"Nggak, nggak. Ga boleh balikan sama Marcel," gumam Bianca, sambil melempar ponsel sembarangan.
"Ah, tapi terjamin kalau sama Marcel," tambah Bianca yang mulai menggapai ponsel lagi."Eh, tapi ... Nggak enaknya, ntar babak belur lagi. Iya, kalau lain kali bisa selamat. Kalau koit, cemana?" Gadis itu masih bermonolog, menimang-nimang pilihan yang terbaik.Namun pada akhirnya, saat kewarasan merasuki. Bianca kemudian menghapus chat Marcel, agar tidak tergoda untuk membalas.Ngomong-ngomong soal godaan. Bianca teringat akan satu hal.
Wanita itu lalu berlari ke ruang makan, dan mulai bersih-bersih. Pokoknya Jangan sampai Alvaro melihatnya sudah makan. Biar pria itu merasa bersalah dan nggak bisa tidur. Huh, Si*Happy Reading* "Makan es krim, enak nih." Di tengah acara nonto, Bianca memberi kode seraya mengelus leher, kemudian menjilat bibir bawah dengan mata terpejam. Alvaro yang melihat itu kembali menelan ludah, ketika melihat gerakan Bianca yang menggoda iman tersebut. Gadis ini, pasti sengaja, deh, mau mengerjai Alvaro. Udah mah minta nonton Film Romantis tapi gak jelas alur, cuma cipokan dan adegan manteb-manteb yang banyak tayang. Sekarang? Lihat saja kelakuannya? Jilat-jilat bibir sambil merem melek. Kalau bukan sengaja, apa coba namanya? Benar-benar ya gadis satu ini. Mancing banget buat di polosin! "Saya ambilkan es krim dulu." Buru-buru Alvaro menuju dapur, seraya terus merapalkan doa sepanjang perjalanan. Lebih baik dia menghindar, daripada nanti terjerumus godaan Bianca. "Ingat Al, dia teman baik Aika yang matre. Lebih baik jangan main-main dengannya," gumam Alvaro ketika membuka pintu freezer
*Happy Reading*"Jadi ... gimana, Pak?" Bianca mendesah manja sambil mengedip nakal. Jemarinya meraih bagian atas kemeja Alvaro, berniat menggoda pria yang masih mengerjap pelan di tempatnya.Glek!Alvaro menelan salivanya dengan kasar menanggapi tantangan Bianca. Matanya menatap lekat Bianca, kemudian beralih pada bibir gadis itu yang basah dan sedang di gigit pelan.Kayaknya enak tuh kalau di emut. Eh, Astaga! Apa yang baru saja dia pikirkan?'Tidak, tidak! Jangan, Al! Tidak boleh!' sisi waras Alvaro menegur keras.Akan tetapi ... kalau dilewatkan, sayang. Rezeki kan, ini?Eh, tidak! Tidak boleh pokoknya!Akhirnya Alvaro malah denial di tempatnya, masih sambil menatap Bianca yang benar-benar terlihat menggoda di matanya."Pak?" Bianca yang melihat Alvaro masih tak bereaksi apapun kembali memanggil. Karena penasaran dengan jawaban pria itu.Ayolah! Bianca sudah mengobral harga diri serendah mungkin ha
*Happy Reading* Alvaro tidak mengucapkan sepatah kata pun menanggapi permintaan Bianca. Namun, pria itu juga tidak menolak, saat Bianca akhirnya menarik tangkuknya dan menyatukan bibir mereka. Bahkan, bisa dibilang Alvaro juga ikut menikmati tautan bibir yang Bianca mulak. Ikut memperdalam ciuman itu, membalas segala bentuk lumatan dan pagutan yang Bianca lakukan. Alvaro akui, gadis itu memang good kisser. Permainan bibirnya sangat mahir dan tentu saja mampu membuai Alvaro. Dirinya pun terhanyut hingga tanpa sadar sudah melingkarkan tangan di pinggang wanita itu. “Al,” panggil Bianca dengan suara serak, ketika pria itu mengalihkan ciuman ke daerah leher. Alvaro tidak menanggapi panggilan itu, memilih melanjutkan permainan bibirnya pada leher jenjang Bianca, seraya memberikan beberapa tanda kepemilikan di sana. Tentu saja hal itu membuat darah gadis itu makin berdesir panas, dan menuntut lebih lagi. Bianca benar-benar menginginkan Alvaro menyentuh seluruh tubuhnya. Sayangnya, sua
*Happy reading* Tubuh Bianca berguling ke kanan, tangannya meraba-raba permukaan ranjang. Namun, hanya terasa dingin. Tidak ada kehangatan seperti yang diberikan tubuh Alvaro ketika tidur memeluknya. Mata Bianca pun terbuka lebar. Terdiam sejenak, sebelum kemudian menghela napas panjang. Apa yang takutkan terjadi juga. Alvaro tidak ada di sisinya. “Mungkin baru mandi,” ucap Bianca yang menendang selimut sebelum berdiri. Mencoba berpikir positif tentang keberadaan Alvaro. Namun, setelah di cek ternyata Alvaro tidak ada di kamar mandi. Dilihat dari kondisi di dalam, Alvaro sudah lama menyelesaikan mandinya. “Mungkin baru bikin sarapan.” Bianca Masih mencoba menghibur diri sendiri dengan tidak memikirkan kemungkinan terburuk. Sayangnya, Lagi-lagi realita tidak seindah khayalan. Tidak ada sosok Alvaro di dapur, bahkan tidak ada sarapan yang terhidang di meja makan seperti yang sudah dia bayangkan sejak tadi. Pandangan Bianca pun menyapu jam dinding. Hari masih pagi untuk berangkat k
*Happy Reading*Tidak terima dengan perlakuan Alvaro. Bianca pun segera meraih ponselnya, dan memotret tumpukan Map yang ada di mejanya. Setelah itu langsung mengirimkan gambar tersebut pada Alvaro.Bianca [Ini apa, Pak? Kok tega banget?]Tidak lupa, Bianca juga menambahkan Emoticon mata berkaca-kaca agar Alvaro kasihan padanya.Tring!Tidak menunggu lama, chat balasan pun datang yang langsung Bianca buka, dengan sangat kepo akan jawaban Alvaro.Alvaro [Maksud kamu apa? Saya gak ngerti]Hilih! Sok polos dia. Lupa kayaknya kalau semalam udah Bianca polosin. Apa harus Bianca ingat, kan?Bianca [Ih, kamu mah. Maksud aku ini kenapa kamu tega banget, kasih kerjaan banyak kayak gini? Mana di deathline lagi. Mana sanggup]Bianca mencoba merajuk ceritanya, gaes! Siapa tahu si jutek udah lumer, yee kan?Alvaro [Jangan manja. Itu kan memang tugas kamu. Udah kerjakan! Ingat kalau gak selesai tepat waktu, gaji kamu saya poton
Alvaro mengerjab satu kali saat mendengar penawaran dari Bianca. Apa Bianca bilang tadi? Duduk di pangkuannya? Wah, tawaran yang menarik sekali. Tapi ....“Jangan aneh-aneh. Ini masih di kantor, bukan di apartemen!” Sayangnya harus Alvaro tolak dengan berat hati.Alvaro harus menegaskan pada Bianca, siapa yang pegang kendali di sini. Jangan sampai dipermalukan di muka banyak orang kalau sampai ketahuan.“Kalau kamu nggak mau makan, ya sudah. Buang saja,” putus Alvaro secara mendadak.Tangannya bahkan sudah bergerak untuk membereskan makanan yang terlanjur dikeluarkan. Padahal sebenarnya dia sendiri juga kelaparan.Melihat itu tentu saja Bianca gusar. Karena jika boleh jujur, dia pun sudah sangat lapar sekali hari ini. Itulah kenapa, Bianca pun langsung melancarkan protesannya.“Ih, Bapak kok gitu? Maenannya ancaman!” protes Bianca, yang membuat Alvaro malah teringat dengan Aika, si Nyonya Bos.
“Kamu dari tadi mikir apa, Bi? Kok diem terus?” pancing Alvaro Akhirnya, setelah yakin jika mood Bianca sudah membaik.“Mikirin gaji yang mau disunat sama situ," jawab Bianca dengan jujur.Hah?! Ya ampun, jadi hanya karena itu? Astaga!“Emang kapan saya bilang gajimu mau dipotong?”Eh?“Lah? Kan laporan saya belum kelar. Katanya kalau gak kelar bakal potong gaji. Piye toh?” terang Bianca kemudian, mengingatkan Alvaro akan ultimatumnya pagi ini.Kasian ya, masih muda tapi udah pikun. Ck, ck, ck, Miris.“Kan, kamu sudah ngerjain laporan itu minggu lalu. Ngapain nulis ulang? Aku sudah anggap kamu selesai.”Hah? Maksudnya?Bianca pun mengerjap pelan, mencerna ucapan Alvaro seraya mengingat-ingat isi laporan tadi. Bener juga, sih! Bianca memang merasa famillier dengan laporan tersebut.Lah, Kalau gitu ngapain dia ketar-ketir sampai jari butuh catokan seperti t
“Lho, kok malah naik taksi online? Bukannya kamu yang antar aku pulang, Al?” tanya itu pun lolos dari mulut Bianca, saat melihat Al bukan membawanya ke arah mobil pria itu, melainkan ke tepi jalan dan menghampiri mobil yang Bianca kenali sebagai Taksi online, dari cara sang sopir menyapa mereka.Tatapan Bianca yang kecewa membuat Alvaro tidak sanggup untuk melihatnya. Hingga dia pun memilih dengan segera membuka pintu saja, dan membimbing Bianca masuk ke dalam taksi tanpa sepatah kata pun.Beruntung gadis itu tetap menurut helaan tangannya, dan mau masuk ke dalam Taksi meski dalam keadaan merajuk. Alvaro juga menjaga agar kepala wanita itu tidak terantuk saat hendak masuk. Bahkan memakaikan seatbelt pada tubuh Bianca dengan hati-hati."Al?" tuntut Bianca lagi.“Kamu pulang duluan, aku masih ada urusan” ucap Alvaro akhirnya, saat menutup pintu.Tidak ada yang bisa Bianca lalukan lagi, selain memandang ke belakang saat t
*Happy Reading*“Sok, sokan pakai mobil mahal buat jadi mobil pengantin. Bisa-bisanya kamu mau diporotin cewek macam ini?” sindir tante termuda Bianca ketika acara sudah usai dan mereka hendak meninggalkan tempat resepsi.“Itu hadiah dari saya dan istri. Bagaimanapun juga Alvaro adalah asisten pribadi saya yang setia. Tolong jaga mulut kalian karena Bianca juga termasuk orang penting di keluarga kami. Dia adalah sahabat dari istri saya. Kalau ada yang menyakiti Bianca, itu berarti secara tidak langsung sudah menyakiti istri saya,” sela Kairo yang berbicara tepat di belakang tante Bianca.Wanita itu terlihat menelan ludah dengan susah payah karena mulai mengerti arah pembicaraan ini. “Bukan seperti itu maksud saya--”Tangan Kairo terangkat untuk menghentikan wanita dengan make up menor itu. “Sebagai partner kerja group kami, kalian pasti tahu arti Aika bagi saya? Kalau ada yang membuatnya sedih, saya tidak segan-segan bertindak.”Alvaro melipat bibir demi menahan tawa ketika melihat se
Hari yang dinanti tiba juga. Rencananya pagi ini ijab kabul yang dilanjutkan dengan resepsi di siang hari. Alvaro sengaja mengadakan ijab kabul di rumahnya. Agar dapat memastikan kehadiran keluarga Bianca yang masih belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Rumah Mak Kanjeng yang sederhana pasti akan membuat mereka tenang dan tak membuat kekacauan yang berakhir menggagalkan pernikahan.Katakan Alvaro ini licik. Tetapi memang belum saatnya mereka tahu kebenaran soal dirinya. Sikap matre kakek dan neneknya pasti akan muncul jika tahu sekarang. Mereka akan memanfaatkan apa pun agar bisa mengeruk keuntungan sebanyak mungkin dari pernikahan ini.“Ck, ck, ck. Rumah preman memang nggak jauh-jauh dari pasar. Pasti biar lancar urusan melakukan kejahatannya,” sindir paman Bianca sambil bergidik saat memasuki rumah yang terlihat kumuh di matanya. Padahal, rumah Alvaro tidak sekumuh itu. Hanya sederhana saja. Asri pula dan sedap di pandang mata. Karena Mak Kanjeng memang tidak suka rumah besar nan
*Happy Reading*“Al,” panggil Bianca dengan lirih.“Sudah berapa kali aku katakan untuk tidak memanggil hanya dengan nama saja. Kamu mau saya hukum?” ucap Alvaro dengan nada jutek yang seperti biasanya.Rona merah menjalar dari telinga hingga ke pipi mulus Bianca. Wanita itu pasti teringat dengan hukuman cium penuh semangat yang Alvaro lancarkan ketika memanggil nama saja. Tentu saja mereka sama-sama menikmati bentuk hukuman ini, tapi Alvaro juga melakukannya di depan umum. Itu pasti yang membuat Bianca merasa malu.“Eh, Bang,” ulang Bianca dengan lebih mantap.“Kenapa, Sayang.” Lagi-lagi Bianca tersipu.“Aku takut, gimana kalau Emak masih belum memaafkanku?”Tangan Alvaro bergerak untuk menggenggam tangan Bianca dan mengusapnya dengan lembut. “Emak pasti akan memaafkanmu. Jangan takut, aku di sini untukmu. Kita hadapi ini bersama.”Mobil berhenti tepat di depan Emak, yang kebetulan hari itu sedang nongkrong di depan pager dengan Mpok Jubaedah. Biasalah, palingan juga lagi ghibah. "E
Selain menugaskan Alvaro, Kairo juga menugaskan Aika untuk mengalihkan perhatian Bianca sementara dia menyusup ke kantor. Karena itulah Aika datang dan mengajak Bianca jalan-jalan.Hari ini adalah saatnya Bianca masuk setelah mengambil cuti, jadi dia sengaja mengadakan rapat mendadak dan memberikan tugas untuk para staff. Tentu saja ini tanpa sepengetahuan Bianca.Suara nyaring Bianca ketika memasuki kantor bagaikan lonceng yang berdentang nyaring di telinga Alvaro. Hatinya yang memang sudah berdebar tak sabar menunggu kehadiran wanita itu, semakin kebat kebit tak karuan setelahnya. Ini saatnya dia melaksanakan rencananya.“Rapat hari ini cukup sampai di sini. Silakan langsung lakukan tugas masing-masing sesuai dengan arahan saya.” Alvaro menutup meeting pagi itu dengan santai. Berbanding terbalik dengan degup jantung yang benar-benar terasa akan meledak oleh buncahan rasa bahagia.Para staf buru-buru meninggalkan ruangan rapat, sehingga memungkinkan Alvaro untuk segera mengintip dari
Tuhan tahu betapa berat perjuangan Alvaro untuk mencari Bianca selama beberapa bulan ini. Dia secara teratur mengunjungi bagian HRD untuk menanyakan kemana Bianca dipindahkan, tapi ini malah membuatnya dapat surat teguran. Hampir saja Alvaro lepas kendali dan berniat untuk melemparkan surat itu ke muka kepala HRD, tapi demi Bianca, dia tidak boleh dipecat.Setelah beberapa hari merenung, Alvaro mengubah strategi. Dia kembali bekerja seperti biasa tanpa mengganggu bagian HRD. Dia bahkan bekerja lebih keras agar tidak ada tempat bagi otaknya untuk memikirkan Bianca.Namun, semakin kuat usahanya untuk menyingkirkan Bianca dari pikiran dan hatinya, semakin kuat kenangan Bianca menyerangnya. Walau sudah beberapa bulan berlalu, tapi kenangan Bianca sejelas ketika orangnya ada. Alvaro bahkan sering berhalusinasi melihat Bianca yang sedang terkekeh ketika mencuci piring. Betapa renyah suaranya ketika mereka mengobrol saat makan.Katakanlah Alvaro sudah gila. Ya! Dia memang sudah gila sepertin
***Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tak terasa sudah 6 bulan Bianca bekerja di kantor cabang. Tidak ada hal spesial yang harus Bianca bagi. Semua B aja. Hanya saja, mungkin sekarang Bianca sudah bisa berbaur dan enjoy dengan teman-teman barunya.Mereka baik, mereka juga asyik untuk diajak ngobrol dan bercanda bersama di sela kesibukan. Membuat Bianca tidak terlalu jenuh dengan kegiatan hariannya yang itu-itu saja. Ngantor, pulang, tidur. Begitu saja terus tiap hari. Bianca yang sekarang benar-benar berubah. Tidak suka nongki dan menghamburkan uang. Meski begitu, komunikasi antara Bianca dan Aika tak pernah putus. Tiap malam selalu tak lupa bertelepon ria dan ghibah bareng. Apa yang di ghibahkan? Banyaklah! Namanya juga kaum hawa. Kalau ngobrol suka ngalor ngidul. Seakan tak ada habisnya bahan ghibahan mereka. Adaaa saja yang di bahas. Dari mulai harga cabe, tetangga julid, sinetron terbaru, gosip artis dan banyak lagi lainnya. Pokoknya kalau tidak ditegur Kairo, bisa telepo
Sesekali Bianca masih sempat melihat beberapa pasang mata yang memperhatikan gerak-geriknya. Bianca hanya bisa menghela napas panjang di tempatnya. Wajar kalau mereka merasa curiga akan keberadaannya di sini yang terlalu tiba-tiba. Baru kemarin surat pemberitahuan muncul, hari ini dia sudah ada di sini. Mode express banget kan kek jodohnya si Aika.Namun, mengingat nama itu. Bianca pun ingin berterima kasih untuk bestinya yang selalu mendukung keinginannya itu. Meski pasti akan kangen sekali pada kegesrekan Aika. Bianca rasa ini memang yang terbaik untuknya. Mungkin dengan berada jauh dari Alvaro, pikirannya bisa sepenuhnya lupa akan kenangan indah yang sudah mereka jalani. Juga luka yang terlanjur tergores dalam. Bianca berharap bisa menjadi manusia baru di tempat baru bersama orang-orang baru pula. Bismillah. Yuk, bisa, yuukkk!Aika : [Bi, Alvaro tadi telepon buat nanyain keberadaan lo]Saat istirahat tiba. Bianca melihat ternyata ada chat dari bestie gesreknya. Hatinya seketika
Dua hari kemudian.Senyum lebar Alvaro terpasang ketika dia melangkah memasuki gedung tempat kerjanya. Dia tidak menghiraukan pandangan beberapa wanita yang ikut berbinar ketika melihatnya. Suara bisik-bisik yang samar-samar didengarnya tidak membuat senyumnya hilang.Terserah mereka mau bilang apa, yang penting hari ini dia akhirnya akan ketemu dengan Bianca. Mungkin sepulang kerja nanti, dia akan mengajukan lamaran. Tidak perlu ada pertunjukkan lamaran seperti yang ada di drama-drama karena dia sudah tidak sabar ingin segera bersama-sama Bianca untuk selamanya.“Selamat pagi, Bos,” sapa Alvaro ketika membuka pintu menuju ruangan Kairo.Namun, Bosnya itu hanya memandangnya sekilas kemudian berkutat kembali dengan pekerjaannya.Apa selama tiga hari cuti, kerjaan di kantor jadi semakin banyak? Sampai-sampai wajah si Bos horor begitu. Alvaro pun segera menghapus senyum dari wajahnya dan mulai bersikap seperti biasanya.Sepanjang hari disibukkan oleh pekerjaan membuat Alvaro sejenak melu
Mata Alvaro tertuju pada laki-laki yang sudah bau tanah di hadapannya. Pria itu mengamatinya dari ujung kaki hingga ke ujung rambut, lalu berulang kembali. Senyum miring terlihat samar sebelum pria itu kembali menampilkan wajah datar.“Ada perlu apa kamu kesini?”“Lapor, Tuan. Orang ini menerobos masuk dan bilang mau melamar cucu Tuan,” ujar seorang satpam yang berdiri takut-takut di belakang Alvaro."Cucu?" beo pria itu lagi, kembali memindai tubuh Alvaro dengan seksama. Alisnya berjungkit antara bingung dan tak suka pada preman kumal di hadapannya saat ini. Cucu yang mana yang preman ini maksud? Cucu yang dia milik tak hanya satu orang. Keheranan bukan hanya terlihat dari raut pria tua itu, tetapi juga orang-orang di belakang tubuhnya. Itu adalah keluarga Bianca."Bianca, Tuan," bisik sang Satpam memberi clue. Sekaligus membuat mata tua itu melotot tak percaya. “Apa benar itu? Kau mau melamar dia, si Bianca.” Jari keriput itu menunjuk kearah muka Alvaro.Kalau saja tidak sedang be