Nancy yang sedang memegang ponsel terlonjak mendengar pertanyaan dari gadis yang sangat dihafalnya. Ia pandang gadis di hadapannya dengan tatapan tak senang. Matanya memicing, mencoba menganalisa mengapa Mira ada di Alfitrah.
“Kau? Mengapa kau ada di sini?”
“Ha ha ha Nyonya mengapa bertanya seperti itu? Nyonya lupa kalau saya perawat yang merawat Tuan Raharja kan?”
Nancy mengangguk. Yang dikatakan Mira benar. Dia adalah perawat yang bertanggung jawab mendampingi suaminya saat di rawat di rumah sakit Medika dua tahun lalu. Saat itu Tuan Raharja belum divonis mengalami kelainan jantung. Nancy awalnya menghendaki Mira untuk menikah dengan Khalid namun Khalid menolak karena ia tidak tertarik melihat penampilan Mira yang manis di depan Nancy namun kasar di depan pasien miskin.
Nancy memandang Mira dari atas sampai bawah, memastikan bahwa tidak ada perubahan pada gadis yang dulu ia inginkan sebagai menantunya. Melihat tatapan Nancy, Mira
“Assalamualaikum”Dzi yang sedang duduk sambil membaca Alquran segera menghentikan kegiatannya ketika mendengar salam di pintu kamarnya. Ia letakkan Alquran di meja pasien dan menatap pintu masuk. Matanya berbinar ketika melihat Nancy dan Tuan Raharja mengunjunginya.“Waalaikum salam warahmatullah, Tante, Om, Silakan masuk !”Nancy segera mendorong kursi roda Tuan Raharja memasuki ruang perawatan Dzi. pandangan matanya ia edarkan ke sekeliling ruangan. Melihat fasilitas yang diberikan Rumah Sehat Alfitrah pada karyawannya. Meski Saifi karyawan kelas bawah, kamar perawatan yang diberikan kepadanya sangat memadai. Ada AC dan beberapa kelengkapan lain yang membuat kamar terasa nyaman untuk ditempati orang sakit sepertinya.“Kamu sakit apa, Nak? Mengapa dirawat di sini?”Dzi menyalami Nancy dan mencium tangannya lembut sebelum menyilakan mereka duduk di sofa di sudut ruangan.“Silakan duduk, Tante”
Setelah melakukan terapi lanjutan untuk Tuan Raharja dengan hasil yang maksimal, Nancy meminta Dzi untuk menemaninya mendampingi terapi untuk Tuan Raharja di rumah. Dzi diam menganalisa permintaan wanita paruh baya di hadapannya.Ingin sekali ia mengatakan tidak perlu pendampingan, namun hati kecilnya melarang. Dzi merasa tidak tega melihat wanita di hadapannya yang nyaris kehilangan harapan saat menerima ujian berupa suami yang sakit.“Em, Tante, bagaimana ya? Sebenarnya saya ingin sekali mendampingi Tante menerapi Om Raharja, tapi . . .saya masih belum merasa nyaman kalau harus tinggal di rumah Tante. Apalagi Tante kan memiliki anak laki-laki kan? Saya sendiri sudah memiliki kekasih sekarang Tante. Saya harus menjaga nama baik saya sendiri dan menjaga perasaan calon suami saya”Mendengar Dzi sudah memiliki kekasih, Nancy memandang Dzi intens. Ia sama sekali tidak rela ketika Dzi bersanding dengan laki-laki lain sedangkan dia masih belum bisa memper
Khalid yang baru saja keluar kamar Dzi segera melangkah menuju ruang Bogencil 1 untuk menengok papanya. Ia berjalan pelan agar tidak menarik perhatian semua orang. Wajahnya ia tutup masker agar tidak ada yang mengenali dirinya karena beberapa kali kedatangannya sudah membuat beberapa orang tahu siapa dirinya.“Assalamualaikum”Nancy yang sedang memainkan ponselnya menoleh ke pintu. Matanya berbinar ketika tahu anak kesayangannya datang. Nancy segera meletakkan ponsel dan tersenyum menyambut Khalid.“Waalaikum salam. Alhamdulillah akhirnya kau datang anak nakal. Siapa yang memberitahumu kalau kami di sini?”Khalid tidak menjawab ucapan mamanya. Ia berjalan menuju Tuan Raharja untuk menjabat tangan dan menciumnya lalu beralih pada mamanya yang terus menatapnya dengan mata berbinar bahagia. Harapannya untuk mempertemukan Khalid dengan Saifi sangat kuat. Ini kesempatan terbaik yang ia miliki dan ia tidak ingin melewatkannya. Ia segera
