Ia sengaja membiarkan Dzi untuk menyiapkan dirinya dengan mandi dan sarapan. Willy melihat tubuh Dzi semakin kurus karena memikirkan masalah percintaannya dengan Khalid. ia tidak rela ketika Dzi sedang makan dan istirahat, ada orang lain mengusik bosnya.“Kau kenapa, Mama? Sejak tadi bukannya duduk malah mondar mandir kesana kemari. Apakah kau sedang menahan hasrat ingin kencing?”Nancy melototkan matanya. Ia benar-benar ingin mencakar wajah suaminya yang tidak pernah tahu kalau dia sedang berakting. Ia selalu bersikap serius men
Dzi segera mengecek panggilan masuk. Lima kali Willy memanggilnya dengan panggilan video dan lima kali dengan panggilan suara. Dzi segera mengusap wajahnya. ia menelpon balik nomor Willy namun panggilannya ditolak. Ia segera menelpon Andini, namun beberapa kali panggilannya tidak terhubung. Dzi nampak sangat khawatir. Ia segera memandang ayah dan kakaknya.“Kelihatannya ada yang genting di Alfitrah, Ayah. Dzi harus segera pergi sekarang.”Tuan Dzulfikar, Wildan dan Amira mengangguk. mereka tidak dapat menahan Dzi sama sekali. Meski hanya untuk memberi pesan kepadanya agar hati-hati di jalan. Dzi segera berlari ke kamarnya dan mengganti pakaiannya tanpa membersihkan badannya terlebih dulu. Ia berniat mandi di apartemennya di Alfitrah. ia segera keluar rumah dengan Expander miliknya.Setengah jam kemudian, mobil warna hitam sudah berhasil parkir di tempat parkir khusus Direktur Utama rumah Sehat AlFitrah. ia segera berlari ke ruang dokter Willy dengan