"Brengsek! Kalian berdua memang brengsek! Kalian tertawa bahagia di atas tangisanku. Kau brengsek, Alan.."Kanaya tersungkur lunglai di bawah ranjangnya. Mendengar tawa bahagia antara Kimberly dan Alan tadi membuat hatinya tercabik-cabik. Ia tak bisa melakukan atau memprotes apapun, rasa sakitnya hanya bisa ia telan sendiri. Perih, sakit, serta terinjak-injak. Itu semua bercampur menjadi satu menempa tubuhnya hingga lirih tersungkur. Namun lagi-lagi rasa cintanya yang begitu besar pada Keinchiro Alan Satou membuat wanita itu menahan semua rasa sakit yang ia terima. Baginya rasa sakit kehilangan seorang Alan Satou akan lebih menyakitkan dibanding kesakitannya melihat Alan dan Kimberly bermesraan. "Aku akan membalasmu, Kimberly! Akan kubuat Alan meninggalkanmu selamanya!"*"Apa kabar setelah menyebarkan berita fitnah untuk menusuk kekasihku, Rea Dewantara?"Alan menyapa Rea yang ada di sudut pintu ruangan ayahnya. Dengan kaki masih menopang di atas kaki yang lain, serta tangannya tak
"Om..""Hem?""Bagaimana jika hubungan kita dikecam? Apa kau akan baik-baik saja?"Kimberly menatap lamat wajah pamannya. Mencari adakah keraguan di wajah itu untuk tetap menjalani hubungan mereka seperti sekarang?Alan menepikan mobilnya, "kau mengujiku, Kim?"Alih-alih langsung menjawab, Alan justeru balik bertanya pada gadis itu. Senyum simpul terulas di sudut bibir lelaki yang berkulit pucat itu.Kim menggeleng, "tapi aku harap kau jawab dengan jujur. Aku tak mau karena hubungan kita yang mungkin akan terdengar aneh di telinga orang lain membuat karier dan perusahaanmu hancur. Aku mencintaimu bukan untuk menghancurkanmu.. Alan.."Untuk kali ini Kimberly menepis kepercayaan diri yang selama ini menjadi keunggulannya. Kecewa dengan sikap mantan sahabatnya membuat Kim kesulitan untuk meyakini seseorang benar-benar tulus padanya."Kalau perusahaanku hancur, kolegaku memutuskan semua kontrak kerja kita, apa kau mau tetap di sampingku?""Selama itu bukan karena kehadiranku, aku akan tet
'Kimberly sudah menjadi pemilik Cafe ini, jadi buang saja mimpimu untuk menyingkirkannya dari sini jika tak mau kau yang tersingkir.'Febby menatap Kimberly dari kejauhan, mengingat apa yang diucapkan pak Bandy saat ia memberikan laporan bulanan."Gadis hebat! Usahamu menjadi sugar baby pria kaya raya tak sia-sia, Kimberly."Febby tersenyum sinis karena gumamannya sendiri. Upayanya untuk menyingkirkan Kimberly dari Town Cafe ternyata justeru memakan dirinya sendiri."Kim, bisa bantu aku?" seru Febby yang sengaja memanggil rivalnya itu."Oke..""Kim, kau bawa ini ke meja nomor tiga, setelahnya tolong bantu aku mencuci piring-piring kotor ini. Hari ini pelanggan cafe sangat ramai, kita dibuat kelelahan olehnya."Febby sedikit mendumal, kesal dengan pengunjung cafe yang terus saja berdatangan hingga mereka kesulitan beristirahat."Bukankah bagus jika cafe kita ramai, Feb? Mungkin pak Bandy akan memberi insentif besar bulan ini."Dengan senyum polosnya gadis itu menjawab ocehan Febby tanp
"Hem.. hem.. hem.. hem.."Sejak beberapa menit yang lalu Naina terus memperhatikan Kimberly yang terus bersenandung. Tak seperti biasanya, wajah gadis mungil itu hari ini terus memancarkan senyum tipis yang membuat Naina keheranan."Kim, kau baik-baik saja?" tanyanya."Hem? He em.." Kimberly mengangguk seraya menoleh sebentar ke arah sahabatnya."Apa-- kau mendapat undian berhadiah hari ini?" bisik gadis itu yang tak puas dengan jawaban Kimberly."Undian berhadiah? Hh.. kalau aku dapat undian berhadiah kau orang pertama yang kuajak shopping, Nai..""Lalu? Hari ini kau aneh, Kim. Jangan-jangan kau kerasukan jin tersenyum."Naina mendekatkan wajahnya untuk melihat wajah sahbatnya dengan seksama seraya memicingkan mata. Gadis itu benar-benar penasaran dengan tingkah Kimberly yang tak biasa."Iiish.. gadis ini! Aku baik-baik saja, Nai. Sungguh! Memang kenapa kalau aku tersenyum? Pengunjung cafe kita pasti senang jika dilayani dengan full senyum." Kimberly berdalih dan melanjutkan pekerjaa
"Om, lepaskan aku. Disini masih banyak orang."Kimberly melirik sekeliling di parkiran cafe. Meski sudah tutup setengah jam yang lalu namun terkadang anak-anak muda masih setia duduk-duduk di kursi depan cafe sebelum benar-benar gerbangnya dikunci oleh keamanan."Jadi jika tak ada orang aku boleh--"Iiish.. kau ini! Ayo, cepat kita pulang."Kimberly melepas tangan Alan dari pinggangnya dan merangsek masuk ke dalam mobil. Wajah gadis itu terlihat gugup dan menahan malu karena sadar beberapa kamera memotret mereka berdua. Berbeda dengan Alan yang tampak santai dengan mengulas senyum mahalnya. Seketika ia melihat ke arah seorang perempuan muda yang masih mengambil gambarnya,"dia kekasihku," ujarnya pada perempuan itu."Huaaaaaaaa....."Sontak beberapa anak muda yang masih memberikan atensi pada pasangan itu berteriak histeris. Ya, setelah Rea melakukan permintaan maaf di akun sosial medianya pasangan itu mulai menjadi bahan perbincangan publik. Dengan status Alan Satou, meski bukan seor
Berita begitu cepat beredar. Beberapa foto dan video kemesraan Kimberly dan Alan di depan cafe langsung tersebar di sosial media. Ada yang menjadikan mereka sebagai couple goal tahun ini, namun tak jarang cibiran serta cemoohan yang tertulis di kolom komentar. Ketabuan hubungan antara paman dan keponakan membuat Alan dan Kimberly dihujat."Hhh.. dasar jari-jari tak berpendidikan, mereka dengan mudahnya menjudge seseorang hanya karena persepsi otak yang selalu ingin tahu urusan orang."Naina mengumpati orang-orang yang menghina Kimberly di media sosial. Kesal dengan ujaran kebencian terhadap sahabatnya, namun Naina tetap saja penasaran dengan berita yang sudah beredar sejak pagi tadi."Jangan dibaca, Nai.." ucap enteng Kimberly yang masih tetap tersenyum."Kau tak marah membaca komentar-komentar mereka yang sok tahu, Kim? Jari mereka sangat jahat!" decak kesal Naina."Aku tak berniat membacanya. Aku juga belum membuka akun sosial mediaku sejak pagi. Kemarin beberapa pengunjung yang mas
"Tuan, semua keperluan Anda selama di Jepang sudah disiapkan. Saya sudah memberitahu James untuk menyiapkan private jet Anda siang ini.""Tunda keberangkatanku menjadi sore hari, Mike. Ada sesuatu yang harus aku lakukan siang ini."Alan tak menunggu jawaban asistennya. Pria itu langsung meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja kemudian beranjak dari kursi kebesarannya."Tapi-- saya--, hhh.. pasti dia mau menemui nona Kimberly. Dasar bucin!"Mike berdecak kesal karena ia harus direpotkan dengan menscedule jadwal keberangkatan bosnya. Bukan itu saja, dengan berubahnya jadwal Alan berangkat ke Jepang, maka rapat yang seharusnya dilakukan sore ini harus ikut di re scedule menjadi besok pagi.Bentley kuning milik Alan Satou sudah berjalan di jalanan ibu kota yang padat merayap. Perkiraan Mike sangat tepat, Alan memang berencana menemui Kimberly sebelum berangkat ke Jepang. Semalam pria itu lupa mengatakan jadwalnya hari ini pada sang kekasih, dan sekarang, sebelum ia terbang ke Jepa