Nancy terpana menatap pria tampan yang ini sedang menatapnya sambil tersenyum. ia membalas senyumnya dan mengangguk memberi hormat. Ia lupa tujuan awal kedatangannya ke bagian pendaftaran untuk sesaat.“Dokter Willy? Dokter kapan datang? Mengapa belum datang mengunjungi suamiku di Bogenvil 1, Dok?”Dokter Willy tersenyum. Ia yang baru saja melihat kepulangan Dzi segera mengajak Nancy untuk duduk di bangku panjang di depan loket pendaftaran. Dokter Willy memandang Nancy sambil menunggu pertanyaan lain yang mungkin akan dilontarkan oleh Nancy. Setelah Nancy tidak menanyakan apapun, ia mencoba angkat bicara.“Nyonya ada di sini sejak kapan?”“Tadi jam sepuluh, kira-kira, Dok”Dokter Willy seperti membayangkan posisi dirinya saat jam sepuluh. Ia baru saja pulang menemui kedua orang tuanya yang datang berkunjung ke apartemennya.“Jam sepuluh saya masih di rumah, Nyonya. Kebetulan hari ini orang tua saya b
Khalid baru saja keluar dari kamarnya hendak menuju masjid untuk mengikuti kajian bulanan di masjid, ketika tiba-tiba matanya melihat dua laki-laki sedang berdiri di depan masjid menatap rumah Dzi. ia segera mengurungkan niatnya untuk keluar rumah. Khalid segera mengintip mereka dari jendela ruang tamu. Ia ikuti semua gerak-gerik dua laki-laki yang nampak sedang asik mengobrol. Entah apa topik pembicaraan mereka, yang jelas saat ini satu orang menatap rumah Dzi dan satu lagi memegang ponsel sedang menghubungi seseorang.Hari masih sangat terang karena asar baru saja berlalu. Suasana masjid nampak ramai oleh remaja masjid yang sebentar lagi akan menggelar pengajian bulanan. Pengajian rutin yang biasa dilakukan oleh remaja masjid yang diketuai oleh Wildan. Khalid masih berdiri mengamati pergerakan dua laki-laki asing di halaman masjid. Ia segera melangkah keluar rumah menuju masjid dan pura-pura tidak tahu apa yang mereka lakukan.Ia masuk melalui pintu samping. Kedatang
Khalid mendekati Mamanya dan segera menarik tangannya mengajaknya menuju rumah kontrakan. Ia tidak bisa membiarkan Nancy menghina Dzi di depan banyak orang lebih lama.“Mamah apa-apaan sih? Mamah menjelek-jelekkan Dzi dan sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaannya di hadapan remaja masjid yang kini sedang berkumpul? Kasihan Mah”Nancy mengibaskan tangannya melepaskan diri dari cengkeraman Khalid. Ia begitu kecewa ketika anaknya lebih memilih untuk membela wanitanya dibanding mamanya. Nancy memandang wajah Khalid penuh emosi.“Kamu ini, bukannya membela Mama malah memilih menyelamatkan Dzi. seberapa istimewanya dia dibandingkan dengan Saifi? Gadis pilihan Mama lebih baik dari Dzi yang hanya anak pinggiran”“Mamah belum bertemu dengannya. Kalau Mamah bertemu, Mamah pasti akan menyerah dan lebih memilih untuk menyerahkan urusan jodoh padaku”Nancy cemberut. ia ingin berlari meninggalkan Khalid dan bert
