Tuan Darwin menatap Kakek Antony dengan tatapan tajam. Kakek Antony pun tidak mau kalah. Kakek Antony menatap sahabatnya itu dengan tatapan menyelisik.“Apa maksudmu, Tony? Aku hanya melakukan semua ini demi kemajuan Savero Grup,” kata Tuan Darwin dengan raut wajah tenang seakan merasa tidak bersalah sedikit pun.“Tidak pelu mengelak. Aku tahu apa yang kamu lakukan pada cucuku ini!” kata Kakek Antony sambil melirik Reynald yang duduk di sampingnya.“Apa maksudmu?” ucap Tuan Darwin masih dengan tenangnya.“Tentang Rysha, akan kubicarakan masalah itu nanti. Jadi tolong jangan pernah membawa tujuan pribadimu dalam rapat ini!” balas Kakek Antony dengan nada tegas. Tidak akan dia biarkan masalah politik dalam perusahaan menghancurkan kehidupan cucu-cucunya.Kemudian seketika saja wajah Tuan Darwin memerah seakan menahan marah. Begitu pula anggota dewan direksi yang mendukungnya nyaris tidak berkutik mengajukan argumen mereka. Untuk sesaat suasana ruang rapat hening. Kakek Antony memandang
Suasana ruang kantor Kakek Antony mendadak sedingin lemari es. Reynald duduk menghadap Fiona dan Kennard yang duduk bersebelahan di sofa panjang. Pria itu menatap Kennard dengan tatapan menyelisik. Beberapa kali Leanna harus menyenggol lengan suaminya agar mengondisikan raut wajah galaknya. Namun sayangnya usaha Leanna tidak berhasil. Reynald masih menatap Kennard dengan tatapan tidak suka.“Sejak kapan kalian berhubungan?” tanya Reynald ketus.“Tidak usah galak-galak, Kak! Kamu terlalu sibuk mengurus bumil satu itu sampai tidak memperhatikan kehidupan adik semata wayangmu ini,” balas Fiona tak kalah ketus.“Tapi seharusnya kamu memberi tahu kami, kan?” kata Reynald tak mau kalah.“Aku tidak sempat. Pekerjaanku di Queen’s sedang padat-padatnya. Lagipula waktu itu juga Kakak sibuk membantu Kakek, kan?” balas Fiona lagi.“Sudah … sudah!” Kakek Antony mulai menengahi pertikaian kedua cucunya. “Aku hanya akan mengajukan satu pertanyaan pada Kennard.” Kali ini Kakek Antony menghadap Kennar
Kehebohan yang dibuat Fiona pada rapat dewan direksi akhirnya membuat para dewan sepakat untuk menunjuk Fiona menjadi penerus selanjutnya. Ditambah lagi hubungannya dengan Kennard yang semakin meyakinkan para dewan direksi kalau sepasang insan itu bersatu, akan membuat Savero Group semakin kokoh.Kondisi perusahaan pun sudah mulai stabil. Fiona dan Kennard bekerja keras membantu Kakek Antony untuk membuat perusahaan menjadi lebih baik. Reynald pun bisa kembali fokus pada pekerjaannya sebagai dokter. Walaupun masalah pertunangan Fiona masih belum menemukan titik terang karena Kennard masih belum berhasil membujuk kakeknya untuk datang menemui Kakek Antony.Kakek Antony pun tidak ingin memberikan restunya secara cuma-cuma. Pria tua itu selalu punya cara untuk menguji Kennard. Leanna bahkan sudah tidak heran lagi melihat Kennard sering muncul tiba-tiba di kediaman Maheswara.Namun masalahnya bukan hanya kemunculan Kennard di kediaman Maheswara, melainkan kemunculan dua wanita yang sedang
Semenjak kejadian di karaoke malam itu, Kennard memang tidak pernah lagi terlihat mengunjungi rumah keluarga Maheswara. Fiona pun tidak pernah bertanya tenta apa yang sudah terjadi pada malam itu. Adik kesayangan Reynald itu hanya menenggelamkan dirinya dalam kesibukan pekerjaannya. Bahkan hampir setiap hari Fiona pulang nyaris dini hari.Hal ini tentu membuat Leanna khawatir. Dia paham bagaimana perasaan Fiona saat ini. Dia juga mengerti kenapa Fiona menjadi seperti sekarang ini, seolah tidak peduli pada dirinya sendiri.“Sudah tiga hari ini Kennard tidak pernah datang lagi ke sini. Apa ucapan Mas waktu itu terlalu keras, ya?” tanya Leanna saat Reynald mengantarnya ke butik.“Kalau dia benar-benar serius pada Fiona, seharusnya dia bisa memperjuangkan hubungan mereka,” jawab Reynald tak acuh. Pria itu tetap pada ketegasannya.“Tapi aku benar-benar khawatir pada Fiona,” balas Leanna lagi.“Tenang saja, dia wanita kuat. Dia pasti baik-baik saja.”“Mas ini gimana, sih? Dia sudah sampai s