”Kita akan menikah.”Kalimat itu masih membuat Kimberly termangu meski ia sudah berada di dalam mobil bersama Alan. Wajahnya spontan merona merah mengingat ekspresi kesungguhan sang kekasih."Kau kenapa, Kim?"Pertanyaan spontan Alan membuat Kimberly terkejut."Hah? Oh.. tidak. Kita.. mau kemana?""Sebentar lagi kau akan tahu."Kimberly yang tadinya hanya ingin mengalihkan perhatian Alan agar tak menyadari apa yang tengah ia pikirkan, kini justeru merasa penasaran dengan jawaban mengambang pria itu. Ia benar-benar tak bisa menebak kemana Alan akan membawanya pergi.Bentley kuning yang dikendarai Alan memasuki sebuah butik terkenal di pusat ibu kota. Butik yang biasa dipenuhi oleh para artis kelas A dan isteri pejabat. Dulu Kimberly sering kali menemani ibunya untuk memesan gaun disana, bahkan Merly sudah menjadi member VIP di butik itu."Om, kenapa kau membawaku kemari? Jangan bilang kalau kau menyuruhku untuk membuat gaun--Kimberly tak sampai keceplosan mengatakan gaun pernikahan. M
Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan
Lift di lantai ruang CEO terbuka, seorang perempuan keluar dari sana dengan langkah terburu dan wajah serius."Nona, Anda tidak boleh--"Diam kau!"Perempuan itu mengindahkan larangan sekretaris Alan Satou, ia tetap melangkah menuju ruangan pria itu."Alan."Kanaya menyerukan nama tunangannya sesaat setelah pintu terbuka."Hhh.. mau apa kau kesini? Mike si bodoh itu selalu saja tak menggubris perintahku."Alan membuang pandangannya dengan malas. Ia tengah tak berselera untuk meladeni Kanaya."Aku hanya ingin mengatakan, jika aku tak bisa bersamamu, tak ada perempuan lain yang boleh bersamamu. Kau milikku, Alan.""Aku sudah malas mendengar rengekanmu, Nay. Cepat keluar dari sini atau aku harus memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar.""Kau tidak akan bisa membuatku keluar dari sini. Aku tak pernah main-main."Alan yang sudah sangat malas meladeni Kanaya langsung meraih gagang telpon hendak mendial nomor keamanan kantornya."KANAYA!"Alan membanting gagang telpon saat melihat mantan
Sinar sang surya masih terasa menyengat meski ia telah perlahan menuju Barat. Pertemuan Kimberly dengan Genta yang mungkin akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan pemuda itu sedikit menyisakan rasa pilu. Bukan karena gadis itu mencintai Genta, namun ada rasa tak tega saat Kimberly harus menolak ungkapan cinta pemuda itu untuk kedua kalinya.Taksi online sudah sampai mengantarnya ke depan gerbang tinggi mansion milik sang paman. Perlahan gadis itu merasakan sesuatu saat melangkah masuk ke dalam bangunan megah itu."Selamat Sore, Nona Kim.""Sore, Pak."Senyum tenang terkulum dari bibir mungil gadis itu, namun terasa ada sebuah kejanggalan dari raut sang security penjaga pos pintu gerbang."Bi, ada apa dengan wajahmu?"Lagi-lagi Kimberly menemukan wajah tegang dari pelayan di mansion itu. Bi Jeni yang menyambut kedatangannya tampak kaku dan ketakutan."Tu-- tuan Satou.. menunggu Anda di ruang kerjanya, Nona," sahut pelayan tua itu dengan tergagap."Alan? Alan sudah pulang, Bi?""Iya.