“Kita pulang dulu, Hal. Kita beri kesempatan pada Dzi untuk menenangkan hati dan pikirannya. Kalau semua masalahsudah clear dan hati sudah dingin, kita baru bertindak untuk menemuinya”Khalid diam menelaah kalimat Wildan. Sebenarnya ia masih ingin menemui Dzi dan memeluk tubuhnya erat untuk memberikan rasa nyaman padanya tapi melihat Wildan menarik tangannya, ia tidak memiliki kekuatan untuk menolak.Wildan dan Khalid meninggalkan rumah Dzi dalam diam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing hingga sampai di rumah. Sesampai di rumah, mereka duduk di teras sambil terus mengawasi rumah Dzi yang sepi seperti tak berpenghuni. Khalid berkali-kali mengacak rambutnya, perasaannya benar-benar kacau saat ini. wildan yang melihatnya hanya menggeleng.“Kau adukan semua masalahmu pada Allah, Sahal. Jangan sekali-kali mencari jalan keluar dengan mengadu pada manusia karena mereka sama sekali tidak memiliki solusi terbaik untuk kita”“Ak
“Apakah kau akan tetap di sini atau kembali ke rumah orang tuamu setelah ini?’Khalid memandang Wildan heran. Pertanyaan Wildan benar-benar membuat dirinya frustasi. Ia memang sudah memutuskan untuk tetap tinggal bersamanya di rumah kontrakan, namun ia tidak tahu sampai berapa lama.“Aku akan di sini dulu sampai waktunya tepat untuk pulang”Wildan mengangguk. ia menjadi lega karena saat ada masalah Khalid tetap memilih tinggal bersamanya walau untuk waktu yang tak tahu sampai kapan. Mengenal Khalid adalah anugrah bagi Wildan. Bukan karena dia anak orang kaya atau dia laki-laki sukses di usia yang masih sangat muda. Semua murni karena ia bahagia bisa berbagi masalah dengannya.“Sudah masuk waktu magrib. Kau kumandangkan azan dan aku akan mengembalikan Quran ini ke tempatnya”Wildan terpana mendengar perintah bos arogan.“Kau masih di lingkunganku mengapa arogan seperti itu?”Khalid mengga
Khalid masih terpana menyaksikan mobil yang kini parkir dan berjajar di depan masjid. Ia melihat keluarga yang tadi duduk di ruang VVIP restoran AD datang menemuinya. Wildan dan Khalid saling pandang.“Apakah kau masih ingin menolak permintaan orang tuamu kalau saat ini mereka memintamu menikahi Saifi, khalid?”Wildan menatap Khalid yang kini menegang. Khalid benar-benar tidak habis pikir dengan kegigihan keluarganya memaksa dirinya menikah.“Aku akan tetap menolak, Wildan. Aku sudah mengusulkan kepada MAma agar menungguku menemui Dzi dulu dan mengatakan semua perasaanku. kalau Dia sudah tidak mau denganku, aku baru bisa menerima Saifi. Kalau Dzi belum kutemukan aku merasa sangat tidak nyaman karena aku merasa mengkhianatinya.”Tuan Raharja dan semua yang hadir di sana tersenyum. mereka tahu betapa gigihnya Khalid memperjuangkan cintanya. Tuan Raharja dan Nancy mendekati Khalid lalu mengelus kepala anaknya.“Apakah kau
Setelah puas melampiaskan semua keluh kesahnya di pantai, Khalid segera melangkah meninggalkan pantai. Ia bergegas menuju mobilnya sebelum semua keluarganya tahu kemana ia akan melangkah. Ia benar-benar ingin sembunyi dari mereka yang sama sekali tidak tahu perasaannya.Setelah menghidupkan mobilnya, Khalid bingung menentukan arah. Ia tidak tahu kemana harus bersembunyi dari mamanya yang selalu mendatanginya dan memaksanya untuk menikah. Pikirannya terus dipenuhi oleh wanita yang sejak awal sudah mengganggu pikirannya. Wanita yang disakiti oleh Nancy dan kini entah dimana.Kini, ia mengarahkan mobilnya menuju tempat dimana ia memiliki kenangan indah bersama Dzi di masjid Baiturrahim. Ia ingin melihat kondisi terakhir rumah mereka saat ini. rumah yang ia tinggalkan hampir satu tahun lamanya dan menyimpan kenangan yang indah kini sudah ada di depan mata.“Yaa Tuhan. Rumah itu masih sama seperti kondisi awal aku datang.” gumam Khalid saat melihat rumah
