Devano langsung membalikan tubuh melihat istri yang membuat sensasi, sedangkan Chelsi lekas menaruh gelasnya ke meja dan membantu membersihkan gaun Kania yang terkena siraman. "Aduh ... sorry, gak sengaja!" seru wanita itu. Sedangkan Kania menatap nanar gaun yang dibelikan Ida, ia langsung menatap murka Chelsi. Tatapannya begitu tajam seperti siap menusuk kapan saja, baru saja hendak mengeluarkan suara. Devano memanggil perempuan tersebut. "Nia ...!" Kania langsung menoleh, ia memandang Devano dengan wajah cemberut. Sedangkan lelaki itu dengan gerakan mata, memerintahlan sang gadis untuk mendekat. "Cepatlah ganti pakaianmu, jangan membuat keributan!" perintah Devano. Pria ini segera melepaskan jas hitamnya lalu memakaikan pada Kania. Perlakuan lelaki tersebut membuat mereka menjadi pusat perhatian. "Cepatlah! Pergi sana ke kamar," usir lelaki itu. Perempuan itu memandang Devano lagi, sedangkan para tamu mulut mereka terbuka melihat perlakuan pria yang dijuluki dingin dan kejam
Baru saja Elsa hendak membalas, suara seseorang membuat mereka menoleh. Tatapan dingin langsung di dapatkan, sedangkan perias menundukan kepala kala mata bertabrakan dengan manik Devano. "Apa yang kalian lakukan! Bukannya bantu sambut tamu." Nada suara lelaki itu sangat berat dan menekan, sedangkan Kania sesekali mencuri pandang menatap sang suami dengan rasa takut. "Nia, cepat kemari! Temani aku sambut mereka," panggil pria tersebut. Tangan pria itu terulur, meminta Kania untuk menyambut ulurannya. Melihat hal tersebut, perempuan ini sedikit terpaku lalu segera meraih jas dan melangkah mendekati sang suami. "Vano!" Elsa berseru demikian seraya berlari melewati Kania dan tangannya segera menangkap lengan sang anak. Devano spontan mengeluarkan isi perut, mengenai pakaian dan dress Elsa membuat wanita ini memekik. "Apa yang kamu lakukan!" Perkataan mereka sangat sama, bahkan diucapkan bersamaan. Nada suara begitu mirip, bahkan kini keduanya saling melayangkan tatapan tajam. "Si
Kania terbangun dari tidurnya, ruangan ini sangat berantakan karena pergulatan saat malam. Mengingat hal tersebut, perempuan ini meringis. Ia melirik berkas di atas meja, lembaran kertas yang tertulis kontrak nikah bersama Devano."Aku kira kamu sudah jatuh hati padaku, ternyata ...." Wanita ini hanya bersuara dalam hati, ia memeluk selimut. Matanya terpejam berusaha menahan air yang hendak meluncur dari mata. "Kenapa kamu diam saja, Ayo cepat bersiap! Sebentar lagi kita akan pulang," seru lelaki itu dingin. Devano baru saja keluar dari bilik mandi, tubuhnya berlapang dada. Hanya handuk memelik pinggang yang menutupi area pribadi. "Cepatlah!" sentak pria ini.Kania terkejut, ia mengangguk lemah. Wanita itu perlahan turun dari ranjang, meringis merasakan sakit di area sensitifnya. Padahal ini bukan pertama kali melakukan, tetapi nyeri itu masih saja hinggap karena sang pria tidak hanya sekali melakukan penyatuan tersebut."Lamban! Kenapa handuknya masih terus dipake, bukannya di le
Devano mendelik mendengar hal itu, dia bersidekap menatap malas sang Ibu. Ia segera berdiri membuat Kania yang melamun ikut terkejut lalu bangkit dari duduknya. Melihat hal ini mereka menatap pasangan pengantin baru, Devano lekas melangkah mendekati sang Ibu. "Ini ...." Devano memperlihatkan kartu yang ia keluarkan dari dompetnya. "Ini bukan yang kamu inginkan," Devano langsung melemparkan kartu ke tubuh sang ibu. "Cepatlah pergi setelah mengambil kartu itu, kata sandinya satu, tiga, lima, tiga, dua, sembilan. Cepat pergi!" sentak pria tersebut.Wanita itu melotot mendapati perlakuan demikian dari anaknya. Sedangkan pria muda di samping perempuan tersebut, dia segera memungut kartu dan memasukan ke saku. Lelaki itu lekas memegang lengan Elsa, membuat sang empu menatapnya. "Barang ini sudah didapatkan, ayo kita pergi! Lagian kita gak diinginkan disini, mendingan kita bersenang-senang, Sayang," ajak lelaki itu mendayu.Pria mud
Mata wanita itu melotot, dia segera bangkit dan mendekati perempuan yang menghina lalu segera menjambak rambut sang empu. Acara keluarga ini malah kacau karena pertengkaran keduanya, sedangkan Devano mendengar keributan hanya menggelengkan kepala. "Dasar," ucapnya pelan. Dia mulai melangkah menuju kamar Ida, kala sampai bertepatan dengan Kania keluar dari ruangan tersebut. Mata mereka saling bertabrakan, Devano melirik sang istri tanpa ekpresi. "Tuan," sapa Kania pelan.Devano hanya membalas dengan kedipan, dia langsung memandang Ida yang ikut keluar. "Grandma, kalau gitu kami pamit pergi dulu. Kami bakal beberapa di luar negeri, sebentar lagi jadwal penerbangnya," jelas Devano.Ida menganggukan kepala mendengar penjelasan sang cucu. Wanita paruh baya itu memandang Kania, dia segera mendaratkan dekapan pada perempuan tersebut. "Grandma bakal merindukanmu, nanti pas kamu pulang kita jalan-jalan bersama. Sekarang kamu
Waktu ditempuh dalam perjalanan udara lumayan lama. Keduanya baru saja keluar dari bandara, Kania yang baru saja bangun setelah pesawat mendarat ia memandang sekitar. "Tutup mulutmu, jangan mempermalukanku. Jaga sikap," tegur Devano. Kania langsung merapatkan bibir kala mendengar teguran sang suami, sedangkan tadi yang bersuara matanya fokus ke laptop. Jarinya terus berselancar diatas keybroad hitam tersebut."Tutup jendelanya, mendingan kamu perbaiki riasanmu. Ingatlah! Jaga sikap, jangan mempermalukanku," ucap Devano sekali lagi. Perempuan itu mengiyakan perkataan lelaki tersebut. Segera mengambil sesuatu di tas dan merapikan rambut dan make-up."Tuan, kita akan langsung pergi atau antar Nona Kania ke villa dulu?" tanya Alex.Devano hanya diam, lelaki itu sangat fokus menatap laptop yang ada dipangkuannya. Mata pria ini membaca deretan kata yang tampil dilayar. "Kamu sangat menyusahkan, biarkan dia ikut. Lagian tampilannya tidak terlalu memalukan," balas lelaki itu. Alex menga
Waktu berjalan sangat cepat, kini dua hari Kania berada di negeri orang. Dia tidak pergi kemana-mana, membuat wanita tersebut mulai bosan. "Huh, bosen banget. Boleh gak ya aku jalan-jalan, tapi ... takutnya ada yang gak paham bahasa inggris, kalau aku nyasar gimana," keluh Kania. Satu pembantu yang mendengar ucapan Kania segera mendekat. Ia bersuara dan menawarkan diri untuk jadi perantara. "Ahh ... Makasih! Aku bakal laporan dulu sama Tuan Devano," seru Kania. Wanita itu menganggukan kepala, dia pamit terlebih dahulu untuk mengerjakan tugas. Sedangkan istri Devano segera merogoh saku dan berusaha menelepon suaminya. "Tuan," sapa wanita itu.Mendengar suara istrinya, lelaki itu hanya diam. Dia menerima telepon tetapi matanya fokus membaca berkas yang diberikan bawahannya. "Tuan ...." Kania bersuara lagi, membuat sang empu menggeram kesal. "Apa maumu! Cepatlah, aku sedang sibuk," balas lelaki itu.Perempuan tersebut sempat terlonjak akibat kaget dengan balasan lelaki itu yang l
Kania sangat gila, baru beberapa jam di mall di negeri ini. Wanita itu sudah banyak menjajah beberapa barang dan pakaian, bahkan tangannya banyak sekali makanan yang dipegang. Lelaki yang diperintahkan Alex menjaga perempuan itu, menggelengkan kepala kala lengan ikut membantu membawa belanjaan istri sang bos. "Nyonya, apa kita gak kembali ke mobil dulu? Kita taruh belanjaan di sana," ucap wanita berbaju biru. Mendengar ucapan wanita itu, Kania melirik tangan bawahan suaminya. Ia menghela napas dan menatap iba, perempuan tersebut menganggukan kepala. "Maaf membuat kalian kesulitan," kata Kania lemah. Lelaki yang bersama mereka mengerutkan kening, paham akan kebingungan pria tersebut dia kembali bersuara dengan bahasa inggris. "Sorry for giving you a hard time." Dia mengulangi perkataannya membuat lelaki itu mengangguk lalu menggeleng. "Young lady, don't trouble us, take it easy. This is our duty as subordinates," balas pria tersebut. _Nyonya muda, tidak merepotkan kami, tenang
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka