Rosea berdiri di depan jendela, melihat ke bawah, terdapat seorang kurir yang berdiri di depan gerbang rumahnya tengah menekan bel beberapa kali. Rosea segera pergi turun dan keluar. Siapa pagi-pagi seperti yang mengirimkan paket untuknya? Rosea jarang sekali menerima paket ke rumah pribadinya. Rosea mendorong ke sisi gerbang rumahnya, wanita itu sedikit mematung dengan napas tersenggal karena terlalu banyak berlari. Perhatian Rosea langsung tertuju pada sebuah bucket bunga yang di keluarkan dari mobil box. Bucket bunga itu terlihat besar sampai-sampai kepala kurir yang mengantar tidak terlihat, dengan hati-hati sang kurir menurunkan bucket bunga. Kurir itu tersenyum lebar seraya membaca nama alamat yang di tujunya “Selamat pagi. Benar ini rumah atas nama Ibu Rosea?” “Benar, saya sendiri” Senyuman pria itu melebar seraya menyerahkan bucket bunga besar kepada Rosea. “Ada kiriman untuk Anda dari Pak Leonardo, silahkan di terima dan tanda tangan di sini.” Rosea menerima bucket bu
“Nenek.” “Ya, ada apa Prince?” “Apa aku boleh bermain di luar? Di taman depan.” Seketika Berta mengangkat tangannya dan melihat jam di tangannya, “Mainnya nanti, guru belajar kamu akan segera datang.” “Aku tidak mau belajar,” tolak Prince dengan suara protesan kecilnya, kesedihan kian terpancar di matanya yang bulat berkilauan itu. Prince merasa kesal karena Berta terus-terusan meminta dia belajar, Prince ingin bermain seperti anak-anak lainnya. “Prince, berhenti merajuk. Kamu sudah berjanji kepada nenek untuk menjadi anak yang patuh, kamu sudah banyak bermain daripada belajar. Anak baik harus menepati janjinya.” “Tapi aku lelah belajar.” “Prince, kamu tidak boleh manja.” “Aku tidak mau belajar!” Tolak Prince dengan teriakan keras dan perlahan menangis. Berta menurunkan kacamatanya seketika, sesaat dia membuang napasnya dengan berat. Wanita itu menggeleng kecil memperhatikan ketidak patuhan Prince padanya. Berta segera bangkit dan mendekati Prince yang kini tengah menangis
Atlanta duduk menopang dagunya, memperhatikan Rosea yang kini tengah kesulitan mengikat rambutnya. Rosea berdiri balik meja pantry tengah bersiap-siap akan memasak. Atlanta merasakan hembusan angin yang menyapu pipinya, jendela-jendela ruangan terbuka lebar memperjelas semua yang bisa di lihat. Termasuk sosok Rosea yang kini semakin jelas untuk Altanta pandang. Atlanta tersenyum lebar, pikirannya berkelana teringat kejadian satu jam yang lalu mengenai percakapan singkatnya dengan ayah Rosea. Ada sepercik harapan di hati pria itu mengenai hubungannya dengan Rosea, Atlanta berharap mereka menjadi semakin lebih dekat karena Atlanta percaya, pertemuan kedua mereka sekarang adalah bagian rencana takdir. Atlanta memutuskan untuk beranjak dari duduknya dan pergi mendekat, “Mau aku bantu?” “Harusnya dari tadi kamu menanyakannya!” jawab Rosea dengan ketus. Atlanta terkekeh geli, di ambilnya ikat rambut dari tangan Rosea, Atlanta menyisirnya dengan jari dan membaginya menjadi tiga bagian,
Adam melirik Prince yang kini tidur meringkuk di kursi belakang, sikap Prince yang terlihat berbeda membuat Adam bertanya-tanya apa yang terjadi kepada anak itu. “Ke rumah Sea, aku ingin bertemu Sea,” pinta Prince dengan suara yang kian serak. “Kamu harus ganti pakaian dulu Prince.” “Aku mau ke rumah Sea!” Tekan Prince sambil memukul sisi kursi, anak itu kembali menangis merasakan kegelisahan yang tidak mengenakan badannya. “Apa terjadi sesuatu?” Tanya Adam dengan hati-hati. Tidak seperti biasanya Prince rewel dan tidak bisa mengendalikan diri, hari ini anak itu terlihat menjadi cengeng dan tidak seperti biasanya. “Aku ingin bertemu Sea.” “Baiklah, duduklah dan berhentilah menangis. Kita akan ke rumah Sea sekarang,” bujuk Adam. Dengan cepat Adam mengubah arah kemudinya karena kini dia akan pergi ke rumah Rosea. Tangisan Prince perlahan mereda, tangan mungilnya beberapa kali menyusut air matanya dan keringat dingin di wajahnya. Prince bangkit dan duduk, anak itu hanya menatap me
Cukup lama Prince berendam, Rosea menuntunnya keluar dan membungkus Prince dalam jubah mandinya, lalu membawanya pergi. Setelah cukup lama menghabiskan waktu untuk membantu Prince mengenakan pakaian, Rosea beberapa kali Prince membujuk Prince banyak minum. Rosea tidak memiliki keberanian untuk memberikan obat apa untuk anak itu karena kondisinya yang belum makan. Beruntungnya kini Prince terlihat sedikit lebih tenang dan tidak lagi terdengar rengekan darinya. Prince terduduk bersandar pada sisi ranjang, anak itu tidak berbicara sedikitpun, namun matanya tidak berhenti menatap Rosea yang mengurusnya dengan baik. Sejak tadi Rosea berada di sampingnya dan memeluknya, hangat dan lembut tangan Rosea membuat Prince merasa tenang dan percaya bahwa di akan segera sembuh bila ada Rosea disisinya. “Prince, kenapa?” tanya Rosea yang tersadar bahwa sejak tadi dia terus di perhatikan. Prince bergeser, tiba-tiba anak itu naik ke pangkuan Rosea dan memeluk lehernya, menjatuhkan kepalanya di ce
Sudah lebih dari dua setengah jam Rosea menggendong Prince, tangan Rosea yang baru akan sembuh kembali terasa berdenyut sakit. Prince tidak mau lepas dari gendongannya sampai akhirnya dia bisa tertidur lelap. Adam masuk ke dalam kamar membawakan beberapa potong buah, semangkuk sup dan obat yang dia dapat dari dokter pribadi Prince. Adam sempat berbisik kepada Rosea, memberitahu jika semua yang di butuhkan sudah ada. Rosea mengguncang lengan Prince, mencoba membangunkan anak itu yang sudah cukup lama tidur. Perlahan Prince terbangun, anak itu tidak lagi merengek kesakitan karena kini kondisi tubuhnya terasa lebih baik. “Prince, ayo makan buah agar kepala kamu tidak sakit,” bujuk Rosea seraya mengambil potongan kecil buah, dengan lemah Prince membuka mulutnya dan mengunyahnya begitu pelan. “Jika mual, bilang. Kamu paham?” Prince mengangguk dengan mata perlahan terbuka sepenuhnya, rasa panas di tubuhnya sedikit mereda karena plester kompres di keningnya yang masih menempel. Terlebi
Rosea berdiri di depan meja makan, beberapa kali dia harus minum menetralkan obat yang menempel di lidahnya. Sekilas melihat jam yang terpasang di tangannya, waktu sudah menunjukan pukul dua siang lebih. Rosea hanya memiliki waktu setengah jam lagi. “Sea.” Rosea tersentak kaget merasakan pelukan Leonardo di belakang tubuhnya yang tiba-tiba. Rosea masih belum begitu terbiasa dengan status mereka sekarang. “Leo, kamu sudah bilang tidak akan menggnggu pekerjaanku,” ucap Rosea tidak nyaman. “Tapi sekarang bukan jadwal kerja kamu,” bisik Leonardo menjawab, pria itu memeluk lebih kuat Rosea dan mengecup tengkuknya beberapa kali. “Terima kasih sudah menjaga Prince.” Perlahan Rosea melepaskan pelukan Leonardo dan berbalik menghadapnya. Jarak mereka yang terlalu dekat membuat Rosea sedikit mundur dan bersandar pada sisi meja agar jaraknya dengan Leonardo sedikit berjauhan. Rosea tidak bisa fokus jika berhadapan terlalu dekat dengan pria tampan. Leonardo terdiam, sorot mata pria itu terli