Mobil sedan berlabel burung berwarna biru berhenti di depan Cafe sebrang SMA Penabur, sekolah Kimberly dulu. Gadis itu keluar dari mobil dan berjalan menuju tempat pertemuannya dengan Genta."Kim!"Tangan Genta melambai ke arah Kimberly, dengan senyum cerah bertengger di bibir pemuda tampan itu."Maaf aku terlambat, Ta.""He em. Duduklah, kau mau pesan apa? Menu favoritmu?"Kening Kimberly sedikit mengerut, "memangnya kau tahu apa menu favoritku disini?" tanyanya meragu.Pemuda itu kembali tersenyum dan kembali meminta Kimberly untuk duduk."Aku tahu semua tentangmu, Kim. Apapun itu," jawabnya dengan tenang."Warna kesukaanku?""Hijau.""Eeem.. lagu kesukaanku?""Epiphany.""Waw.. eeem, ini pasti kau tak tahu, Ta. Pemain sepak bola yang kusuka?"Kimberly tersenyum remeh saat Genta terdiam untuk berpikir."Kalau aku tahu.. apa aku boleh meminta sesuatu padamu?""Hh? Kalau begitu kau tak perlu--"Ricardo Ijection Santos Leite. Kau sangat mengidolakannya sejak remaja. Pemain sepak bola d
"Hhh... oke, jadi apa yang harus saya lakukan untuk meredam berita ini. Kita tak bisa mendiamkanya begitu saja, nama baik Anda bisa tercoreng dan itu akan membuat para pemegang saham ragu dengan kredibilitas Anda.""Kau fokus saja pada peluncuran produk baru kita di Jepang. Masalah ini biar jadi urusanku," titah Alan pada sang asisten."Baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu."Mike keluar dari ruang CEO untuk melakukan beberapa pekerjaan di luar kantor.Drt..Drt..Drt..Gawai Alan bergetar, nama Kimberly terpampang disana. Dengan sigap pria itu mendial tombol hijau karena khawatir terjadi sesuatu dengan kekasihnya.”Sayang, apa terjadi sesuatu?”(”Alan, video peristiwa di mall tadi beredar luas di sosial media. Apa kau baik-baik saja?”)”Hhh.. jangan mengkhawatirkanku, Moon. Itu hanya berita sampah, sebaiknya kau tak perlu membuka akun sosial mediamu dulu. Lebih baik kau istirahat.”(”Kau sudah melihatnya? Ada yang merekam saat kau menampar Kanaya, Alan. Itu akan mempengaruhi pekerjaa
Kimberly dan Naina keluar dari toko pakaian dengan membawa tiga paper bag berlogo brand ternama."Nai, aku lapar. Kita makan dulu, ya.""Oke." Naina memberi kode setuju pada jarinya."Hai, Kim. Sepertinya Alan memberimu kompensasi sangat banyak setelah kejadian malam itu."Suara seorang perempuan yang dikenal Kimberly membuat dirinya dan Naina menoleh bersamaan."Apa itu semua kompensasi dari Alan karena telah membawamu ke atas--"Cukup, Kanaya!"PlakkBelum selesai Kanaya menjatuhkan mental Kimberly, Alan yang muncul tiba-tiba lebih dulu melayangkan sebuah tamparan di pipi wanita itu. Matanya tajam menatap nyalang Kanaya yang terkejut mendapat sebuah tamparan keras, padahal Alan tak pernah sekalipun berbuat kasar padanya."Brengsek! Kau--"Kau sudah keterlaluan, Kanaya! Sekali lagi kau mencoba menyakiti calon istriku, aku tak akan segan-segan berbuat lebih kasar lagi padamu!"Ancaman Alan membuat mulut Kanaya ternganga namun kelu. Kata calon istri cukup membuat wanita itu terhenyak s
