Pagi ini Dzi berada di kampus UNOC. Pagi-pagi sekali dia berangkat, mengendarai scoopy kesayangannya.
Sesampainya di kampus, dia langsung menemui dokter Firman untuk berkonsultasi tentang disertasi yang akan dia tulis.
“Assalamualaikum, Dokter Firman.” Ucap Dzi setelah dipersilakan masuk ke ruangan dokter Firman oleh anak buahnya.
“Waalaikum salam, dokter Dzi. Apa kabar? Sudah lama tidak bertemu.”
“Alhamdulillah saya baik, dokter. Dokter Firman bagaimana kabar?”
“Alhamdulillah saya juga baik. Ada pencerahan tentang penelitianmu, dokter?’
“Sudah. Saya sudah melakukan wawancara kepada founder medical hacking tentang hubungan bedong dengan kesehatan generasi muda terutama anak-anak, dok. Founder mengatakan bahwa bedong adalah reposisi salat. Dimana apabila seseorang melakukan gerakan salat dengan benar, maka dia akan sehat. Bedong sebagaimana kita tahu adalah warisan leluhur yang semakin lam
“Kau buat semua bengkel tutup hari ini. Kalau sampai ada yang buka, kau beri hukuman dan hancurkan. Beri mereka kompensasi untuk pendapatan sehari.”“Baik, Tuan”Defandra segera menutup panggilannya.ia mencari keberadaan Dzi namun gagal. Gadis yang sejak tadi ia halangi kepergiannya sudah tak berada di sisinya.“Shit. Ia benar-benar seperti belut. Susah sekali untuk dipegang. Tapi mengapa bos suka sekali padanya? Kaya tidak ada gadis lain saja di dunia ini.” Umpat Defandra. Ia segera melajukan mobil dan saat melihat motor Dzi di depannya, ia memperlmbat dan mengikutinya dari belakang. Dzi yang sudah tahu kalau semua bengkel tutup mengubah arah. Ia mencari jalan alternatif untuk bisa sampai di rumahnya dengan cepat dan selamat.“Dzi!”Seorang gadis menyambutnya dengan terkesima saat melihat Dzi memarkirkan motornya di depan warung makannya. Gadis itu baru saja membuang sampah di sudut jalan.&ld
Khalid yang baru menyelesaikan panggilan segera memandang rumah Dzi yang kini tertutup rapat.“Apa yang harus aku lakukan? Duduk di sini menunggu dia ke masjid atau mendatanginya dan menanyakan keadaannya? Ah, semua gara-gara Defandra. Kalau dia tidak memiliki permainan konyol, Yang Mulia Ratu pasti akan baik-baik saja.” “Siapa yang kau maksud dengan Yang Mulia Ratu, Sahal?” Wildan yang sejak tadi mendengar pembicaraan Defandra dan khalid memandang Khalid penuh tanya.‘Oh, itu, Mas, teman. Tadi bilang sedang membantu temanku yang sedang kesulitan gara-gara dipermainkan.”Wildan memandang Khalid.“Kamu tidak ingin menolong Yang Mulia Ratu?” Khalid terpana pada tatapan Wildan yang menyelidik.“Ingin sekali menolong, Mas. Tapi dinding tebal membentenginya. Aku tidak bisa menyentuh ataupun mengunjunginya.”&
Defandra masih duduk di sofa rumah rahasia Khalid, menunggu perintah bos selanjutnya. Ia masih sibuk dengan ponsel ketika Khalid masuk ke ruangannya.Brakk“Kamu benar-benar keterlaluan, Ndra. Kau persulit ratuku dan membuat dirinya kelelahan hingga aku sama sekali tidka bisa menemuinya di masjid tadi sore.” Gerutu Khalid sambil memandang Defandra dengan mata elangnya. Defandra nyaris tersenyum. Ia segera mengurungkan senyumnya saat melihat mata elang bosnya telah terpasang di hadapannya. Satu-satunya yang membuat Defandra ketakutan adalah munculnya mata elang Khalid yang menghujam ulu hatinya.“Apakah Yang Mulia Ratu sudah berhasil kembali ke rumah dengan selamat?”“Selamat. Tapi dia sama sekali tidak pernah keluar rumah.”“Ha ha ha, kau sangat mengenaskan, Bos”Khalid menggeram. Ia benci ditertawakan oleh anak buah sekaligus sahabat masa SMAnya.“Apa maksudmu?”&ldqu
“Apakah kau sudah tahu kalau dia sedang bersama laki-laki lain? Segera cari tahu siapa laki-laki itu dan aku butuh waktu satu jam dari sekarang”perintah Khalid adalah sabda sang raja yang tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh Defandra. Tanpa memikirkan bagaimana kondisi dirinya yang lelah, Defandra mengiyakan amanah yang dibebankan kepadanya. Ia segera bangun dari tempat duduknya, mengambil kunci mobil dan melangkah menuju parkir mobil sport hitam di parkir VVIP.“Kau selalu saja menebarkan sabda tanpa memikirkan bagaimana aku Yang Mulia Raja.”Defandra duduk di belakang kemudi. Sebelum menyalakan mobil, ia meraih ponsel yang tergeletak di depannya. Ia segera menghubungi kaki tangannya dan mengirimkan perintah dengan pesan whatsapp. Setelah menerima jawaban, Defandra segera meninggalkan kantornya menuju restoran tempat Dzi dan Firman makan. Sampai di Restoran Tol
Dzi yang sudah duduk di jok motornya menoleh. Di belakangnya berdiri seorang pria bertubuh kekar sedang berkacak pinggang sambil memandangnya tajam. Dzi turun dari motor maticnya dan berjalan menuju pria yang masih berdiri dengan kokoh di tempatnya.“Siapa kamu?”Pria bertubuh kekar di depan Dzi tertawa. Ia pandang Dzi dari atas sampai bawah lalu tersenyum mengejek. Dzi yang melihat senyum pria itu segera memalingkan wajahnya. ia tidak suka dengan kepongahan sang preman.“Tadi kau bertanya padaku?”Dzi menggeleng. ia merasa sia-sia. Meladeni laki-laki gila seperti itu baginya terlalu membuang waktu tapi apabila ia pergi dan menghindar, ia yakin dia akan mengejar. Tidak ada pilihan lain selain meladeni keinginannya. Dengan berkomat-kamit membaca doa, Dzi mulai meneguhkan hatinya untuk tetap melayani preman tampan di hadapannya yang semakin lama semakin menyebalkan.“Kau tidak tahu siapa aku?’“H
“Menginap di AlFitrah?”Dzi mengangguk. Mata Khalid membelakak kaget. Entah mengapa mendengar kata menginap, Khalid menjadi tidak suka. Ia membayangkan keadaan Alfitrah yang dipenuhi banyak laki-laki terutama Dokter Willy yang dianggap sebagai saingan terberat Khalid selain Wildan.“Katakan padaku mengapa kau mau menginap di sini!”Dzi memandang Khalid heran. Ia tidak tahu mengapa wajah pria di hadapannya kelihatan mencemaskannya. Dzi tersenyum membuat Khalid terpana menatapnya.“Kenapa, Mas?”Khalid mendesah. Ia benar-benar merasa sangat kesal pada Defandra. Meski akhirnya ia tahu sisi lain dari kelebihan yang dimiliki Dzi, ia tetap saja marah. Khalid mengulurkan tangannya, mengambil tangan Dzi yang nampak memar. Meski dia memenangkan perkelahian, tapi kulit Dzi tetap tergores. Dzi yang tidak tahu kalau Khalid akan menyentuhnya kaget. Ia segera menarik kedua lengannya namun Khalid menolak. Ia tetap memegan
Dzi masuk ke gerbang Rumah Sehat Alfitrah dengan kondisi tubuh yang masih lemas. Sudah lama ia tidak berlatih sehingga saat melawan enam preman yang mengganggunya, ia merasa kewalahan. Ia merasakan kepalanya pusing. Mual dan matanya sedikit berkunang-kunang.Setelah memarikir motornya, Dzi melangkah masuk Alfitrah. ia mengedarkan pandangan untuk mencari Dokter Andini untuk mencoba mencari pertolongan. Beberapa pasien yang melihatnya nampak kebingungan dengan kondisi Dzi namum, mereka tidak berbuat apapun.“Kamu kenapa Saifi?”Dokter Andini yang baru keluar ruang tindakan pasien putri, menghampiri Dzi yang berjalan terhuyung di depannya. Dzi mengulurkan tangannya, meminta bantuan Andini.“Tolong bawa aku ke ruang perawatan. Aku butuh pertolongan sekarang, Dok.”Andini langsung menuntun Dzi ke ruang perawatan pasien. Mereka melangkah dengan cepat tanpa menghiraukan tatapan pengunjung“Kamu kenapa sampai begini kon
Tok tok tokAndini, Willy dan Mira menolah ke pintu. Sedang Dzi hanya memejamkan matanya.“Silakan masuk!”Seorang pemuda berpenampilan sederhana masuk. Andini, Willy dan Mira menatap sang pemuda dengan tatapan datar.“Maaf, Dokter. Saya mau menengok pacar saya.”Dzi yang sedang memejamkan mata terkejut mendengar suara laki-laki yang sangat dihafalnya. Jantungnya berdegup kencang. Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Membuka mata dan menerima kunjungan Khalid atau tetap memejamkan mata dan berpura-pura tidur.“Apakah dia yang kau maksud?”Andini bertanya sambil memandang Khalid yang memandang Dzi khawatir. Khalid mendekat. ia tatap wajah Dzi yang masih memejamkan matanya lalu mengangguk.“Iya. Dia kekasihku.”“O ternyata.”Mira yang sejak awal tidak suka dengan Dzi tersenyum. Ia bahagia saat tahu kekasih Dzi bukanlah orang yang bisa dibanggakan. Sela
Khalid masih terpana menyaksikan mobil yang kini parkir dan berjajar di depan masjid. Ia melihat keluarga yang tadi duduk di ruang VVIP restoran AD datang menemuinya. Wildan dan Khalid saling pandang.“Apakah kau masih ingin menolak permintaan orang tuamu kalau saat ini mereka memintamu menikahi Saifi, khalid?”Wildan menatap Khalid yang kini menegang. Khalid benar-benar tidak habis pikir dengan kegigihan keluarganya memaksa dirinya menikah.“Aku akan tetap menolak, Wildan. Aku sudah mengusulkan kepada MAma agar menungguku menemui Dzi dulu dan mengatakan semua perasaanku. kalau Dia sudah tidak mau denganku, aku baru bisa menerima Saifi. Kalau Dzi belum kutemukan aku merasa sangat tidak nyaman karena aku merasa mengkhianatinya.”Tuan Raharja dan semua yang hadir di sana tersenyum. mereka tahu betapa gigihnya Khalid memperjuangkan cintanya. Tuan Raharja dan Nancy mendekati Khalid lalu mengelus kepala anaknya.“Apakah kau
Setelah puas melampiaskan semua keluh kesahnya di pantai, Khalid segera melangkah meninggalkan pantai. Ia bergegas menuju mobilnya sebelum semua keluarganya tahu kemana ia akan melangkah. Ia benar-benar ingin sembunyi dari mereka yang sama sekali tidak tahu perasaannya.Setelah menghidupkan mobilnya, Khalid bingung menentukan arah. Ia tidak tahu kemana harus bersembunyi dari mamanya yang selalu mendatanginya dan memaksanya untuk menikah. Pikirannya terus dipenuhi oleh wanita yang sejak awal sudah mengganggu pikirannya. Wanita yang disakiti oleh Nancy dan kini entah dimana.Kini, ia mengarahkan mobilnya menuju tempat dimana ia memiliki kenangan indah bersama Dzi di masjid Baiturrahim. Ia ingin melihat kondisi terakhir rumah mereka saat ini. rumah yang ia tinggalkan hampir satu tahun lamanya dan menyimpan kenangan yang indah kini sudah ada di depan mata.“Yaa Tuhan. Rumah itu masih sama seperti kondisi awal aku datang.” gumam Khalid saat melihat rumah