Prince terbangun dari tidurnya, anak itu terdiam mengedarkan pandangannya, memperhatikan hari yang sudah sore terlihat melalui kaca jendela. Keringat dingin membasahi wajahnya, namun rasa pusing dan sakit di tubuhnya sudah berkurang. Perlahan Prince duduk, kepalanya bergerak ke sana-kemari mencari keberadaan Rosea yang tadi masih ada di sampingnya. Ke mana perginya Rosea? Prince mulai gelisah dan bernapas dengan cepat, Prince tiba-tiba takut jika Rosea pulang dan meninggalkannya. Dengan lemah Prince bergeser ke sisi dan perlahan turun dari ranjangnya, anak itu mengambil gelas air yang kembali terisi penuh, lalu meminumnya karena teringat nasihat Rosea yang meminta dia banyak minum. Prince melangkah pelan keluar kamarnya dengan rambut acak-acakan dan baju yang kusut, bola matanya yang bulat itu terus bergerak melihat ke sekitar, masih mencari-cari Rosea. “Sea..” panggil Prince dengan suara serak. Kegelisahan Prince berubah menjadi perasaan sedih karena Rosea yang terus dia pangg
Suara tangisan terdengar di dalam kamar ketika Leonardo kembali pulang, Prince terbaring di ranjangnya tengah di tangani oleh dokter karena mengalami demam lagi. Prince meracau, bergerak gelisah dalam tidurnya, dia terus menangis merintih kesakitan memanggil Leonardo dan memintanya untuk dipertemukan dengan Rosea. “Demamnya masih belum turun, kita harus menjaganya lebih ketat, jika demamnya tidak kunjung mereda, Prince harus dibawa ke rumah sakit.” Leonardo menyandarkan bahunya pada dinding, pria itu tidak banyak berbicara dan hanya bisa memandangi Prince yang kini terus bergerak meracau dan menggigil kesakitan. Sekali lagi dan di waktu yang bersamaan, Leonardo harus menerima diri bahwa kini tidak hanya hatinya yang terluka atas kepergian Rosea, puteranya mengalami hal yang sama. Pembicaraan Prince dengan Rosea mengguncang perasaannya, anak itu tidak mampu menangani emosional dan tekanan yang memenuhi kepalanya. Prince tidak ingin ditinggalkan, namun dia juga tidak tahu mengapa Ro
Suasana rumah berantakan, Abraham mengamuk tidak terkendali sebelum dia memutuskan pergi keluar dan ikut mencari keberadaan Rosea di mana untuk meminta maaf.Kini tinggal Berta seorang diri dengan sebuah renungan yang dalam atas tindakan yang telah dia perbuat yang tanpa sadar menghancurkan keluarganya sendiri. Hubungannya dengan Leonardo menjadi hancur, dan perusahaan yang tidak tertangani kacau. Kepergian Leonardo dari perusahaan adalah sebuah pukulah besar yang tidak mudah di tangani.“Nyonya, Anda harus istirahat,” nasihat seorang assistant rumah tangga.Berta tidak menggubris, dengan lemah wanita itu pergi keluar rumah dan meminta sang sopir untuk mengantarkannya ke rumah Rosea. Berta harus menurunkan egonya untuk menyelamatkan keluargnya, Berta harus meminta maaf dan tidak lagi mengganggu Rosea.Hanya Rosea yang bisa mengubah keputusan Leonardo saat ini.“Kamu tahu di mana rumah Rosea?” tanya Berta pada sopirnya.“Saya tidak tahu, tapi saya akan menayakannya pada anak buah Anda.
Suara bantingan pintu terdengar keras membuat Berta yang tengah bekerja tersentak kaget dan harus segera berdiri melihat kedatangan Leonardo yang mendatanginya.Setelah cukup lama menolak untuk bertemu, kini akhirnya Leonardo datang sendiri menemuinya.Berta sudah bisa merasakan kemarahan dan kebencian Leonardo terhadap dirinya, entah apalagi yang kini akan membuat Leonardo marah. Berta berharap ini mengenai kandasnya hubungan Leonard dan Rosea.“Apa yang sebenarnya Ibu mau?” tanya Leonardo dengan geraman dan mata menyala-nyala di penuhi oleh amarah yang meledak-ledak. “Ibu pikir aku akan menurut jika Ibu bertindak gila seperti ini padaku? Ibu salah, semakin Ibu berusaha menekanku, aku semakin yakin keluar dari keluarga sampah ini!”Tubuh Berta dipenuhi ketegangan karena apa yang ingin di dengar berbeda dengan apa yng di ucapkan oleh Leonardo.“Kita bicara baik-baik Le,” bujuk Berta.“Mengapa kita harus bicara baik-baik jika semuanya sudah tidak ada yang membaik?” tanya balik Leonardo
Rosea membuka handponenya setelah beberapa hari ini dia matikan, tangan wanita itu gemetar melihat ada beberapa pekerjaan yang batal, termasuk pekerjaan yang baru akan dia dapatkan dari meeting di Bali. Semua itu terjadi karena artikel buruk yang menyebar luas di kalangan rekan kerjanya.Nama Rosea tetap tercoreng meski berita itu sudah turun.Semua kerja kerasnya yang di bangun dan dia perjuangkan selama ini harus hangus oleh sebuah fitnah kejam yang mengarah kepadanya. Rosea tidak tahu kehancuran apalagi yang akan dia terima bila dia terus berada di sisi Leonardo.Tidak hanya kariernya, Berta juga sudah mengirim banyak orang untuk menerornya. Terror itu tidak hanya mengarah pada kediamanya, ada banyak pesan masuk dan ancaman pembunuhan bila Rose tidak menyingkir dari kehidupan keluarga Abraham.Ini sangat menyakitkan untuk Rosea, namun akan lebih menyakitkan untuknya bila terus mempertahankan semuanya.Rosea tidak ingin keluarganya menjadi sasaran selanjutnya Berta.Desakan suara ta
Rosea berdiri di depan cermin, memperhatikan dirinya sendiri dengan seksama. Sudah hampir empat hari ini dia mengurung diri dan tidak melakukan kontak apapun siapapun, pekerjaannya yang terbengkalai dikerjakan Helvin begitu dia tahu jika Rosea dengan mengalami masalah.Rosea sudah berbicara dengan Karina secara khusus untuk membicarakan apa yang ingin Rosea lakukan kedapannya, ada banyak hal yang kemungkinan terjadi diluar dari apa yang selama ini Rosea rencanakan dalam hidupnya.Rosea tidak memiliki sedikitpun ketenangan sejak mendapatkan terror di malam itu, ancaman demi ancaman terus datang kepadanya hingga membuat Rosea takut untuk keluar sendirian.Rosea bersyukur karena Karina juga Emmanuel terus menemaninya dan mendorongnya untuk kembali bangkit menjadi lebih berani, mereka tidak membirkan Rosea sendirian karena kondisinya yang tidak stabil.Perasaan Rosea terasa sedikit lebih tenang, kini dia ingin pergi keluar seorang diri untuk menyelesaikan semua masalah yang memang sudah s
Prince duduk dalam kesendirian di pagi hari, sesekali anak itu menyeka air matanya dan melihat ke sekitar, Leonardo tidak pulang sejak kemarin dan Prince hanya di urus oleh para pekerja di rumah.Prince tertunduk dan kembali menangis sendirian, suasana hatinya dilanda oleh kegelisahan dan perasaan yang mendesaknya ingin menangis. Prince merasakan ada sesuatu yang lain akhir-akhir ini, ayahnya terlihat tidak bahagia dan Rosea tidak datang ke rumahnya.Semua ini terjadi sejak pesta ulang tahunnya. Sejak kedatangan ibunya yang bertemu Rosea.Berta tidak datang ke rumah, sekalinya dia datang, para pekerja tidak mengizinkan bertemu Prince. Prince juga tidak lagi diminta untuk menemui Berta dan melewati banyak pelajaran yang melelahkan. Keputusan Leonardo yang menjauhkan Prince dari Berta membuat Prince tersadar bahwa ayah dan neneknya itu tengah bertengkar.Suara langkah seseorang terdengar dari sudut ruangan membuat Prince melihat ke arah pintu.Leonardo datang dalam keadaan kusut dan ter
Rosea tertidur meringkuk sendirian di ranjang, butuh waktu lama untuk dia bisa kembali menenangkan diri di temani Karina, jiwa Rosea terguncang dalam ketakutan.Rosea tidak dapat berhenti menangis begitu melihat ratusan artikel berita online yang bermunculan membuat berita bohong.Karina khawatir sebuah berita bohong yang sebar luaskan Berta akan sampai ke tangan keluarga Rosea dan rekan kerjanya, nama Rosea akan hancur tercoreng oleh sebuah fitnah.Bertahun-tahun Rosea berusaha keras mendedikasikan hidupnya dengan bekerja dan membangun namanya sendiri, sangat tidak adil jika namanya tercoreng begitu saja.Betapa bekerja kerasnya Karina menuntut Leonardo bertindak cepat untuk menurunkan semua berita yang dibuat.Beruntungnya Leonardo memahami dampak berita bohong yang Berta sebarkan, kurun dari waktu dua jam, secara perlahan berita itu menghilang.“Untuk saat ini, biarkan Sea tinggal di sini. Aku tidak ingin dia bertemu dengan Leo untuk sementara waktu, biarkan dia tenang dan mengambi
Berta meletakan alat makannya di atas piring begitu dia selesai makan.“Anda ingin berbicara apa dengan saya?” tanya Rosea.Tubuh Berta menegak, wanita itu itu menatap tajam Rosea dengan pandangan merendahkan seperti biasanya. “Kita langsung pada intinya saja, kamu harus sadar jika kamu dan Leonardo tidak memiliki kemungkinan sedikitpun untuk bersama. Daripada membuang waktu, sebaiknya tinggalkan dia sekarang sebelum kamu merasa menyesal.”Rosea terdiam mendengarkan ucapan mendikte Berta seperti saat pertama kali mereka bertemu.“Keluarga kami tidak bisa menerima orang sembarangan, jika kamu tetap berusaha bertahan seperti ini, kamu akan hancur karena saya bisa menghancurkan kamu dan keluarga kamu.”Berta mengambil tasnya dan mengambil sebuah cek, lalu mengisinya, dengan angkuhnya wanita itu menyodorkannya di hadapan Rosea. “Ambil uang lima milliar itu, lalu tinggalkan Leo dan jangan pernah muncul lagi hadapannya. Sudah cukup banyak uang Leo berikan sama kamu, kamu juga masih muda dan
Rosea ingin tidur, namun hatinya terjebak kegundahan lagi yang membuatnya terus membuka mata dan hanya diam terpaku melihat langit-langit kamar, begitu pula dengan Leonardo yang kini terbaring di sampingnya.Leonardo terjaga sepenuhnya, tangannya menggenggam tangan Rosea di bawah selimut. Pria itu terbaring mirip menatap lekat Rosea, rambutnya yang masih setengah masih terlihat membasahi bantal.“Apa yang kamu inginkan dalam hidup ini Sea?” tanya Leonardo serius.“Aku tidak tahu, aku menjalani apa yang ingin aku jalani. Bagaimana dengan kamu sendiri?”Leonardo terdiam cukup lama sampai akhirnya sebuah kalimat keluar dari mulutnya. “Aku hanya ingin bahagia dan hidup tanpa penyesalan.”Rosea bergerak pelan dan membalas tatapan hangat pria itu, ada jiwa yang kosong di mata pria itu yang membuat Rosea bergerak mendekat dan masuk ke dalam dekapannya.Hangat dan lembut kulit Leonardo membuat Rosea memejamkan mata dan menarik napasnya dalam-dalam, Rosea membalas pelukan Leonardo dan merasaka