Rysha dan Leanna duduk bersebelahan sambil menunggu Fiona selesai dengan urusannya. Suasana di sekeliling mereka mendadak hening. Rysha terlihat sedikit canggung berada di sebelah Leanna.“Bagaimana kehidupan kalian?” tanya Rysha berusaha membuka percakapan.“Baik.”“Syukurlah. Sebelumnya, maaf.” Ada jeda sejenak sebelum Rysha melanjutkan kalimatnya. “Mewakili kakekku aku minta maaf atas apa yang sudah kakekku lakukan pada kalian.” Rysha berdehem sebentar. “Aku tahu sebelumnya kakekku sempat membuat kalian kesulitan. Aku benar-benar minta maaf untuk semua hal yang sudah kakekku perbuat.”Leanna menggeleng pelan, “Tidak apa-apa. Aku mengerti kok, kenapa Beliau sampai melakukan hal itu.”Untuk sesaat suasana menjadi hening kembali saat keduanya terdiam. Seperti kehabisan topik pembicaraan dan sibuk dengan pikiran masing-masing.“Lalu, bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Leanna pada Rysha.Rysha menoleh melihat Leanna kemudian tersenyum, “Seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja.”La
Selama perjalanan pulang Leanna tidak banyak bicara. Entah kenapa moodnya mendadak berantakan. Baru kali ini Reynald menomorduakan Leanna. Biasanya pria itu paling protektif terhadapnya. Jangankan untuk jadwal pemeriksaannya seperti hari ini, Leanna tidak memberinya kabar sedikit saja Reynald pasti langsung mencarinya.“Kamu masih marah, ya?” tanya Reynald sambil melirik Leanna sekilas sebelum kembali fokus pada jalanan di depannya.“Tidak,” jawab Leanna singkat dengan sikap tak acuh.“Maaf, saya kan sudah minta maaf dari tadi,” kata Reynald yang paham betul kenapa Leanna enggan mengeluarkan suaranya. Wanita itu bahkan lebih memilih melihat padatnya jalanan daripada suaminya sendiri.Melihat suasana hati Leanna yang masih belum membaik, Reynald mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut puncak kepala istrinya itu sekilas. Namun sayangnya suasana hati Leanna tak kunjung membaik. Apalagi ketika mereka tiba di rumah, Reynald langsung tertidur begitu tubuhnya menyentuh kasur yang empuk.
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Mungkin untuk sebagian orang, menikahi pria kaya dan tampan adalah sebuah kesempurnaan hidup. Namun Leanna tidak merasa seperti itu. Menikah dengan Reynald terasa seperti mengemban sebuah tugas yang berat, seperti apa yang Safira katakan sebelumnya. Anak di dalam kandungannya bahkan sudah mendapatkan tanggung jawab besar jauh sebelum dia dilahirkan.Awalnya mungkin Leanna tidak terlalu memikirkan hal ini. Namun begitu membuka mata keesokan paginya, dia benar-benar menyadari kalau hidupnya tidak akan semudah itu. Baru saja membuka matanya dan raut wajah penuh kekhawatiran dapat terlihat jelas dari beberapa orang yang kini memenuhi ruang rawatnya.“Kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Kakek Antony. “Kenapa kamu membiarkan istrimu kelelahan?” kata Kakek Antony pada Reynald begitu melihat pria itu masuk ke dalam ruang rawatnya.“Kamu juga kenapa tidak mengatakan lebih awal kalau Leanna di rawat di sini?” kata Kakek Antony pada Fiona yang terlihat merengut tidak terima disalahkan.“Justru aku y
Setelah kepanikan dan kehebohan di sepanjang lorong menuju poli obstetri dan ginekologi tadi, Leanna akhirnya langsung dapat penanganan dari Dokter Vira. Setelah melakukan banyak pemeriksaan Leanna akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat selagi menunggu hasil pemeriksaan yang sudah dilakukannya barusan.Meskipun nyeri di perut Leanna sudah berkurang dan wanita itu pun kini sudah terlihat mulai nyaman berbaring di ranjangnya, tetapi Safira dan Fiona masih terlihat penuh kekhawatiran.“Benar sudah tidak sakit?” tanya Safira lagi. “Kalau memang masih sakit nanti kupanggilkan Dokter Vira lagi,” kata Safira.“Kamu belum makan, kan? Kamu mau makan apa biar kupesankan,” kata Fiona tak kalah paniknya.“Sebaiknya kalian juga duduk sebentar. Memangnya tidak lelah berlari-lari seperti tadi?” kata Leanna yang mulai pusing melihat kedua wanita cantik itu berjalan hilir mudik di depan ranjangnya.“Kalau perutmu masih terasa sakit, kamu tarik napas yang panjang saja, ya,” kata Safi
Sudah beberapa hari ini Fiona lebih sering berada di butik Leanna dengan setumpuk buku referensi pernikahan yang dibawanya. Menghabiskan hari sambil berceloteh tentang model gaun seperti apa yang cocok untuk gaun pengantinnya. Dekorasi seperti apa yang bagus untuk acara pernikahannya kelak, hingga jenis dan warna bunga yang bagaimana yang bagus digunakan untuk menghiasi ballroom tempat acaranya nanti. Leanna sampai pusing sendiri menanggapi semua celotehan Fiona tentang rencana pernikahannya tersebut. Belum lagi ketika Fiona bertanya beberapa pilihan konsep pernikahan yang ada di buku referensi tersebut. Leanna sampai bingung harus pilih yang seperti apa. Karena semua konsep yang Fiona usulkan semuanya memiliki keunikan tersendiri. “Kalian sedang apa?” tanya Safira yang tiba-tiba datang. Wanita itu membuka kacamata hitamnya kemudian ikut duduk di sebelah Fiona. “Merencanakan pernikahan,” jawab Leanna singkat. “Pernikahan siapa?” tanya Safira bingung. Leanna hanya melirik ke arah Fi
Tuan Darwin duduk di samping Kakek Antony kemudian kedua orang tua Kennard dan Kennard yang duduk persis di samping Fiona. Mereka semua saling menyapa dengan anggukan dan senyuman singkat kepada Kakek Antony. “Bukankah kamu yang meminta Kennard untuk membawa serta kami sekeluarga?” balas Tuan Darwin sambil menatap Kakek Antony tajam. Yang menurut Leanna seperti harimau yang sedang menakut-nakuti mangsanya. “Tentu, kalau cucumu itu ingin mendapatkan cucu perempuanku yang berharga.” “Kalau begitu, apakah kamu sudah bersedia menyerahkan cucu perempuanmu yang berharga itu pada cucuku?” tanya Tuan Darwin yang kali ini dengan senyuman tipis di bibirnya. “Mengingat sudah berapa lama kita berteman, seharusnya kamu tahu jelas apa jawabanku, kan, Win?” balas Kakek Antony lagi sambil menatap Tuan Darwin lekat-lekat. “Baiklah! Kita tidak perlu berbasa basi seperti ini lagi. Bagaimana kalau langsung menetapkan tanggal pernikahan untuk mereka saja?” kata Tuan Darwin yang saat ini raut wajahnya
Belaian lembut di pipi Leanna pun membangunkan wanita itu dari tidur lelapnya. Sebuah kecupan bahkan mendarat di bibir Leanna saat wanita itu membuka mata. Reynald kemudian menatapnya dalam-dalam sambil merapikan beberapa anak rambut yang jatuh di pipi Leanna. “Pagi,” sapa Reynald saat Leanna sudah sadar sepenuhnya. “Hari ini sudah tidak ada seminar, tapi sepertinya kita harus lekas pulang,” kata Reynald dengan nada suara lembut. “Pulang?” “Hmm. Kamu lupa kalau nanti malam ada pertemuan antara keluarga kita dengan keluarga Raharjo?” “Nanti malam? Ah, iya. Acaranya Fiona?” “Betul. Awalnya saya ingin mengajakmu jalan-jalan di sekitar sini, tapi tadi pagi sekali Fiona menelepon untuk mengingatkan saya tentang pertemuan keluarga ini.” “Ah, benar juga. Tidak mudah membuat Tuan Darwin mau datang mengurus masalah Fiona dan Kennard. Kita tidak boleh mengacaukannya.” “Tentu. Karena itu … ayo lekas bangun, Sayang,” kata Reynald sambil mengusap pipi Leanna kemudian tersenyum dan menatap is
“Memangnya kenapa?” tanya Reynald.“Jawab saja, Mas. Kita ini pasangan serasi atau bukan?”“Memangnya menurut kamu, kalau pasangan serasi itu seperti apa?” Reynald kembali balik bertanya.“Wajahnya cantik dan ganteng. Kelihatan sangat saling mencintai. Kompak dalam hal apa pun,” ucap Leanna menyebutkan isi salah satu artikel yang pernah di bacanya di media sosial.“Nah, itu kamu sudah tahu jawabannya.”“Apa?” Leanna justru bingung dengan jawaban yang diberikan Reynald.“Sudah jam 7, saya dan Steven harus kembali ke ruang seminar. Kalau kamu masih mau jalan-jalan lagi bersama Safira tidak apa-apa. Nanti minta Pak Sugio saja yang antarkan.”“Eh, tapi –”Reynald bangkit berdiri sambil mengusap puncak kepala Leanna dengan penuh rasa sayang kemudian tersenyum pada Leanna sebelum beranjak pergi. Begitu juga dengan Steven. Pria itu pun ikut bangkit berdiri menyusul Reynald.“Jangan lupa meneleponku kalau sudah selesai!” kata Safira sambil menatap Steven dengan tatapan tidak rela berpisah.“O
Usai berkeliling dari butik satu ke butik lainnya, Safira dan Leanna duduk berhadapan di salah satu café yang sedang hits di Dago. Beberapa tas belanjaan tergeletak di atas kursi di samping keduanya. Leanna sedang meminum jusnya, sedangkan Safira sibuk memeriksa ponselnya. “Mau sampai kapan kamu memandangi ponselmu begitu?” tanya Leanna yang sedari tadi mengamati gerak-gerik Safira. “Seminar mereka baru akan selesai malam hari.” Safira mengangkat wajahnya dan fokus mendengarkan ucapan yang keluar dari mulut Leanna. “Seminar hari ini materinya lumayan padat. Mas Reynald bilang pasti akan malam sekali selesainya.” “Memangnya mereka selesai jam berapa?” tanyanya penasaran. “Sekitar jam 10 sampai jam 11 malam,” kata Leanna sambil mengingat-ingat daftar jadwal seminar yang diberikan Reynald padanya. “Semalam itu?” Safira terlihat mendesah kecewa. “Itu sih sama saja tidak bisa bertemu dengannya hari ini.” “Hmm … bisa saja sih bertemu dengannya pada saat jam makan malam. Biasanya mere
Reynald mengurai pelukan Leanna dan menatap wajah wanita kesayangannya itu. Masih sedikit tidak percaya Leanna menyusulnya ke hotel tempatnya menginap. “Aku tidak bisa tidur kalau tidak ada, Mas,” ucap Leanna pelan sambil menatap wajah suaminya yang kini sedang tersenyum tipis menatapnya. Leanna kembali mendekap Reynald dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang pria itu. Masih rindu dengan dekapan hangat dan aroma maskulin yang selalu bisa menenangkan jiwanya. Reynald membalas pelukan Leanna dan mengusap lembut punggungnya. Menyalurkan kedamaian dan kenyamanan yang selalu membuat Leanna ingin berada dalam pelukan hangat pria itu selamanya. “Peluknya nanti di sambung lagi. Sekarang kita ke kamar dulu, ya!” Reynald kemudian menggandeng Leanna memasuki lift yang membawa mereka ke lantai 5. Berhubung sudah tengah malam, Reynald tidak mungkin membiarkan Leanna berada lama-lama di lobi hotel. Reynald langsung membawa Leanna ke dalam kamarnya. Perjalanan panjang dari rumah mereka ke hot
Leanna terbangun dan wangi maskulin yang selama ini dia rindukan tercium kental dihidungnya. Leanna pun membuka mata dan menemukan dirinya sedang berada dalam dekapan pria yang beberapa waktu lalu membuatnya kesal.“Kapan Mas pulang? Katanya mau shift malam menggantikan teman Mas?” tanya Leanna sedikit terkejut mendapati suaminya itu mendekapnya erat.“Sstt … jangan bergerak!” Bukannya menjawab, Reynald justru mengetatkan pelukannya. “Kita tidur sebentar lagi, ya!” pinta pria itu dan kembali memejamkan matanya.Leanna hanya bisa menurut dan membiarkan suaminya itu memeluknya dan terlelap untuk beberapa saat. Namun suara perut Leanna yang kelaparan segera membangunkan Reynald. Sambil tersipu malu, Leanna menatap Reynald sedangkan pria itu justru tersenyum lembut.“Lapar, ya?” tanya Reynald dan Leanna mengangguk pelan. Memasuki trisemester kedua membuat perutnya menjadi lebih sering merasa lapar. “Mau makan apa?”“Bakso.”“Sepagi ini mana ada yang jual bakso, Leanna?”Leanna mengerucutk