“Assalamualaikum”Semua mata memandang Khalid yang baru saja masuk dengan penampilan acak-acakan. Nancy yang melihat kehadiran anaknya segera berdiri lalu menyambutnya dengan wajah berbinar cerah. Ia ulurkan tangannya dan menggandeng tangan Khalid untuk mengikutinya duduk di antara para orang tua yang hadir di sana.“Akhirnya kau datang, Sayang. Mama khawatir sekali kalau kau sampai tidak datang. Tadi Saifi baru saja duduk di sini. Dia baru saja keluar ke toilet.”Khalid terpana mendengar mamanya menyebut nama Saifi baru keluar dari ruangan menuju toilet. Ia kemudian memandang sekeliling ruangan, menatap satu persatu kerabat yang diundang oleh keluarganya.“Ada apa ini, Mama? Mengapa mereka ikut hadir di sini? Bukankah MAma datang ke apartemen dan meminta Khalid untuk makan bersama di restoran AD?”“Bukan untuk makan bersama, Mama kan bilang kalau Mama ingin melamar Saifi untuk kamu.”&ld
“Apa permintaan Ayah yang harus aku lakukan, Kak? Apakah Ayah memintaku untuk pulang?”Amira menggeleng. ia mencoba menetralisir perasaannya agar ia mampu menyampaikan pesan ayahnya dengan benar tanpa terjadi salah paham dengan adiknya.“Ayah memintamu datang ke restoran.’Dzi terpana mendengar kakaknya menyampaikan berita itu. datang ke restoran ayahnya sama dengan ia harus bertemu dengan orang yang sudah menorehkan luka di hatinya ketika dia masih duduk di bangku SMA. Orang kepercayaan ayahnya yang sudah membuat dia kehilangan harga diri karena dihina olehnya. Laki-laki tampan yang menjadi kebanggaan ayahnya karena memiliki bakat langka. Adrian, executive Chef, yang dimiliki restoran AD, restoran kebanggaan keluarga Dzulfikar. Restoran memiliki menu spesial yang selalu baru setiap harinya selalu menjadi rujukan kolega dan rekan bisnis Tuan Dzulfikar yang berada di dalam maupun luar negeri.Keberadaan Adrian di restoran AD, sama s
“Kakak? Kenapa Kakak bisa ada di sini? Sama siapa? Apakah Kak Wildan juga datang?”Amira mengacak rambut Dzi yang memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Ia ingin mengacaukan perasaan adiknya, namun ia kasihan memandang gadis cantik yang mirip dengan dirinya menerima masalah lebih besar.“Bisa tidak bertanyanya satu-satu?”“Bisa”Amira mencubit pinggang Dzi yang semakin ia anggap kurang ajar. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa kehadirannya di apartemen Dzi mampu membuat adiknya bahagia seperti saat ini. ia duduk di ranjang yang acak-acakan karena beberapa kain tergeletak di sana. ia ambil pakaian Dzi dan melemparnya ke sudut kamar, membuat pemiliknya melotot tak percaya.“Kenapa dibuang? Aku akan memakainya untuk pergi ke kota.”“O iya? Kemana?’Dzi menggeleng. ia yang awalnya ingin pergi dan kini memilih untuk mengurungkannya segera menggeleng. ia sama sekali tidak ingin
Di rumah sehat Alfitrah, Dzi yang baru datang ke ruangan perawatan Khalid segera memandang Nancy dan Raharja yang duduk lesu di bed pasien.“Tante minta maaf ya, Sayang. Khalid pergi tanpa Tante bisa mencegahnya setelah Tante mengatakan padanya kalau kau mau datang menengoknya.”“Apakah Tante mengatakan kalau Dzi akan datang?”“Tante bilang Saifi akan datang menemuinya, tapi dia memang dasar keras kepala. Ia sama sekali tidak mau mendengar penjelasan Tante. Tante mengundangmu untuk mengobati luka hatinya karena kau pergi dan dia gagal mencarimu, e, dia memang anak yang keras kepala makanya tidak mau tahu. Dia memilih meninggalkan Tante di sini.”Dzi tersenyum. dia sangat paham mengapa Khalid pergi namun ia tidak akan menyalahkan siapapun.“Ini sudah takdir, Tante. Takdir Tuhan yang harus kita terima dengan ikhlas walau kita sebenarnya juga geregetan.”Nancy mengangguk. ia memang geregetan
“Kita akan kemana, Tuan?”Defandra masih belum tahu di mana Khalid memutuskan akan tinggal. Khalid yang masih sakit hati dengan kedua orang tuanya lebih memilih apartemen sebagai tempat untuk perawatannya.“Aparteenku, Ndra.”“Baik, Tuan.”Defandra mengangguk. ia terus fokus pada jalan raya yang ramai karena jam-jam seperti sekarang, semua karyawan sedang berangkat ke tempat mereka berangkat ke kantor. Khalid yang masih merasa sangat mengantuk segera menyandarkan kepalanya di sandaran jok penumpang dan memejamkan matanya.Ia menerawang jauh membayangkan pertemuan pertamanya dengan Dzi, gadis yang kini hilang entah kemana dan terus membayang-bayangi kehidupannya. Ia menggeleng, membayangkan tentang kegagalan anak buahnya dalam melakukan pencarian. Beberapa bulan dari hilangnya Dzi, anak buahnya belum melaporkan keberadaan gadis yang dicintainya. Ia merasa bahwa ada yang aneh dengan gadisnya.&ld
Di ruang perawatan Khalid di pagi yang sama, Nancy masih kesal. Pasalnya beberapa menit lalu ia mengunjungi dokter Willy di ruangannya, namun ia sama sekali tidak mendapatkan jawaban atas keberadaan Dzi. Willy belum mau membuka suaranya. Ia hanya mengatakan agar bersabar sebentar karena Saifi sedang dalam urusan yang tidak bisa diganggu siapapun.Willy tidak mengatakan kalau Dzi sudah datang ke Alfitrah dan menemuinya. Ia sengaja membiarkan Dzi untuk menyiapkan dirinya dengan mandi dan sarapan. Willy melihat tubuh Dzi semakin kurus karena memikirkan masalah percintaannya dengan Khalid. ia tidak rela ketika Dzi sedang makan dan istirahat, ada orang lain mengusik bosnya.“Kau kenapa, Mama? Sejak tadi bukannya duduk malah mondar mandir kesana kemari. Apakah kau sedang menahan hasrat ingin kencing?”Nancy melototkan matanya. Ia benar-benar ingin mencakar wajah suaminya yang tidak pernah tahu kalau dia sedang berakting. Ia selalu bersikap serius men
Dzi segera mengecek panggilan masuk. Lima kali Willy memanggilnya dengan panggilan video dan lima kali dengan panggilan suara. Dzi segera mengusap wajahnya. ia menelpon balik nomor Willy namun panggilannya ditolak. Ia segera menelpon Andini, namun beberapa kali panggilannya tidak terhubung. Dzi nampak sangat khawatir. Ia segera memandang ayah dan kakaknya.“Kelihatannya ada yang genting di Alfitrah, Ayah. Dzi harus segera pergi sekarang.”Tuan Dzulfikar, Wildan dan Amira mengangguk. mereka tidak dapat menahan Dzi sama sekali. Meski hanya untuk memberi pesan kepadanya agar hati-hati di jalan. Dzi segera berlari ke kamarnya dan mengganti pakaiannya tanpa membersihkan badannya terlebih dulu. Ia berniat mandi di apartemennya di Alfitrah. ia segera keluar rumah dengan Expander miliknya.Setengah jam kemudian, mobil warna hitam sudah berhasil parkir di tempat parkir khusus Direktur Utama rumah Sehat AlFitrah. ia segera berlari ke ruang dokter Willy dengan