Kania tengah diam di dekat kolam, memasukan kakinya ke air. Menikmati hawa dingin yang terasa memasuki kulit, helaan napas terdengar dari bibir wanita tersebut. "Huh ... inimah kerja berkedok honeymoon," gerutu wanita itu. Bibirnya mengerucut kesal, sudah beberapa hari sang suami tidak pulang? Atau pulang saat dia tidur dan pergi kala ia masih belum terbangun. "Nyonya muda, jangan terlalu lama. Ini masih pagi, takut Nyonya sakit," tutur Lisa. Mendengar penuturan Lisa yang menghampirinya, ia langsung menoleh. Tatapan wanita itu sangat sayu, terlihat sangat lemah. "Bentar dulu ya, Lis. Aku masih pengen begini. Bosen banget tau," keluh wanita tersebut. Lisa hanya mendengar itu hanya menatap iba, dia pernah melihat kalau Kania disiksa oleh Devano. Perempuan tersebut segera mendekat lalu duduk di dekat istri pemilik vila ini. "Kamu udah terlalu lama, Nyonya. Kalau kamu masih, takutnya kami yang disalahkan," alibi Lisa.Kania kembali memandang Lisa karena tadi sempat melihat kaki di
Mata mereka membulat sempurna mendengar ucapan lelaki itu, bertepatan Kania yang melangkah mendekat. Beberapa pembantu yang melihat kedatangan istri majikannya, dia segera berdiri di samping perempuan yang memakai dress berwarna maron ini. "Ni ... Nyonya muda, gimana nih. Kami takut dipecat sama Tuan Devano," lapor Lisa. Mendengar ucapan Lisa membuat perempuan itu menghela napas. Sedangkan lelaki yang menjemput itu mengeryitkan keningnya, ia baru belajar beberapa patah bahasa indonesia. Jadi yang diucapkan Lisa ada beberapa yang belum dipahami. "Come on, I know you're from Indonesia. But when you talk to me here, please use English. I feel stupid here, because I don't understand what you're saying?" keluh lelaki itu. _Ayolah, saya tahu Anda berasal dari Indonesia. Tapi kalau bicara ada saya di sini, tolong gunakan bahasa Inggris. Saya jadi merasa bodoh di sini, karena tidak mengerti apa yang Anda katakan._Kania yang mendengar gerutuan sang bawahan suaminya, ia mengulas senyuman.
Devano langsung melirik wanita yang berkata demikian, membuat sang empu segera menunduk takut. Sedangkan Alex hanya memutarkan bola matanya, dan Kania mengerutkan kening karena tak paham dengan perkataan karyawan Devano. "Apa dia tengah menghinaku?" Wanita itu bertanya-tanya dalam hati, membuat langkahnya melambat. Devano segera menarik lengan sang istri dan menatapnya membuat Kania mempercepat jalan. "Apa yang kamu pikirkan, dasar bodoh!" maki Devano pelan. Sesampai di ruangan Devano, pria yang membantu membawa bawaan Kania itu segera menaruh ke meja. Dia segera pamit yang dibalas anggukan sang bos. Sedangkan Wang, lelaki itu mengigit bibir karena takut kemarahan pemilik perusahaan ini."Siapa yang sakit? Kenapa dokter ini ikutin kita," lontar Kania. Alex dan Devano langsung memandang Kania yang bertanya, sedangkan Wang hanya melirik sekilas lalu mengalihkan pandangan lagi. "Gak perlu tau, kamu siapkan makanan di atas meja! Tunggu aku disini. Jangan ke mana-mana," perintah Deva
Wanita yang berlutut itu mamandang ke arah Kania dengan tatapan tak percaya, diperusahaan ini memang diwajibkan memahami beberapa bahasa. Apalagi inggris sangat penting, agar nanti saat diperlukan bisa membantu. Devano berkata demikian sambil menunjuk ke arah sang karyawati, membuat perempuan tersebut menunduk. "I'm used to being insulted, sir. So... I'm not too bothered about it. But, please, if you're going to fire him, don't do it. He must really need this job, because when he leaves your company. It will be difficult for them to find a place to make a living again. So please forgive him," tutur wanita itu. _Aku sudah terbiasa dihina, Tuan. Jadi ... aku gak terlalu memusingkan hal ini. Tapi, tolong, kalau kamu rencana memecat dia, jangan lakukan. Dia pasti sangat membutuhkan pekerjaan ini, karena saat keluar dari perusahaanmu. Mereka pasti sulit mencari tempat mencari rezeki lagi. Jadi tolong maafkan dia._Mendengar perkataan Kania, wanita itu menunduk. Ia merasa bersalah telah m