“Assalamualaikum”Semua mata memandang Khalid yang baru saja masuk dengan penampilan acak-acakan. Nancy yang melihat kehadiran anaknya segera berdiri lalu menyambutnya dengan wajah berbinar cerah. Ia ulurkan tangannya dan menggandeng tangan Khalid untuk mengikutinya duduk di antara para orang tua yang hadir di sana.“Akhirnya kau datang, Sayang. Mama khawatir sekali kalau kau sampai tidak datang. Tadi Saifi baru saja duduk di sini. Dia baru saja keluar ke toilet.”Khalid terpana mendengar mamanya menyebut nama Saifi baru keluar dari ruangan menuju toilet. Ia kemudian memandang sekeliling ruangan, menatap satu persatu kerabat yang diundang oleh keluarganya.“Ada apa ini, Mama? Mengapa mereka ikut hadir di sini? Bukankah MAma datang ke apartemen dan meminta Khalid untuk makan bersama di restoran AD?”“Bukan untuk makan bersama, Mama kan bilang kalau Mama ingin melamar Saifi untuk kamu.”&ld
“Apa permintaan Ayah yang harus aku lakukan, Kak? Apakah Ayah memintaku untuk pulang?”Amira menggeleng. ia mencoba menetralisir perasaannya agar ia mampu menyampaikan pesan ayahnya dengan benar tanpa terjadi salah paham dengan adiknya.“Ayah memintamu datang ke restoran.’Dzi terpana mendengar kakaknya menyampaikan berita itu. datang ke restoran ayahnya sama dengan ia harus bertemu dengan orang yang sudah menorehkan luka di hatinya ketika dia masih duduk di bangku SMA. Orang kepercayaan ayahnya yang sudah membuat dia kehilangan harga diri karena dihina olehnya. Laki-laki tampan yang menjadi kebanggaan ayahnya karena memiliki bakat langka. Adrian, executive Chef, yang dimiliki restoran AD, restoran kebanggaan keluarga Dzulfikar. Restoran memiliki menu spesial yang selalu baru setiap harinya selalu menjadi rujukan kolega dan rekan bisnis Tuan Dzulfikar yang berada di dalam maupun luar negeri.Keberadaan Adrian di restoran AD, sama s
“Kakak? Kenapa Kakak bisa ada di sini? Sama siapa? Apakah Kak Wildan juga datang?”Amira mengacak rambut Dzi yang memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Ia ingin mengacaukan perasaan adiknya, namun ia kasihan memandang gadis cantik yang mirip dengan dirinya menerima masalah lebih besar.“Bisa tidak bertanyanya satu-satu?”“Bisa”Amira mencubit pinggang Dzi yang semakin ia anggap kurang ajar. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kehadirannya di apartemen Dzi mampu membuat adiknya bahagia seperti saat ini. ia duduk di ranjang yang acak-acakan karena beberapa kain tergeletak di sana. ia ambil pakaian Dzi dan melemparnya ke sudut kamar, membuat pemiliknya melotot tak percaya.“Kenapa dibuang? Aku akan memakainya untuk pergi ke kota.”“O iya? Kemana?’Dzi menggeleng. ia yang awalnya ingin pergi dan kini memilih untuk mengurungkannya segera menggeleng. ia sama sekali tidak ingin
Di rumah sehat Alfitrah, Dzi yang baru datang ke ruangan perawatan Khalid segera memandang Nancy dan Raharja yang duduk lesu di bed pasien.“Tante minta maaf ya, Sayang. Khalid pergi tanpa Tante bisa mencegahnya setelah Tante mengatakan padanya kalau kau mau datang menengoknya.”“Apakah Tante mengatakan kalau Dzi akan datang?”“Tante bilang Saifi akan datang menemuinya, tapi dia memang dasar keras kepala. Ia sama sekali tidak mau mendengar penjelasan Tante. Tante mengundangmu untuk mengobati luka hatinya karena kau pergi dan dia gagal mencarimu, e, dia memang anak yang keras kepala makanya tidak mau tahu. Dia memilih meninggalkan Tante di sini.”Dzi tersenyum. dia sangat paham mengapa Khalid pergi namun ia tidak akan menyalahkan siapapun.“Ini sudah takdir, Tante. Takdir Tuhan yang harus kita terima dengan ikhlas walau kita sebenarnya juga geregetan.”Nancy mengangguk. ia memang geregetan
“Kita akan kemana, Tuan?”Defandra masih belum tahu di mana Khalid memutuskan akan tinggal. Khalid yang masih sakit hati dengan kedua orang tuanya lebih memilih apartemen sebagai tempat untuk perawatannya.“Aparteenku, Ndra.”“Baik, Tuan.”Defandra mengangguk. ia terus fokus pada jalan raya yang ramai karena jam-jam seperti sekarang, semua karyawan sedang berangkat ke tempat mereka berangkat ke kantor. Khalid yang masih merasa sangat mengantuk segera menyandarkan kepalanya di sandaran jok penumpang dan memejamkan matanya.Ia menerawang jauh membayangkan pertemuan pertamanya dengan Dzi, gadis yang kini hilang entah kemana dan terus membayang-bayangi kehidupannya. Ia menggeleng, membayangkan tentang kegagalan anak buahnya dalam melakukan pencarian. Beberapa bulan dari hilangnya Dzi, anak buahnya belum melaporkan keberadaan gadis yang dicintainya. Ia merasa bahwa ada yang aneh dengan gadisnya.&ld
Di ruang perawatan Khalid di pagi yang sama, Nancy masih kesal. Pasalnya beberapa menit lalu ia mengunjungi dokter Willy di ruangannya, namun ia sama sekali tidak mendapatkan jawaban atas keberadaan Dzi. Willy belum mau membuka suaranya. Ia hanya mengatakan agar bersabar sebentar karena Saifi sedang dalam urusan yang tidak bisa diganggu siapapun.Willy tidak mengatakan kalau Dzi sudah datang ke Alfitrah dan menemuinya. Ia sengaja membiarkan Dzi untuk menyiapkan dirinya dengan mandi dan sarapan. Willy melihat tubuh Dzi semakin kurus karena memikirkan masalah percintaannya dengan Khalid. ia tidak rela ketika Dzi sedang makan dan istirahat, ada orang lain mengusik bosnya.“Kau kenapa, Mama? Sejak tadi bukannya duduk malah mondar mandir kesana kemari. Apakah kau sedang menahan hasrat ingin kencing?”Nancy melototkan matanya. Ia benar-benar ingin mencakar wajah suaminya yang tidak pernah tahu kalau dia sedang berakting. Ia selalu bersikap serius men
Dzi segera mengecek panggilan masuk. Lima kali Willy memanggilnya dengan panggilan video dan lima kali dengan panggilan suara. Dzi segera mengusap wajahnya. ia menelpon balik nomor Willy namun panggilannya ditolak. Ia segera menelpon Andini, namun beberapa kali panggilannya tidak terhubung. Dzi nampak sangat khawatir. Ia segera memandang ayah dan kakaknya.“Kelihatannya ada yang genting di Alfitrah, Ayah. Dzi harus segera pergi sekarang.”Tuan Dzulfikar, Wildan dan Amira mengangguk. mereka tidak dapat menahan Dzi sama sekali. Meski hanya untuk memberi pesan kepadanya agar hati-hati di jalan. Dzi segera berlari ke kamarnya dan mengganti pakaiannya tanpa membersihkan badannya terlebih dulu. Ia berniat mandi di apartemennya di Alfitrah. ia segera keluar rumah dengan Expander miliknya.Setengah jam kemudian, mobil warna hitam sudah berhasil parkir di tempat parkir khusus Direktur Utama rumah Sehat AlFitrah. ia segera berlari ke ruang dokter Willy dengan