"Anda memanggil saya, Tuan?""Mike, datanglah ke mansionku dan berikan ini pada Kimberly.Alan menyerahkan sebuah black card pada asistennya."Ini.. untuk nona Kim?" tanya pemuda itu."He em. Itu hadiah karena dia sudah bisa memanggil namaku.""Hah?" Mike tak mengerti dengan apa yang dibicarakan bosnya."Sudah jangan banyak tanya! Kau serahkan kartu ini saja pada Kimberly dan langsung kembali ke kantor. Dua jam lagi kita rapat internal."Bagi Mike, titah Alan adalah sesuatu yang mustahil ia bantah. Apa yang dikatakan pria itu, itulah yang harus ia jalani."Baik, saya pergi sekarang."*"Waaah.. aku baru lihat rumah semegah ini, Kim. Sepertinya aku akan tersesat jika berada disini sendirian."Kimberly sengaja mengundang Naina ke mansion Alan, kebetulan gadis itu tengah libur bekerja."Disini ada petunjuk arah, Nai." Kimberly menunjuk tulisan led yang ada di depannya. Bi Jeni meminta Alan untuk membuat petunjuk arah untuk memudahkan pelayan yang baru bekerja disana."Waaah.. ini bukan
”Hei, gadis sombong! Pantas saja kau tak masuk-masuk kerja, ternyata si Kuda Putih sudah melamarmu, ya!”-NainaBaru saja bangkit dari ranjang, mata Kimberly dibuat mengerjap beberapa kali saat membaca pesan chat dari Naina."Dari mana Naina tahu kalau Alan melamarku?" tanyanya pada diri sendiri.”Kau tahu dari mana, Nai? Maaf aku tak memberi kabar apapun selama beberapa hari ini. Nanti saat masuk kerja akan kuceritakan.”-Kimberly”Hhh, tuan putri pasti baru bangun dan belum melihat berita hangat yang sudah jadi perbincangan. Bukalah sosial mediamu, Kim. Kau akan tahu sendiri dari mana aku bisa tahu.”-NainaKimberly langsung membuka akun sosial medianya. Sudah banyak tag video di akun instagram gadis itu."Video apa ini? Kenapa banyak sekali yang menandai akunku?"Matanya membola dengan mulut ternganga saat prosesi lamaran yang Alan lakukan untuknya terpampang jelas di gawainya. Video itu seperti sudah disetting dan diedit sedemikian rupa oleh seseorang, siapa lagi kalau bukan sang
"A-- A- Lan.""Berikan tanganmu, Moon.."Alan meminta Kimberly memberikan jemarinya untuk disematkan cincin bermata zamrud yang ia beli beberapa hari yang lalu."Tapi--""Kau tak mau menerima lamaranku?""Bu-- bukan! Aku-- Alan, apa-- kau serius? Ini-- bukan hanya karena kejadian malam itu?"Alan bangkit dan berdiri di hadapan gadis itu, menatap tajam wajah cantik yang masih meragukan ketulusannya, "kau masih meragukan ketulusanku, Moon?" tanyanya dengan tangan mendekap wajah Kimberly."Aku hanya tak mau menjadi beban tanggung jawabmu. Aku benci dikasihani, apalagi--"Ssst.. tak ada yang mengasihanimu, Kim. Sebelum peristiwa malam itu pun aku sudah berniat untuk melamarmu. Apapun yang terjadi aku hanya ingin kau yang jadi pendamping hidupku."Jemari Alan memotong ucapan Kimberly. Ia hanya ingin meyakinkan kesungguhannya pada gadis itu. Tak ada yang harus dikasihani, dan tak ada yang harus bertanggung jawab. Semua yang terjadi adalah kesalahan yang sama-sama tak diinginkan, namun kesal