Kania langsung akrab dengan beberapa karyawati, ada beberapa yang terlihat tulus. Ada pula sangat ketara cari perhatian perempuan tersebut. "I'm sorry if I'm a bit sensitive these days, usually the monthly guests are coming," lontar salah satu dari mereka. _Maaf kalau aku beberapa hari ini agak sensitif, biasa tamu bulanan lagi datang._Semua mengangguk sebagai tanda mengiyakan perkataan wanita tersebut, sedangkan Kania mematung. Dia seperti terhantam sesuatu membuat ia sangat terkejut, panggilan seseorang membuat gadis ini menoleh. "Kamu dicari Tuan Devano, cepatlah ke ruangannya," seru Alex. Mendengar ucapan Alex, Kania segera bangkit. Wanita itu lekas melangkah kaki sangat cepat menuju ruangan Devano. Membuat para karyawati yang duduk semeja bersama melongo melihat kejadian ini. "Kalian ini! Bukannya kerja malah menggosip," sinis pria tersebut. "Cepat kerja!" perintahnya. Semua segera bangkit, mereka berhamburan pergi ke tempat masing-masing. Padahal jam belum menunjuk waktu
Lelaki itu segera menelepon dokter pribadinya, ia menggeram kesal karena sang empu tengah berada di luar negeri. Dengan cepat pria ini lekas memanggil William untuk memerintahkan, asisten untuk menelepon Yasmin kembali dan menyuruh mengantar Kania ke rumah sakit. [Nia, kamu disuruh Tuan Devano ke rumah sakit buat diperiksa,] - Yasmin. Kania membulatkan mata membaca deretan pesan sang teman. Baru saja ia beristirahat karena merasa tubuh sangat tak bertenaga, kini semakin dibuat terkejut dengan pesan dari Yasmin. [Apa Tuan Devano tau aku hamil?] - Kania.Dengan tubuh gemetar wanita itu menunggu sang teman mengetik, ia bernapas lega saat mendapati jawaban Yasmin. [Sepertinya enggak, Nia. Dia cuma melihat wajahmu agak pucat aja, sekarang aku ke situ ceritanya buat kasih tau kamu ya, sepertinya ada kamera di sana.] - Yasmin. Perempuan bertato ini langsung melirik ke setiap sudut ruangan. Lalu kembali lagi ke handphone dan segera menaruh ke meja. Dia kembali memejamkan mata dan menutup
Dua minggu berlalu semenjak kepergian Kania ke rumah sakit. Wanita itu kini semakin lahap makan apapun, bahkan bobot badan sepertinya telah bertambah. Sedangkan Devano, lelaki tersebut terlihat sering pucat bahkan tidak berselera mengisi perut. William yang mendapati sang bos demikian sangat bingung. "Kenapa Tuan Devano sekarang agak lemah ya? Biasanya dia sangat fit. Jarang sekali dia sakit," tutur William. Alex memang kini berada di samping lelaki itu, mereka menunggu Devano yang berlari ke toilet untuk memuntahkan isi perut karena mencium bau minuman keras. "Sepertinya Tuan Devano yang morning sick," ucap Alex dalam hati. Pria berpakaian warna cokelat itu mengedikan bahu. Ia memilih tidak melaporkan apa yang ia lihat dua minggu lalu. Tak berselang lama Devano keluar dari toilet dengan wajah pucat. "Baunya sangat gak enak, cepat bawa pergi lagi! Aku gak jadi meminumnya," perintah Devano.Pria ini saat keluar dari toilet segera menutup hidungnya. Mendengar hal ini, Alex dan Will
Devano sempat terpaku, karena ia tak langsung kambuh. Dia segera menyingkirkan lengan wanita tersebut dari lehernya, lalu memilih pergi tanpa mengeluarkan suara. Sedangkan sang empu tubuh sudah gemetar tetapi hati menjerit senang akibat bersentuhan agak lama dengan sang bos. "Antar aku ke Rayyan!" Lelaki berkata demikian saat melihat William yang berpapasan dengannya, mendengar hal itu ia segera berbalik badan lalu bergegas melangkah cepat mengikuti langkah sang Bos. "Dimana, kami akan segera ke sana," seru William saat telepon tersambung. Setelah Rayyan memberitahu keberadaannya, lelaki itu segera memasukan benda pipih ke saku. Dia lekas membuka pintu mobil agar sang bos memasuki kendaraan tersebut lalu diikuti iaa yang menempati kursi kemudi. "Cepat!" seru Devano lagi. Mendengar perintah sang bos, William mengangguk cepat. Dia segera menyalakan kendaraan lalu mulai mengendarai dengan kecepatan perlahan lalu semakin cepat. Saat baru beberapa menit mengemudi, Devano berteriak me
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka